Latest News

Recent Posts

Friday, September 25, 2020

Daftar Isi Tambahan

Daftar isi

Keluarga Kristen,Hubungan Dan Tanggung Jawab



KELUARGA KRISTEN, HUBUNGAN DAN TANGGUNG JAWAB. 

"Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati keluarga hamba-Mu ini, supaya tetap ada di hadapan-Mu untuk selama-lamanya. Sebab apa yang Engkau berkati, ya TUHAN, diberkati untuk selama-lamanya." (1 Tawarikh 17:27).

Prolog: 

Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal. Di dalamnya terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh. Keluarga adalah lembaga masyarakat paling kecil tetapi paling penting. Tetapi, kata keluarga terlalu banyak dipakai oleh berbagai orang dari berbagai kelompok sehingga menjadi hilang makna yang sesungguhnya. Sebuah film yang berjudul “The Godfather”, Vito Corleone menggambarkan kelompok pembunuh berdarah dingin yang ia pimpin sebagai keluarga. Begitu juga dengan kelompok-kelompok yang lain, entah bertujuan baik atau buruk, menamakan para pengikut mereka sebagai keluarga. Bahkan dibanyak gereja kita sering mendengar atau menyanyikan nyanyian tentang persekutuan umat Allah sebagai “keluarga Allah”. Lalu, apakah dimaksud dengan keluarga itu?

Pengertian Keluarga Kristen

Keluarga adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak. Inilah yang disebut dengan keluarga kecil atau keluarga inti. Keluarga pertama di dunia ini dibentuk oleh Allah sendiri yakni keluarga Adam Kejadian 1:27-29). Adam sebagai suami Hawa sekaligus ayah dari Kain dan Habel; Hawa sebagai istri Adam sekaligus sebagai ibu Kain dan Habel; Kain dan Habel sebagai anak-anak dari Adam dan Hawa; Inilah keluarga ini pertama yang dibentuk oleh Allah. Selain keluarga kecil atau keluarga inti, ada juga yang disebut keluarga besar, yaitu persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak serta kakek, nenek, paman dan bibi, dan lain-lain. Mereka beresal dari hubungan keluarga (kekerabatan) ayah maupun keluarga (kekerabatan) ibu.

Keluarga Kristen adalah persekutuan hidup antara ayah, ibu, dan anak-anak yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi serta meneladani hidup dan ajaran-ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian ini dibangun dari pengertian Kristen itu sendiri. Kristen artinya menjadi pengikut Kristus, yang meneladani hidup dan ajaran-ajaran Kristus.

Pentingnya Keluarga Kristen

Dr. Kenneth Chafin dalam bukunya Is There a Family in the House? memberi gambaran tentang maksud keluarga dalam lima identifikasi, yaitu:

1. Keluarga merupakan tempat untuk bertumbuh, menyangkut tubuh, akal budi, hubungan sosial, kasih dan rohani. Manusia diciptakan menurut gambar Allah sehingga mempunyai potensi untuk bertumbuh. Keluarga merupakan tempat memberi energi, perhatian, komitmen, kasih dan lingkungan yang kondusif untuk bertumbuh dalam segala hal ke arah Yesus Kristus.

2. Keluarga merupakan pusat pengembangan semua aktivitas. Dalam keluarga setiap orang bebas mengembangkan setiap karunianya masing-masing. Di dalam keluarga landasan kehidupan anak dibangun dan dikembangkan.

3. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk berteduh saat ada badai kehidupan. Barangkali orang lain sering tidak memahami kesulitan hidup yang kita rasakan tetapi di dalam keluarga kita mendapat perhatian dan perlindungan.

4. Keluarga merupakan tempat untuk mentransfer nilai-nilai, laboratorium hidup bagi setiap anggota keluarga dan saling belajar hal yang baik.

5. Keluarga merupakan tempat munculnya permasalahan dan penyelesaiannya. Tidak ada keluarga yang tidak menghadapi permasalahan hidup. Seringkali permasalahan muncul secara tidak terduga. Misalnya, hubungan suami istri, masalah yang dihadapi anak belasan tahun, dan masalah ekonomi. Namun, keluarga yang membiarkan Kristus memerintah sebagai Tuhan atas hidup mereka pasti dapat menyelesaikan semua permasalahan.

Hubungan, Kebersamaan, dan Tanggung Jawab dalam Keluarga Kristen

Bagaimanakah bentuk hubungan dalam keluarga? Bagimanakah bentuk hubungan antara suami dan istri, orang tua dengan anak, dan anak dengan orang tua? Untuk mengetahui bentuk hubungan ini dapat dilihat dalam Efesus 5:22-23; 6:1-4; Kolose 3:18-21. 

Berdasarkan ayat-ayat tersebut bentuk hubungan dalam keluarga adalah sebagai berikut: 

1) Suami mengasihi istri dan tidak boleh berlaku kasar pada istrinya; 

2) Istri tunduk dan taat kepada suami dalam segala hal; 

3) Orang tua mendidik anak-anak di dalam ajaran dan nasihat Tuhan, serta tidak membangkitkan amarah anak-anaknya; 

4) Anak-anak menghormati dan menaati orang tuanya.

Keluarga adalah suatu lembaga atau unit yang paling kecil dalam masyarakat. Keluarga Kristen khususnya adalah miniatur dari keluarga gereja. Sebuah keluarga adalah suatu tim dalam persekutuan hidup bersama antara ayah, ibu, dan anak-anak. Persekutuan bersama dalam keluarga bersifat dinamis dan harus dijaga keharmonisannya. 

Untuk menjaga kebersamaan dalam keluarga maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 

1) Menyembah dan melayani Tuhan bersama-sama di gereja lokal; 

2) Berdoa bersama-sama atau mezbah keluarga; 

3) Mengatur keuangan bersama-sama; 

4) membuat dan menetapkan rencana untuk masa depan bersama-sama; 

5) Biasakan makan bersama-sama; 

6) Melaksanakan peran dan tanggung jawab masing-masing dengan sebaik-baiknya.

Berdasarkan hubungan diatas setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab masing-masing yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. 


1) Tanggung jawab suami terhadap istri antara lain: mengasihi dan menyayangi istrinya; memelihara dan melindungi; menghargai dan menghormati; memimpin seluruh anggota keluarga. 

2) Tanggung jawab istri terhadap suami antara lain: Penolong, teman dan sahabat bagi suaminya; merawat dan mengatur seisi rumah; rendah hati untuk tunduk pada suami; dan memperhatikan kecantikan pribadi lebih dari kecantikan lahiriah. 

3) Tanggung Jawab orang tua terhadap anak-anaknya antara lain: merencanakan masa depan mereka; merawat dan memelihara mereka; mengasuh dan mencukupi kebutuhan mereka; mengasihi mereka; mengajar, mendidik, dan membimbing mereka; memberi teladan dan bersaksi bagi mereka. 

4) Tanggung jawab anak terhadap orang tua antara lain: membantu orang tua dalam memelihara seisi rumah; mengerjakan tugas-tugas yang diberikan orang tua; dan belajar dibawah bimbingan orang tua.

Keluarga Kristen Sebagai Teladan dalam Perbuatan Baik

Semua anggota keluarga Kristen wajib berbuat baik. Kenapa setiap orang Kristen wajib berbuat baik? Karena Tuhan telah berbuat baik kepada kita terlebih dahulu. 

Dengan cara apa Tuhan berbuat baik kepada manusia? 

1) Karena Tuhan telah menciptakan alam semesta untuk dikelola manusia; 

2) Karena Tuhan telah mencipta dan memberi kehidupan kepada kita; 

3) Karena Tuhan telah menebus kita dari kuasa dosa; 

4) Karena Tuhan telah menyediakan kehidupan yang kekal untuk kita. Demikianlah perbuatan baik Tuhan yang Ia berikan kepada manusia. Hal inilah yang menyebabkan setiap anggota keluarga Kristen wajib berbuat baik dan menjadi teladan dalam hal perbuatan baik ini.


Setiap perbuatan baik yang kita lakukan kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun adalah sebagai ucapan syukur kita kepada Tuhan yang telah berbuat baik kepada kita (Kolose 3:23). Perbuatan baik apapun yang kita lakukan bukanlah untuk mendapat pujian tau penghargaan, melainkan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan. Sebagai contoh. Suami berbuat baik kepada istri dan anak-anaknya, istri berbuat baik kepada suami dan anak-anaknya, anak-ana erbuat baik kepada orang tua dan saudara-saudaranya dan setiap anggota keluarga Kristen berbuat baik kepada setiap orang. Tuhan Yesus berkata “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga" (Matius 5:16)

Kebutuhan Keluarga Kristen Saat Ini

Memperhatikan penting dan strategisnya peranan keluarga, Paul Meier seorang psikiater Kristen Amerika mengusulkan lima aspek yang harus terus bertumbuh dalam kehidupan sebuah keluarga Kristen, yaitu:

1. Kasih di antara suami istri dan di antara orang tua terhadap anak harus terus meningkat (1 Korintus 13:4-7). Apakah kasih itu? Menurut Meier, kasih mencakup komitmen, perhatian, perlindungan, pemeliharaan, pertanggungjawaban, dan kesetiaan. Kasih yang seharusnya berlanjut dalam relasi suami istri tidak lagi sebatas ketertarikan secara fisik. Kasih itu harus diungkapkan dalam perbuatan nyata, saling berkomunikasi dan berelasi. Kasih itu juga diaktualisasikan ketika menghadapi masalah, memikiul tugas dan tanggung jawab hidup. Ketiadaan kasih diantara orang tua dapat dirasakan oleh anak, akibat selanjutnya adalah menggangu pertumbuhan watak mereka. 

2. Harus ada disiplin yakni tegaknya keseimbangan hukuman dan pujian yang dinyatakan orang tua bagi anak mereka. Disiplin itu sendiri merupakan kebutuhan dasar anak pada masa pembentukannya. Disiplin tidaklah identik dengan hukuman saja. Disiplin sebenarnya berarti pemberitahuan, penjelasan, dan pelatihan dalam hal-hal kebajikan. Melalui disiplin anak dimampukan mengenali dan memilih serta mewujudkan pilihannya dalam kebaikan itu. Disiplin orang tua bagi anak-anaknya juga berkaitan dengan pembentukan iman anak melalui pengajaran, percakapan, komunikasi formal, dan non formal. Alkitab mengajarkan bahwa orang tualah yang paling bertanggung jawab mengajari anak-anaknya dalam iman dan moral secara berulang-ulang dengan berbagai cara kreatif supaya mereka bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan (Baca: Ulangan 6:6-9; Matius 18:5-14).

3. Pentingnya konsistensi yaitu aturan yang dianggap benar, terus menerus dinyatakan dan diterapkan orang tua. Aturan tersebut tidak boleh hanya penuh semangat diterapkan satu minggu atau beberapa hari saja kemudian tidak dilaksanakan lagi, melain terus menerus dan konsisten. Penetapan aturan yang harus diikuti anak semestinya mempertimbangkan keadaan dan kebutuhan anak. Perlu dipahami bahwa cara anak menanggapi aturan berbeda-beda sesuai tingkat usia dan tahap perkembangan mereka.

4. Mendesaknya keteladanan orang tua dihadapan anak-anak, termasuk dalam segi perkataan, sikap, penampilan dan perbuatan (Baca: Efesus 6:4; Kolose 3:20-21). Para ahli psikologi dan pendidikan menyatakan bahwa anak kecil belajar dengan melihat, mendengar, merasakan dan meniru. Selanjutnya mereka mengolah dalam pikirannya apa yang didengar dan dilihat, seiring dengan perkembangan kognitifnya. Jika anak mendapatkan contoh sikap dan perilaku yang buruk, ia memandang itu sebagai yang “benar” untuk diteladani. Yesus sendiri memang telah mengingatkan para orang tua supaya menjaga anggota tubuhnya sedemikian rupa agar tidak membawa anak-anak mereka bertumbuh dengan kekecewaan, lalu pada akhirnya jauh dari atau menolak kasih dan rahmat Tuhan (Matius 18:6-9).

5. Peran suami sebagai kepala rumah tangga harus dilaksanakan. Ini merupakan ketetapan Allah bagi setiap keluarga di dunia. Supaya keluarga bertumbuh sesuai dengan kehendak Tuhan, maka istri harus memberi kesempatan dan dukungan agar. Inilah perannya sebagai penolong yang sepadan bagi suaminya. Suami yang takut akan Tuhan dan menjadi pimpinan yang melayani di dalam keluarganya dinyatakan akan berbahagia; berkat Tuhan akan hadir dan nyata dalam kehidupan istri, anak-anak dan pekerjaannya. Inilah yang dilakukan oleh Yosua terhadap keluarganya. Ia mendemonstrasikan peran ini ketika berkata “… Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!" (Yosua 24:15b). 


Peranan orang tua terutama, seorang suami untuk membawa seluruh keluarga beribadah kepada Tuhan berlaku dalam Perjanjian Lama dan tidak dibatalkan dalam Perjanjian Baru. Dari sekian banyak peranan suami dalam Alkitab, dua hal yang paling menonjol, yaitu: 1) Peranan suami sebagai kepala rumah tangga. (Efesus 5:22-29). Sebagai kepala rumah tangga suami adalah pemimpin keluarga dan pengambil keputusan; pengayom bagi semua anggota keluarga; pelindung yang melindungi dan bertanggung jawab; mendidik, menegor dan menasihati. (Efesus 6:4); memberi contoh dan teladan yang baik bagi keluarga. 2) Peranan suami sebagai imam. Sebagai imam Ia harus memimpin dan mengatur ibadah dalam keluarga; Berdoa setiap waktu kepada Allah bagi seluruh anggota keluarganya dan juga bagi dirinya sendiri. 

Epilog: 

Dr. Tim La Haye dalam bukunya yang berjudul You and Your Family, memberikan diagram silsilah dua orang yang hidup pada abad 18. Yang pertama adalah Max Jukes, seorang penyelundup alkohol yang tidak bermoral. Yang kedua adalah Dr. Jonathan Edwards, seorang pendeta yang saleh dan pengkhotbah kebangunan rohani. Jonathan Edwards ini menikah dengan seorang wanita yang mempunyai iman dan filsafat hidup yang baik. Melalui silsilah kedua orang ini ditemukan bahwa dari Max Jukes terdapat 1.026 keturunan : 300 orang mati muda, 100 orang dipenjara, 190 orang pelacur, 100 orang peminum berat. Dari Dr. Edwards terdapat 729 keturunan : 300 orang pengkhotbah, 65 orang profesor di universitas, 13 orang penulis, 3 orang pejabat pemerintah, dan 1 orang wakil presiden Amerika.

Berdasarkan diagram tersebut kita bisa melihat bahwa kebiasaan, keputusan dan nilai-nilai dari generasi terdahulu sangat mempengaruhi kehidupan generasi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya yang menyatakan bahwa lingkungan dan agen yang banyak mempengaruhi pembentukan watak, iman, dan tata nilai seseorang adalah keluarga asal (the family of origin). Dengan kata lain, keluarga asal dianggap paling berperan dan berharga dengan berbagai dinamika dan kondisi apapun. Karena itu, dalam Mazmur 78:5 dituliskan, “Telah ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya kepada anak-anak mereka”. 

Tuhan memerintahkan agar para orangtua memperkenalkan kisah perbuatan-Nya yang ajaib dalam sejarah Israel dan hukum-hukum-Nya kepada anak-anak mereka. Hal ini bertujuan agar anak-anak hidup taat akan Tuhan dan menaruh harapan kepada-Nya. Orangtualah penanggung jawab utama pendidikan rohani bagi anak-anaknya. Tanggung jawab ini tidak dapat dialihkan kepada para guru disekolah maupun sekolah minggu karena waktu yang mereka miliki untuk bergaul dengan anak-anak di sekolah aupun di gereja jauh lebih sedikit dibandingkan dengan waktu yang dimiliki oleh orangtua.

Dari uraian diatas, jelaslah bahwa karakter, tata nilai, dan cara beriman kita muncul dan berkembang dari keluarga tempat dimana kita dibesarkan dan bertumbuh. Selain itu betapa pentingnya kehidupan keluarga yang baik, yang sesuai dengan prinsip Alkitab (2 Timotius 3:16-17). Syarat ini diperlukan untuk membentuk generasi yang berkarakter mulia sesuai dengan kehendak Allah.KELUARGA KRISTEN, HUBUNGAN DAN TANGGUNG JAWAB.

Keuarga Bahagai ( Stephen Tong )



PRAKATA
Setelah revolusi seks di Amerika dan dimulainya percobaan hidup bersama sebelum pernikahan di Inggris, manusia seolah-olah menikmati kebebasan seks yang berlebihan. Maka, angin ini segera bertiup dari Barat ke Timur menjadi satu arus romantis yang melanda seluruh dunia. Tetapi benarkah dengan semuanya itu manusia lebih dipuaskan di dalam hidup berkeluarga?

Fakta keretakan keluarga yang mengakibatkan perceraian terus-menerus bertambah, sementara kebahagiaan tidak kunjung datang. Bahkan banyak keluarga sudah menjadi seperti neraka. Dengan adanya tekanan masyarakat, agama, dan norma budaya, banyak orang berusaha mempertahankan gejala keharmonisan secara lahiriah. Bukankah ini sekadar penipuan diri?

Bahaya terbesar yang dihadapi manusia bukanlah bom atom, senjata nuklir, atau sejenisnya, melainkan kebencian di tengah-tengah orang-orang yang seharusnya saling mengasihi. Siapakah yang dapatmenolong kita dari dilema yang sangat menakutkan ini? Jalan satu-satunya tidak lain dan tidak bukan hanyalah kembali kepada prinsip Alkitab. Alangkah bodohnya jika kita menginginkan hidup di dalam kasih, tetapi terputus dari Sumber Kasih – yaitu Allah – yang bukan saja memberikan kasih kepada kita, tetapi juga petunjuk bagaimana hidup di dalam kasih menurut Alkitab. Kiranya buku ini boleh membawa kembali kebahagiaan sejati bagi mereka yang sudah berkeluarga maupun yang akan berkeluarga, sehingga kemuliaan kembali kepada Allah.

Jakarta, April 1991
Pdt. DR. Stephen Tong
-----------------------------
BAB I :
PRINSIP KELUARGA KRISTEN

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kejadian 1:27-28)

“Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” (Kejadian 2:20-24)
-----------------------------------------------------
Pada waktu seorang psikolog ditanya, “Apakah krisis yang terbesar pada abad ke dua puluh ini?” Ia menjawab, “Krisis terbesar yang dihadapi manusia bukanlah bom atom. Bukanlah bom hidrogen, bukanlah perang nuklir; krisis terbesar yang dihadapi oleh manusia sekarang ialah: Cinta yang sejati telah meninggalkan keluarga.” Kalimat ini sepertinya tidak terlalupenting, tetapi jika kita pikirkan lagi, peledakan bom hanya meledakkan dan membinasakan sebagian manusia; tetapi kurangnya cinta sejati di dalam keluarga, yang adalah sistem pembentukan masyarakat yang paling utama ini, mengakibatkan rusaknya seluruh bangsa di dunia. Kalimat itu sangat penting. Dan jika kita meninjaunya kembali, kalimat itu adalah fakta yang begitru riil dan mengerikan, yang begitu mengancam dan menghantui kita. Beberapa orang sudah membentuk keluarga, tetapi keluarga mereka tidak mirip dengan keluarga yang sejati; bukan menjadi tempat pengasuhan di mana mereka mendapat pembimbingan, penghiburan, dan mendapatkan kenikmatan sorgawi.
Apakah artinya membentuk keluarga? Dan mengapakah dunia ini perlu sistem keluarga? Bukankah pada abad ke dua puluh sudah menjadi kebiasaan orang untuk merasakan tidak perlu membentuk keluarga, cukup ‘kumpul kebo’ (hidup serumah tanpa pernikahan yang sah) saja? Tetap apakah itu bentuk relasi yang ditetapkan oleh Tuhan menurut kehendak-Nya dalam membina hidup manusia?

KEHENDAK ALLAH YANG KEKAL

(1) Allah Menjadi Dasar Kedudukan Keluarga
Alkitab dengan jelas sejak dari permulaan dan dari pasal yang pertama, sudah menetapkan perintah dan kehendak Allah untuk hidup manusia dan masyarakat. Waktu Allah menciptakan alam semesta ini, Ia mengakhiri karya penciptaan-Nya dengan menciptakan pribadi yang mempunyai peta dan teladan Allah itu sendiri. Manusia diciptakan sesuai dengan kehendak Allah, dan menjadi reflektor Allah. Itulah sebabnya manusia diciptakan sebagai peta dan teladan Allah. Berarti manusia seharusnya menjadi seperti Allah, secara pribadi. Hanya manusia satu-satunya makhluk yang berpribadi, seperti Allah juga mempunyai Pribadi. Maka pribadi kita harus belajar dari Pribadi Allah yang turun ke dalam dunia menjadi contoh dan teladan hidup seseorang. Sebagai pembentukan unit yang lebih dari satu pribadi, maka unit yang paling dasar disebut unit keluarga melalui pernikahan yang sah. Ini menjadi unit pembentukan masyarakat yang paling dasar. Sebagai unit yang sedemikian, kita sebagai keluarga harus belajar bagaimana “Keluarga Allah”, yaitu Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus bersatu dan berkasih-kasihan satu dengan yang lain. Istilah “Keluarga Allah” ini jangan disalah-tafsirkan dengan menganggap bahwa “Keluarga Allah” tepat sama seperti bentuk keluarga manusia yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Jangan dianggap bahwa terdapat kualitas yang sama juga dalam relasi antara Pribadi Allah dengan relasi antar-pribadi anggota keluarga manusia.

Tanpa kembali kepada Allah, tidak mungkin ada pribadi yang beres, keluarga yang beres, pengertian masyarakat, pembentukan organisasi, dan sebagainya yang beres, karena Tuhan adalah Sumber dari segala sesuatu. Di dalam kehendak Allah yang kekal, Dia mau membentuk keluarga, di mana kemunitas yang kecil ini merefleksikan dan menjadi wakil dari komunitas yang ada di dalam Pribadi Allah Tritunggal itu sendiri, sehingga keluarga mencerminkan bagaimana kita harus berkasih-kasihan sebagaimana Allah berkasih-kasihan antara Pribadi yang satu dan yang lain. Di dalam Allah Tritunggal kita melihat contoh dan teladan bagaimana berkomunitas, berkomunikasi, dan saling memperhatikan satu dengan yang lain. Di situlah kita baru melihat rahasia kebahagiaan di dalam mendirikan keluarga.

Dalam rencana kekal-Nya, Allah menjadikan manusia di dalam peta dan teladan-Nya, sehingga bisa menjadi seperti Dia, dan boleh meneladani Dia. Berdasarkan rencana kekal Allah, manusia, pria dan wanita, diciptakan menurut peta dan teladan Dia. Tidak ada agama, kebudayaan, dan sistem pemikiran atau filsafat manusia yang bisa melebihi keagungan yang sudah ditentukan oelh Allah bagi kedudukan manusia.

(2) Allah Menjadi Tujuan Keluarga
Identitas manusia ditetapkan sedemikian tinggi, anggun, terhormat, dan mulia, karena manusia diciptakan mirip Allah. Bukankah hal yang paling penting bagi manusia adalah dapat hidup lebih tinggi, lebih maju, dan maju terus; apakah sasaran terakhir kita? What is the final goal of your struggle, of our improvement? Agama-agama dan pikiran manusia tidak memberikan jawaban, tetapi wahyu Allah, Kitab Suci sendiri, memberikan jawaban yang terakhir, dan memberikan titik yang paling final dan paling komplit, yaitu kembali menjadi seperti Allah. Di sini kita melihat bahwa Allah bukan saja menjadi titik awal, tetapi juga menjadi titik akhir perjuangan kita, sehingga seluruh proses jalan kita bukan berjalan di dalam kesesatan, kesimpang-siuran, tetapi ada Tuhan Allah yang menjadi “titik final” kita, tujuan terakhir dari perjuangan kita dan perubahan yang kita alami, yaitu menjadi seperti Dia.

(3) Allah Menjadi Dasar Kesetaraan Pria-Wanita
Kita melihat pria dan wanita sebagai dua pribadi yang setara. Bukan hanya tujuan yang tertinggi, atau penjelasan identitas manusia yang paling terhormat, tetapi kesetaraan antara pria sebagai manusia dan wanita sebagai manusia, sudah ditunjukkan oleh Kitab Suci sejak halaman pertama. Manusia, pria dan wanita, diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Jadi, bukan hanya pria yang seperti Allah, tetapi wanita pun diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Di sini sekali lagi kita melihat tidak ada agama, kebudayaan, filsafat, dan pikiran manusia yang melampaui Alkitab dalam memberikan kedudukan tertinggi bagi wanita.

Sampai sekarang, di dalam begitu banyak negara, masyarakat, dan wadah kebudayaan, kita tetap bisa melihat tidak adanya tempat yang sedemikian terhormat, seperti yang dinyatakan oleh Alkitab, untuk kaum wanita. Kaum wanita sering dijadikan mesin untuk melahirkan anak dan mesin bekerja. Di Papua, hanya dengan beberapa ekor babi bisa mengganti seorang wanita. Dan kepala suku bisa memiliki sampai 150 istri, karena semakin banyak istri, semakin banyak tenaga kerja, sehingga semakin banyak tanah yang bisa digarap, dan semakin banyak penghasilan. Mereka memperbudak wanita dan menghina kedudukan wanita.

Di dunia Barat, Stoisisme merupakan filsafat yang pertama mengajarkan bahwa pria dan wanita setara. Sebenarnya kebudayaan Romawi dan Yunani kuno sudah menjalankannya dalam hidup sehari-hari. Tetapi beribu-ribu tahun sebelumnya, dalam halaman pertama Kitab Suci, Allah sudah menegaskan bahwa Dia menciptakan manusia menurut peta dan teladan-Nya, baik pria maupun wanita. Oleh karena itu, pria harus menghormati weanita, dan wanita harus menghormati pria. Kita harus mempunyai prinsip ini sebelum kita membentuk keluarga, atau jika kita sudah berkeluarga, marilah kita mengoreksi kehidupan kita lagi melalui terang firmanTuhan, sehingga tidak ada manipulasi dan penghambaan satu dengan yang lain.

(4) Allah Menjadi Pola Ordo Pria-Wanita
Sekalipun pria dan wanita setara, tidak berarti kedua-duanya menjadi kepala. Kepala keluarga tetap satu. Untuk hal ini kita harus kembali meneladani Tuhan Allah. Allah Bapa mengirim Allah Anak ke dalam dunia, dan Allah Bapa beserta Allah Anak mengutus Allah Roh Kudus ke dalam gereja-Nya. Di sini Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus, setara di dalam kemuliaan, kekuasaan, kekekalan, dan unsur asasi-Nya. Tetapi dalam hal ordo adalah berbeda. Allah Bapa mengutus Allah Anak, tidak pernah sebaliknya. Setara dalam kedudukan, berbeda dalam ordo, keduanya haruslah dimengerti oleh orang Kristen.

Keluarga Kristen berbeda dengan keluarga non-Kristen. Di dalam keluarga non-Kristen, ketika orang merebut persamaan hak pria dan wanita, kebanyakan timbul kekacauan yang tidak bisa dikendalikan. Pada waktu timbulnya gerakan Women’s Liberation Right (Gerakan Kebebasan Wanita), di mana kekuasaan wanita diperjuangkan, akhirnya menjadi sedemikian radikal, tidak kembali ke Alkitab dan timbul ekses-ekses yang luar biasa gawatnya, sehingga timbullah keluarga-keluarga yang berantakan, homoseksualitas, dan lain-lain. Terjadinya perebutan kekuasaan secara radikal selalu dilakukan oleh wanita-wanita yang tidak mau tunduk kepada suaminya dan selalu dipimpin oleh wanita yang mengenal kesetaraan, tetapi tidak mengenal ordo yang berbeda.

Karena mereka tidak mau kembali kepada Alkitab, sekalipun mereka mau menyama-ratakan pria dan wanita, mereka menggawatkan, merusakkan, mengacaukan, dan mengacaukan sistem keluarga. Itu bukan cara Kristen! Orang Kristen harus mempunyai pendirian. Harus punya prinsip-prinsip sendiri karena kita diberi Firman Allah yang lebih tinggi daripada sistem pikiran dan filsafat apa pun.
Di sini kita kembali lagi kepada ordo yang berbeda. Alkitab mengatakan “pria adalah kepala wanita”. Namun bukan berarti pria boleh sembarangan mempermainkan wanita. Itu akan dijelaskan lebih lanjut pada bab lain. Pria dan wanita sebagai peta dan teladan Allah mempunyai kesamaan identitas sebagai pelaksana kehendak Allah di dunia. Tetapi di sini, untuk membentuk keluarga, tetap ada ordo, siapa yang harus menjadi kepala keluarga. Dan Allah menetapkan pria sebagai kepala keluarga.

PENGUASAAN DIRI : DASAR RELASI KELUARGA KRISTEN

(1) Manusia Makhluk Ber-dwikategori
Selain kehendak Allah yang kekal, kita juga telah melihat bahwa kita diciptakan di dalam lingkungan yang sama sekali berbeda dengan segala makhluk yang lain. Kita adalah satu-satunya makhluk yang sekaligus memiliki dua sifat di dalam satu pribadi yang sama. Di sinilah kesulitan-kesulitan kehidupan terjadi. Karena di dalam manusia dua kategori yang berbeda digabung dalam pribadi yang sama, maka di dalam perjuangan hidupnya, manusia mengalami kesulitan besar.

(2) Jasmani dan Rohani
Apa yang dimaksud dengan “satu-satunya makhluk yang mempunyai dua kategori di dalam satu pribadi yang sama”? Artinya manusia itu pribadinya satu tetapi mempunyai dua bidang: bidang rohaniah dan bidang jasmaniah. Di dalam bidang jasmaniah kita seperti binatang, dan di dalam bidang rohaniah kita sepertri malaikat. Tetapi kita bukan malaikat dan juga bukan binatang. Itu sebabnya manusia harus digolongkan ke mana? Kalau digolongkan ke golongan rohani, kita berdaging, berambut, dan lain-lain, padahal roh itu kekal. Sedangkan manusia mempunyai bidang yang bersifat sementara (fana). Tubuh kita begitu lemah sehingga mau tidak mau manusia mempunyai unsur bidang yang pertama, yaitu kategori materi, kategori fisik (carnal category) yang disebut tubuh. Tetapi manusia bukan hanya terdiri dari tubuh jasmaniah saja. Manusia juga mempunyai bagian tubuh yang lain, yaitu jiwa atau roh. Jiwa-roh, kedua istilah ini dipakai dalam Alkitab secara bergantian.

Alkitab mengatakan bahwa selama jiwa tidak ada pada tubuh maka mati adanya, seperti juga iman tanpa perbuatan mati adanya. Itu berarti kedua bagian itu bersatu. Pada waktu tubuh tanpa jiwa atau roh, maka kita tidak lagi disebut manusia, tetapi mayat. Manusia diciptakan dengan dua kategori di dalam satu pribadi. Yang pertama adalah kategori materi, dan yang kedua kategori rohani. Kedua kategori yang berbeda tergabung di dalam satu pribadi, ini mengakibatkan kita berbeda dengan malaikat dan binatang. Malaikat mempunyai cinta kasih tetapi tidak mempunyai seks, binatang mempunyai seks tetapi tidak mempunyai cinta kasih.

Di sini manusia mengalami kesulitan karena mempunyai kedua hal ini. Kita tidak boleh hanya melampiaskan nafsu. Mengadakan hubungan seks semau sendiri tanpa mempunyai kasih yang sejati. Seks tanpa kasih adalah ide binatang, kasih tanpa seks adalah ide malaikat. Tetapi manusia bukan malaikat dan bukan binatang, karena itu manusia harus mengharmoniskan kedua hal ini, sehingga kedua hal ini diserasikan dengan indah luar biasa. Demikianlah cara Tuhan menciptakan manusia. Allah menciptakan manusia dengan kerohanian yang bisa mengerti kehormatan, kemuliaan, kebebasan, kedudukan, kekekalan, dan moralitas, yang bisa mengenal ibadah, berdoa, dan berpengharapan kepada kekekalan. Namun Allah juga menciptakan kita dengan suatu tubuh yang memerlukan kepuasan seks. Kita diberikan organ-organ yang berhubungan dengan seks,dan kita ingin mengalami kepuasan di dalam bidang seks. Ini fakta! Saya kira agama-agama yang sejati tidak melarikan diri dari fakta ini, karena fakta ini diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu agama Kriksten tidak menyangkali adanya kebutuhan seks.

3. Neo-Platonisme dan Kekristenan
Neo-Platonisme telah membagi dunia menjadi dua, yang tertinggi dan terendah. Yang tertinggi yaitu roh, dan yang terendah dan terkasar adalah materi. Pengaruh dari Neo-Platonisme menjalar kepada Kekristenan, sehingga ada pandangan bahwa orang yang tidak menikah lebih suci daripada yang menikah. Ini ajaran yang tidak benar. Barangsiapa tidak menikah jangan menganggap diri lebih suci daripada mereka yang menikah, dan barangsiapa menikah jangan menganggap diri sudah berada di dalam dosa karena ada isteri atau suami. Tidak! Karena kita sudah melihat bahwa Allah menciptakan kita dengan suatu tubuh dengan fungsi seks. Ini riil dan sungguh-sungguh fakta. Jika seorang laki-laki sudah berusia belasan tahun, dan ingin meninah, kita tidak menghina dia, tetapi juga tidak memperbolehkan dia menikah sembarangan, sebaliknya memimpin dia kepada prinsip dan menjaga dia agar jangan sampai keluar jalur.

Dengan sikap menghargai, kita memberikan petunjuk kepadanya agar dia tidak melampiaskan nafsu seperti binatang. Ini fakta dan suatu hal yang nyata. Kalau kita sengaja menutup mata terhadap fakta ini, lalu menganggap diri lebih rohani, itu rohani yang palsu. Sebaliknya, kalau kita tidak mempedulikan prinsip Alkitab, hanya melayani fakta saja, kita akan menjadi seperti binatang. Di sini terletak kesulitan membentuk keluarga yang ah dan berbahagia. Manusia adalah satu-satunya pribadi yang berbidang rohani dan sekaligus berbidang jasmani. Satu-satunya yang diciptakan menurut peta dan teladan Tuhan, yang memiliki sifat rohani tetapi juga diberikan tubuh kelihatan yang bersifat daging ini.

4. Pentingnya Penguasaan Diri Karena Dwi-kategori
Salah satu hal yang paling paradoks dalam hidup manusia adalah bagaimana menguasai diri. Self-control is the highest wisdom of living on the earth. Bagaimana bisa menguasai dan mengontrol diri adalah salah satu bijaksana yang paling besar bagi manusia di dalam dunia. Tetapi penguasan diri tidak mungkin dilakukan oleh diri, kecuali diri Saudara sudah diserahkan ke dalam Diri Allah. Itu sebab Tuhan Yesus berkata, “Jika mau mengikut Aku, serahkanlah dirimu, sangkallah dirimu.” Penyangkalan diri berarti meletakkan diri kita di bawah Diri Tuhan, sehingga tidak mengikuti kehendak diri saya, tetapi kehendak Diri Tuhan yang menguasai diri saya, baru saya bisa menguasai diri saya sendiri. Itulah bijaksana.

Ada orang yang mengira Kekristenan tidak ada hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, itu adalah omong kosong, tidak riil, dan tidak nyata. Tetapi dengan kacamata teologi yang ketat, saya tegaskan kepada Saudara bahwa tidak ada tindakan Saudara yang tidak ada hubungannya dengan firman Tuhan dan dengan teologi. Bagaimana dengan orang yang membenci teologi dan doktrin? Itu adalah akibat pengaruh Kekristenan yang simpang siur, tidak ada akar dan tidak ada arah, karena mereka mengira semua tidak ada hubungan. Integrasi dari yang dalam ke yang paling dangkal, dari yang paling sulit ke yang paling mudah, dari pikiran yang mendalam, yang sulit dimengerti dan digali, dengan kehidupan sehari-hari yang sederhana mengakibatkan kita mempunyai kerangka hidup rohani dan jasmani yang kuat dan menyatu.

Manusia diciptakan dengan fungsi seks, plus kerohanian yang diberikan kewajiban mengontrol diri. Kalau kita melihat dari sudut kebebasan, tidak ada binatang yang lebih bebas daripada manusia, khsusnya di dalam bidang seks. Pembentukan tubuh manusia begitu indah dan ajaib sehingga manusia boleh melakukan hubungan seks lebis bebas daripada binatang apa pun. Seni yang tertinggi bukan di dalam dunia luar, tetapi di dalam diri kita sendiri. Kita memliki tubuh yang bisa bersenam dengan indah, atau meloncat ke dalam air dengan begitu indahnya, atau keterampilan badan dan menari balet yang luar biasa, dengan seni yang begitu tinggi dan indah. Jika engkau memiliki teologi yang kuat, maka ketika engkau melihat balet, engkau melihat keindahan Allah, bukan sekadar keindahan tubuh, karena Allah yang menciptakan keindahan tubuh sedemikian. Jika engkau memahami keadaan ini, maka ketika engkau melihat orang yang bersenam, meloncat dan tidak jatuh, engkau bukan sekadar melihat keindahannya, tetapi melihat keindahan ciptaan Tuhan yang luar biasa. Semua ini adalah anugerah Tuhan, termasuk kebebasan seks. Tetapi kebebasan seks justru harus dikontrol oleh hal yang lain, yaitu firman dan kasih yang suci.

Di sini kita melihat manusia berbeda dengan binatang. Binatang mempunyai kebebasan seks yang terbatas, tetapi tidak dibatasi untuk mengontrol diri; manusia diberikan kebebasan seks yang begitu sempurna, tetapi diperintahkan untuk membatasi diri. Merupakan suatu keindahan jika seseorang bisa menaklukkan diri kepada firman Tuhan dan bisa menggali dan menemukan prinsip-prinsip dari sifat ilahi, lalu menjadi kekuatan pedoman, dan kunci kebahagiaan untuk mengontrol diri. Di situ manusia akan menikmati bahagia yang paling besar di dalam pembentukan keluarga. Puji Tuhan!
Orang yang tidak mengerti kebebasan yang terbatas, kebebasan yang dikontrol oleh firman Tuhan, selalu menganggap keluarga dan pernikahan sebagai “penjara cinta”. The prison of the love, is marriage. Tetapi bagi orang-orang Kristen yang mengerti, sesungguhynya cinta dan kebebasan seks yang dikontrol oleh kedaulatan Tuhan bisa kita pergunakan untuk memuliakan Tuhan, di situ kita melihat pernikahan justru menjadi wadah bahagia dari seks.

Kita perlu belajar menjadi manusia yang beres, menjadi kepala keluarga yang beres, menikmati 
keluarga bahagia yang beres, di hadapan Tuhan Allah. Di dalam diri manusia sebagai ciptaan Tuhan kita melihat peta-teladan sebagai: (1) kedudukan; sekaligus sebagai (2) tujuan; dan juga sebagai (3) kewajiban dan kesetaraan; dan (4) ordo yang harus kita taati; dan (5) menjadi kekuatan yang merupakan sumber kebahagiaan yang memberikan kepada kita kekuatan yang menuju kepada kebahagiaan yang sungguh-sungguh.

Di dalam cinta Tuhan sendiri kita bisa memberikan jalur yang sejati kepada nafsu kita yang tidakmau dilepaskan dari kasih. Nafsu tanpa dikuasai dengan kasih adalah binatang, dan kasih yang tidak ada nafsunya adalah malaikat. Kita adalahmanusia yang mempunyai kasih dan mempunyai nafsu, mempunyai cinta kasih dan juga seks. Kedua hal ini dikuasai dan digabung oleh cinta Tuhan sebagai sumber dari emosi kita, baru kita mendapatkan jalur yang sesungguhnya.

Dan Alkitab berkata, “Orang (Adam) yang hidup tersendiri itu tidak baik.” (Kejadian 2:18). Adam hidup seorang diri dan itu tidak baik, maka Allah menciptakan Hawa untuk menjadi penolong yang sepadan baginya. Lalu, mengapa tidak baik pria itu hidup seorang diri? Alkitab tidak mengatakan bahwa Hawa tidak baik jika hidup sendiri lalu menciptakan Adam untuk menolong dia, tetapi justru sebaliknya. Di sini mengandung arti bahwa ada sedikit perbedaan antara seorang pria yang hidup sendiri dan wanita yang hidup sendiri. Sejarah dan bukti masyarakat memberikan kepada kita suatu fakta bahwa pria lebih sulit hidup sendiri daripada wanita yang hidup sendiri. Wanita jangan dihina. Engkau melihat wanita itu lemah, suka menangis, tetapi pada waktu wanita menghadapi kesulitan selalu lebih hebat dan lebih bertahan daripada pria waktu menghadapi kesulitan.

Saya paling tidak berani menghina wanita, dan salah satu sebab yang paling penting adalah karena ibu saya adalah wanita. Kehidupannya lebih megah dan agung daripada banyak pria, termasuk saya. Umur 33 tahun sudah menjadi janda, dan berjanji tidak menikah lagi, dan akan membesarkan anak-anak yang Tuhan berikan kepadanya di hadapan Tuhan dan untuk Tuhan, supaya Tuhan memakai mereka; dan ia berjanji menjadi janda yang setia dan mendidik mereka dengan iman, dan tidak mengizinkan mereka untuk meminta-minta, atau bersandar pada orang lain. Dan ini membuat saya bisa berfondasi dan beriman kepada Tuhan. Saya tahu banyak pria yang kelihatan begitu independen, mandiri, kuat, dan hebat, tetapi begitu kehilangan isteri, menjadi kalang kabut dan tidak keruan. Tetapi saya melihat banyak wanita yang sewaktu kehilangan suami, begitu tegar dalam menghidupi kehidupan mereka. Ini fakta. Mari kita menghargai wanita-wanita yang begitu indah. Kontribusi dari wanita-wanita yang tidak menikah dan menjadi janda sedemikian besar dan kita wajib menghargai mereka.

BAB II :
ALASAN PERNIKAHAN KRISTEN

“TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan seorang penolong baginya yang sepadan dengan dia.” (Kejadian 2:18)

Adam membutuhkan penolong, sehingga ia dibuat tidur nyenyak, dan Tuhan “mengoperasi” dia lagi. Itulah pengaliran darah yang pertama di dalam Alkitab. Pengaliran darah untuk penebusan dosa adalah setelah Adam dan Hawa berdosa, dan seekor binatang disembelih untuk menjadi pakaian mereka. Tetapi pengaliran darah pertama di dalam diri manusia dilakukan oleh Allah sendiri, ketika Allah memecahkan daging sehingga darah keluar dari Adam.
Di sini kita melihat ajaran yang penting sekali, suatu simbol yang ketat, yaitu tanpa pengorbanan tidak ada orang yang bisa menjadi pemimpin. Kalau Adam tidak mau dilukai, ia tidak mungkin bisa menjadi kepala keluarga. Ia harus ditidurkan dan menerima operasi dari Alah. Di sini kita melihat lambang yang sedemikian hebat. Sewaktu Kristus mengalirkan darah, baru gereja muncul. Gereja adalah mempelai wanita Kristus. Kristus mencintai gereja-Nya, karena Ia telah mencurahkan darah untuk gereja-Nya. Itu dilambangkan pada waktu Kristus mati untuk memungkinkan gereja bisa berdiri. Dan ini dilambangkan oleh Adam yang harus tidur, dilukai, dan berdarah, tulang rusuk diambil untuk menciptakanb Hawa menjadi penolonb baginya.

PEREMPUAN DARI RUSUK LAKI-LAKI

Orang Barat mempunyai pepatah yang indah: “Perempuan diciptakan oleh Tuhan dari tulang rusuk, bukan dari tulang kepala supaya keduanya jangan menjadi kepala, bukan dari tulang kaki supaya perempuan tidak diinjak-injak lelaki.”

Pertama, jika perempuan dan laki-laki sama-sama berebut mau menjadi kepala, akhirnya anak-anak menonton terus siapa jadi juara di rumah. Allah menciptakan wanita tidak dari tulang kepala atau tulang kaki, ini merupakan keajaiban dan bijaksana penciptaan.

Kedua, tulang rusuk adalah tempat jantung dan hati, jadi wanita dimaksudkan untuk dicintai oleh suaminya, karena memang dulu engkau ada di jantung hatiku. Wanita ada di tempat yang dekat dengan jantung, di mana suami bisa mencintai dia seperti mencintai jantungnya sendiri. Mencintai dia seperti mencintai diri sendiri, yang paling dekat dengan hatinya. Bukankah istilah ini berulang kali muncul dalam surat-surat cinta, “jantung hatiku”.

Ketiga, tulang rusuk adalah untuk melindungi, membimbing, dan menjaga dia. Salah satu gambaran yang paling indah di dalam dunia ialah ketika seorang pria melindungi dan membimbing seorang wanita.

Di dalam dunia ada dua macam lukisan yang sungguh-sungguh menggambarkan keindahan, yakni: (1) seorang laki-laki yang sungguh-sungguh melindungi keluarga, yang dilambangkan dengan dia memberikan lengannya kepada isterinya; dan (2) seorang ibu yang menggendong bayinya, di mana mata ibu kontak dengan mata bayi sehingga yang dari atas menyatakan cinta dan yang dari bawah menyatakan pengharapoan yang penuh. Ini lukisan terindah yang bisa saya bayangkan di dalam dunia. Sebagaimana bapa mencintai ibu, orangtua mencintai anak, menjadi indah karena merupakan gambaran bagaimana Kristus mencintai gereja dan Allah mencintai umat manusia.

Demikianlah kita melihat rencana Allah supaya kita membentuk keluarga yang indah dan bahagia, yang boleh menjadi cermin di dalam dunia ini, bagaimana kuasa dan cinta Allah kepada manusia. Di sini kita melihat bahwa wanita diciptakan untuk menolong suaminya, bukan untuk menguasai, memimpin, dan mempengaruhi suaminya secara negatif, tetapi menjadi penolongnya. Tetapi suami juga harus jelas berjalan di dalam kehendak Tuhan, sehingga dia berhak memimpin seluruh keluarga di dalam menjalankan kehendak Tuhan.

Mengapa hidup seorang diri itu tidak baik? Untuk ini ada beberapa sebab yang dapat dipikirkan.

1. Manusia diciptakan di dalam Sifat Relatif
Manusia harus hidup di dalam satu hubungan antar manusia secara relatiuf. Tetapi manusia satu-satunya makhluk yang diberi konsep kemutlakan di dalam kerelatifan. Itu sebabnya manusia betul-betul tidak boleh menjadi Allah. Manusia tidak seharusnya memutlakkan diri. Tetapi manusia yang hidup terus-menerus seorang diri, masuk ke dalam bahaya hidup memutlakkan diri. Itu sebabnya Allah mengatakan tidak baik manusia hidup sendiri. Jangan berpikir bahwa pria tidak baik hidup sendiri karena nanti akan mencari pelacur. Itu pikiran yang tidak beres. Hidup seorang diri tidak baik karena mungkin membuat orang tersebut memutlakkan diri.

Orang semakin tua semakin kaku, sehingga untuk mengubah orang yang sudah semakin tua menjadi semakin sulit. Kalau orang tidak mau diubah lagi, berarti ia mulai tua. Kalau tuanya beres, itu hal yang bagus; tetapi kalau tidak beres, itu mirip “Allah”. Kalau orang sudah sedemikian kaku dan ia merasa seperti Allah, lalu Allah mengatakan bahwa hanya ada satu Allah, maka matilah ia. Karena manusia mempunyai kemungkinan bahaya memutlakkan diri, maka Allah mengatakan bahwa tidak baik hidup sendiri.

2. Manusia diciptakan sebagai Bagian dari Keseluruhan
Manusia bukan diciptakan sebagai keseluruhan, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa melakukan segala sesuatu dengan kekuatan sendiri. Dia hanya sebagaian dari masyarakat, dia hanya sebagian dari keluarga. Saya termasuk orang yang mempunyai bakat cukup menyeluruh. Dalam hal ini saya tidak berani membanggakan diri karena saya takut akan dihakimi dan dihukum lebih banyak daripada orang lain. Orang yang banyak bakatnya tetap harus ingat bahwa ia hanya sebagian saja. Saya masih memerlukan bagian orang lain untuk memperlengkapi saya. Di dalam hal ini keseluruhan tidak dapat secara mutlak diwakili oleh bagian. Ketotalan tidak bisa diambil alih oleh sebagian. Karena itu, pada saat orang menganggap dia bisa menjadi semua dan tidak membutuhkan orang lain, orang itu mulai mengalami suatu bahaya. Tuhan kadang-kadang memberikan talenta yang sedemikian limpah kepada satu orang, tetapi tetap ia membutuhkan orang lain.

Pada zaman High Renaissance, kita melihat Leonardo da Vinci, Michelangelo, Buonarroti, Raffaello, mereka semua adalah arsitek, pelukis, ilmuwan, pemahat, dan mempunyai banyak aspek yang lain. Terkadang Tuhan menciptakan orang yang mempunyai begitu banyak talenta, tetapi jangan lupa, Tuhan tetap mengatakan kalimat ini: “Hidup tersendiri itu tidak baik.” Supaya tidak mengganggui keseluruhan dan supaya menghargai orang lain.

3. Manusia diciptakan untuk Menolong dan Ditolong
Ini adalah dalam arti relativitas sifat kooperasi. Sifat kooperasi merupakan sifat yang begitu penting di dalam hidup masyarakat manusia. Itu sebab manusia sangat perlu saling membantu. Kalau tangan kanan bisa menolong mencuci semua bagian termasuk tangan yang satunya, ia sendiri tidak bisa mencuci dirinya sendiri. Bagaimanapun hebatnya sebuah tangan menolong yang lain, ia tidak bisa menolong dirinya sendiri. Sindiran yang terbesar bagi mata ialah ia bisa melihat segala sesuatu tetapi ia tidak bisa melihat dirinya sewndiri. Ini kalimat dari Ralph Waldo Emerson, seorang pujangga besar Amerika. Mata melihat segala sesuatu, tetapi tidak bisa melihat diri sendiri. Bukan saja mata tidak bisa melihat dirinya sendiri, mata kanan pun tidak bisa melihat mata kiri dan demikian sebaliknya karena terhalang oleh hidung.

Karena itu, saya perlu memberi tahu istri saya, dan istri saya perlu memberi tahu saya. Kita perlu saling memberi tahu. Kata “saling” tidak dimengerti oleh orang yang memutlakkan diri. Kita kadang-kadang bisa berselisih pendapat dan itu merupakan kebahagiaan dari Tuhan. Perhatikan kata ini: cekcok kecil bahagia, cekcok besar bahaya. Hidup seorang diri itu tidak baik, maka perlu orang lain untuk menolong dia. Selanjutnya kita akan melihat alasan yang mendorong orang menikah. Kita akan melihat alasan orang menikah dari dua aspek, yaitu secara negatif dan secara positif.

ALASAN PERNIKAHAN SECARA NEGATIF

Dilihat dari aspek negatif, ada sejumlah alasan yang mendoirong orang untukmeniukah. Inia dalah alasan-alasan yang harus kita tolak.

1. Menikah Bukan Karena Sudah Cukup Usia
Berapa banyak orangtua yang berkata: “Kamu sudah berumur 30 tahun masih makan nasi di sini, apa tidak malu? Cepatlah menikah!” Ini membuat orang sulit makan nasi. Tidak! Kita menikah bukan karena sudah cukup usia untuk menikah. Kapankah seseorang dianggap sudah cukup waktunya untuk menikah? Ini sangat relatif. Orang Mongolia pada usia 15 tahun sudah bisa menjadi nenek. Ada yang berumur 8 tahun sudah matang dan bisa melahirkan anak. Itu di Mongolia. Jika kita menikah hanya karena usia sudah waktunya, itu berarti melayani sejarah sehingga tidak mungkin dapat mengubah sejarah. Manusia tidak seharusnya melayani sejarah. “Waktu mendesak saya untuk menikah, lalu cepat-cepat menikah,” itu sifat binatang, bukan manusia.

2. Menikah Bukan karena Orangtua Sangat Menginginkan Cucu
“Cepatlah menikah, saya sudah tidak tahan ingin menggendong cucu.” Baru beberapa hari yang lalu seorang berkata kepada saya bahwa ia ingin sekali anak-anaknya cepat menikah, tetapi sayangnya belum ada yang menikah. Ia merasa tidak enak melihat anak orang lain sudah menikah dan anak sendiri belum menikah. Sabar! Daripada salah menikah, lebih baik menunda menikah. Bukan demi melayani orangtua yang sedemikian ingin menggendong cucu, maka cepat-cepat menikah. Setiap orang yang mau menikah harus mempunyai pengertian makna pernikahan yang dikaitkan dengan mencari Allah, sehingga cepat menguasai emosi dan nafsunya sendiri. Kalau tidak, Saudara tidak berhak menikah.

3. Menikah Bukan Karena Sudah Terlanjur Hamil
Menikah bukan karena sudah terlanjur hamil sehingga “diperintah oleh bayi di perut”. Orang Tionghoa kalau menikah selalu menuliskan di dalam iklan atau pengumuman di surat kabar: “Demi perintah orangtua, kami akan menikah pada tanggal.....” Tetapi itu zaman dulu. Dulu orang menikah atas perintah orangtua, tetapi orang zaman sekarang menikah atas perintah anak bayinya, sudah terlanjur hamil. Maka sekarang anak bayi itu memerintahkan orangtuanya untuk cepat-cepat menikah, supaya tidak malu. Sudah hamil, baru menikah, itu berarti demi anak yang di dalam perut. Berapa banyak orang yang menikah karena sudah terlanjur? Pernikahan tidak seharusnya didasarkan pada keadaan seperti itu.

4. Menikah Bukan Karena Memerlukan Seks
Karena saya sudah matang; ini bukan sekedar umur tetapi seks yang memaksa saya untuk menikah. Tidak boleh demikian! Itu merupakan alasan pernikahan yang rendah, yang tidak bertanggunmg jawab, dan yang bahaya sekali. Orang Yunani mengatakan: “Mengapa otak di atas hati dan hati di atas pinggang?” Bagi Plato, otak, hati, dan pinggang merupakan tiga tempat dengan urutan yang mempunyai arti yang sangat besar sekali. Pinggang adalah tempat bagi seks, hati adalah tempat bagi emosi, dan otak adalah tempat bagi rasio. Allah sudah mengatur hal ini sedemikian rupa agar pinggang dikuasai hati, dan hati dikuasai oleh otak. Maksudnya, orang yang paling rendah adalah orang yang pinggangnya mengatur hidupnya. Ini adalah orang yang paling rendah, paling hina, dan tidak mengerti tentang keluarga. Kelompok kedua yang lebih tinggi adalah apabila cinta menguasai seks. Karena ia mempunyai cinta yang sejati, baru ia mengendalikan nafsunya. Orang yang sedemikian adalah orang yang lebih berbahagia. Tetapi Plato berkata bahwa itu masih kurang. Orang yang lebih berbahagia adalah orang yang otaknya menguasai hati, baru otak dan hati menguasai pinggang. Berarti dengan rasio kita mengerti kebenaran, lalu kebenaran itu menguasai emosi, sehingga emosi itu tidak meluap, baru emosi itu menguasai seks. Seks dikuasai oleh cinta, dan cinta itu dikuasai oleh kebenaran. Bukankah ini merupakan suatu kebahagiaan?

Tetapi saya berkata kepada Saudara bahwa ini masih merupakan pikiran dunia, tetapi pikiran Kristen lebih tinggi lagi. Kalau kita bertanya kepada Plato, pinggang dikuasai oleh hati, dan hati dikuasai oleh otak, lalu otak dikuasai oleh siapa? Mereka berhenti dan tidak ada jawaban. Tetapi bagi orang Kristen, otak dikuasai oleh Firman. Firman, Rasio, Emosi, dan kehidupan seksual. Inilah dasar untuk mendirikan dan membentuk keluarga yang sukses.

ALASAN PERNIKAHAN SECARA POSITIF

Dalam rencana-Nya yang kekal, Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, menurut peta dan teladan Allah sendiri. Inilah dasar dari kesetaraan status dan relasi antara laki-laki dan perempuan. Alkitab memberikan alasan pernikahan secara positif, yaitu bahwa pernikahan merupakan rencana Allah dalam menciptakan manusia.

Dari keindahan struktur masyarakat, Tuhan telah menciptakan manusia dengan sifat mutual yang ada pada setiap pribadi. Sifat mutual berarti potensi manusia untuk mengasihi dan dikasihi. Mutual ini bisa mencapai suatu keseimbangan, mencapai kesempurnaan hidup manusia. Manusia bisa mencintai dan bisa dicintai. Manusia butuh penyaluran cinta dari dirinya, sebagai inisiator emosi. Tetapi manusia juga memerlukan penerimaan cinta untuk dirinya sebagai penerima (receiver). Ia menerima kedua hal ini. Keseimbangannya membentuk gejala jiwa yang normal.

Salah satu kendala yang merusak kenormalan psikologi adalah ketidak-seimbangan antara kasih yang diterima dan yang diberikan. Jikalau kita menerima cinta kasih yang banyak tetapi tidak dapat menyalurkan cinta dengan inisiatif sendiri, tidak mungkin jiwa kita menjadi normal. Sebaliknya, jika kita terus memberikan cinta kasih kepada orang lain tetapi kita belum pernah dicintai, itu juga mnengakibatkan ketidak-normalan bagi kita. Akibatnya sangat buruk; bukan saja merusak diri tetapi juga menghambat keharmonisan dari keseluruhan masyarakat.

Karena Allah adalah kasih adanya, maka manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah juga diberikan suatu potensi seperti diri Allah yang adalah Sumber Kasih, dan sekaligus Ia mau manusia memberikan cinta kasih berdasarkan kasih yang diberikan-Nya. Ia adalah Inisiator yang mutlak. Dan manusia yang mempunyai sifat mutual ini perlu baik-baik mengerti kasih dan kebenaran. 

BAGI YANG TIDAK MENIKAH

Bagaimana dengan mereka yang tidak menikah atau yang tidak mempunyai kesempatan menikah, bagaimana mungkin mencapai hidup sempurna? Saudara yang tidak menikah karena pilihan sendiri ataupun karena pengaturan Tuhan atau belum ada kesempatan untuk menikah karena waktu Tuhan belum sampai, jangan sekali-kali menjadi minder karena kasih bisa disalurkan dengan lebih agung tanpa melalui pernikahan. Karena kasih bisa disalurkan kepada bidang-bidang lain yang lebih luas.

Sekali lagi saya menegaskan, jangan kita menganggap yang tidak menikah ketinggalan, dan sebagainya. Banyak orang yang tidak menikah telah memberikan sumbangsih besar dalam sejarah umat manusia dan bisa mencapai kesempurnaan hidup dengan keseimbangan hidup yang dijalin melalui pengertian kasih yang dibagikan lebih luas kepada orang lain di luar pernikahan. Tetapi ini harus dibatasi, jangan mencampur-adukkan kasih dan seks menjadi satu. Karena Allah menciptakan manusia dengan sifat mutual, mengasihi dan dikasihi. Keseimbangannya menjadikan manusia mencapai satu kepuasan, kesempurnaan dari pribadi yang bersifat kasih.

PENTINGNYA RELASI KASIH

Dalam berbagai relasi, tidak ada yang lebih erat dan riskan dibandingkan dengan relasi yang mengakibatkan kelahiran atau menghasilkan hidup yang baru melalui pernikahan. Ini merupakan persatuan yang paling intim dan paling riskan, dan menuntut tanggung jawab paling berat sepanjang sejarah hidup manusia. Itu sebabnya Alkitab berkata dengan jelas bahwa setiap orang harus menghormati pernikahan. Ini berarti pernikahan tidak boleh dijadikan permainan.

Pernikahan bukan untuk pemenuhan kebutuhan seks di mana kita bisa memuaskan nafsu lalu selesai. Pernikahan harus dimengerti melalui kesadaran sesungguhnya terhadap kebenaran yang terkandung dalam pernikahan. Persatuan melalui pernikahan menurut Alkitab melambangkan persatuan antara Gereja dan Yesus Kristus. Adam ditidurkan oleh Allah sampai nyenyak lalu dia dioperasi dan satu rusuknya dikeluarkan dan berdarah. Melalui keadaan rela berkorban baru ada yang dicintai dan menikmati cinta sesungguhnya.

Demikianlah Kristus mati dan bangkit bagi Gereja. Gereja menjadi mempelai perempuan dari Yesus Kristus. Persatuan ini menjadi mungkin dan cinta mencapai makna yang penuh karena inisiatif Kristus yang menjadi contoh bagaimana mengorbankan diri demi menyatakan kasih kepada Gereja. Karena Krisrtus mengasihi Gereja, maka pengorbanan diri menyatakan diri boleh menjadi sasaran kasih. Maka, persatuan melalui pernikahan merupakan suatu kewajiban yang berat, persatuan yang bermakna begitu dalam. Sehingga relasi yang paling agung, yaitu hubungan antara Kristus dan tebusan-Nya, dilambangkan dengan pernikahan.

Bolehkah seorang Kristen menghina, merendahkan atau mempermainkan pernikahan? Alkitab berkata, setiap orang harus menghargai pernikahan. Karena begitu banyak orang kurang mengerti makna pernikahan, tetapi berani menikah, mengakibatkan kehancuran keluarga, terpecah-belahnya hubungan pernikahan yang tidak henti-hentinya terjadi dalam dunia.

Satu kali ketika berkhotbah di California saya berkata bahwa California dan Kanada mempunyai angka perceraian yang paling tinggi, yaitu 76 persen. Setelah kebaktian, seorang datang dan berkata bahwa angka perceraian sekarang sudah lebih dari 100 persen. Mengapa bisa lebih dari 100 persen? Bila ada 100 pasangan menikah, lalu 100 pasangan itu bercerai, itu berarti 100 persen perceraian. Bagaimana bisa lebih dari 100 persen? Karena banyak yang menikah 2 kali dan cerai 3 kali. Elizabeth Taylor, salah seorang wanita paling cantik dalam abad ke-dua puluh. Mungkin Cleopatra akan iri dengan kecantikannya. Ia menikah beberapa kali dan bercerai pun beberapa kali. Sebagai seorang yang dilahirkan dalam keluarga Yahudi, seharusnya ia mengerti Kitab Suci. Tetapi, meskipun ia cantik dan populer, namun karena ia bergelut di dalam dunia seks, ia tidak mengalami kebahagiaan. Kebahagiaan tidak terletak pada kecantikan, atau tubuh yang mempesona, atau keindahan yang diciptakan oleh kosmetik.

Ada perempuan yang jelek tetapi mempunyai hidup pernikahan yang bahagia dengan seorang suami yang ganteng. Beberapa bulan yang lalu saya membaca majalah yang mengisahkan seorang wanita yang tidak memiliki hidung mendapat seorang suami yang ganteng dan membentuk keluarga yang sangat bahagia. Lalu ketika ditanya, “Tidakkah engkau minder dengan cacat tanpa hidung ini?” Ia menjawab, “Bukan saya yang tidak mau punya hidung, tetapi ini karena penyakit. Ini bukan kesalahanku.” Lalu suaminya ditanya, “Bagaimana perasaanmu melihat istri yang tidak mempunyai hidung, bahagiakah engkau?” Ia menjawab, “Itulah ciri khas istri saya.” Mengapa bisa terjadi demikian? Ada rahasia-rahasia kebahagiaan yang melebihi pikiran kita. Justru kalau kita perhatikan, banyak perempuan cantik yang memiliki keluarga tidak bahagia. Saya tidak tahu apa sebabnya.

Seringkali wanita cantik duduk di hadapan saya untuk konseling karena diceraikan suaminya. Saya tidak mengerti mengapa wanita yang memiliki salah satu modal yang paling penting, yaitu keelokan wajah, bisa mengalami permasalahan demikian. Kecantikan tidak menjamin kebahagiaan bisa terus berlangsung. Mari kita sebagai orang Kristen yang beriman melihat prinsip-prinsip yang penting dan menaklukkan diri kepada kebenaran Tuhan karena itulah kunci kebahagiaan yang sejati.

BAB III :
URUTAN PENTING DALAM KELUARGA

“Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki, dan Kepala dari Kristus ialah Allah..... Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki...... Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah.” (1 Korintus 11:3, 8-9, 11-12)

Kini kita perlu memperhatikan urutan (ordo) dalam beberapa hal yang berkenaan dengan kehidupan keluarga Kristen.

1. Rantai atau Urutan Otoritas Universal
Hal ini sangat penting untuk kita mengerti demi mencegah terjadinya kekacauan dalam masyarakat: the chain of authority of the universe – rantai atau urutan otroritas universal. Ini merupakan dasar keharmonisan hidup. Paulus mengemukakan prinsip yang penting ketika ia mengatakan bahwa Kristus adalah Kepala setiap pria; pria adalah lepala dari wanita; dan Allah adalah kepala dari Kristus. Apa arti yang terkandung dalam penegasan ini? Inilah yang disebut rantai atau urutan otoritas universal. Kita tahu bahwa dalam dunia ini ada yang disebut penguasa. Yang menguasai disebut penguasa. Pada waktu kuasa ada pada penguasa, semua orang takluk kepadanya. Tetapi kuasa itu tidak melekat pada pribadi. Kuasa bisa lepas dari pribadi. Maka dalam bahasa Inggris disebutkan “When he is still in power” ketika Ferdinand Marcos menjadi penguasa, “in power”. Ini artinya bukan kuasa berada dalam dia, tetapi dia yang ada dalam kuasa.

Orang Timur mengatakan, “Saya melahirkan anak.” Pengertiannya adalah saya menjadi inisiator, sumber, lalu anak keluar dari saya. Tetapi orang Barat mengatakan, “A child is born into my family. Seorang anak dilahirkan ke dalam keluarga saya.” Konsep anugerah jelas sekali dalam pemikiran Barat. Seorang anak dilahirkan ke dalam keluarga saya, diberikan oleh Allah. Konsep Timur “Aku melahirkan anak” berarti anak itu mendapat anugerahku. Konsep Kekristenan ini secara tidak disadari sudah menjadi tulang dan daging dalam kebudayaan Barat.

A child is born into my family. Saya diberi seorang anak. Ini menunjukkan rantai urutan yang berkaitan satu dengan yang lain dari atas ke bawah dalam otoritasnya. Paulus mengatakan dengan jelas bahwa kebahagiaan tidak terlepas dari pengertian urutan otoritas ini, yaitu Allah adalah kepala Kristus, Kristus adalah kepala pria, pria adalah kepala wanita, dan ayah-ibu adalah kepala anak-anak. Ini merupakan mata rantai dengan urutan yang jelas. Bila tidak dimengerti dan tidak dipatuhi, maka akan timbul kekacauan. Kekacauan seluruh umat manusia timbul karena manusia merusak urutan ini.
Seharusnya Allah menguasai Adam, Adam menguasai Hawa dan Hawa menguasai ular. Karena Allah lebih tinggi daripada manusia, dan manusia lebih tinggi daripada binatang. Bila urutan ini dirusak, dosa mulai masuk. Ini tidak mungkin dimengerti di luar Kitab Suci. Filsafat manusia tidak pernah memberikan pengertian yang penting seperti ini. Hanya Firman Tuhan, wahyu dari Roh Kudus yang dapat memberikan kepada kita pedoman yang begitu jelas.

Tetapi dalam Kejadian 3 kita melihat untuk pertama kalinya urutan ini dirusak. Ular yang memerintah Hawa, Hawa memerintah Adam, dan Adam melawan Allah. Karena Adam terlalu taat kepada isterinya, maka segalanya menjadi kacau-balau. Tidak salah jika suami mendengar perkataan isteri, demikian juga sebaliknya bila isteri mendengar perkataan suami tidak salah. Tetapi dalam urutan ini, kebenaran Allah yang harus menguasai pendengaran. Sehingga kalau wanita mendengar binatang, pria mendengar wanita, Allah tidak didengar oleh pria, semua kacau.

Maka Paulus menegaskan prinsip yang penting ini, yaitu pria adalah kepala wanita, Kristus adalah kepala pria, dan Allah adalah kepala Kristus. Kristus adalah Kepala Gereja. Pemerintah adalah kepala rakyat, orangtua menguasai anak. Seluruh Kitab Suci mnemberi pengertian yang begitu menyeluruh dan jelas mengenai ‘the chain of authority of the universe’, otoritas yang berurutan dalam alam semesta dari Tuhan Allah. Demikian juga keluarga harus mempunyai prinsip ini: seorang pria kalau ingin mendapatkan keluarga yang bahagia, ia harus mengerti bagaimana menundukkan diri pada perintah Kristus. Lalu wanita menundukkan diri kepada pria yang menundukkan diri kepada Kristus. Anak-anak menundukkan diri kepada pengajaran bapa dan ibu yang menundukkan diri kepada Kristus. Dengan demikian keluarga menjadi bahagia.

Banyak keributan bisa dihindarkan, banyak kekacauan tidak perlu terjadi jikalau kita terlebih dulu mengerti prinsip-prinsip ini. Prinsip-prinsip ini tidak hanya ditujukan kepada pasangan yang baru menikah, tetapi juga berlaku bagi pasangan yang sudah lama menikah. Tidak perlu dianggap terlambat, karena kita masih bisa mengoreksi hari depan.

2. Urutan dalam Diri Pribadi
Urutan yang seharusnya di dalam suatu pribadi adalah kebenaran Allah menguasai pikiran. Pikiran menguasai emosi. Emosi menguasai badan (seks). Dengan kesadaran akan urutan dalam diri pribadi ini, baru kita bisa mencapai pernikahan yang berbahagia.

Seringkali pernikahan gagal karena urutan ini dikacau-balaukan, di mana seks menguasai emosi, emosi menguasai pengetahuan, dan pengetahuan selalu mengkritik firman Allah. Inilah hidup manusia yang belum diperanakkan kembali. Kadang saya takut mendengar orang yang menyatakan diri sudah dilahirkan kembali karena banyak kesalahan besar yang justru dilakukan oleh orang-orang yang mengaku diri sudah dilahirkan kembali. Pengertian “dilahirkan kembali” saja sudah disalah-gunakan dengan konsep yang sempit; yang pernah mengacungkan tangan dalam suatu kebaktian, pernah menyatakan diri sebagai orang Kristen di depan umum, dulu bukan Kristen dan sekarang jadi Kristen.

Orang seperti James Baker, Jimmy Swagart, yang menjadi pendeta televisi (televangelist) besar di Amerika justru melanggar urutan dalam diri pribadi ini. Mereka mengkritik banyak gereja tetapi mereka sendiri justru jatuh di dalam kesalahan besar. Jangan hanya mengucapkan slogan, omong kosong, dan meninggikan diri, tetapi hiduplah dengan sungguh-sungguh melakukan prinsip-prinsip Alkitab.

Urutan yang benar adalah kebenaran Tuhan menguasai pikiran, dan rasio menguasai emosi, emosi menguasai seks, baru masuk ke dalam hidup pernikahan. Dengan demikian seumur hidup engkau berjalan pada jalur yang benar. Kepada pemuda-pemudi yang belum menikah, biarlah firman Tuhan menguasaimu, sehingga pikiranmu ditaklukkan pada firman. Biarkan pikiran dan prinsip itu menguasai emosi, kemudian emosi menguasai seks.

3. Urutan dalam Waktu.
Urutan dalam waktu sangat penting dalam pernikahan, karena banyak orang menikah sebelum mereka seharusnya menikah. Begitu banyak orang yang menikah karena dianggap waktunya sudah tiba, karena tubuhnya sudah cukup matang untuk menikah. Kalau seorang menikah karena fisiknya sudah matang untuk menikah, maka orang itu sama saja dengan binatang. Satu-satunya syarat bagi binatang untuk menikah adalah karena fisiknya sudah matang. Tetapi manusia tidak demikian. Aspek hidup manusia begitu kompleks, rumit, dan sempurna. Urutan waktu yang tepat bagi seseorang untuk menikah adalah setelah ia memiliki kematangan untuk mandiri dalam pikiran yang jelas, memiliki kewajiban dan perasaan yang cukup serta pandangan murni dengan motivasi yang sungguh-sungguh, dan memiliki kasih sayang yang bisa dipertanggung-jawabkan dengan dasar kebenaran yang dimengerti, barulah orang itu boleh masuk ke dalam pernikahan.

Ada orang yang berumur 20 tahun mempunyai kematangan pribadi lebih daripada yang berumur 40 tahun. Ada pula orang berumur 80 tahun yang berkonsep seperti anak-anak. Urutan waktu dan kematangan merupakan hal yang paradoks. Ada anak kecil yang sudah memiliki tanggung jawab. Tetapi ada orang dewasa yang tidak menepati janji, tidak membayar utang, dan sebagainya, sangat kekanak-kanakan.

Untuk mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan, pernikahan jangan diatur oleh seks, tetapi oleh pengertian yang lebih mantap. Kita hanya bisa menikah dengan seseorang yang memiliki kematangan dalam aspek seperti ini, karena kita mempertaruhkan sepanjang umur hidup kita selanjutnya ke dalam tangannya. Jangan sampai seumur hidup mencuci muka dengan air mata. Jangan hanya bersukacita dalam hari pernikahan, berlimpah bunga aneka warna, makanan berlimpah, tamu begitu banyak, namun setelah itu terus menghadapi fakta yang kejam, tamu mungkin tidak datang lagi, hadiah hanya datang sekali, yang terkadang diberikan tidak sepenuh hati. Tetapi justru pedoman dan prinsip penting yang sangat kita butuhkan, tidak seorang pun memberikannya.

Seorang yang tidak pernah menghargai pernikahan belum pernah mencapai kesempurnaan yang mutlak dalam hidup pernikahan. Dapat dipastikan bahwa seorang yang sebelum menikah sudah naik ke atas tempat tidur, tidak akan mendapatkan kepuasan dan kedamaian yang sesungguhnya. Seks sebelum pernikahan tidak menjamin kita mendapatkan kebahagiaan. Begitu banyak orang yang mengira bahwa dapat menikmati sesuatu dengan mencuri-curi sebelum pernikahan adalah suatu keindahan. Alkitab pernah mengajarkan air curian lebih manis, tetapi air yang didapatkan secara sah seolah-olah hambar. Tetapi kesan kemanisan yang didapatkan dari curi-curi akan mengganggu kesempurnaan hatimu.

Barang murah selalu tidak dihargai. Mercedes jarang kelihatan yang cacat, tetapi mobil Toyota banyak yang penyok. Memang Mercedes lebih baik daripada Toyota, tetapi tidak lebih baik terlalu banyak daripada Toyota. Sebabnya adalah karena harganya lebih mahal. Barang mahal selalu lebih disayang, barang murah selalu dianggap enteng. Gadis yang terlalu cepat membuka pakaiannya akan dipermalukan oleh laki-laki. Tetapi kalau laki-laki memang mencintaimu, peliharalah keanggunan tubuhmu sampai hari pernikahan, maka kita adalah orang yang bijaksana.

Mungkin kita akan mengatakan bahwa teori itu memang cocok untuk masa dulu, tetapi tidak cocok untuk sekarang. Saya berkata, kalau tidak cocok, maka tidak cocok untuk mereka yang tidak takut kepada Tuhan. Jikalau kita merasa cocok dengan orang yang tidak takut kepada Tuhan, silahkan, tetapi bahayanya besar. Barangsiapa betul-betul menciontai Tuhan silahkan menolak permintaan kekasihmu yang melebihi batasan. Penolakan ini membuat dia disadarkan, sehingga berpikir, “Ini perempuan yang berharga.”

Barangsiapa meminta sesuatu karena dorongan nafsu yang menguasai emosinya, sedangkan rasionya seakan tertidur, maka setelah semua terjadi, laki-laki itu akan menganggap gadis itu perempuan yang murahan. Pria ingin merasakan seks sebelum menikah, tetapi juga ingin menikah dengan seorang perawan. Ini sikap yang kurang ajar, tidak adil, dan nakal, suatu dosa!
Wanita, milikilah bijaksana dan penghormatan atas pernikahan!

BAB IV :
MENGHORMATI PERKAWINAN

“Hendaklah kamu semua pernuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibrani 13:4)

Kitab Suci mengharuskan setiap orang untuk menghormati pernikahan. Tidak ada pengecualian. Baik orang yang sudah menikah, maupun yang belum menikah, yang belum mempunyai kesempatan menikah maupun yang tidak menikah, harus menghormati pernikahan. Jangan Saudara memandang pernikahan sebagai hal yang najis. Menganggap seks adalah kejahatan merupakan pikiran yang tiodfakbenar. Seks merupakan suatu kebahagiaan besar yang Tuhan ciptakan di dalamn diri manusia. Jangan pula berpikir bahwa hidup tidak menikah itu lebih suci daripada orang yang m,enikah. Alkitab tiodak pernah mengajarkan bahwa tidak menikah lebih suci daripada menikah.

Kalau Alkitab mau mengajarkan bahwa tidak menikah itu lebih suci, tentunya Alkitab akan menuliskan: “Hormatilah mereka yang tidak menikah karena mereka lebih suci.” Tetapi tidak ada tulisan demikian, yang dituliskan adalah setiap orang harus menghormati pernikahan. Berarti pernikahan tidak najis, bukan bersifat dosa. Melakukan hubungan seks dalam jalur yang resmi, yaitu lembaga pernikahan, bukan suatu kesengsaraan dan dosa. Pernikahan adalah suatu kehormatan. Dalam Kejadian 1, Allah menciptakan Adam dan Hawa, lalu Allah mempersatukan Adam dan Hawa dalam pernikahan, Allah menciptakan sistem keluarga dalam masyarakat.

PERBEDAAN PERNIKAHAN KRISTEN DAN NON-KRISTEN

Pernikahan Kristen dan non-Kristen mempunyai perbedaan nilai kualitatif yaitu pernikahan Kristen didasarkan pada Allah sebagai Sumber Cinta sehingga kita hidup dalam cinta seperti Allah. Inilah hidup orang Kristen. Orang non-Kristen juga mengatakan cinta, namun artinya sama sekali berbeda.
[Satu hal paradoks dalam dunia ini adalah istilah yang sama seringkali mempunyai pengertian yang berbeda. Itu sebabnya Socrates dalam hidupnya selalu mencari definisi yang paling akurat. Ketika bertemu dengan seorang hakim, dia bertanya, “Siapakah engkau?” dan dijawab oleh orang itu, “Saya seorang hakim.” “Mengapa bekerja sebagai hakim?” “Untuk mencari makan.” Lalu Socrates melanjutkan terus, “Kalau demikian ada kesamaan dengan anjing, karena anjing juga mencari makan.” “Oh berbeda. Makna mencari makannya berbeda.” “Apa bedanya?” “Karena saya melakukan suatu kebaikan untuk masyarakat.” “Kebaikan apa?” “Kebaikan dalam bentuk keadilan.” “Apa itu keadilan?” “Keadilan adalah sama rata.” “Berarti bila engkau menjadi hakim, seluruh dunia akan menjadi sama?” “Oh tidak mungkin. Keadilan berarti kebaikan dipuji, kesalahan dihukum.” “Kalau demikian, keadilan moral seperti apa?” Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus diajukan untuk memojokkan sampai hakim itu harus sungguh-sunggguh bertanggung jawab akan pengertian keadilan.

Filasafat Socrates berusaha memakai definisi paling tepat untuk melukiskan setiap istilah. Ini menjadi pola dari kebudayaan Barat. Misalnya dalam bidang bahasa dituntut untuk dengan tepat dan teliti menggunakan istilah. Kata “makan” baik kemarin, sekarang, dan besok dalam bahasa Indonesia menggunakan bentuk yang sama. Dalam bahasa Inggris waktu dibedakan dalam tense, sampai memiliki belasan tense. Tetapi dalam bahasa Yunani lebih banyak lagi, sampai 54 tense. Begitu tepat, tidak mungkin dikacaukan. Dalam menjalankan hukum perlu ketepatan seperti itu.]

Orang Kristen harus hidup di dalam kasih. Apa definisi “kasih” atau “cinta” menurut orang Kristen dan non-Kristen? Setiap kali seorang non-Kristen berkata, “Saya mencintai kamu,” konsepnya adalah “Saya memerlukan kamu. Dan emosiku sekarang merasa memerlukan kamu, itu berarti cintaku untukmu.” Tetapi ketika orang Kristen mengatakan “cinta,” beberapa konsep besar langsung terpapar. “Allah itu kasih. Kristus mati di kayu salib menyatakan kasih. Kasih itu harus saya teladani sehingga saya menjalankan hal yang sesuai dengan yang diteladankan Kristus.” Istilah “kasih” dari orang Kristen dilatar-belakangi oleh wawasan luas dari Kristologi.

Sumber orang non-Kristen untuk menikah ada dua, sedangkan sumber orang Kristen hanya satu. Orang non-Kristen mencintai sesuatu pasti ada sebabnya. Sebab itu terletak bukan di luar diri yang lebih besar, tetapi di luar diri yang lebih kecil. Saya mencintai gelas ini karena gelas ini elok. Saya menyukai kamu karena kamu menarik bagi saya. Obyek menjadi sebab saya mengasihi. Dengan demikian, kasihku digugah karena di luar diriku ada sesuatu yang mengisi kebutuhan emosi dalam diriku. Inilah kasih orang non-Kristen.

Saya tidak mengatakan orang Kristen adalah orang supra-normal sehingga tidak ada kesamaannya dengan orang non-Kristen. Tetapi satu perbedaan penting adalah cinta orang non-Kristen bersumber dua, sedangkan orang Kristen bersumber satu.

Mengapa kasih non-Kristen bersumber dua? Karena pria mencintai wanita, dengan menjadikan dirinya sendiri sebagai sumber cinta. Wanita mencintai pria karena wanita itu sendiri menjadi sumber cinta. Tetapi orang Kristen tidak berani demikian. Orang Kristen harus mengakui, “Saya bukan sumber cinta. Allah-lah sumber cinta. Maka Allah memberikan cinta dalam diriku untuk mencintaimu. Dan Allah memberikan cinta kepadamu untuk mencintaiku.” Dalam aspek lain, “Saya mencintai kamu demi Tuhan; engkau mencintai saya demi Tuhan,” sehingga dalam pernikahan itu ada campur tangan Tuhan bukan inisiatif sendiri saja. Jika seorang pria mencintai seorang wanita hanya karena wanita itu begitu cantik, dan wanita mencintai seorang pria hanya karena pria itu begitu gagah, berarti saya mencintai kamu karena ada sesuatu yang menarik dalam dirimu. Bagaimana kalau suatu hari nanti terjadi kesulitan fisik melalui penyakit dan kecelakaan mengakibatkan kecantikan dan kegagahan hilang? Kamu menjadi sumber daya tarik yang menggugah sumber cintaku. Aku pun menjadi sumber daya tarik yang menggugah sumber cintamu. Dua sumber ini lalu saling berbenturan, tidak harmonis.

Orang Kristen harus mengerti bahwa mencintai harus berdasarkan satu sumber, yaitu cinta Allah. Dari cinta Allah saya mencintai engkau. Dari cinta Allah engkau mencintai saya. Itu sebabnya jika dalam satu keluarga terjadi benturan karena beda pendapat, beda latar-belakang sehingga sulit harmonis, mereka harus berlutut dan kembali kepada Sumber satu-satunya. Allah adalah sumber satu-satunya. Dengan demikian, demi Allah saya mengoreksi cintaku kepadamu. Demi Allah, engkau mengoreksi cintamu kepadaku. Pada waktu saya tidak lagi seindah dan secantik dulu, cinta yang kekal akan tetap mengoreksi saya sehingga kesementaraan cinta saya diubah menjadi lebih bersifat kekal. Inilah keindahan keluarga Kristen yang bersumber tunggal.

Kita harus menyadari dan bertanggung jawab akan pengenalan Allah sebagai sumber satu-satunya sehingga corak hidup keluarga kita pasti berubah. Ketika kita mengatakan “saya mengasihi engkau”, apa sebenarnya kasih itu? Kasih bukan menyenangi sesuatu dengan kehendakku. Senang-senang bukan kasih. Kasih bukan senang-senang.

Ketika Saudara mengatakan, “Makanan ini enak sekali. Saya menyukainya. I live it.” Ini cinta yang berbahaya. Ketika Saudara mencintai kepiting, maka kepiting itu akan mati. Ketika Saudara mencintai udang, udang itu akan mati. Ketika Saudara mencintai sapi, sapi itu harus mati. Ketika Saudara mencintai bebek, bebak akan disembelih. Kalau dengan cara demikian Saudara mencintai isteri Saudara, maka isteri Saudara akan jadi korban.

Karena engkau begitu baik, maka saya mencintai engkau, saya mencaplok engkau, saya memiliki engkau. Cinta yang menjajah selalu mengganggu yang dicinta. Memang ada semacam orang yang mau diganggu, tetapi itu abnormal. Cinta yang posesif (bersifat terlalu ingin memiliki), selalu mengganggu. Ada seorang pria yang sangat mencintai seorang wanita dengan cara yang posesif. Wanita itu menolak karena ia tidak merasa dicintai dengan cinta seperti itu. Di sini sifat mutual perlu dihargai, yaitu biarlah yang dicintai merasa bahwa ia dicintai.


APAKAH ITU CINTA ?

Cinta bukan sekadar “saya senang!” lalu orang lain melayani kesenangan kita. Kalau orang lain hanya melayani nafsu keinginan dan kesenangan kita, maka kita telah memakai cinta menjadi pembunuh emosi. Itu tidak mungkin menghasilkan kebahagiaan.

Cinta sejati adalah cinta yang memberikan kasih dan sekaligus membiarkan pihak yang dicintai merasakan kasih. Dalam hal ini tidak mutlak stabil dan tidak mutlak sama waktunya. Maksudnya, ada orang yang pada permulaan merasa tidak dikasihi tetapi kemudian baru merasakannya, sehingga memerlukan waktu. Apalagi jika perbedaan umur antara suami dan istri cukup besar. Seorang yang berusia 20 tahun sulit mengerti orang yang berusia 25 atau 30 tahun. Perlu waktu untuk penyesuaian. Berarti kasih perlu dibubuhi kesabaran untuk mencapai penyesuaian diri.

Saling menyesuaikan diri sangat dibutuhkan. Penyesuaian diri memerlukan pengorbanan, tahan nafsu, waktu yang panjang. Inilah kunci kebahagiaan. Banyak orang tidak berbahagia dalam kehidupan berkeluarga hanya karena kurang sabar. Kalau sabar menunggu setengah atau satu tahun saja, keluarga itu akan menjadi baik, tetapi karena tidak mau menunggu waktu, segalanya menjadi rusak. Perlu kesabaran dan menunggu untuk mendapatkan penyesuaian yang akan menghasilkan keindahan.

Penyesuaian dari dua pribadi yang berbeda wawasan, latar belakang, pendidikan seks, akhirnya bisa mencapai keharmonisan. Orang yang bisa mencapainya adalah seorang seniman. Seorang pria harus mengerti seni sebagai seorang pria. Seorang wanita harus mengerti seni sebagai seorang wanita. Seni pria dan seni wanita digabungkan sehingga mencapai keharmonisan melalui penyesuaian diri. Suami istri berjanji hidup dari tidak sama menjadi sama. Lalu mengerti dan mengaku tidak sama. Harus menghadapi fakta tidak sama antara pria dan wanita. Tetapi di sinilah kasih menjadi besar artinya jika bisa harmonis dengan yang berbeda.

Kasih yang hanya untuk menyenangkan diri merupakan emosi yang sangat rendah, kasar dan biadab. Tetapi kasih yang anggun adalah kasih yang mau menyesuaikan diri dengan yang berbeda. Banyak keluarga perlu saling menyesuaikan diri dalam kasih. Tidak ada keluarga yang tidak pernah cekcok. Cekcok kecil mendatangkan bahagia, cekcok besar mendatangkan bahaya. Tidak ada lidah yang tidak pernah digigit oleh gigi sendiri. Kita kadang bisa salah, terjadi percekcokan dan perselisihan. Itu perlu sekali dalam proses penyesuaian diri. Pada waktu itulah Saudara jujur. Tetapi jangan lupa, jujur jangan sampai kekurangan kasih, karena dapat menjadi jujur yang dingin dan kejam. Sementara kasih yang kurang jujur dapat menjadi kompromi dan berdosa.

Jadi dalam kejujuran berselisih sedikit tidak apa-apa. Itu berarti mengakui ketidak-cocokan. Pelan-pelan mau menerima bahwa ia berbeda dan menerima apa adanya. Tetapi tidak berarti terus-menerus begitu, harus ada perubahan. Setiap orang dalam kasih harus mempunyai pengharapan bahwa ia semakin berubah dan saya juga semakin berubah. Tetapi juga bukan memaksa dia berubah menjadi seperti saya seluruhnya, juga tidak mungkin saya menjadi seperti dia seluruhnya. Itu tidak mungkin. Tetapi berubah untuk menjadi semakin seperti Sumber satu-satunya, dengan demikian keluarga bisa bahagia.

Saya dan istri mempunyai banyak sekali perbedaan. Satu hal yang sama adalah sama-sama suka musik. Tetapi masing-masing dalam latar belakang, pendidikan, keluarga yang sangat berbeda. Waktu menikah, memang kami merasa sangat mencintai tetapi juga merasa sangat berbeda. Lalu yang dibesarkan perbedaannya atau cintanya? Cinta menutupi perbedaan, bukan perbedaan menyingkirkan cinta. Penyesuaian dibutuhkan. Semakin lama kami semakin bersatu, semakin harmonis, dan semakin baik. Tetapi itu perlu waktu dan kesabaran. Bila tidak sabar, lalu ganti pasangan, itu lebih gawat. Keluarga menjadi tidak beres. Penyesuaian yang putus di tengah jalan mengakibatkan broken-home, anak-anak remaja yang merusak masyarakat. Kita harus mengakui perbedaan itu perlu dan patut dihargai. Cinta bukan hanya mau menyenangi yang sama dengan saya, tetapi cinta berusaha menghargai yang berbeda dengan saya.

Cinta berarti mau belajar dari yang berbeda dengan saya dan menghargai. Seorang misionaris pertama kali pergi ke Hokkaido. Ia menderita sakit maag dan tidak bisa makan makanan mentah. Tetapi ia dikirim ke satu kampung di mana makanannya selalu serba mentah, sayur dan ikan mentah. Tetapi misionaris ini sudah berjanji untuk melayani di sana. Setiap kali ia makan makanan mentah, langsung muntah. Di hadapan umum ia tetap menelannya. Setelah makan, ia pergi ke belakang dan muntah. Kemudian ia kembali lagi dan melanjutkan makan bersama. Setelah beberapa tahun ia bisa beradaptasi dengan baik. Try to respect others, try to respect those you love.

Dengan seleksi yang natural (bukan natural seleksi) kita melihat pria yang ribut, keras, suka sekali menikah dengan perempuan yang lembut. Perbedaan itu yang sangat menarik baginya. Tetapi setelah menikah, perbedaan itu menjadi kesulitan. Seorang pria yang tenang, senang dengan perempuan yang super-aktif. Sesudah menikah, istrinyalah yang senang pidato dan suaminya mengangguk-anggukkan kepala saja. Orang lain bingung, yang mana suami atau istrinya? Ini gejala umum.

Bertanggung-jawablah setelah Saudara memilih. Hadapilah fakta bahwa Saudara mengambil seseorang yang berbeda dengan Saudara dan terus menghadapi resiko sampai mati untuk berusaaha menyesuaikan diri dengan orang yang Saudara kasihi tetapi yang juga berbeda dengan Saudara. Dengan demikian, jangan ada pikiran mau cerai. Waktu menikah, Saudara sudah ambil keputusaan ini untuk selama-lamanya. Kecuali kematian, tidak ada perpisahan antara suami dan istri. Kecuali kematian, tidak ada pemikiran untuk bercerai. Selalu ditanam dengan kasih, dikaitkan dengan kekekalan. Sumber dari Allah, dan bertanggung jawab kembali kepada Allah dalam kekekalan. Dengan kerangka pikir seperti ini, pandanglah istrimu atau suamimu. Semakin lama semakin indah. Setiap orang memiliki keindahan masing-masing yang bisa dikoreksi, dihormati, dan bisa hidup bersama-sama.

Keluarga adalah satu unit yang paling mendasar dan fundamental dalam pembentukan masyarakat dan gereja. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa kita harus penuh hormat terhadap perkawinan (Ibrani 13:4). Di dalam istilah yang begitu penting ini Alkitrab mengajarkan bahwa kita harus penuh hormat kepada perkawinan karena perkawinan adalah suatu unsur yang sangat poenting di dalam hidup di dunia ini, yaitu dalam bentuk keluarga.

Belakangan ini kita melihat gejala banyak orang Kristen yang tidak mau menikah di dalam gereja. Ini merupakan suatu gejala yang kurang baik, yang tidak seharusnya terjadi. Pemuda-pemudi Kristen seharusnya memulai pernikahan dengan pemberkatan, kesaksian, dan pemberitaan firman. Dengan pembacaan Alkitab, pemberkatan oleh hamba Tuhan yang diurapi, dan kesaksian oleh jemaat Tuhan, mereka memulai hidup baru di dunia untuk menyaksikan bahwa diri kita tidak sama seperti mereka yang dari dunia. Kita adalah orang-orang yang sudah diberkati dan dipilih oleh Tuhan. Kita melihat kebaktian pernikahan begitu sepi, tetapi pesta perjamuan begitu ramai. Apakah kita lebih mementingkan makan daripada menghormati Tuhan? Biarlah kita kembali kepada prinsip firman Tuhan, di sini kita diajar untuk bersikap penuh hormat kepada perkawinan.

MENGAPA KITA HARUS PENUH HORMAT TERHADAP PERKAWINAN ?

1. Penetapan Tuhan
Pernikahan pertama dijodohkan oleh Tuhan sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sesuai dengan peta dan teladan-Nya sendiri. Tuhan menciptakan laki-laki untuk perempuan dan menciptakan perempuan untuk laki-laki. Tuhan, Pencipta yang telah menetapkan sistem pernikahan ini adalah Allah sendiri. Itu alasan pertama mengapa kita harus sepenuhnya menghormati pernikahan.
Sebagai seorang Kristen kita harus melihat segala sesuatu dari sudut pandang Allah terlebih dahulu. Psikologi tidak pernah memberikan dasar yang kuat karena mereka hanya melihat manusia dari sudut pandang manusia. Tetapi Kitab Suci mengajar kita untuk melihat segala sesuatu dari as atau poros-nya, yaitu Tuhan. Maka kita akan melihat segala sesuatu dengan jelas dan tidak salah melihat segala sesuatu yang rumit di dunia ini. Karena pernikahan ditetapkan oleh Tuhan, dan orang-orang yang berpotensi untuk menikah diciptakan oleh Tuhan, maka pernikahan pertama dijodohkan oleh Tuhan sendiri, sehingga kita perlu penuh hormat dengan pernikahan itu sendiri.

2. Pertemuan antara Pribadi yang Paling Intim dan Resmi
Tidak ada hubungan lain yang mungkin lebih erat, lebih resmi dan lebih panjang artinya, dan lebih indah daripada pernikahan. Ini merupakan suatu “I-Thou Relationship”. Pada permulaan abad ke dua puluh, seorang profesor besar bangsa Yahudi dari Hebrew University, bernama Martin Buber (1878-1965) telah menulis sebuah buku yang tidak terlalu tebal, tetapi kalimatnya begitu kental sehingga orang biasa perlu berjam-jam untuk memikirkan satu kalimatnya. Bukunya itu diberi judul “I and Thou” (Aku dan Engkau). Di dalam istilah ini, ia sudah mempunyai satu kerangka filsafat yang menganggap bahwa relasi menjadi rusak karena pertemuan pribadi dengan pribadi sudah dirusakkan oleh presuposisi yang tidak benar. Hubungan saya dengan kacamata saya, gelas, dan materi lainnya bukanlah “I and Thou” tetapi “I and it”. Tetapi hubungan saya dengan orang lain haruslah demikian intim, begitu saling menghargai, sehingga hubungan itu menjadi “I and Thou”. Perlu kesadaran yang luar biasa untuk bisa beralih dari “I and it” menuju kepada “I and Thou”. Sayangnya, dan celakanya, begitu banyak orang yang menghadapi orang lain seperti menghadapi benda. Manusia lain dipermainkan seperti barang di tangannya. Ketika manusia dipersamakan dengan materi, bukankah kita akan melihat manipulasi dan kepura-puraan terjadi di masyarakat? Maka tidak mungkin keadilan di antara manusia dan manusia dapat tercapai.

Pada waktu manusia memperlakukan manusia lain sebagai binatang dan materi, maka yang diinginkan di dalam motivasi yang tidak beres itu adalah keuntungan melalui memperalat manusia. Kalau manusia hanya dijadikan satu alat untuk mendapat keuntungan manusia yang lain dengan ambisi yang tidak menghargai manusia sesamanya, maka dunia tidak pernah mungkin mencapai perdamaian. Tidak mungkin tercapai keadilan dan kemakmuran, sehingga itu hanya merupakan slogan yang kosong belaka. Jikalau Saudara diperlakukan sebagai alat, Saudara akan merasa diri dan kehormatan Saudara sudah diinjak-injak orang lain. Jikalau pacar Saudara mempermainkan Saudara hanya untuk memuaskan dirinya, Saudara akan merasa hidup sangat tidak berarti, karena diri kita adalah seorang yang berpribadi. Pada waktu pernikahan itu terjadi, berarti pribadi dan pribadi itu bertemu dan berjanji bersatu. Ini merupakan hal yang begitu besar sehingga kalimat ini tidak salah, “penuh hormat terhadap pernikahan.” Ini adalah ajaran Alkitab yang jauh lebih baik daripada segala buku pedoman tentang seks, perkawinan, dan keluarga yang ditulis hanya dengan pikiran otak manusia.

Setiap orang yang mau menikah haruslah mengerti bahwa ini merupakan pertemuan antara pribadi yang satu dan pribadi yang lain, dengan perjanjian yang selamanya. Ini bukan permainan. Menikah bukan seperti membeli barang. Menikah dengan seseorang bukan seperti memilih benda-benda yang kita senangi. Menikah adalah suatu kehormatan yang Tuhan berikan kepada manusia, di mana pribadi tertarik dengan pribadi, di mana kedua pribadi berjanji untuk hidup bersama-sama selama-lamanya di dalam dunia ini.

3. Menyangkut Dasar dan Tanggung Jawab Keluarga
Kita harus menghormati pernikahan karena pernikahan menjadi dasar keluarga, dan memberikan pengaruh dan tanggung jawab yang paling panjang di dalam diri dan hidup kita. Mungkin kita berkawan dengan orang lain, tetapi kalau ia mau pergi meninggalkan kita, kita tidak berhak melarang, tetapi pernikahan tidak demikian. Pernikahan mengandung suatu unsur kemauan yang kekal untuk mengadakan pertemuan dengan pribadi yang lain. Antara kasih dan kekekalan ada satu kaitan yang khusus dan sangat bersifat rahasia. Karena itu para psikolog mengakui bahwa jika seseorang mengasihi orang lain dalam ikatan pernikahan, maka kasihnya akan berkonsentrasi pada orang lain itu. Tidak mungkin bercabang ke banyak orang. Jika kita mencintai seseorang, kita tidak mungkin lagi mencintai secara sama kepada orang lain. Jikalau seorang ayah mencintai lima orang anak, itu bisa sama rata dan adil, tetapi terhadap pasangannya dalam suatu pernikahan, tidak mungkin dia bisa mencintainya dengan cinta yang sama terhadap orang lain. Maksudnya, jika kita mencintai seseorang, cinta itu begitu mutlak, dan menuntut keseluruhan, tidak mungkin dicabangkan sehingga disama-ratakan dengan obyek cinta yang lain. Maka, ini menuntut kita menghargai pernikahan.

Bukan hanya itu, cinta tidak hanya terkait dengan keutuhan, tetapi juga dengan kekekalan. Kita pernah mendengar pemuda-pemudi yang belum tahu banyak tetapi bisa bicara seperti seorang filsuf. Pada waktu mereka jatuh cinta, mereka mengatakan, ”Bagaimanapun aku akan mencintaimu, sampai mati pun aku akan tetap mencintaimu.” Padahal belum pernah mati. Sepertinya mereka sudah tahu apa artinya hidup dan mati, bahkan ada yang mengatakan, “Biarlah bulan jatuh, gunung rontok, air laut di Samudera Pasifik kering, cintaku tidak akan berubah.” Kita belum pernah melihat bagaimana gunung rontok, air itu kering, mana mungkin secara riil kita mengatakan kalimat-kalimat seperti itu. Itu berarti ia ingin mencetuskan sesuatu, yaitu cinta dan kekekalan (immortality) dipersatukan, secara instingtif. Cinta yang sejati selalu mau mengaitkan cinta dengan keutuhan dan cinta dengan kekekalan. Allah itu kekal, dan Allah itu kasih. Itu sebabnya kekekalan adalah hakikat cinta dan cinta menuntut tanggung jawab yang kekal. Di sini kita harus menghargai pernikahan karena cinta yang ada di dalam pernikahan itu terkait dengan Allah, baru Saudara mungkin mengerti tanggung jawab yang sesungguhnya.

4. Sumber Prokreasi Terus-menerus
Pernikahan bukan sekedar mengisi waktu yang belum sampai, atau mengasihani seseorang, tetapi merupakan sesuatu yang akan menghasilkan keturunan yang terus-menerus. Jadi pada saat Saudara memilih pasangan, itu bukan memilih gelas atau mobil, tetapi memilih seseorang yang akan menjadi nenek moyang keturunan Saudara. Maka, tidak boleh sembarangan. Selain memilih dia, Saudara harus memikirkan bagaimana memupuk dan menyempurnakan pernikahan karena Saudara dan pasangan Saudara bersama akan menghasilkan keturunan yang turun-temurun. Maka, ”Hendaklah kamu penuh hormat terhadap pernikahan” adalah prinsip yang betul-betul perlu kita hargai. Bukan saja demikian, melalui pernikahan kita harus menjadi teladan di dalam hidup keluarga kita. Perkataan dan pengajaran yang diberikan kepada anak-anak tidak lebih kuat dibandingkan dengan hidup teladan, dan prinsip sehari-hari yang Saudara jalankan di dalam kehidupan sehari-hari.

Hidup pernikahan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan mengakibatkan mereka boleh menjadi wakil Tuhan di dalam rumah dan teladan yang memancarkan sinar cahaya Pencipta kepada anak-anak yang dilahirkan di dalam keluarga mereka. Telah dibahas bahwa dalam konsep Barat dikatakan, “A son is born into my family” (Seorang anak telah dilahirkan di dalam keluargaku), sehingga konsep anugerah itu jelas. Bahwa anak-anak dilahirkan di dalam keluarga kita melalui pernikahan menandakan Tuhan mempercayakan anak-anak ciptaan-Nya kepada kita. Kalau anak-anak itu dilahirkan di dalam keluarga kita, kita harus sadar bahwa itu bukan saja karena saya yang melahirkan, menciptakan dan memproduksi itu, tetapi karena kepercayaan Tuhan sehingga hidup-hidup yang masih kecil itu boleh diasuh oleh saya. Di sini perasan tanggung jawab harus mendahului tindakan pernikahan. Pengertian semacam ini menjamin kita bisa hidup baik-baik untuk menjadi wakil Tuhan di dalam keluarga.

5. Unit Masyarakat yang Menjadi Saksi
Pernikahan akan menghasilkan satu unit masyarakat yang harus menjadi saksi Kristus. Setiap keluarga Kristen adalah satu unit masyarakat. Di mana Saudara berada, di kampung Saudara, kecamatan Saudara, keluarga Saudara menjadi wakil dan saksi Tuhan. Biarlah keluarga kita boleh memancarkan cahaya Tuhan di dunia ini bagaikan mercu-suar yang memberikan cahaya terang bagi kapal yang sedang berada di tengah ombak yang besar.
Keluarga yang baik, indah, dan bahagia, memberikan ketukan kepada hati-hati yang tidak beres, hati nurani yang mulai menyeleweng, sehingga mereka ini melihat keadaan keluarga Kristen dan terpanggil untuk bertobat sebelum kita membuka mulut untuk menginjili mereka. Begitu banyak orang Kristen menginjili dengan mulut, tetapi tidak ditunjang oleh hidup keluarga mereka karena hidup mereka di lingkungan mereka sedemikian mempermalukan nama Tuhan, akibatnya daerah setempat sulit diinjili. Pernikahan perlu dihormati dengan pengertian semacam ini.

6. Pernikahan Merupakan Lambang Kristus dan Gereja-Nya
Ini merupakan butir yang penting. Kalau pada butir yang pertama dikatakan bahwa pernikahan ditetapkan oleh Allah, maka pada butir yang terakhir, pernikahan menjadi satu lambang yang paling rahasia (misteri), yaitu hubungan Kristus dan gereja-Nya. Seperti Kristus demikian mengasihi gereja-Nya sampai Ia mengorbankan diri-Nya untuk gereja-Nya, maka suami atau kepala keluarga harus belajar seperti Kristus. Ini berarti sebagai kepala ia bertanggung jawab mengambil segala resiko dalam mencintai keluarganya, berkorban sehingga seluruh keluarganya disempurnakan.
Kita telah membahas tentang definisi cinta. Cinta adalah mengorbankan diri demi menyempurnakan yang lain. Di mana ada pengorbanan, di situ ada tanda tindakan cinta. Di mana ada cinta kasih yang sesungguhnya, di sana ada kerelaan untuk mengorbankan diri. Sebagaimana Kristus menyerahkan diri untuk gereja-Nya, demikianlah suami rela mengorbankan diri untuk keluarganya. Dengan cara demikianlah keluarga didirikan.

BAB V :
HARMONI PERBEDAAN PRIA-WANITA

SURAT EFESUS 5 :
22. Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan,
23. karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.
24. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.
25. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya
26. untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman,
27. supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.
28. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri.
29. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat,
------------------------
MENGHARGAI PERBEDAAN

Sehubungan dengan perihal menghormati pernikahan, kini kita akan memfokuskan pembahasan pada “menghargai perbedaan”. Sebenarnya beberapa bagian ini sudah dibahas sebelumnya. Di sini kita akan membahas perbedaan yang mendasar dan menyeluruh dalam hal makna Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan.

Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan oleh Tuhan. Itu sebabnya, tidak sepatutnya pria menghina wanita dan sebaliknya, tidak seharusnya satu pihak menganggap pihak yang lain lebih rendah atau lebih remeh. Itu bukan ajaran Alkitab. Namun demikian, kita juga harus sadar dan mengerti bahwa memang ada perbedaan yang sangat menonjol dan prinsipiil antara pria dan wanita, sebagai persiapan jiwa kita ke dalam hidup pernikahan.

Alkitab berkata kepada kita, “Taatilah suami di dalam segala sesuatu” (Efesus 5:22). Suami akan senang sekali mendengar kalimat ini. Tetapi nanti dulu! Alkitab tidak cuma berkata agar istri menaati suami, tetapi suami juga harus mengasihi istri, seama seperti Kristus mengasihi jemaat. Di sini kita melihat keseimbangan ditandai dengan perbedaan. Kalau keseimbangan identik dengan keadilan, maka perbedaan identik dengan potensi yang berlainan.

1. Otoritas dan Cinta Kasih
Mengapa dikatakan “Hai istri, taatilah suamimu”? Karena laki-laki lebih gila hormat. Oleh karena itu, laki-laki jangan sombong. Pria kalau dihormati oleh wanita, dia akan merasa hidup lebih berarti. Kalau pria kurang dihormati, ia merasa hidup tidak berarti, maka dia akan mengacau. Maka jika dikatakan, “Hai istri, taatilah suamimu,” bukan berarti pria boleh sewenang-wenang dan berbuat sembarangan, tetapi justru di sini tandanya bahwa ini keistimewaan pria, tetapi sekaligus juga menjadi kelemahan pria. Demikian juga dengan kalimat, “Hai suami, cintailah istrimu,” ini menunjukkan bahwa wanita lebih memerlukan perasaan kasih, karena wanita mempunyai kelemahan dalam emosi seperti ini.

Mari kita menganalisis Kitab Suci dengan cara tesis dan antitesis, bukan dengan mengikutinya secara harfiah, lalu kita menuntut orang lain. Pria lebih memerlukan perasaan dihormati, ini merupakan sesuatu yang khas, kekhususan, sekaligus kelemahan pria. Memang Alkitab mengatakan kepada kita bahwa pria dan wanita diciptakan menurut peta dan teladan Allah, dan masing-masing mempunyai kekurangan, kelebihan, dan kekhususan sendiri. Dan kita melihat perbedaan pertama: pria lebih mementingkan otoritas, wanita lebih mementingkan cinta kasih. Tuhan memang sudah mengatur demikian karena tugas pria itu besar, berat, karena ia harus mencari nafkah, dan sebagainya. Kalau pria hanya terbuai dengan cinta saja, maka keluarganya akan makan bubur. Tetapi Tuhan menciptakan sedemikian rupa sehingga pria lebih mementingkan otoritas dan wanita lebih mementingkan perasaan cinta kasih. Dalam hal ini, Rantai Otoritas (The Chain of Authority) menjadi hal yang sangat penting, yaitu: Allah menjadi Kepala Kristus, dan Kristus m,enjadi Kepala Gereja; pria adalah kepala wanita, dan ayah-ibu adalah kepala anak-anak.

Kalau pria memerlukan otoritas ditafsirkan sebagai kepala yang gila hormat, maka bisa ditafsirkan bahwa Allah juga gila hormat. Tidak! Ini harus dijelaskan bahwa pria mempunyai kebutuhan lebih dihormati setelah jatuh dalam dosa. Ada perbedaan antara sebelum dan sesudah kejatuhan dalam dosa. Kejatuhan membagi keadaan menjadi dua zaman. Sebelum jatuh, manusia mempunyai ordo yang beres dan normal, tetapi setelah kejatuhan, jiwa dan psikologi mengalami perubahan, sehingga terjadilah segala yang tidak normal itu di dalam hidup manusia. Maka pria mementingkan otoritas, dan memang diciptakan untuk menjaga ordo otoritas ini. Wanita lebih mementingkan cinta kasih. Ini bukan berarti semua pria dan semua wanita seperti itu, terkadang ada pria seperti wanita dan sebaliknya. Tetapi di sini dikatakan suatu hal secara menyeluruh. Sehingga dikatakan bahwa cinta kasih merupakan seluruh hidup dari wanita, tetapi hanya sebagian dari hidup pria. Ini ada benarnya, tetapi bukan berarti cinta boleh dibagi-bagi kepada beberapa orang. Cinta yang utuh harus diberikan kepada istrinya, demikian semua aspek yang lain harus melingkupi fokus ini, sehingga otoritas pun tidak diremehkan di dalam hidup sehari-hari.

2. Rasional dan Emosional
Kita melihat bahwa pria mementingkan wibawa dan wanita mementingkan kasih. Bukan saja demikian, pria lebih bersifat rasional dan wanita lebih bersifat emosional. Jikalau sekarang sama-sama sedang mengemudikan mobil dan mengalami keadaan bahaya, maka timbul reaksi yang berbeda. Kebanyakan wanita akan berteriak keras, melepaskan kemudi, dan terjadilah tabrakan; tetapi pria akan berpikir dulu lalu bertindak. Di sini terkadang wanita berteriak begitu keras, dan teriakan ini bisa mempengaruhi jiwa orang. Teriakan wanita seperti ini merupakan salah satu suara yang paling hebat di dunia. Kalau wanita sudah histeris dan tidak dapat menguasai diri, emosi akan sedemikian menonjol. Tetapi pria bersifat agak rasional. Itu sebabnya kalau dalam satu khotbah seorang pengkhotbah menganalisis sesuatu dengan butir-butir yang jelas, maka kaum pria akan memujinya sebagai khotbah yang baik; tetapi sebaliknya, kaum wanita akan kurang menikmatinya. Sebelum menikah kita harus mengetahui perbedaan antara pria dan wanita itu.

3. Karier dan Keluarga
Kebanyakan pria akan lebih menitik-beratkan pada karier, sedangkan kebanykan wanita lebih menitik-beratkan pada keluarga. Ini merupakan hal yang perlu sekali dan tidak dapat dipersalahkan, karena karier adalah suatu fondasi dan hal yang paling penting bagi ekonomi keluarga, sehingga perlu ada orang yang menggarap dengan baik. Tetapi wanita lebih menitik-beratkan pada keluarga. Ini tidak kalah penting. Seorang pria tidak dapat menganggap wanita lebih enak karena tidak usah pergi bekerja, tetapi hanya mengurus keluarga. Di zaman modern ini banyak wanita yang juga menerjunkan diri dalam karier. Itu memang baik, tetapi tidak boleh mengorbankan kebahagiaan keluarga. Saya menasihatkan: jika keduanya, suami dan isteri, sibuk bekerja sehingga keluarga berantakan dan anak-anak tidak terurus, sehingga pendidikan etika mereka berantakan, itu adalah suatu kerugian besar, bukan keuntungan besar. Meskipun kelihatannya timbunan uang semakin banyak, sebenarnya Saudara sedang membuat suatu kecelakaan besar untuk membunuh keluarga Saudara sendiri.

Socrates pernah berteriak: “Hai orang Athena, engkau menggali setiap inci tanah untuk mengambil semua emas, tetapi engkau kehilangan anak-anakmu, apakah untungnya?” Jika Saudara mencari banyak uang tetapi anak Saudara tidak terurus, itu bukan keuntungan, tetapi kerugian besar bagimu. Saya kira kalimat Socrates yang diucapkan lebih dari 2300 tahun yang lalu masih berlaku untuk segala zaman. Keluarga itu penting. Pria lebih mementingkan karier, dan wanita mementingkan keluarga. Biarlah setiap orang sebelum menikah mempunyai pengertian ini. Ini adalah suatu dasar yang secara naluriah merupakan kewajiban yang Tuhan berikan kepada wanita secara wajar. Jangan sampai mempersalahkan satu dengan yang lain.

4. Hari Depan dan Hari Lampau
Pria lebih mementingkan hari depan dan wanita tidak mau melupakan hari lampau. Kalau seorang suami mengatakan: “Sesudah ini saya akan begitu dan begini,” maka wanita akan mengatakan, “Jangan lupa yang dulu ya, waktu itu kita bagaimana.” Pria lebih menuju kepada sifat ingin memperpanjang konsep sejarah, masa depan, dan menuju kepada potensi-potensi yang belum digali. Tetapi wanita lebih mengingat saat-saat yang paling manis yang sudah pernah dialami dan dimiliki. Di sini terdapat suatu keseimbangan yang juga diperlukan. Kalau hanya mengingat yang lampau, tidak tahu hari depan, keluarga tidak mungkin menjadi bahagia. Jika hanya mengingat hari depan, tetapi tidak ingat akan hal-hal penting yang pernah terjadi, akan banyak menimbulkan perceraian, karena perceraian terjadi akibat tidak mau mengingat masa-masa indah yang telah mempersatukan keduanya. Mengingat masa lalu menjadikan kita memiliki kesinambungan perasaan. Tuhan menciptakan kita dengan perbedaan, marilah kita menghargai satu sama lain.

5. Investasi dan Tabungan
Pria lebih menitik-beratkan pada investasi, tetapi wanita selalu mengingatkan kembali tentang jaminan dalam bentuk tabungan. Pria selalu cenderung menggunakan uangnya untuk investasi, sedangkan wanita selalu mengingatkan perlunya mempunyai tabungan sebagai jaminan pemeliharaan karena perasaan aman sangat diperlukan oleh wanita. Pria lebih bersifat keluar dan berpetualang, sedangkan wanita lebih bersifat ke dalam dan memelihara. Karena itu, seorang istri yang mengingatkansuami untuk mempunyai tabungan, suatu keadaan yang memberikan rasa aman, juga diperlukan. Sebagai seorang kepala keluarga, ia harus bisa mengimbangi hal ini dan mengerti istrinya. Sebagai seorang istri, engkau mempunyai jiwa khas wanita, tetapi jangan lupa ia seorang pria yang mempunyai kekhususan yang lain dari dirimu, sehingga engkau harus juga bisa mengerti hal itu. Saling pengertian ini mengakibatkan keintiman antara kedua orang ini dapat dipelihara. Saling mengerti ini penting sekali.

Saya harap semua pemuda-pemudui sebelum menikah memikirkan prinsip-prinsip ini secara matang terlebih dahulu. Akan lebih mudah untuk Saudara mematangkan pernikahan di dalam persiapan uang dan fisik, daripada persiapan jiwa dan rohani. Pengertian sebelum pernikahan menjadi pencegahan yang paling penting untuk perceraian. Alkitab mengatakan bahwa suami itu mengenal istrinya. Pengenalan itu tidak bisa lepas dari persatuan, dan persatuan berarti pergaulan yang mengakibatkan pengertian. Itu berarti suatu pengaliran pikiran dan pendapat yang cukup matang. Itu sebabnya, jangan kita menikah mendadak tanpa pikiran yang sudah cukup matang. Bagi mereka yang sudah menikah, tidak perlu menyesal karena dulu tergesa-gesa menikah, lalu sekarang merasa repot sekali, dan mau bercerai. Tidak! Yang sudah menikah, belajarlah satu sama lain melalui suatu pengaliran interaksi satu dengan yang lain.

“Yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia.” (Matius 19:6). Kalimat ini penting, berarti tidak ada seorang pun yang berhak atau boleh atau menyetujui perceraian oleh kehendak sendiri. Namun, bagaimana dengan istilah “yang dipersatukan Allah”? Kalimat ini berlaku untuk orang Kristen yang sudah mencari kehendak Allah atau berlaku juga untuk setiap orang termasuk orang yang belum Kristen? Jawabannya adalah yang kedua. “Dipersatukan oleh Allah” mempunyai arti, yaitu dipersatukan secara alamiah, karena Allah yang menciptakan pria dan wanita. Jadi pernikahan ditetapkan oleh Allah, dan berlaku untuk semua orang, termasuk yang belum Kristen. Kita tidak bisa menyetujui perceraian orang yang belum Kristen karena belum mencari kehendak Tuhan. Kita juga tidak memperbolehkan orang yang sudah Kristen sembarangan membicarakan tentang perceraian. Kalimat itu diberlakukan untuk setiap orang yang diciptakan oleh Tuhan. Di dalam kesulitan-kesulitan, lakukan saling menyesuaikan diri (co-adjustment), janganlah dihantui dan dikuasai oleh pra-anggapan “cerai saja, ini cara terbaik untuk menyelesaikan persoalan,” tetapi haruslah selalu didahului dengan satu pikiran “masih bisa diperbaiki”. Melalui pengenalan yang lebih baik dan lebih mantap padanya, maka segala sesuatu bisa diperbaiki.

6. Menyeluruh dan Mendetail
Bukan saja demikian, seringkali pria cenderung melihat segala sesuatu dari atas, bersifat global, luas, dan menyeluruh; tetapi wanita lebih cenderung melihat dari dekat dan secara mendetail. Saya senang berdiri di atas gunung dan melihat jauh. Ini kesukaan saya tetapi sekaligus kelemahan saya karena dengan demuikian banyak hal yang secara mendetail tidak bisa terlihat dengan jelas, karena saya selalu melihat dari jauh. Kalau saya mau mencari suatu tema “Perang Dunia Kedua” maka saya akan mencari di Ensiklopedia, buku khusus mengenai Perang Dunia Kedua. Buku seperti ini ada macam-macam, ada yang tebal sekali, ada yang tipis sekali; ada yang ditulis dengan otoritas dan mendetail sekali, ada juga dengan otoritas dan memberikan beberapa garis besar saja. Pilih yang mana? Saya mempunyai dua tahap. Tahap pertama, cari yang paling berotoritas, tetapi yang paling singkat. Kedua, menuju kepada detailnya sekecil mungkin. Saya pernah bertanya kepada anak-anak saya, “Bagaimana kalau engkau mau mencari kamus atau ensiklopedia? Cari yang lengkap atau cari yang sederhana?” Seorang anak saya yang kecil mengatakan, “Cari yang lengkap saja supaya dengan melihat sekaligus, langsung dapat semuanya, secara lengkap.” Saya katakan, “Engkau akan tersesat di dalam kelengkapan itu. Kamus itu lengkap, sehingga akhirnya pokok-pokok besar bahasannya tidak bisa engkau temukan. Akhirnya menjadi kacau.”

Hal ini saya pelajari pada waktu saya berumur delapan tahun, pada waktu saya berusaha menggambar peta Cina dan mau menggambarkan semua provinsinya. Cina dengan Indonesia berbeda. Cina berbentuk benua yang menyatu, sedangkan Indonesia berbentuk kepulauan. Sewaktu menggambar, setiap provinsi itu terkait satu dengan yang lain. Saya mulai menggambar semua provinsi dimulai dari tepi, tetapi setelah semua provinsi tergambar, tengahnya masih berlubang besar. Ternyata semua detail provinsi tergambar di pinggir dan tidak terintegrasi di tengahnya. Jadi secara menyeluruh ada, secara mendetail ada, tetapi secara integrasi tidak ada. Ini kelemahan besar. Ini terjadi karena setiap provinsi digambar lebih kecil dan dari pinggir, sehingga tengahnya tidak bisa menyatu. Cara hidup juga sering begitu. Akhirnya dicobalah untuk menggambar dari tengah ke pinggir, ternyata akhirnya lewat, terlalu besar. Baru setelah dicocokkan satu dengan yang lain bisa disatukan semuanya.

Dari halini saya belajar tiga aspek yang penting, yaitu: (1) keseluruhan; (2) detail; dan (3) hubungan satu sama lain yang lengkap. Jika ketiga hal ini beres, baru hidup beres. Pria selalu lebih suka melihat segala sesuatu secara garis besar, wanita lebih peka dalam hal yang lebih mendetail. Di dalam perselisihan, Saudara berada dalam perbedaan ini, hendaknya perbedaan ini disatukan. Pria lebih banyak mengurus hal yang menyeluruh, sedangkan wanita memperhatikan detail; tetapi jika keduanya tidak digabungkan, maka yang terjadi adalah sama seperti waktu saya menggambar peta. Sekarang saya mengajar anak-anak saya, jika mau mencari satu topik, maka pertama-tama harus mencari kamus atau ensiklopedi yang paling sederhana. Setelah didapatkan garis besarnya, baru mencari detailnya, kemudian mengintegrasikan keduanya sehingga beres. Ada sebuah buku yang membicarakan perbedaan antara orang Jepang dan orang Yahudi, yang ditulis oleh seorang berdarah campuran Yahudi-Jepang. Dia mengatakan, “Orang di Timur hebat dalam segala sesuatu, tetapi tidak ada yang betul-betul spesialis di dalam segala sesuatu yang diketahuinya. Orang di Barat semuanya spesialis, tetapi di luar dari spesialisasinya, mereka tidak tahu apa-apa. Ini perbedaan Barat dan Timur. Di Barat ada seorang yang ahli untuk sebuah gigi. Untuk gigi itu ia sangat ahli sampai mendetail, tetapi untuk gigi lainnya ia tidak ahli. Keahliannya begitu spesial sampai menjadi “spesialisasi gang buntu”. Tetapi orang Asia begitu hebat, dari atap sampai selokan bisa buat sendiri, kerja apa saja bisa, tetapi tidak ada yang ahli.” Lalu ditanya: “Apa bedanya orang Yahudi dengan orang Timur dan orang Barat?” Ia menjawab dengan baik sekali: “Setiap orang Yahudi diajar untuk mengetahui segala sesuatu, dan setelah selesai harus mengkhususkan diri pada satu bidang sampai spesialis.” Jadi, dia tahu spesialisasinya di bidang apa, tetapi untuk yang menyeluruh dia juga bisa. Integrasi antara satu bidang yang dia kuasai sepenuhnya dengan bidang-bidang lain yang dia ketahui mengakibatkan dia tidak pernah menjadi minder (rendah diri) di dalam masyarakat. Ini suatu kebudayaan yang unik luar biasa.

Saya rasa kita perlu juga mempunyai pikiran seperti ini. Marilah kita pelajari hal ini, yaitu pria lebih bersifat menyeluruh, sedangkan wanita lebih memperhatikan bagian detail. Tetapi kita memerlukan keseimbangan, itu sebabnya pria memerlukan wanita dan sebaliknya. Perbedaan bukan seharusnya menjadi sesuatu alasan perdebatan, tetapi harus menjadi dasar kita bersyukur kepada Tuhan. Hendaklah kita memikirkan hal ini baik-baik. Kalau kita berbeda pendapat dengan istri, kita mungkin tidak senang, istri kita mungkin juga tidak senang karena ada perbedaan. Tetapi jika diperhatikan lebih dalam, maka justru perbedaan itu diperlukan sehingga kita mempunyai integrasi yang lebih kuat. Bersyukurlah kepada Tuhan atas perbedaan yang ada. Bersyukurlah karena perbedaan itu menjadikan kita berintegrasi lebih baik di dalam membentuk keluarga yang memuliakan Tuhan, asalkan kita tidak mempertahankan gengsi kita dan berusaha melawan mati-matian secara tidak adil.

7. Analis dan Intuitif
Pria lebih bersifat analis, sedangkan wanita lebih bersifat intuitif. Jika pria mulai menggunakan analisisnya, maka wanita akan segera menggunakan intuisinya, Kalau melihat seseorang, pria akan bercakap-cakap, bertanya, lalu mulai menganalisis keadaan orang itu; kalau wanita melihat seseorang, intuisinya akan memberikan penilaian tentang orang itu. Terkadang dan banyak kali intuisi wanita bisa tepat. Disaat pria sedang menganalisis, wanita dengan satu kalimat sudah bisa menentukan keadaan, itu sifat intuitif. Orang yang selalu benar secara intuisi akan banyak bahayanya, juga orang yang selalu benar secara analisis juga banyak bahayanya. Kalau kita mempunyai rasio yang kuat, metode analisis yang kuat, akhirnya kita bersandar terlalu mutlak pada analisis kita. Kalau analisis itu meleset, kita tetap mempertahankan analisis itu sehingga suatu kali kita akan rugi besar. Demikian juga orang yang terlalu mengandalkan intuisi dan kemudian dimutlakkan, sekali tidak tepat akan membawa kerugian besar juga. Itu sebabnya kedua hal ini perlu diseimbangkan, maka Allah menciptakan pria dan wanita dengan berbeda. Kadang-kadang kita terlalu mengandalkan rasio kita, itu bahaya. Terkadang kita terlalu mengandalkan intuisi kita, itu pun bahaya. Mari kita selalu bersifat terbuka untuk melihat yang berbeda, dan bersyukur kepada Tuhan kalau istri kita berbeda pendapat dengan kita atau suami kita berbeda pendapat dengan kita. Karena semua ini menciptakan keseimbangan yang sangat dibutuhkan. Jika kita menghargai perbedaan ini, maka keseimbangan dan kestabilan keluarga akan menjadi lebih baik.

ASPEK PENTING DALAM PERNIKAHAN

Di dalam pernikahan, kita mempelajari beberapa hal yang penting, bukan sekadar perbedaan pria dan wanita secara seks. Pernikahan memberikan beberapa hal kepada kita.

1. Perubahan dari Penerima menjadi Pemberi
Pernikahan merubah status kita dari penerima menjadi pemberi. Ini satu butir yang penting sekali. Sebelum menikah kita menerima dari orang tua, setelah menikah tidak bisa lagi. Setelah menikah, mempunyai anak, sekarang anak yang meminta kepada kita. Di sini dari status penerima menjadi pemberi adalah suatu perubahan yang penting. Lebih berbahagia orang yang memberi daripada menerima. Barangsiapa yang memikirkan untuk mendapat dan mendapat tanpa perlu memberi, orang itu adalah “anak-anak yang sudah tua”. Seorang pendeta mengatakan kepada saya: “Orang itu kenapa sudah tua tetapi sifatnya masih seperti anak-anak sekali, mau diperhatikan, mau mendapatkan ini dan itu, tetapi tidak mau memperhatikan orang lain.” Di sini kedewasaan ditandai dengan mulai memberikan hidup. Ketika Saudara rela mengorbankan diri, hak, tenaga, waktu Saudara demi orang lain, itu tandanya Saudara sudah mulai dewasa. Pernikahan mengajar dan memaksa kita serta mengubah status kita dari orang yang menerima menjadi orang yang harus memberi. Seorang wanita memberikan susunya kepada anak, seorang pria memberikan keringatnya, bekerja giat untuk menghidupi keluarganya. Ini semua adalah pengajaran melalui pernikahan yang penting untuk mendewasakan kita masing-masing yang diatur oleh Tuhan.

2. Perubahan dari Egosentris Menjadi Hidup Bersama
Ini pengajaran kedua yang penting. Sebelum menikah hanya memikirkan “aku”, sesudah menikah maka istri atau suami akan bertanya, “Saya bagaimana?” Maka ada hubungan “engkau dan aku” tidak bisa hanya memikirkan diri sendiri saja, tetapi harus memikirkan orang lain. Ini suatu penerobosan yang penting. Kalau kita sama sekali tidak memikirkan orang lain, hanya memikirkan diri sendiri, belum pernah kita menjadi dewasa. Di dalam hal ini ada orang yang sudah memikirkan lebih dari diri sendiri, tetapi juga memikirkan dari sudut orang lain, tetapi kemudian dia tetap memegang pendiriannya sendiri, karena ia memang lebih matang daripada orang lain. Itu bukan tidak mungkin, tetapi itu tidak selalu terjadi, sehingga Tuhan melalui pernikahan memperkenankan kita untuk mulai mempelajari konsep-konsep orang lain. Itu sebabnya saya harap para pria jangan menikah pada usia yang terlalu tua. Makin tua usia, makin kaku.

Semakin tua usia seseorang, semakin kaku dia, merasa dirinya cukup benar, dan pada waktu orang sudah mulai kaku, ia memutlakkan diri, dan menjadi seperti Allah. Maka Allah akan mengklaim hanya ada satu Allah, dan Ia akan “menggusur” orang itu. Orang yang sudah biasa hidup sendiri tidak mau diganggu. Orang yang berusia 20 tahun jatuh cinta dengan orang yang berusia setara akan mudah saling menyesuaikan diei. Tetapi yang berusia 40 tahun akan sulit saling menyesuaikan diri karena dalam usianya yang sudah sedemikian tua ia merasa sudah cukup benar. Kalau sudah berumur 50 tahun, dia lebih kaku lagi. Umumnya anak laki-laki usia 18 tahun mencari pacar yang berusia 20 tahun, kalau usia 20 tahun mencari juga yang bereusia 20 tahun, kalau usia 25 tahun mencari yang 19 tahun, kalau yang berusia 30 tahun mencari yang 17 tahun, dan kalau yang berusia 50 tahun mencari yang berusia 14 tahun. Inilah kecelakaan pria karena ia merasa sudah “tahan lama” dan “barang langka”. Dia lupa sudah berapa tua dirinya. Jadi semakin tua usia seorang pria untuk menikah, maka ia semakin kaku dan sulit untuk melakukan perubahan. Itu sebabnya kita perlu mempelajari bagian ini, untuk mengubah sikap egosentris menjadi mulai memikirkan orang lain dalam pernikahan.

3. Melalui Pengorbanan, Menghidupkan Orang Lain
Ini hal yang ketiga. Melalui pernikahan orang mulai belajar untuk bagaimana berkorban dan bersatu dan bagaimana untuk menghidupi hidup yang Tuhan serahkan kepada kita. Kalau ketiga hal ini sudah menjadi pelajaran di dalam hidup kita, kita tahu bagaimana menghormati Tuhan, belajar dari prinsip Alkitab, dan dari “penerima” menjadi “pemberi”, dari “aku” menjadi “bersama”, dari “diri” menjadi “keturunan”. Kita harus menjaga dan memeliharanya. Maka, semakin kita menjadi dewasa, semakin kita bahagia.

BAB VI :
ORDO SUAMI-ISTRI KRISTEN

“Padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu. Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya.” (Maleakhi 2:14b-15)

“Tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah.” (1 Petrus 3:4)

Dalam terjemahan lain berbunyi demikian:
“ Meskipun Allah mempunyai kelebihan kekuatan rohani-Nya, sehingga boleh menciptakan banyak orang, bukabkah Ia hanya menciptakan satu orang? Mengapa Ia hanya menciptakan satu orang? Karena Ia mau manusia memperoleh keturunan yang beribadah. Itu sebab harus kau pelihara hatimu! Siapa pun tidak boleh memperlakukan istri yang diperistri pada masa muda, dengan segala kelicikan.” (Maleakhi 2:15)

“Sedangkan engkau, di dalam hatimu mengandung senantiasa kelembutan dan ketenangan sebagai hiasan hatimu, karena hal ini sangat berharga di hadapanTuhan Allah.” (1 Petrus 2:4)
----------
Dalam pembahasan sebelumnya telah diutarakan betapa hubungan suami-istri menjadi hubungan yang paling erat dan indah, yang di dalamnya dilambangkan hubungan antara Kristus dan Gereja-Nya. Ia menyerahkan diri untuk menebus dan mencari mempelai perempuan untuk menjadi milik-Nya selama-lamanya. Ia begitu mencintai orang-orang yang dimiliki-Nya, bahkan mencintai mereka sampai selama-lamanya. Ini adalah cinta yang paling abadi, dan hubungan suami istri dilambangkan dengan cinta seperti ini. Itu alasan saya sangat menekankan perlunya kita menghargai pernikahan, karena ini merupakan hubungan yang bisa melambangkan hubungan antara kita dengan Tuhan.
Alkitab berkata kepada kita, bahwa ketika seorang suami mencintai seorang istri, dan seorang istri mencintai seorang suami, mereka mendirikan sebuah keluarga seperti keluarga Tuhan Allah sendiri. Demikianlah kita berada di dalam Kristus, kita berada di dalam keluarga Tuhan sendiri. Di dalam keluarga di dunia ini kita memerlukan cinta dari Tuhan sebagai dasar, prinsip, dan kekuatan, sehingga kita bisa menjalankan kehidupan kekeluargaan kita masing-masing. Alkitab memang berkata, “Allah adalah Kepala dari Kristus, dan Kristus adalah Kepala dari Gereja, dan pria adalah kepala dari wanita, dan suami adalah kepala dari istri.” Kini marilah kita memikirkan arti dari kata “kepala”.

ARTI KATA “KEPALA”

Apakah “kepala” berarti sewenang-wenang melakukan kehendak sendiri? Apakah “kepala” berarti suatu kemuliaan yang menindas orang-orang yang dikepalainya? Tidak. Lalu apa artinya? Terkadang kita mendengar seorang pria yang mengambil satu ayat Alkitab, lalu sembarangan menafsirkan menurut kehendak dan pikirannya, menganggap Allah membela dia sebagai suami dan boleh berbuat segala sesuatu.

Allah menciptakan laki-laki tetapi tidak membela laki-laki untuk menindas perempuan. Allah menciptakan perempuan juga bukan untuk ditindas, bahkan Ia juga tidak membela perempuan untuk mempermainkan laki-laki. Ada pria yang sangat menghina dan mempermainkan perempuan. Ada juga perempuan yang suka mempermainkan laki-laki. Ini semua karena latar belakang mereka yang pernah dipermainkan atau diperlakukan secara tidak adil, sehingga mereka membalikkan segala sesuatu dan memperlakukan lawan jenis secara tidak seharusnya. Tetapi kita tidak boleh demikian. Kita harus senantiasa kembali kepada Alkitab, dan firman Tuhan seharusnya memimpin pengalaman kita, dan mengoreksi pengalaman kita. Ada wanita yang dipermainkan pria beberapa kali, sehingga dengan pengalaman ini ia mengambil rumusan bahwa semua pria di seluruh dunia jahat. Ada juga pria yang beberapa kali dipermainkan oleh wanita, lalu ia mengambil kesimpulan dari pengalaman bahwa yang disebut wanita itu adalah seperti binatang yang tidak bisa dipercaya. Barangsiapa mengambil keputusan atau rumusan atau kesimpulan berdasarkan pengalaman pribadi, ia tidak mungkin hidup berbahagia. Tetapi setiap orang yang betul-betul mau mengerti akan segala kebenaran yang sesuai dengan prinsip Alkitab, dia akan mencapai kebahagiaan.

Beberapa waktu yang lalu, seseorang berkata kepada saya, “Saya tidak mungkin menikah karena saya tahu semua perempuan itu selalu mempermainkan laki-laki.” Saya katakan, “Kasihan betul engkau. Kalau engkau sudah mengambil rumusan dan keputusan demikian, engkau belum mengenal betapa indah Allah menciptakan wanita, kalau wanita itu taat kepada firman Tuhan.” Demikian juga wanita yang mengatakan bahwa ia tidak mau menikah karena ia tahu banyak laki-laki yang suka mempermainkan wanita. Ini tidak benar. Biarlah kita yang sudah mempelajari firman Tuhan kembali kepada prinsip-prinsip Alkitab.

Kita mendirikan kebahagiaan kita bukan di atas pengalaman kita sendiri, tetapi mendirikannya di atas pimpinan Tuhan sendiri. Yang menciptakan menusia telah menciptakan manusia menurut peta dan teladan Dia. Karena itu, kalau pria taat kepada firman Tuhan, ia akan memancarkan peta dan teladan Allah yang mulia kepada wanita. Demikian juga wanita kalau ia taat kepada firman Tuhan, mengerti prinsip-prinsaip Alkitab dan taat kepada pimpinan Roh Kudus, ia akan memancarkan peta-teladan Allah dari aspek yang lain, yang mulia dan hormat kepada pria. Saling memberikan pemancaran peta dan teladan ini akan mengakibatkan anak-anak melihat pancaran peta dan teladan Allah melalui ayah dan ibunya. Inilah satu kebahagiaan yang luar biasa. Kita bisa melihat keluarga merupakan suatu bayangan dan cermin dari hidup yang berbahagia sekaligus berbahaya.

Ada hidup keluarga yang mencerminkan kebahagiaan seperti di sorga, dan ada hidup keluarga yang mencerminkan bahaya seperti di neraka. Ada orang yang hidup dalam hubungan suami-istri seperti menikmati penyertaan Tuhan di dalam sorga; ada juga yang melangsungkan hidup suami-istri seperti mengalami kepahitan layaknya di dalam neraka. Jangan main-main, dan biarlah kita selalu mempunyai pengharapan bahwa di dalam mematuhi firman Tuhan, kita mencapai kebahagiaan yang selama ini belum pernah kita ketahui, yang dulu belum pernah kita rasakan, kita akan semakin lama semakin masuk ke dalam kemungkinan kebahagiaan itu.

POSISI PRIA SEBAGAI KEPALA

Pria adalah kepala wanita. Pada waktu kalimat ini disebutkan, banyak pria yang senang mendengarnya. Mengapa Tuhan mengatakan itu? Apa artinya? Ini berarti menghindari pertarungan yang tidak ada habis-habisnya di dalam satu keluarga. Kalau keluarga dilihat sebagai tempat di mana setiap individu mempunyai hak yang sama, tetapi juga mempunyai kebebasan yang tidak perlu dimusyawarahkan, ini merupakan tempat adanya kebahagiaan. Tetapi keluarga juga dilihat sebagai suatu keutuhan dan kesatuan di mana harus ada otoritas kebenaran yang mengatur segala sesuatu. Di sini perbedaannya. Tetapi jikalau kita hanya mengambil satu kalimat, yaitu pria adalah kepala wanita, dan tidak mau mengerti perlunya hal ini menjadi prinsip pengaturan, maka kita akan jatuh ke dalam bahaya yang besar. Pria-pria yang suka ayat itu, tetapi tidak mengaitkannya dengan seluruh ordo universal, akan menjadi seorang diktator.

Allah menghendaki seorang suami menundukkan diri kepada prinsip Alkitab, dan Kristus sebagai Kepala keluarga terlebih dahulu. Christ ia the Master of the family (Kristus adalah Tuhan atas Keluarga). Ia adalah Kepala dari seluruh keluarga. Pria yang menaati Kristus baru mempunyai wewenang untuk menjadi kepala keluarga. Ini merupakan suatu syarat yang di dalamnya kita diberi anugerah. Perintah-perintah Tuhan selalu ditambah dengan janji, dan janji-janji Tuhan selalu didahului oleh syarat-syarat yang penting. Setiap kali Tuhan mengatakan, “Kamu harus....”, Tuhan pasti akan memberikan kekuatan dan janji. Seorang pria yang diberi hak untuk menjadi kepala keluarga adalah seorang yang juga diberi syarat dan diperintahkan untuk taat kepada Kristus. Kalau seorang pria sendiri tidak taat kepada Tuhan, tidak menundukkan diri kepada Kristus yang menjadi Kepala, dia juga tidak berhak menjadi kepala di dalam keluarga.

Takut kepada Allah adalah dasar dari segala otoritas. Takut kepada Allah adalah rahasia bagaimana otoritas itu dapat dipelihara dengan baik. Berapa banyak pemimpin-pemimpin agama yang menggunakan nama Allah untuk memperkuat diri. Itu tidak akan diberkati oleh Tuhan. Plato pernah berkata, “Bangsa yang tidak berketuhanan, tidak mungkin mempunyai kekuatan yang besar.” Saya tidak tahu jelas apakah Plato merumuskan hal itu secara psikologis, bahwa ketuhanan dan kepercayaan adanya Tuhan adalah kekuatan yang mempersatukan bangsa, atau ia percaya betul-betul bahwa melalui Tuhan yang mengatur, baru politik bisa menjadi beres.

Kita melihat beberapa waktu yang lampau ketika Saddam Husein mencaplok Kuwait, dia sama sekali tidak memakai nama Tuhan. Irak adalah satu negara sekuler. Irak tidak menganggap Islam sebagai agama negara sehingga ia bukan seperti negara Islam lainnya. Irak adalah negara sekuler yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Baru beberapa hari sebelum habisnya waktu yang ditentukan oleh PBB, ia memerintahkan menuliskan Allahu Akbar di atas bendera Irak. Ini berarti ia sudah mempermainkan nama Allah supaya kekuatannya bisa bertambah. Jangan sampai kita memperalat Allah; tetapi kita harus menaklukkan diri kepada Allah, baru bahagia Allah bisa diberikan kepada kita masing-masing. Jikalau seorang yang menjadi kepala pemerintahan atau kepala negara takut akan Tuihan dengan sungguh-sungguh, Tuhan akan memberikan kekuatan yang luar biasa untuk menjadi penguasa.

Keluarga memerlukan satu kepala keluarga saeperti negara memerlukan satu kepala. Pemerintahan dan kuasa yang berotoritas sangat dibutuhkan setelah manusia jatuh ke dalam dosa. Ada kebutuhan akan otoritas. Negara yang tidak mempunyai pemerintahan, sebenarnya bukanlah negara. Itu tidak mungkin mencapai ketenteraman yang sesungguhnya. Karena itu para Reformator, baik Luther maupun Calvin, mengatakan bahwa pemerintahan yang paling rusak sekalipun tetap lebih baik daripada tidak ada pemerintahan. Itu sebabnya keluarga pun memerlukan suatu ordo kekuasaan. Ini berarti harus ada satu kepala. Dan di sini Alkitab berkata kepada kita bahwa pria adalah kepala keluarga. Jadi, posisi kepala keluarga dijatuhkan kepada yang berjenis kelamin pria. Di sini pria-pria harus ingat bahwa di dalam keluarga, engkau mewakili Tuhan, tetapi bukan Tuhan. Berarti engkau perlu menaklukkan diri pada Tuhan yang sejati, yang hidup. Maka dari Sumber Bijaksana, Kebenaran, Kasih, dan kekuasaan, engkau mendapatkan suatu posisi yang resmi dan tepat, selain juga mendapatkan kebahagiaan sejati.

Pria sebagai kepala keluarga bukan dalam arti berkuasa sewenang-wenang. Maknanya sangat dalam sekali. Coba lihat tubuh kita. Tubuh ini terbentuk dari dua kaki, dua tangan, tubuh dan kepala. Segala hal penting difokuskan pada kepala. Tangan, kaki, dan lain-lain akan melayani segala hal yang ditentukan oleh kepala. Kepala yang mengatur segala sesuatu dalam seluruh tubuh. Oleh sebab itu, alat yang berfungsi untuk melihat, mendengar, mencium, berpikir, berbicara, ada di kepala. Kepala mempunyai sifat wakil dalam aspek yang penting sekali. Seoreang pria yang mau menjadi kepala keluarga biarlah mampu melihat tugas yang sangat berat, selalu memikirkan akan keamanan dan bahaya, kebahagiaan dan kesulitan yang ditanggung keluarga. Yang menjadi kepala harus menanggung pikiran yang berat. Banyak orang yang suka menjadi kepala tetapi tidak mau kepala pusing. Yang ingin menjadi kepala harus bersedia menanggung segala kepusingan. Sejak kecil saya tidak suka jadi kepala, tetapi akhirnya tidak bisa melarikan diri jadi kepala. Tetapi setelah jadi kepala, baru tahu begitu banyak kepusingan yang terjadi. Kalau tidak mempunyai mental kuat dan pikiran stabil dan adil untuk mengatur semuanya, kepala akan menjadi pusing luar biasa. Jangankan menjadi kepala dari suatu organisasi besar, kepala organisasi kecil pun pusing. Jadi, kepala harus berani menanggung kesulitan.

Demikian juga dalam kehidupan berkeluarga. Tidak ada satu keluarga pun yang tidak mempunyai kesulitan. Ada peribahasa: “Di bawah setiap atap ada ratap.” Di bawah setiap genteng ada kesulitan tersendiri. Masing-masing keluarga mempunyai buku yang sulit dibaca. Setiap rumah mempunyai kesulitan. Sering kali kita melihat keluarga lain berbahagia sekali, karena kita melihat mereka sedang tersenyum. Padahal mereka tersenyum hanya karena mereka sedang dilihat.

Jika kita merasa paling menderita sendiri, maka kita sudah terjebak dalam perangkap Iblis. Iblis selalu menipu kita. Pada waktu Anda tersendiri, ia akan berbisik, “Anda adalah orang yang paling menderita di antara seluruh alam semesta.” Lalu Anda menutup pintu, sendirian, lalu melihat cermin, “Ya betul.” Semakin melihat, semakin susah. “Tidak ada orang yang susah seperti saya.” Orang yang menderita di dunia ini banyak, jangan mau ditipu oleh Iblis. Jangan kita merindukan atau iri kepada keluarga orang lain. Orang lain mempunyai ladang sendiri. Kita mempunyai ladang sendiri. Mari kita garap. Kalau kita tidak menggarap ladang yang Tuhan berikan, hanya iri melihat ladang orang lain, kita tidak akan pernah lebih berbahagia. Ini rahasianya. Puaslah dengan yang ada pada kita. Puaslah dengan ladang yang Tuhan berikan kepada kita. Garaplah dengan sekuat tenaga.

Ada oranghberkata, “Suamiku terlalu keras. Suaranya letika marah seperti kerbau.” Ingatlah, itu berarti kamu nyonya kerbau. Bila Anda menikah dengan seorang seperti singa, ingatlah kamu nyonya singa. Bila engkau bertanya kepada kuda, binatang apa yangpaling bagus? Ia akan menjawab, :suamiku yangpaling bagus.” Demikian juga hendaknya kita mengerti bila diberi suatukeluarga, mari kita garap baik-baik, sehingga mungkin ytang tadinya bersuara kerbau bisa menjadi domba. Siapa tahu? Banyak orang bisa mengalami perubahan. Kita melihat ayat yang mengatakan, jika istri dengan ketenteraman, kestabilkan, kediuaman, taat kepada Tuhan, dan tunduk kepada suami, maka seorang istri akan menggerajkkan suaminya secara luar biasa.

KONSEKUENSI PRIA SEBAGAI KEPALA

1. Menanggung Resiko dan Beban Keluarga
Bila pria bersedia menjadi kepala, itu berarti dia harus bersedia pusing, menanggung segala resiko dan beban. Saya harap semua pria yang belum menikah tidak menaruh suatu pengharapan untuk menikah dengan anak perempuan dari keluarga kaya supaya hidup lebih mudah, tidak perlu susah-susah cari uang. Ini bukan pikiran yang baik. Bukan berarti tidak boleh menikah dengan orang kaya, karena bisa-bisa anak perempuan kaya tidak menikah semua. Tidak salah menikah dengan anak perempuan orang yang terkaya, tetapi motivasimu tidak boleh menginginkan kekayaan dari keluarga perempuan itu. Sebagai seorang pria, katakan pada diri sendiri, “Saya adalah kepala keluarga. Saya harus berjuang sendiri untuk menanggung beban berat selaku kepala keluarga.” Secara tidak sadar, pria yang hidup bersandarkan pada wanita akan menjadi minder dan wanita itu menghina pria itu. Jadi, setiap pria, berusahalah baik-baik, “Meskipun aku menikah dengan anak orang kaya, aku tidak berharap mendapatkan sesuatu dari pihak wanita.” Saya bersyukur kepada Tuhan, sejak permulaan saya sudah berjanji tidak mengganggu dan tidak menginginkan kekayaan istri atau keluarganya. Saya mau berjuang seumur hidup untuk keluarga saya, karena saya seorang pria yang diberikan hak dan kekuatan untuk berjuang membahagiakan keluarga saya.

2. Berkewajiban Memelihara dan Melindungi Keluarga
Seorang pria bukan saja harus bersedia menanggung segala kesulitan, namun juga berkewajiban memelihara keluarganya. Ini merupakan defence ministry (pelayanan perlindungan). Seluruh keluarga bergantung padanya untuk di bela, dilindungi, dan di pelihara. Oleh sebab itu, secara fisik pun wanita berbeda dengan pria. Punggung pria lebih lebar daripada wanita, Pinggul wanita lebih lebar daripada pria. Ada perbedaan yang harus kita akui. Pria ditugaskan untuk memikul beban berat. Pria bekerja di luar rumah untuk menanggung segala beban berat dan menanggung resiko berat. Wanita bekerja di dalam rumah, menjaga dan membahagiakan keluarga di bawah atap. Singa yang mencakar dan bergigi tajam, tidak berpunggung lebar. Gajah yang begitu besar, punggungnya relatif tidak besar. Manusia diberikan punggung lebar dengan kewajiban tertentu yaitu menghadapi segala beban besar. Satu-satunya binatang yang punggungnya lebih lebar adalah kepiting. Tetapi kepala kepiting masuk, menunjukkanh ia kurang berani. Bagi saya, bahu yang satu untuk memikul salib, bahu lainnya untuk memikul beban sehari-hari yang diberikan kepada saya. Dan beban ini tidak dapat dipisahkan. Beban sehari-hari pun merupakan salib dari Tuhan. Mari kita pikul kuk mengikut Tuhan dan tidak takut akan segala beban kesulitan dan resiko sebagai kewajiban yang harus kita tanggung.

3. Menganalisa dan mengambuil Keputusan secara Tepat
Pria harus mempunyai ketangkasan menganalisis dengan tenang dan mengambil keputusan dengan tepat. Berpikir secara tajam dan dingin, mengambil keputusan secara tepat adalah hal yang sulit. Kebanyakan wanita tidak diberi Tuhan kemampuan untuk melakukannya. Karena itu seorang pria harus menganalisis dan mengambil keputusan dengan berani sehingga istri memiliki keamanan, perlindungan, dan sejahtera karena suaminya dapat mengambil keputusan yang benar.

Istri tidak akan mematuhi suami yang tidur terus-menerus, malas, tidak berani ambil resiko, dan memperalat istri untuk kesenangan diri. Pria demikian tidak berhak menjadi kepala. Untuk menjadi kepala, pria harus melaksanakan syarat-syarat yang diberikan oleh Alkitab. Mari, kita yang menjadi pria ingat bahwa kita ini pria, mempunyai tanggung jawab berat selaku kepala. Dengan mematuhi prinsip Alkitab sebagai kepala, maka istri akan patuh.

Sedangkan istri yang ingin menjadi kepala suami, sekalipun suami sudah menerapkan prinsip Alkitab selaku kepala, sudah menjadikan suaminya sebagai kuli. Allah tidak menciptakan pria untuk menjadi kuli wanita, kecuali pria itu sendiri tidak ingin tugasnya sebagai kepala keluarga.

POSISI WANITA SEBAGAI MAHKOTA SUAMI

Ada wanita yang menerima suami sebagai kepala dengan syarat ia menjadi leher. Sebenarnya Alkitab memberikan posisi yang lebih indah, yaitu “istri yang baik adalah mahkota suami.” Jika ada istri yang betul-betul taat kepada suami, orang tidak akan merasa kesihan wanita itu kehilangan hak wanita itu. Orang yang mengerti Alkitab akan berkata, “Keluarga itu baik, karena ada istri yang sangat baik.” Istri yang baik menyebabkan semua orang menghargai dan menghormati keluarga itu.

Di Oklahoma, seseorang mengadakan pesta. Sebelumnya, di hadapan saya, tuan rumah itu dimarahi habis-habisan oleh nyonya rumahnya. Sepanjang pesta, istri itu marah-marah terus, semuanya salah dalam pandangannya. Suami itu diam saja. Istrinya merasa menjadi wanita yang hebat. Padahal semua tamu berbisik-bisik mencela sang istri. “Keluarga ini tidak beres.” Setelah semua sudah pulang, saya berkata kepada istri itu, “Engkau sudah melanggar prinsip-prinsip penting dalam Alkitab.” Jawabnya, “Mengapa? Memang suamiku tidak beres dan bodoh.” “Caramu memaki suami di muka umum bisakah mengubah suamimu?” “Semoga.” “Pernahkah dia menjadi lebih baik?” “Tidak” “Itu karena sikapmu terhadapnya di hadapan umum pun tidak pernah beres.”

Tidak ada satu orang pun bisa menerima kalau istri bersikap lebih keras terhadap suami di hadapan umum. Bagaimanapun, Allah menciptakan pria dengan bentuk tubuh dan gerak-gerik yang lebih tepat untuk menyatakan sikap otoritas. Jikalau seorang pengkhotbah pria berteriak di atas mimbar, Saudara bisa terima dengan baik karena bentuk tubuh dan postur tubuhnya dibentuk untuk berlaku demikian. Tetapi bila seorang wanita yang berlaku begitu, engkau akan merasa tidak tepat karena Allah tidak menciptakan wanita dengan posisi seperti itu. Seorang wanita yang lembut, tidak banyak bicara, mempunyai keagungan dan kesucian, mempunyai kuasa luar biasa besarnya. Cara Allah menciptakan wanita dan pria itu berbeda. Kalau pria berbicara lemah lembut kita merasa juga tidak cocok. Karena itu kita harus kembali kepada prinsip penciptaan dalam common grace. Mari kita taat kepada-Nya. Saya harap jika Anda ingin anak laki-laki tetapi tidak mendapatkannya, jangan sekali-kali anak perempuan Anda diberi baju lelaki. Itu bukan pendidikan, tetapi pemuasan diri. Mari kita mematuhi prinsip Alkitab agar segala sesuatu berjalan dengan baik.

Karena Allah menciptakan pria berbeda dengan wabnita. Keiundahan dan keanggunan seorang wanitya tidak terletak pada kehebatannya berteriak-teriak, melainkan pada kewibawaan yang tersimpan di dalam. Keanggunan yang tidak dipoamerkan, itulah mahkota wanita. Wanita yang diganggu di jalan tetap bersikap diam, stabil, itu merupakan kekuatan terbesar di alam semesta. Wanbita yang tenteram dan takut kepada Tuhan, mempunyai kexucian dalam hatinya, merupakan kekuatan melawan pria-pria yang tidak beres.

Jikalau suami Anda tidak beres, tetapi melihat Anda betul-betul hormat kepada Tuhan dan hidup suci, pasti akan ada tusukan dalam hati nuraninya, walupun dia tidak beres. Tetapi jika Anda hanya bisa berteriak-teriak, Anda mungkin merusak keindahan Anda sendiri. Memang sulit ditahan bila seorang wanita sudah terlalu down dan kecewa. Tetapi ingatlah bahwa engkau diciptakan sebagai wanita yang mempunyai keindahan dan senjata ampuh yang berlainan dengan pria. Kalau Anda berusaha memakai tangan untuk memukul, menjambak, menjewer, pasti Anda akan diperlakukan dengan hina karena senjata Anda bukan di situ. Ketika pria melihat wanita begitu galak, ia akan lebih berani bertindak keras. Waktu itu Anda menjadikan dia sebagai binatang.

Istri yang baik adalah mahkota bagi suaminya. Kalimat ini menjadi inspirasi yang mengajak kita berpikir lebih dalam akan keindahan wanita. The beauty of the lady. Kesempurnaan dari dalam keluar, yang stabil, patuh kepada Tuhan dan tidak sembarangan diganggu. Itu tidak ada pada apa pun kecuali pada wanita yang diciptakan menurut peta dan teladan Tuhan Allah.

Ada seorang konsul jenderal dari Tiongkok untuk Manila, Dr. James Hui, lulusan Uniuversitas Peking. Ketika ia menjadi konsul di beberapa kota di Asia, ia bermain-main dengan beberapa istri orang lain. Istrinya begitu cinta Tuhan dan tidak pernah bertanya banyak-bnanyak. Setiap kali ia pergi berjudi atau berdansa, pulang larut malam, istrinya menyediakan kopi susu dan kue. Istrinya tidak banyak bicara, sehingga suaminya serba salah untuk berbicara atau tidak. Akhirnya ia sadar, di manakah ia bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari istri saya? Kalau di rumah sudah ada istri yang sedemikian baik, buat apa cari perempuan lain di luar? Di luar rumah senyuman wanita lain tidak ada gunanya. Itu hanya permainan, kenikmatan badaniah yang tidak pernah memberikan keanggunan yang sungguh-sungguh dalam hidup saya. Akhirnya ia bertobat dan kembali kepada istrinya.

Umumnya, istri yang terlalu susah akan banyak mengomel supaya didengar suami. Tetapi suami justru tidak mau mendengar omelannya, hanya mau melihat ekspresi wajahnya saja. Akhirnya terbentuk sirkulasi yang buruk. Semakin istrinya berteriak, “Jangan pergi!”, suaminya justru pergi. Jangan lupa bahwa Anda dulu menikah karena ada daya tarik dalam keindahan masing-masing. Sekarang kalau Anda memamerkan kerusakan atau kejelekan Anda, itu tidak benar, karena itu hanya akan merusak keintiman dan hubungan baik antara suami dan istri.

BAB VII :
KENDALA DAN KUNCI KEBAHAGIAAN

“Patutkah mata airmu meluap ke luar seperti batang-batang air ke lapangan-lapangan? Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sendiri, jangan juga menjadi kepunyaan orang lain. Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya.” (Amsal 5:16-19)

“Karena kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.” (Efesus 5:30-32)

------------------------
Keluarga lebih penting daripada unit-unit yang lain. Keluarga menjadi dasar dari satu bangsa yang kuat, dan gereja yang berbahagia. Kalau keluarga tidak digarap baik-baik, kita pasti tidak melihat gereja yang sungguh-sungguh berbahagia. Di dalam peribahasa dan filsafat kuno Konfusius dikatakan:

Di dalam tujuh tahap manusia menggarap sampai akhirnya memperdamaikan seluruh dunia mulai dari hal materi, yaitu suatu penanganan materi, yang disebut sebagai penganalisisan alam, baru semakin lama menuju moral dan pribadi; setelah itu beres, maka tiga hal yang harus dilakukan, yaitu: (1) keluarga; 2) negara; dan (3) seluruh masyarakat dan seluruh dunia diperdamaikan. Seorang pejabat pemerintah haruslah memerintah dahulu keluarganya, seorang yang ingin memperdamaikan seluruh dunia, mendamaikan diri dahulu di keluarganya.

Ini adalah satu dasar unit masyarakat yang paling hakiki dan prinsipiel. Kalau keluarga tidak beres, tidak mungkin yang lain beres dan pasti belum mencapai kebahagiaan yang sungguh-sungguh. Itu sebabnya, marilah kita memperhatikan kehidupan keluarga dengan baik-baik.

Pada tahun 1965, PBB melakukan satu konferensi yang menyelidiki mengapa banyak remaja yang nakal. Akhirnya mereka menemukan salah satu dari beberapa sebab yang paling penting, yaitu: sistem keluarga. Kalau dalam sistem masyarakat, keluarga-keluarganya kuat, selalu kurang menghasilkan remaja-remaja yang bermasalah. Tetapi pada negara-negara atau masyarakat yang tidak mementingkan keluarga, akhirnya di dalam masyarakat itu timbul banyak remaja-remaja yang penuh dengan problem. Lalu mereka mengambil contoh keluarga orang Tionghoa, dan keluarga orang Amerika. Keluarga orang Tionghoa mempunyai banyak kelemahan, tetapi juga mempunyai suatu kelebihan, yaitu mereka sangat mementingkan keutuhan keluarga sehingga lebih sedikit keluarga Tionghoa yang menghasilkan remaja yang nakal. Tetapi keluarga Amerika berbeda. Karena keluarga Amerika kurang memperhatikan keutuhan keluarga, sehingga banyak terjadi perceraian, akibatnya banyak keluarga tidak utuh sehingga banyak menimbulkan masalah pada anak-anak remaja.

Saya berkata bahwa bukan saja keluarga Tionghoa, tetapi semua keluarga Timur umumnya lebih mempunyai persatuan atau keutuhan yang melebihi negara-negara Barat. Di dalam kemajuan teknologi dan sebagainya, kita begitu kagum pada negara-negara Barat, tetapi jangan lupa bahwa akar-akar dari dasar keluarga di Timur sangat mempunyai kelebihan yang perlu kita pertahankan. Perceraian di Timur jauh lebih sedikit dibandingkan di Barat. Meskipun perceraian dihindari bukan karena cintanya lebih, melainkan karena ketakutan ditertawakan oleh masyarakat, dan sebagainya, tetap pada akhirnya keluarga-keluarga di Timur tidak banyak menghasilkan anak-anak remaja yang bermasalah. Tetapi kebahagiaan yang sejati bukan karena kita mempertahankan keluarga agar tidak ditertawakan orang. Keluarga bahagia yang sejati hanya bisa diperoleh di dalam kuasa dan anugerah Tuhan.

Hampir 3.000 tahun yang lalu, seorang raja yang bijaksana yaitu Salomo mengatakan, “Janganlah mengalirkan sumbermu ke luar, nikmatilah oleh dirimu sendiri. Biarlah istrimu yang engkau nikahi pada masa mudamu selalu memuaskan engkau. Biar dadanya memenuhi berahimu. Biarlah engkau mendapatkan kepuasan hanya dari istrimu saja.” Karena itulah yang paling mendasar dan sering menjadi kendala kebahagiaan keluarga.

Di sini kita akan memikirkan beberapa hal yang penting mengenai: apakah yang harus kita perhatikan di dalam kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi di dalam keluarga?

KESULITAN-KESULITAN DALAM KELUARGA

Saya memikirkan bahwa pada saat kesulitan-kesulitan tiba, selalu akan mendatangkan shock yang menakutkan bagi kita, justru karena kita kurang bersedia hati untuk menghadapi fakta. Seorang yang bijaksana adalah seorang yang bukan saja mempunyai ide yang tinggi, tetapi juga adalah seorang yang berani menghadapi fakta dengan segala kejujuran. Jika kita mempunyai ide yang tinggi-tinggi, lalu terlalu menganggap indah ide yang tinggi, dan akhirnya memutlakkannnya, tetapi ternyata kita menghadapi fakta yang kurang sesuai dengan apa yang kita harapkan, akhirnya kita begitu mudah jatuh di dalam kegagalan. Itu sebabnya orang yang bijaksana, selain mempunyai ide yang tinggi dan rasio yang kuat, juga harus mempunyai keberanian untuk menghadapi fakta-fakta yang kejam.

Banyak hal yang kita angankan dan harapkan begitu indah, tetapi pada waktu kita menerjunkan diri ke dalam fakta, kita melihat fakta ternyata begitu dingin, kejam dan apatis kepada kita, sehingga kita merasa bahwa hidup di dalam ide dan hidup di dalam fakta adalah dua dunia yang sama sekali berbeda. Tetapi orang yang bijaksana bukan hanya bisa melayani ide, tetapi bisa menerjunkan diri ke dalam fakta. Pada waktu kita berada pada masa pacaran, masa untuk mempersiapkan keluarga, segala sesuatu seolah-olah kelihatan lebih indah daripada apa yang bisa kita ketahui, dan kita selalu menganggap bahwa itulah kesempurnaan yang mungkin kita capai. Tetapi sesudah menikah, ternyata lain sekali.

Banyak orang yang sepulang berbulan madu, mulai ribut. Setelah pulang dari bulan madu, mereka mulai memasuki fakta dan mulai bertengkar. Maka kita akan melihat dua golongan manusia. Yang satu, mulai berbicara tentang cinta lalu menikah, setelah menikah, perkataan cintanya habis lalu mulai bertengkar. Golongan yang lain adalah orang yang menikah dulu baru berbicara tentang cinta, sampai mati belum selesai berbicara tentang cintanya.

Saya tidak tahu Anda di bagian yang mana, tetapi saya harap Anda menyetujui apa yang saya katakan, “Apa pun yang Anda katakan, hendaklah dikatakan dengan jujur.” Dengan perkataan yang sungguh-sungguh, kita menghindarkan diri dari kesenjangan besar antara ide yang sempurna dan fakta yang kejam. Kalau kita selalu menampilkan diri dengan ide yang indah, tetapi tidak berani memaparkan sungguh-sungguh secara fakta, kita hanya akan menipu diri dan menipu kawan pembicaraan kita. Karena itu, saya minta setiap keluarga memperhatikan hal ini:

1. Cinta yang Kurang Seimbang

Apa maksudnya? Semenjak Adam jatuh, manusia memang tetap saling mencintai, tetapi akan jarang sekali ditemukan bahwa pria mencintai wanita tepat sama seimbang dengan wanita mencintai pria. Ada keluarga yang suaminya begitu mencintai istrinya, tetapi istrinya seolah-olah kurang mencintai suaminya, dan juga sebaliknya. Maka cinta itu menjadi tidak seimbang. Dalam hal ini perlu dipikirkan untuk menyeimbangkan, karena cinta yang kurang seimbang mengakibatkan satu pihak yang ketakutan kehilangan pihak yang lain. Ini merupakan hal yang sangat praktis dan sederhana, tetapi sering terjadi. Kalau pria begitu menginginkan seorang wanita, meskipun ia sudah memperolehnya, ia selalu ketakutan kalau wanita itu akan hilang darinya. Apa sebabnya? Karena dia tahu bahwa cintanya lebih dalam daripada cinta wanita itu kepadanya. Ini cinta yang kurang seimbang. Kita perlu menyerahkannya kepada Tuhan dengan prinsip yang sama-sama saling menghormati bahwa cinta itu sebenarnya bersumber hanya dari Satu saja. Kalau kita terlalu kuatir, kita tidak mungkin memiliki hidup yang berbahagia.

Kadang-kadang pada saat kita tidak mendapatkan cinta dari pihak yang lain, kita mulai melakukan kompensasi dengan cinta yang kita terima dari anak-anak. Karena itu, ada suami yang merasa bahwa sebelum mempunyai anak, istrinya memperhatikan dia, tetapi setelah ada anak, tidak memperhatikan dia lagi. Suami akan merasa sebagai orang asing di dalam rumahnya. Demikian juga sebaliknya. Hal-hal seperti ini, sekalipun kecil, adalah fakta. Hidup di dalam dunia harus menghadapi fakta.

Maka saya harap Anda mengerti bahwa pasanganmu memerlukan waktu khusus untuk kenikmatan yang pribadi. Kalau tidak ada waktu lagi untuk berbulan madu seperti dulu, paling sedikit mau saling meluangkan waktu untuk pasangan kita, di mana anak-anak pun pada waktu itu tidak boleh ikut campur dan masuk dalam kehidupan pribadi itu. “I and Thou Relationship.” Tanpa orang lain. Pemupukan hubungan antara keduanya ini perlu sekali untuk memelihara keseimbangan cinta. Semua hal seperti ini perlu selalu diperhatikan sehingga kita menemukan di mana kesulitan-kesulitan keluarga, karena pernikahan merupakan suatu perjalanan yang panjang, bukan beberapa jam atau bulan, atau merupakan satu babak drama, tetapi suatu tugas yang suci yang memerlukan kesetiaan yang selamanya. Karena itu, keseimbangan ini perlu dipelihara.

2. Cara Mengajar Anak yang Berbeda

Setiap keluarga mempunyai tradisi dan cara mengajar anak yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, kadang-kadang kita tidak setuju suami atau istri kita yang mendidik anak secara berbeda sehingga ia melihat kita aneh. Mungkin kita akan terkejut ketika bangun tidur kita melihat kaki istri kita sudah di kepala kita. Ini tidak perlu dipertanyakan, karena sama juga berarti kaki kita ada di kepalanya. Ini berarti kita saling mencari siapa yang aneh. Tetapi jangan lupa, pada saat kita menganggap seseorang aneh, orang itu juga menganggap kita aneh. Sebelum menikah, semuanya ajaib; sesudah menikah, semuanya aneh. Dari ajaib menjadi aneh, itu aneh; dari aneh menjadi ajaib, itu ajaib. Tetapi kita hidup di dalam zaman di mana Adam sudah berbuat dosa, sehingga dari ajaib menjadi aneh lebih mudah daripada sebaliknya. Kita selalu melihat orang lain berbeda dengan kita. Pada saat kita mengharapkan seseorang seperti kita, orang lain juga mengharapkan demikian. Ini karena kita melakukan sesuatu seturut pengajaran yang kita terima sejak kecil dan sudah kita anggap sebagai kebenaran.

Di sini perlu suatu penyesuaian secara khusus di dalam mendidik anak-anak di bawah satu atap. Kita semua telah menerima berkat dan anugerah yang Tuhan salurkan melalui orangtua kita pada saat mereka mendidik kita sehingga kita sekarang menjadi bisa dicintai seseorang. Itu berarti ada kelebihannya. Pada waktu kita bisa menikah, itu berarti ada orang yang bisa menikmati kita, tetapi kita mempunyai sesuatu karunia yang bisa dinikmati oleh orang lain, sekaligus ada sebagian pendidikan orangtua kita yang bisa dinikmati. Tetapi jangan lupa, pendidikan orangtua yang sudah merupakan tradisi tetap mempunyai kelemahan-kelemahan keluarga.

Setiap keluarga pasti mempunyai kelemahan. Itu sebabnya, pada waktu dua orang dari dua keluarga berjumpa dan bersumpah untuk hidup bersama, mereka tidak sadar akan membawa sistem pendidikan keluarga yang berbeda di bawah satu atap yang sama. Di sini timbul cara mendidik yang berbeda, sehingga ayah berbeda dengan ibu dan menimbulkan benturan-benturan dalam keluarga.

3. Sesuatu Rutinitas dan Cinta yang Perlu Waktu Panjang

Menikah tidak mudah karena pada waktu yang panjang kita semakin merasa biasa di dalam keluarga sehingga perasaan bersyukur akan adanya seorang yang Tuhan sediakan menjadi menjadi pasangan kita tidak lagi segar. Padahal seharusnya demikian. Ketika orang lain mengerjakan sedikit hal bagi kita, kita sudah sangat mengucapkan terima kasih; padahal ketika suami atau istri kita mengerjakan banyak hal bagi kita, kita jarang mengucapkan terima kasih. Kita hanya menganggapnya sebagai sesuatu yang sudah seharusnya dan merupakan kewajiban. Ini kebiasaan rumah tangga dan kita harus mempersiapkan diri dan menerima ini.

Saya senang sekali dengan anak-anak, tetapi ada perasaan yang berbeda. Anak saya, saya didik dengan keras dan disiplin; tetapi anak orang lain disayang karena lama baru bisa melihat dia. Satu hari saya menggendong anak orang lain dan saya sayang-sayang dia. Ketika saya melakukan itu, anak saya melihat dari jauh. Saya tidak tahu apa yang dirasakan oleh anak saya. Tetapi kita harus belajar menghargai setiap pribadi meskipun itu tidak mudah. Kemudian anak saya mulai mendekat, semakin lama semakin dekat, lalu ia memukul saya sekeras-kerasnya. Pada waktu itu ia masih berumur tiga tahun. Setelah memukul, dia menangis. Saya sadar bahwa dia merasakan bahwa saya mencintai orang lain dan tidak mencintai dia seperti itu. Kadang-kadang suami atau istri mempunyai perasaan seperti itu. Di luar saya dihargai, di rumah kenapa tidak. Mengapa kalau oleh orang luar saya bekerja sedikit sudah dihargai, kalau di rumah tidak? Kalau di luar perkataan saya dicatat dengan tinta emas, tetapi di rumah perkataan saya dibuang ke tong sampah. Perasaan ini selalu timbul dalam keluarga-keluarga dan setiap orang bisa mempunyai pikiran seperti itu. Tetapi jangan lupa, orang yang di dekat kita harus kita hargai juga. Biasanya kita menghargai dia di hati dan kepada Tuhan, tidak kepada dia. Kalau kepada dia, nanti dia akan menjadi sombong, atau merasa diri penting sekali. Kita seringkali pelit dalam menghargai orang. Di sini perbedaan orang Barat dan orang Timur. Di Barat, jika ada seorang yang jenius dan pandai muncul, mereka begitu menghargai. Di Timur tidak. Kalau ada konser besar dan betul-betul hebat, orang Barat akan tepuk tangan terus, tetapi orang Asia kalau sudah melihat, tepuk tangannya sedikit sekali.

Pada waktu Placido Domingo selesai menyanyikan lagunya, ia mencapai rekor mendapatkan tepuk tangan selama 1 jam 26 menit. Belum pernah terjadi di benua Asia, dan di kebudayaan tinggi. Kita memiliki Konfusianisme, Taoisme, Buddhisme, dan kebudayaan kuno yang tinggi lainnya, tetapi tidak mempunyai tradisi seperti yang diberikan dalam Alkitab: “Hormatilah mereka yang patut dihormati.” (Roma 13:7), khususnya yang berada di rumah kita sehingga tidak perlu pada saat istri meninggal baru menangisinya karena dulu kurang menghormati dia, dan sebaliknya. Mengapa harus menunggu sampai dia meninggal?

Ada seorang yang selalu menganggap bahwa suami itu yang paling besar. Istri dan anggota keluarga lainnya seperti orang upahan saja. Setelah istri meninggal, dia menikah lagi dengan istri kedua. Setelah menikah dengan istri kedua, dia baru sadar bahwa istri yang pertama adalah istri yang sungguh-sungguh baik, sedangkan istri yang kedua tidak beres. Tetapi pada waktu istri pertama itu masih hidup, ia begitu kurang menghargainya. Pada saat istri kedua meninggal, dia baru sadar bahwa istri keduanya pun bagus. Kedua-duanya bagus, yang tidak bagus adalah dirinya sendiri. Pada saat ini saya ingin mengajak kita memikirkan kebaikan-kebaikan pasangan kita dan anugerah Tuhan kepada kita melalui mereka, dan mau saling menghormati dengan segar dan tidak bosan. Ini merupakan hal yang sangat bahagia.

4. Dunia ini Penuh dengan Pencobaan

Jangan kira setelah menikah tidak akan terjadi apa-apa. Seperti telah saya bahas di atas bahwa banyak orang setelah menikah tidak lagi berdandan rapi dan tidak lagi berusaha menarik perhatian pasangan sendiri, tetapi hanya mau menarik perhatian orang lain. Padahal yang memberikan dan menjalankan tanggung jawab terhadap diri Saudara adalah orang yang berada satu rumah dengan Saaudara.

Karena pencobaan ada di mana-mana, maka di dalam rumah kita harus menciptakan suasana hangat, intim, dan segar sehingga pencobaan itu tidak bisa memenangkan suasana yang kita ciptakan di dalam keluarga. Kita perlu menciptakan suasana seperti ini: Keluarga adalah tempat yang paling indah, sehingga kalau suamiku pulang, ia merasa tidak ada tempat yang lebih baik daripada di sini. Tetapi dengan omelan-omelan, dengan sikap yang tidak beres, jangan mimpi kita bisa menghindarkan diri dari pencobaan-pencobaan di luar!

Setiap orang di dalam pembentukan keluarga harus mengerti bahwa hubungan kedua pribadi ini lebih dari siapa pun. Ini merupakan hubungan yang begitu intim, yang tidak boleh dimasuki oleh orang ketiga. Karena itu, hal-hal yang kecil pun harus dipikirkan. Banyak orang suka memakai pembantu yang muda dan cantik luar biasa, lebih cantik daripada istri sendiri. Itu bahaya. Hal-hal yang seperti ini harus diperhatikan, siapakah yang memberikan banyak pencobaan kepada pasangan Saudara? Bukankah Saudara sendiri? Siapa yang memberikan kesempatan sehingga ketika ia lemah, ia jatuh ke tangan orang lain? Berhati-hatilah, jangan Saudara kurang memberikan perhatian di dalam menciptakan suasana yang hangat bagi pasangan Anda.

Keluarga seharusnya menjadi tempat di mana manusia menikmati privasi, keindahan, ketenangan, dan kemanisan, di tengah dunia yang penuh dengan pergumulan ini. Ini merupakan fakta yang tidak boleh kita lupakan.

5. Bahaya Mid-Life Crisis

Jangan lupa bahwa setiap orang setelah menikah lama sekitar sepuluh tahun sampai dua puluh tahun masuk ke dalam masa yang disebut sebagai mid-life crisis (krisis usia pertengahan). Kita perlu menyelidiki beberapa buku yang penting untuk hal ini. Saya kira kalau Tuhan menghendaki, Momentum akan menterjemahkan beberapa buku yang penting, bukan hanya buku theologi, tetapi juga buku-buku lainnya, termasuk buku tentang prinsip-prinsip keluarga bagi Indonesia.

Yang diumaksud dengan mid-life crisis adalah krisis yang timbul pada saat pria sudah memasuki usia empat puluh tahun, dan sudah mempunyai kematangan dan pengalaman hidup, sehingga dia sudah lebihmahir daripada pada masa remaja. Kalau dulu ia hidup di alam mimpi, sekarang dia mulai menyadari realitas dan dia memerlukan perjuangan yang sungguh-sungguh. [Hal ini tidak berlaku secara pasti untuk semua orang, tetapi lebih merupakan suatu data mayoritas. Maka, mungkin sekali ada orang yang tidak berkeadaan sedemikian pada usia itu].

Mid-life crisis mengakibatkan pria menjadi bosan dengan segala sesuatu. Ia ingin mempunyai rumah yang lebih baru, segala perabot, suasana kantor, pengalaman baru, dan usaha baru. Banyak pria pada usia empat puluhan mulai memikirkan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan yang selama ini dikerjakannya dan mulai mau berjuang sendiri. Tidak mau lagi menjadi pegawai.

Mid-life crisis yang menuju kepada kehidupan seks dan pernikahan akan menjadi fakta yang paling kejam yang dialami oleh wanita. Apalagi bagi wanita yang juga mengalami mid-life crisis kalau ia mengalami puber kedua. Waktu mengalami puber kedua, dia mulai sadar dengan satu tanda alam bahwa dia bukan lagi orang muda. Kalau itu sudah menyadarkan dia bahwa dia menuju kepada suatu masa yang paling akhir dan tidak mempunyai daya saing dengan anak muda, di situ muncul bahaya karena kecemasan pada dirinya. Dan dia akan punya keinginan menguasai suaminya secara ketat agar tidak lepas, tetapi itu justru mendatangkan masalah.

Saya tidak akan memperdalam pembahasan ini, karena ini adalah lingkup bahasan yang sangat besar. Kita memerlukan cinta dan kuasa Tuhan untuk memelihara kebahagiaan keluarga kita. Sebagai manusia, tidak ada satu orang pun yang bisa melepaskan diri dari godaan-godaan pencobaan, namun satu hal yang menjadi dasar dan kompas yang sangat pentring ialah takut akan Allah. Berbahagialah mereka yang takut akan Allah, karena di situ Tuhan akan memberikan kekuatan yang lebih dari kekuatan pendidikan, moral, dan agama-agama apa pun, karena Allah sendiri berpusat dan bertakhta dan memberikan kompas hidup pada orang itu. Di dalam keadaan bagaimana pun, ia akan mengetahui bahwa ia adalah milik Tuhan, segala krisis bisa ia selesaikan bersama Tuhan, dan tangannya akan memegang tangan Tuhan dengan baik, sehingga ia melewati kesulitan-kesulitan dan mengatasi segala pencobaan yang berusaha merusak keluarganya.

6. Sakit dan Tua

Kita bisa sakit dan tua. Pada waktu seseorang sehat, ia akan lincah dan gesit, tidak menjadi beban orang lain sehingga lebih mudah mengatakan sayang dan cinta. Bagaimana dengan orang yang sudah sakit? Pada waktu orang yang kita cintai sakit, kita akan sayang sekali dan bertanya-tanya mengapa dia sampai sakit, lalu berusaha mengulurkan tangan membantu dia. Ketika dua hari belum sembuh masih kita bantu, tetapi ketika berbulan-bulan tidak sembuh, kita mulai berpikir bahwa uang sudah habis banyak untuk ke dokter, bosan merawat dia, lalu kita sia-siakan dia. Tentu Saudara ingat kisah orang yang sakit 38 tahun di pinggir kolam Bethesda (Yohanes 5:1-18), keluarganya sudah tidak datang lagi. Saya percaya pada permulaannya mereka memelihara dia, tetapi akhirnya tidak kuat lagi. Itulah sebabnya pada waktu pernikahan Saudara masih ingat janji: “Baik waktu sehat maupun sakit, saya tetap mencintai.” Ini janji di hadapan Allah, umat Tuhan, dan hamba Tuhan, kalimat itu harus diulangi terus-menerus. Pada waktu kita mengatakan “cinta” itu mudah, tetapi pada waktu cinta itu menghadapi fakta, itu menjadi sulit. Kita harus menghadapi fakta bahwa pasangan kita mungkin menjadi tua atau sakit, atau punya kelemahan kesehatan yang lama. Prepare for the worst and do the best! Kita harus memikirkan dan mempersiapkan keadaan yang paling buruk, tetapi bukan berarti kita menyerah kepada sikap yang pesimistis, melainkan kita kerjakan secara positif.

Ada pendeta yang istrinya sakit berpuluh-puluh tahun. Pendeta ini tetap setia dan melayani dia. Waktu istrinya meninggal, dia menangis dan merasa bersyukur kepada Tuhan bahwa ia bisa melayani pasangannya begitu lama. Tetapi ada orang yang melihat pasangannya baru sakit sedikit ia mulai benci, menyeleweng, dan lain-lain. Kiranya Tuhan memberikan kekuatan kepada kita. Saya harap khususnya mereka yang belum menikah, Saudara sudah melihat segala sesuatu sampai ke dalam tulang sumsum baru Saudara mengambil salib Saudara dan mengikut Tuhan, baik dalam membentuk keluarga maupun mengadakan suatu usaha, karier, dan sebagainya. Milikilah persiapan mental karena itu menandakan bahwa diri Saudara adalah seorang yang mempunyai kemahiran dan kematangan sebagai pribadi yang bertanggung jawab.

7. Perubahan Status Ekonomi

Bagaimana kalau kita mendadak jadi miskin atau kaya? Pada waktu keluarga kita menjadi miskin dan sulit, apakah kita sudah bersedia di dalam kesulitan apa pun, tetap pikul salib bersama pasangan kita. Janganlah berkawan dengan mereka yang hanya bisa berfoya-foya bersama, tetapi juga jangan berkawan dengan mereka yang hanya bisa menanggung beban beban bersama tetapi tidak bisa menikmati kesuksesan bersama-sama. Ini dua macam orang yang berbahaya. Waktu susah, bersama-sama berjuang menanggung beban, tetapi begitu sukses langsung berebut keuntungan bagi diri sendiri. Itu bukan kawan seumur hidup. Demikian juga sebaliknya, pada waktu pada waktu sama-sama kaya bisa, waktu senang bersama bisa, tetapi waktu susah kita ditinggalkan. Itu juga bukan kawan yang baik. Carilah kawan yang bisa sama-sama memikul salib, mengalirkan air mata, menanggung beban berat, melintasi lembah-lembah bayang maut, tetapi sesudah itu pada waktu kita sukses bisa sama-sama menyenangi dan menghargai kesuksesan orang lain. Jikalau Anda mempunyai kawan yang akrab, akrab bukan karena emosinya begitu dekat, kesenangannya sama, tetapi akrab karena pada saat terjadi perubahan status ekonomi tetap tidak mengubah persahabatan keduanya. Suami-istri lebih dari kawan-kawan yang paling akrab di dunia. Karena itu, suami-istri harus mempunyai persiapan hati untuk sama-sama kaya, sama-sama miskin, sama-sama senang, sama-sama susah, sama-sama menikmati kesenangan materi, sama-sama menanggung kesulitan dengan air mata. Itu suami isteri yang baik.

Fakta ekonomi merupakan fakta yang begitu riil yang tidak bisa dihindari atau tidak dilihat. Tetapi pada waktu kita punya harta, marilah kita bersyukur dan menikmati bersama-sama, tetapi pada waktu kita tidak punya harta, kita tetap bersyukur kepada Tuhan. Di dalam keadaan apa pun suami-istri tetap rela menerima fakta. Saya menganjurkan Anda untuk tidak berusaha membandingkan suami atau istri Anda dengan orang lain. Sama-sama keluarga jangan melihat keluarga orang lain. Yang sukses secara materi belum tentu sukses secara keseluruhan hidup. Demikian juga yang kurang kaya, gagal dalam materi, tidak berarti adalah orang yang kurang sukses.

Saya pernah bertemu dengan seorang bernama Daniel Majesty, salah seorang concert-master yang terbesar dan terbaik di dunia dari Cleveland Orchestra. Dia berkata kepada saya, “Memang sebagai seorang musisi saya tidak kaya, tetapi saya menikmati hidup saya. Saya sudah memilih hidup seperti ini, dan itu membuat saya tidak bisa terlalu kaya, tetapi saya sungguh-sungguh menikmati hidup ini. Saya bersyukur kepada Tuhan.” Ia sungguh-sungguh menjadi seorang concert-master yang berjiwa besar dan Injili. Sebelum pementasan ia selalu meminta seluruh symphony untuk berdoa terlebih dahulu. Ia sadar itu adalah karunia Tuhan. Akhirnya ia bertemu dengan Jahja Ling, president conductor dari Cleveland Orchestra dan menjadi teman baik.

Di sini saya melihat suatu persekutuan dan kebahagiaan yang indah sekali yang tidak dipengaruhi oleh status ekonomi. Suami dan istri perlu mempunyai kesadaran bersama, kalau kita miskin, miskin bersama. Tidak perlu minder kalau suami Saudara tidak sekaya suami orang lain, dan tidak menjadi sombong pada saat suami Saudara lebih kaya daripada orang lain, karena kekayaan materi tidak menandai kekayaan rohani seseorang! Dengan demikian kita mempunyai kestabilan identitas kita. Berjuang bersama! Jangan kira kalau seseorang miskin baru rohaninya bisa baik, dan juga jangan kira jika suami Anda menjadi kaya, rohaninya pasti menjadi baik. Itu tidak tentu. Kadang-kadang pada waktu kemiskinan datang, itu bisa mengguncangkan iman kita, tetapi kadang-kadang pada saat ekonomi menjadi kuat sekali, justru membuat suami menyeleweng. Itu sebabnya ekonomi dan status ekonomi jangan mengganggu keluarga kita. Biarlah kita tetap beriman kepada Tuhan.

Di provinsi Shantung, ada sepasang suami-istri yang berjualan kain. Lalu setiap Tahun Baru Imlek, malamnya mereka berdoa bersama, bersyukur kepada Tuhan untuk berkat Tuhan pada tahun itu, lalu berdoa untuk tahun depan. Dari muda mereka bersama-sama bekerja dan membanting tulang untuk membesarkan anak-anak dan mereka biasa berdoa. Tetapi pada suatu tahun tertentu, suami ini bersyukur karena tahun itu untung 100 bal kain. Istrinya mengaminkan. Lalu suami minta 200 bal untuk tahun depan, tetapi istrinya minta 150 bal saja. Akhirnya si suami marah. Lalu istrinya berdoa, “Tuhan, jangan dengar doa dia. Kalau untung hanya 100 sampai 150 bal, dia tetap cinta saya, kalau 200 bal, dia akan mencari istri muda.” Ini fakta sejarah dan banyak dikutip oleh banyak pendeta zaman dulu dalam khotbah mereka.

Betapa banyak suami-istri sebelum kaya tetap setia satu dengan yang lain, tetapi setelah mereka mempunyai kekayaan banyak, tidak menjadi lebih rukun, tidak menjadi lebih saling mencintai, tetapi justru mulai menyeleweng. Peribahasa Tionghoa mengatakan: pada waktu menikah pertama, carilah orang dari keluarga yang baik moralnya, tetapi kedua kali cari yang seksi saja. Ini kelemahan banyak orang. Di Barat begitu banyak orang cerai. Mari kita kembali kepada firman Tuhan, “Jangan sumurmu kau bagi dengan yang lain, jangan istrimu kau buang di tengah jalan. Biarlah dada istrimu memuaskan engkau.” Mari kita berdoa, kita berjanji agar Tuhan mnemberkati kita dan keluarga kita supaya hidup kita bisa menjadi saksi Tuhan.

KUNCI KEBAHAGIAAN

Kini mari kita melihat beberapa hal kecil yang penting yang bisa menjadi kunci kebahagiaan dan tidak boleh dilupakan dalam relasi keluarga.

1. Penampilan

Sesudah menikah, jangan katakan, “Pokoknya sekarang sudah ada surat nikah.” Lalu rambutnya berantakan, penampilan kotor. Tetaplah wanita menghias diri baik-baik supaya suami Saudara melihat Saudara seperti pada waktu pacaran, begitu cantik. Banyak istri suka berhias secantik mungkin untuk orang lain tetapi di hadapan suami sendiri tidak. Ingatlah bahwa Saudara menikah dengan suami Saudara, berhiaslah untuk suami Saudara. Yang bekerja berat suami Saudara, tetapi hasilnya Saudara pakai untuk menghias diri bagi orang lain. Apakah ini kesempatan untuk mencari orang lain? Istri yang bijaksana berhias sebaik mungkin untuk suaminya. Tampak selalu bersih dan rapi. Yang paling berhak melihat keindahan istri adalah suami. “Yang paling berhak menikmati cintaku adalah suamiku. Aku akan memberikan yang terbaik, sikap yang paling indah kepada suamiku, Karena kepada dialah aku berjanji untuk hidup bersama selama-lamanya.” Hal-hal kecil seperti itu jangan dilupakan.

Suatu malam ketika menginap di sebuah keluarga, saya mendengar anjing melolong. Lalu saya keluar. Saat itu tuan rumah dan nyonya rumah juga keluar. Waktu itu saya baru melihat istrinya jelek luar biasa. Padahal biasanya di luar penampilannya selalu baik. Saya kira itu tidak baik.

Ada suatu kebiasaan bahwa kalau seseorang sudah terlalu dekat, ia bisa bebas bertindak sembarangan saja. Saya termasuk kelompok ini. Seringkali kurang memperhatikan dan kurang merasa perlu memelihara sikap yang baik. Sebagai seorang pemikir, pengkhotbah, saya dituntut untuk banyak berpikir. Ketika sedang berpikir, wajah ini kurang senyum. Kadang istri saya bilang, “Beberapa hari ini engkau kurang sayang kepada saya.” “Ah, masa?” “Wajahmu serius terus.” Wajah saya ini berkerut bukan karena tidak sayang, tetapi karena terlalu banyak pikiran yang lain. Tidak gampang untuk berkhotbah, menuntut banyak pemikiran karena setiap kalimat harus dapat saya pertanggung-jawabkan, bukan asal bicara. Kalimat itu harus berdasarkan Kitab Suci dan pimpinan Tuhan. Ketika suami sedang merengut, bawakan cermin supaya ia melihat wajahnya. Jangan simpan pertanyaan dalam hati yang menyebabkan kebimbangan. Bila bertumpuk, menjadi suatu hal yang tidak baik. Berusahalah saling menyenangkan satu dengan yang lain. Berarti kedua pihak aktif. Jika satu pihak merasa diri ada sesuatu yang kurang menyenangkan, biarlah kita koreksi. Di pihak lain, katakanlah dengan humor.

Ketika Anda mau tidur, sudah membaringkan diri lalu melihat di sudut kamar, ada laba-laba kecil dengan sarangnya, dalam hati mulai menggerutu, “Istri macam apa ini?” Lalu setiap malam engkau melihat terus sarang laba-laba itu, sambil menghitung 5 hari, 7 hari, 9 hari. Laba-laba itu masih ada, bahkan bertambah dengan cucunya. Semakin melihat, semakin jengkel. Itu dipakai Iblis. Cara terbaik adalah ketika melihat laba-laba itu, ambil sapu dan bersihkan sendiri. Tetapi kalau terus Saudara lihat dan menuduh istri Saudara, semakin bertumpuk kebencian itu. Jangan biarkan diri tersandung oleh hal-hal yang kecil. Berusahalah untuk menyenangkan pihak yang lain. Kalau sampai lupa, sampai tidak mungkin tahan, beritahukan bukan dengan cara menuntut seperti hakim tetapi dengan humor.

2. Jaga Perkataan

Berusahalah untuk tidak melempar batu bagi masa depan. Setiap kalimat yang kita ucapkan harus diucapkan dengan hati-hati. Jangan sampai perkataan itu diingat, dan menjadi batu penghalang bagi masa depan. Hari depan kita masih panjang. Orang-orang yang tidak mau memikirkan hari depan selalu dengan tidak sengaja melempar batu untuk hari depan. Kalau mau melempar batu, jangan ke depan tetapi ke pinggir karena Saudara masih mau jalan. Hari depan perlu rata. Begitu banyak orang dagang gagal karena melihat sekarang untung tetapi tidak melihat hari depan ada batu. Begitu banyak orang pada waktu hari tua tidak mempunyai kawan karena waktu muda hanya mencari keuntungan dari orang lain tetapi tidak memikirkan bagaimana hari depannya. Begitu banyak pemerintahan tidak sukses karena mereka hanya mempunyai mata yang terlalu dekat tetapi tidak mempunyai pandangan yang luas. Jikalau seseorang mempunyai pandangan jauh ke depan, dalam berdagang, bersahabat, berkeluarga, akan selalu memikirkan hal-hal yang menyumbat dan merintangi untuk bertindak hati-hati.

Ketika seseorang marah, maka segala perkataan jelek akan keluar, didorong Iblis untuk berkata-kata buruk. Tetapi berbahagialah orang yang bisa menahan diri dan lidah. Siapakah orang yang sempurna? Alkitab berkata bahwa orang yang sempurna adalah orang yang dapat menahan lidahnya. Ketika seseorang menahan lidahnya maka banyak batu yang tidak perlu dilempar ke depan sehingga tidak menghambat jalan kita. Keluarga juga demikian. Tahan nafsu, kemarahan, dan perkataan yang tidak perlu. Suatu hari depan dengan jalan yang lancar perlu dipelihara mulai sekarang. Tidak sembarangan melempar batu besar, batu busuk ke depan, agar jangan di masa depan kita menanggung akibat perbuatan kita di masa lampau.

3. Saling Menghadapi Pribadi yang Dicintai dan Dihormati dalam “I-Thou Relationship”

Kacamata adalah benda (Inggris:it), sebagai benda yang tidak mempunyai hubungan dengan saya. Tetapi dengan setiap orang yang berpribadi, tanggapan yang kita ambil harus berbeda. Sesosok pribadi mempunyai kehormatan yang tidak boleh diganggu, perasaan yang tidak boleh diejek, kewibawaan yang tidak boleh dikurangi. Tanggapan seorang pribadi harus dijaga. Perlakukan pasangan Saudara sebagai seorang pribadi. Jangan memperalat suami Anda atau istri Anda. Karena kurang menghormatinya sebagai seorang pribadi, Anda memperlakukan istri Anda secara licik. Itu sebabnya, ia menangis dan tangisannya di dengar oleh Tuhan Allah.

Maleakhi mengatakan kalimat yang sangat menyentuh saya, “Bukankah Allah mempunyai kekuatan rohani yang lebih besar sehingga bisa menciptakan lebih banyak orang? Tetapi Ia hanya menciptakan pria dan wanita menjadi satu kesatuan, bukan empat atau lima.”

[Ayat ini memang sulkit diterjemahkan. Ayat di atas dilihat dari terjemahan bahasa Mandarin. Terjemahan yang paling dekat dengan teks bahasa aslinya (Ibrani) adalah terjemahan NIV yang berbunyi, “Has not the LORD made them one? In flesh anda spirit they are his.” (“Bukankah Allah membuat mereka menjadi satu? Di dalam daging dan roh mereka dijadikan.”) Terjemahan bahasa Indonesia dekat dengan terjemahan RSV, tetapi penekanannya tetap jelas bahwa Allah hanya membuat satu wanita untuk satu pria, dan mereka dijadikan satu dengan maksud agar mereka memperoleh keturunan.]

Ayat-ayat yang kita baca menjadi prinsip penting bagi monogami, bukan poligami. Sebuah keluarga, satu suami, satu istri, menjadi satu dasar kebahagiaan yang paling penting. Barangsiapa selain istri sendiri masih berpikir tentang perempuan lain, telah tanpa sadar merusak keluarganya sendiri. Barangsiapa tidak puas dengan istri sendiri lalu melihat ke kanan dan ke kiri, orang itu merisikokan keluarganya sendiri dalam bahaya yang besar. Satu ayat yang sangat menyentuh hati dari kitab Ayub, “Aku pernah berjanji dengan mataku, bolehkah aku terus-menerus melihat seorang dara?” Sesudah menikah dan berkeluarga, berhentilah melihat perempuan lain dan puaskanlah dirimu dengan istri Anda. Biarlah istri Anda menjadi sumber kebahagiaan untuk keturunan Anda. Biarlah istri mendapat kepuasan hanya dari Anda. Biarlah Anda mendapatkan kepuasan dari istri Anda yang sah, yang dari muda Anda nikahi. Satu suami, satu istri, tidak mungkin mendapatkan penyakit kelamin. Ada peribahasa kuno mengatakan satu wanita yang bergaul rapat dengan tiga pria akan menjadi racun dalam tubuhnya. Pria yang setia kepada istrinya seumur hidupnya akan mendapatkan keturunan yang darahnya bersih, tidak terjangkit penyakit kelamin, betul-betul diberkati oleh Tuhan. Wanita yang setia kepada suami, tidak bercabang hati untuk orang lain, akan mendirikan satu keluarga yang bahagia.

Saya berani mengatakan kalimat-kalimat ini dengan suara keras karena saya tahu terlalu banyak orang yang mempermainkan cinta dan seks. Terlalu banyak orang yang meremehkan kebahagiaan keluarga. Saya berani mengatakan kalimat ini karena saya tahu ini adalah perintah Tuhan, dan ini perintah yang sudah saya jalankan. Seumur hidup saya hanya mengenal tubuh seorang wanita, yaitu tubuh istri saya. Tuhan bisa memberikan kekuatiran, pemeliharaan dan kesetiaan yang cukup jika engkau betul-betul takut kepada-Nya. Kiranya Tuhan memberkati kita masing-masing.

4. Jangan Ada Pribadi Ketiga dalam Pernikahan

Kita juga tidak mengizinkan pribadi ketiga mencampuri keluarga sehingga menjadi tidak keruan. Jikalau ada seorang wanita yang menceritakan segala kegagalan pernikahannya kepada Anda, sementara Anda sudah beristri, jangan mendengarkan terlalu banyak kalimat-kalimatnya. Karena wanita yang mencetuskan segala kesusahannya, seharusnya berbicara kepada wanita lain atau orangtua atau pendeta dan istri pendetanya, bukan kepada pria yang sudah beristri. Karena banyak bicara bisa menimbulkan simpati, dan simpati akan menimbulkan bercabangnya hati, dan sebagainya. Masalah suami-istri harus diselesaikan antara suami dan istri bersama dengan Tuhan. Jangan sampai orang ketiga campur tangan dan memberi racun dalam keluarga kita. Bagaimana pun, hubungan antara suami dan istri adalah hubungan paling intim yang tidak bisa dilampaui oleh siapa pun kecuali Tuhan sendiri. Dan hanya prinsip-prinsip dari Tuhan yang bisa memberikan penyelesaian bagi kita.

Kalau Anda mencari konselor atau psikiater, jangan lupa bahwa Anda tidak boleh mencari psikiater yang tidak berdasarkan firman Tuhan. Banyak psikiater tidak dapat menyelesaikan masalah yang timbul di dalam keluarganya sendiri. Karena ketika menjadi psikiater ia bertindak sebagai penganalisis, sedangkan dalam keluarga ia adalah subyek. Maka, hanya dengan menjadikan Tuhan sebagai Kepala keluarga Anda permasalahannya baru bisa menjadi beres. Kalau tidak, masing-masing menganggap diri sebagai kepala keluarga, dan persoalan tidak akan pernah beres.

Yang menikah adalah suami-istri, tidak seharusnya mertua ikut campur. Mertua boleh memberikan nasihat tetapi tidak boleh turun tangan untuk menjadi pengatur di rumah anak-menantu, Jika ada orang ketiga masuk ke dalam bayang-bayang cinta dan melakukan interupsi, maka kebahagiaan akan lari dari keluarga itu. Hati-hati!

5. Pikirkan Kebahagiaan Keturunan

Satu hal lagi, senantiasa pikirkan kebahagiaan untuk keturunan. Kadang ketika emosi sudah meluap sehingga ingin bercerai, maka tidak sempat berpikir tentang anak. Statistik membuktikan bahwa banyak keluarga yang terpecah belah dan tidak berbahagia menghasilkan anak yang kurang ajar. Banyak anak yang menjadi pencopet, yang tidak beres dalam masyarakat, berasal dari keluarga yang broken home. Bagaimanapun, orangtua harus memikirkan kebahagiaan anak-anak dan hari depan mereka,. Kita harus menciptakan keluarga bahagia untuk memberi kekuatan membesarkan mereka. Tidak berarti keluarga bahagia juga akan menghasilkan anak-anak yang bahagia seratus persen. Juga tidak berarti keluarga yang kurang bahagia anaknya juga tidak bahagia. Tidak tentu. Tetapi bagaimanapun, orangtua harus memikirkan anak-anaknya. Kerusakan yang dialami, kesedihan, dan luka yang ditanggung oleh anak karena suami dan istri bercekcok, sulit untuk diobati oleh apa pun. Kiranya Tuhan memberi kekuatan kepada kita untuk berpikir baik-baik bagi anak-anak kita.

Kalau Allah mempunyai kekuatan lebih untuk menciptakan banyak wanita, kenapa Allah hanya menciptakan satu? Supaya kamu mendapatkan keturunan beribadah. Salah satu kebahagiaan paling besar adalah mempunyai keturunan yang beribadah, mencintai Tuhan, yang beriman sungguh-sungguh. Hartamu yang paling besar bukan rumahmu, bukan tanah yang banyak atau angka yang panjang dalam bank, tetapi anak-anak yang beribadah dan takut kepada Tuhan, beriman, dan berkerohanian yang suci, yang akan berguna bagi seluruh dunia.KELUARGA BAHAGIA (Stephen Tong).AMIN_

Diketik ulang dari:
https://teologiareformed.blogspot.com/2020/06/keluarga-bahagia-stephen-tong.html
Videos

Tags