Latest News

Showing posts with label Sang Firman. Show all posts
Showing posts with label Sang Firman. Show all posts

Monday, January 28, 2019

SANG FIRMAN (THE WORD)

SANG FIRMAN (THE WORD)
Injil Yohanes 1 :SANG FIRMAN (THE WORD)
1. Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
2. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.
3. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
SANG FIRMAN (THE WORD). Allah mewahyukan empat Injil untuk memberikan kesaksian tentang Anak-Nya. Injil Yohanes adalah Injil di atas ketiga Injil yang lain. Injil Yohanes mengandung pengertian Kristologi yang lebih dalam daripada seluruh Kristologi di sepanjang sejarah. Kristologi dalam Injil Yohanes merupakan sumber kebijaksanaan dan pengertian yang melampaui semua kebijaksanaan yang dimengerti oleh manusia. Selain menuliskan Injil ini, Yohanes juga menulis 4 buku dalam Alkitab, yaitu 1 Yohanes, 2 Yohanes, 3 Yohanes, dan Wahyu yang menutup, merangkumkan, mengkompletkan seluruh Kitab Suci sebagai wahyu Allah.
Meski Yohanes adalah murid termuda dari Yesus, dia tidak kalah penting dari Petrus dan Paulus. Saya membahas Injil Yohanes bukan karena saya sengaja ingin menjadikan Injil Yohanes begitu penting, tetapi justru karena Injil Yohanes begitu penting maka saya harus membicarakannya dengan gentar dan dengan sungguh-sungguh supaya sesuai dengan apa yang sudah diwahyukan Tuhan melalui rasul-Nya yang begitu cinta Tuhan. Ketika saya mengajar, saya meminta murid-murid saya untuk mencari perkataan-perkataan Tuhan Yesus yang bersifat revolusioner, yang lain dari semua perkataan baik di Perjanjian Lama maupun di tengah budaya-budaya yang ada. Yohanes mencatat setiap kata-kata Tuhan Yesus yang sedemikian revolusioner.
Ketika Tuhan Yesus berada di dalam dunia, Dia berdaging dan berdarah. Firman menjadi manusia, hidup di tengah-tengah manusia, hidup bersama saudara-saudara-Nya. Yesus yang berdaging dan berdarah adalah Allah menjadi manusia. Kemudian Yesus Kristus memilih rasul-rasul yang akan diutus oleh-Nya ke seluruh dunia untuk membawa umat manusia kembali kepada Allah yang mengutus Dia. Sebelum Dia memilih dua belas murid, sepanjang malam Dia berdoa. Dia tidak gegabah, Dia tidak memilih sesuai dengan keinginan hati-Nya, tetapi Dia meminta Allah Bapa-Nya ikut campur tangan dan Allah memberikan kebijaksanaan kepada Dia sehingga Dia memilih murid-murid yang bisa memberitakan Injil ke seluruh dunia. Lalu timbullah pertanyaan, jika memang Tuhan Yesus berdoa dan dipimpin oleh Allah, mengapa Yudas ikut terpilih? Jawaban tuntas dari pertanyaan ini bukan sekarang. Pada dasarnya itu terjadi karena ada di dalam rencana Allah. Allah telah memberikan kesempatan untuk akhirnya membungkam mulut orang-orang yang mengatakan aku tidak percaya karena tidak pernah diberi kesempatan.
Ke-duabelas murid Tuhan Yesus dipilih di Galilea bukan di Yerusalem. Ini dikarenakan orang-orang di Yerusalem, para tokoh agama, justru sudah mengikat diri dengan tradisi agama mereka yang akademik dan kaku. Mereka sulit untuk membuka pintu bagi Tuhan yang mewahyukan kebenaran bagi mereka. Mereka sudah menjadi kolot dan membatasi diri. Di Yerusalem ada banyak ahli theologi, profesor, dan rabi yang sangat terkenal. Orang-orang yang dianggap paling mengerti Kitab Suci dan paling membawa tradisi agama, tetapi Tuhan Yesus tidak memilih mereka. Tuhan Yesus tahu bahwa para ahli di Yerusalem sangat menghina Galilea dan Nazaret. Galilea dianggap tidak pernah menghasilkan apa-apa dan tidak akan menghasilkan apa-apa. Di saat seperti itu, justru Tuhan Yesus tidak memilih mereka, tetapi memilih orang-orang dari Galilea. Ini menjadikan saya sangat kagum dan hormat. Kita harus hati-hati, terkadang yang akademis menghina mereka yang dianggap kurang akademis dan kurang memiliki gelar. Kita harus gemetar dan berkata, “Tuhan, biarlah kehendak-Mu saja yang jadi.” Ketika saya berkata, “Betapa agungnya Engkau.” Itu bukan karena keindahan alam ini, tetapi karena Allah telah memilih orang-orang yang dibuang oleh yang lain. Allah bisa menggunakan orang-orang yang dibuang oleh orang-orang yang merasa diri begitu intelektual.
Lima puluh lima tahun yang lalu setelah selesai perang dunia, Amerika Serikat melakukan program pemulihan Eropa yang disebut sebagai Marshall Plan. Saat itu, Marshall, pemimpin program ini, melihat bahwa Cina yang juga mengalami nasib sama tidak mungkin dipulihkan. Namun, 50 tahun kemudian, Cina bangkit menjadi negara yang begitu dahsyat. Sir Arnold Toynbee (seorang pujangga dan sejarawan terbesar abad 20 dari Inggris) mengatakan bahwa Cina akan menjadi raksasa dunia. Dua ratus tahun lalu, Napoleon pernah mengatakan, “Naga yang tidur ini akan bangun dan akan mengatur seluruh dunia.” Dan di bulan September 2008 ini, Asian Week Magazine mengeluarkan artikel dengan judul, Can China save America? (Dapatkah Cina menyelamatkan Amerika?) Yang menganggap diri hebat, jangan sombong dan jangan membius diri! Yang menganggap diri kaya, jangan congkak! Karena segala sesuatu bisa berubah dan sedang berubah. Saya melihat cara Tuhan bekerja luar biasa. Tidak ada orang yang menduga bahwa orang-orang Galilea bisa mengubah dunia, tetapi justru Yesus memilih murid dari Galilea. Dan kita melihat bagaimana Yohanes lebih mempengaruhi dunia ketimbang Aristoteles. Nama Yohanes, Yahya (versi Arab), John (versi Inggris), Ivan (versi Rusia), dan lain-lain, begitu banyak di dunia, melampaui nama Aristoteles.
Jika Petrus diduga adalah murid yang paling tua di antara semua rasul, maka Yohanes adalah murid yang paling muda di antara mereka. Petrus adalah kakak Andreas dan Yakobus adalah kakak Yohanes. Dengan demikian, pasti Yohanes lebih muda daripada Yakobus dan Andreas lebih muda dari Petrus. Maka Petrus mungkin sekali lebih tua dari Yohanes. Mengapa Tuhan Yesus sengaja memanggil Yohanes, yang paling muda untuk berjuang sampai tua, pada saat semua rasul yang lain sudah meninggal? Ini adalah kebijaksanaan Tuhan yang begitu tinggi dan kita harus dengan rendah hati mempelajarinya. Pada saat Yohanes menulis kitab Injil Yohanes, dia sudah berumur lebih dari 80 tahun. Saat itu Paulus dan Petrus sudah mati sebagai martir. Tuhan memanggil rasul yang masih begitu muda supaya dia mempunyai hidup yang paling panjang, menjadi saksi terakhir untuk mempertahankan iman Kristen tanpa kompromi. Bukan saja demikian, semua murid Yesus Kristus setelah mati, pengaruh mereka berhenti, pengaruh mereka tidak sebesar pengaruh Yohanes. Kalau kita melihat sejarah, bukankah Alkitab mengatakan Paulus mempunyai penerus seperti Timotius, Titus, dan Silas? Tapi apakah yang dicatat sejarah tentang Timotius, Silas, ataupun Titus? Siapa yang meneruskan Petrus? Sejarah tidak mencatatnya. Sejarah mencatat yang meneruskan seluruh kekristenan berasal dari sayap Yohanes. Mulai dari Yohanes, diteruskan oleh Polycarpus, Irenaeus, Hippolytus, terus sampai Augustinus.
Sekalipun Yohanes adalah murid yang paling muda, tapi ia hidup paling lama. Dia adalah seorang murid yang paling kurang matang waktu dipanggil, tapi akhirnya paling matang pada masa tuanya. Dia adalah seorang murid yang paling keras sifatnya, tapi pada waktu tua menjadi yang paling penuh cinta kasih. Ada rencana Yesus yang paling panjang untuk dunia ini melalui Yohanes yang muda sekali. Saya memikirkan, ketika ia mendengar perkataan Yesus bersama dengan Petrus, Yakobus dan lain-lain, seberapa banyak yang ia bisa terima? Tetapi sejarah mencatat, yang ditulis di dalam Injil Yohanes jauh lebih dalam dari yang ditulis di dalam Injil Matius, jauh lebih sistematis dibanding Injil Markus, jauh lebih tinggi derajat pengertiannya dibanding dengan Injil Lukas. Ini berarti Tuhan Yesus tidak menghina yang muda, dan Ia telah mempersiapkan jenius yang paling besar untuk meneruskan pekerjaan-Nya meskipun waktu dia masih muda, rasul yang lain tidak melihat potensinya. Yang penting adalah Tuhan melihat.
Sebagai orang tua, saya berkata kepadamu, ”Jikalau engkau yang muda dihina atau tidak dimengerti, tidak apa-apa, kamu harus terus berjuang pelan-pelan. Siapa tahu 50 tahun kemudian, Gerakan Reformed berada di dalam tanganmu. Waktu itu banyak orang Reformed termasuk Stephen Tong sudah mati. Engkau yang sekarang masih remaja akan memangku jabatan, akan mempunyai kewajiban yang berat untuk meneruskan Gerakan Reformed tanpa kompromi.” Sebagai hamba Tuhan, saya terus-menerus mengincar, melihat potensi pemuda ada di mana. Saya mendorong mereka agar tidak menghamburkan waktu mereka dan untuk tidak mau berkompromi dengan setan. Kita tidak boleh mempermainkan hidup kita karena ada rencana Tuhan yang besar atas diri setiap kita.
Ketika Yohanes sudah menjadi tua, dia tahu bahwa semua murid yang lain sudah mati martir, dan dia tersisa sebatang kara. Tomas yang pergi jauh, mati di India. Saat itu, Yohanes telah menjadi yang paling tua karena yang lain sudah tidak ada. Yakobus dipenggal kepalanya, Bartolomeus dipaku di atas salib yang bentuknya silang. Petrus ketika mau disalibkan, ia minta disalibkan terbalik karena ia merasa tidak layak mati disalib sama seperti Yesus.
Para murid harus mati martir karena dianggap berkhianat kepada kaisar Romawi. Kaisar Romawi disebut sebagai ‘Kyrios’ (dalam bahasa Yunani berarti Tuhan). Setiap orang yang berada di dalam wilayah kerajaan Romawi adalah milik kaisar dan mereka harus menyebut kaisar sebagai ‘Kyrios’. Orang Kristen menolak karena bagi mereka ‘Kyrios’ adalah Tuhan Yesus Kristus. Akhirnya mereka dianggap mengkhianati Kaisar dan satu per satu dipenggal kepalanya. Tetapi kalau orang Kristen itu ternyata bukan warga negara Romawi, sebagai warga negara asing mereka akan dipaku di atas kayu salib. Itulah cara mereka menyiksa, menghina, melecehkan bangsa lain. Kalau dia orang Romawi, dipotong kepalanya langsung mati. Kalau dia bukan orang Romawi, dipaku sampai berhari-hari. Tetesan darah yang terus turun manyebabkan turunnya tekanan darah dan lambat laun orang itu akan pingsan. Lubang tempat paku ditancapkan menjadi makin besar karena menyangga tubuh yang berat.
Paulus mati dengan dipenggal kepala karena ia adalah warga negara Romawi. Paulus adalah seorang Yahudi yang lahir di Tarsus, di dalam keluarga yang mampu sehingga seluruh keluarga secara legal mempunyai kartu warga negara Romawi. Itu sebabnya Paulus tidak boleh dipukul sembarangan, Paulus tidak boleh dipaku di atas kayu salib. Ketika para pembesar kota Filipi memukul Paulus karena dia mengabarkan Injil, mereka begitu kaget dan ketakutan ketika mengetahui bahwa Paulus adalah warga negara Romawi. Karena memukul orang Romawi itu merupakan pelanggaran hukum. Paulus pernah dicambuk ketika memberitakan Injil. Sebagai seorang Romawi, Paulus seharusnya tidak boleh dihukum cambuk. Tetapi tidak setiap kali Paulus menyatakan identitasnya sebagai orang Romawi. Ia rela menderita bagi Kristus dan terkadang tidak membela diri. Inilah kerohanian yang jarang diketahui orang di dunia. Inilah kerohanian Kristen. Saat ini begitu banyak orang yang mengaku mencintai Tuhan, tetapi mengalami sedikit kesulitan saja sudah menyerah, atau baru mendapat sedikit ancaman sudah sedemikian ketakutan.
Paulus mengalami dua kali dicambuk sebanyak 40 kali kurang satu. Semua ini ia rela alami demi Injil, bukan supaya mendapatkan kaya seperti banyak berita hari ini, atau supaya mendapatkan pengampunan sebagai suatu tindakan asketis menyiksa diri, tetapi sungguh-sungguh karena ia telah memberitakan Injil sejati dan dunia tidak menyukainya. Paulus dicambuk sedemikian mengerikan itu demi Yesus dan demi mengabarkan Injil. Banyak pendeta Tiongkok di bawah pemerintahan komunis yang mendapatkan penderitaan yang begitu pahit. Ada orang yang dipaksa berpuasa selama 128 hari sehingga bisa dianggap memecahkan rekor dunia, ada yang disiksa dan dipenjarakan dalam penjara yang sangat kecil dan jorok selama bertahun-tahun. Jikalau hari ini kita mengenal Injil, itu karena ada orang yang berani mati untuk mengabarkan Injil.
Ada lukisan yang besar dan sangat indah, lukisan ini menggambarkan seorang yang kurus di atas sebuah kapal sedang membawa Kitab Suci dengan tangannya, sedang jarinya menunjuk ke sorga. Matanya dan mukanya seperti kurang makan, ia memberitakan Injil. Dan di atas kapal itu, orang-orang Cina sedang menghisap candu, ada yang merokok, dan ada orang yang menertawakan Injil yang dikabarkan. Tapi ada anak kecil yang memperhatikan khotbahnya. Saya melihat ini sebagai satu lukisan yang membuktikan ada seorang yang mau pergi ke Tiongkok untuk mengabarkan Injil, meski ia masih di tengah-tengah laut ia tidak menunggu lagi dan segera memberitakan Firman meski ditolak dan diejek. Dia mau melayani Tuhan.
Lukisan semacam ini sangat menggugah hati manusia yang cinta Tuhan dan lukisan ini sangat menggugah ingatan kita bagaimana sulitnya Injil diberitakan ke negara Asia. Orang Asia cenderung sombong! Bukankah di Asia ada Kong Hu Cu? Bukankah ada Buddha? Bukankah ada Mensius? Mengapa saya harus menerima Yesus? Penghinaan semacam itu menjadikan banyak misionaris sampai mati martir di negara-negara yang jauh. Selama saya hidup, saya akan menggugah Anda untuk menjadi orang Kristen yang sejati, orang Kristen yang rela menderita, orang Kristen yang sungguh-sungguh setia kepada Tuhan. Paulus rela menderita sengsara karena ia mengerti bagaimana Kristus pernah menderita bagi kita. Inilah semangat Kristen yang sejati. Inilah fakta Kristen yang sejati. Dan inilah sejarah Kristen yang sejati. Saya sangat terharu. Kalau mau menjadi orang Kristen main-main, lebih baik tidak usah menjadi orang Kristen. Mari kita belajar baik-baik Firman Tuhan, mengerti sampai tulang sumsum semangat kekristenan, lalu berjanji: “Tuhan, saya mau menjadi murid-Mu yang baik, demi memuliakan nama-Mu.”
Yohanes pernah dipanggil dan divonis karena mengkhianati kerajaan Romawi, dan dinyatakan bahwa ia harus dibunuh. Ketika itu ia divonis hukuman mati dengan cara siksaan yang berbeda dengan yang lain. Ia akan dimasukkan ke penggorengan yang berisi minyak yang mendidih. Lalu Yohanes yang sudah berumur lebih dari 80 tahun diikat dan akan dimasukkan ke dalam penggorengan. Tapi ketika dia sudah diikat, seorang jenderal tua mengatakan, “Untuk apa menggoreng orang tua ini? Buang saja dia ke pulau Patmos. Karena di pulau yang sangat gersang itu orang akan sulit sekali untuk bisa bertahan hidup.” Tuhan memakai kalimat dari jenderal tua itu untuk menyelamatkan dia. Rasul Yohanes yang sudah berumur lebih dari 80 tahun, rela mati demi Injil dan demi imannya kepada Allah, akhirnya dilepaskan, dikirim dengan sebuah kapal dan dibuang ke pulau Patmos, hidup sebatang kara di situ. Tidak ada orang yang tahu, siapa yang melayani, siapa yang mengirimkan makanan. Mungkin di situ ada nelayan yang bergaul dengan dia atau mengasihani dia. Tetapi pada suatu hari Minggu, waktu dia sedang berdoa di hadapan Tuhan, mendadak Tuhan menyatakan kepadanya kitab Wahyu. Ini suatu peristiwa yang tidak mungkin ada pada Paulus, Petrus, dan yang lain. Jikalau tidak ada Yohanes, Kitab Suci ini tidak lengkap karena di Kitab Suci ada buku Kejadian, tetapi tidak ada buku akhirnya. Tuhan berkata, “Yohanes, Aku mewahyukan kepadamu hal-hal tentang akhir dunia ini. Aku akan memberikan kepadamu wahyu berkenaan dengan eskatos itu.” Istilah eskatos, berarti akhir. Eskatologi mempelajari bagaimana dunia akan berakhir.
Satu-satunya murid yang mengetahui bagaimana dunia ini akan berakhir adalah Yohanes. Dan dia melihat muka Yesus Kristus yang sudah mati dan bangkit berada di sorga. Yesus memakai pakaian putih dan dari mulut-Nya keluar satu pedang dan pedang itu menulis Firman Allah. Tidak ada orang pernah melihat kemuliaan Tuhan Yesus sedemikian besar. Kemuliaan seperti itu pernah dicicipi oleh 3 orang di bukit Hermon, yaitu Petrus, Yohanes, dan Yakobus. Yohanes mencatat dengan teliti semua kalimat sehingga hari ini kita mempunyai kitab Wahyu. Kita mengetahui Yesus akan datang kembali, dunia akan selesai di bawah penghakiman Tuhan yang terakhir. Saya sangat terharu, kalau saya bicara tentang Yohanes, begitu banyak hal yang menggugah saya untuk lebih mencintai Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita, memperdalam iman kita dan menambah cinta kita kepada Tuhan. Kiranya segala hormat dan pujian bagi Tuhan.
Injil Yohanes 1 : SANG FIRMAN (THE WORD)
1. Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
2. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.
3. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.
Injil adalah kesaksian tentang Sang Anak ketika Ia datang mengunjungi sejarah. Secara waktu penulisan, Injil Markus adalah yang paling dini kemudian disusul dengan Injil Matius, Lukas, dan Injil Yohanes adalah yang terakhir. Meskipun demikian, Injil Yohanes dapat dikatakan sebagai Injil yang melampaui ketiga Injil sebelumnya. Injil ini mengungkapkan lebih banyak perdebatan Tuhan Yesus dengan orang Yahudi, juga banyak menegaskan doktrin Kristen.
Ketika mengajar, saya meminta murid saya untuk mencari kata-kata Tuhan Yesus yang revolusioner, yang berbeda sama sekali dari perkataan-perkataan yang pernah ada di dalam sejarah. Dengan demikian mereka dapat melihat Yesus dalam perbandingan dengan Perjanjian Lama, perkataan para orang Farisi atau lainnya. Banyak orang beranggapan bahwa Tuhan Yesus hanyalah seorang revolusioner, seorang moralis, seorang guru agama yang mahir mengajar. Para ahli Taurat dan orang Farisi mempelajari Perjanjian Lama, dan mereka sadar bahwa Perjanjian Lama belum selesai karena Sang Mesias belum datang. Tetapi mereka tidak bisa melihat bahwa Yesus adalah Mesias yang dinyatakan dalam Kitab Kejadian pasal 3.
Hanya orang Kristen yang mengetahui bahwa Yesus adalah satu-satunya Juruselamat, pengantara antara Allah yang suci dengan manusia yang jahat. Dialah yang menggenapkan tuntutan keadilan Allah atas orang berdosa, menyatakan kesucian, keadilan, kasih, dan kebajikan Allah yang sempurna. Orang dunia tak pernah menyadari pernyataan Yesus Kristus yang sedemikian revolusioner, malah menganggap Dia terlalu arogan, berani menghujat Allah. Tidak demikian! Dia adalah Mesias yang Allah janjikan, karenanya selain Dia tak pernah ada orang yang berani mengatakan: "Aku adalah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepada Bapa kecuali melalui Aku." (Yoh.14:6) Setelah Yesus mencurahkan darah-Nya di atas salib, mati, dikuburkan, dan bangkit dari antara orang mati, barulah murid-murid yang Dia persiapkan selama 3,5 tahun menyadari bahwa Dialah Juruselamat, Allah yang berinkarnasi.
Setelah 20 tahun lebih Paulus dan Petrus mati, barulah Yohanes menulis Injil. Karena itu Injil Yohanes tak boleh tak ada di dunia. Manusia, khususnya umat pilihan Tuhan, tidak boleh tidak mengerti isi hati Tuhan dalam menyelamatkan manusia. Maka, kehadiran Kristus dalam sejarah bukan suatu kebetulan, bukan hasil hubungan tubuh pria dan wanita, bukan lahir sebagai nabi, keturunan raja, atau imam di Perjanjian Lama, melainkan Allah menjadi manusia – hal yang belum pernah ada di mitologi Tiongkok kuno ataupun pemikiran dewa-dewa Gerika atau Mesir, – lahir dari seorang perawan. Jadi, Kristus memang ajaib seperti yang tertulis di 1 Yohanes 4. Dia lahir dengan air dan darah yang mengisyaratkan bahwa Dia betul-betul lahir sebagai bayi. Namun ajaran Gnostik, bidat di akhir abad pertama, tidak percaya akan inkarnasi. Itu sebabnya, Tuhan memimpin Yohanes, satu-satunya rasul yang tersisa untuk melakukan apologetika (pembelaan dan penjelasan iman) demi mempertahankan iman yang sejati.
Surat Injil Yohanes sama dengan kitab Kejadian, diawali dengan "Pada mulanya." Bedanya adalah Musa, penulis kitab Kejadian, dipanggil Tuhan untuk mengisahkan bagaimana dunia dimulai, sementara Yohanes dipanggil Tuhan untuk mengisahkan bagaimana dunia berakhir. Jadi, Musa dan Yohanes dipanggil untuk menuliskan titik alfa dan titik omega dari Kitab Suci. Maka mereka berdua mempunyai signifikansi yang sama yaitu membuat Kitab Suci menjadi unik, satu-satunya buku yang memberitahukan kita bagaimana awal dan akhir dunia ini.
Tetapi sesungguhnya, istilah "Pada mulanya" yang ditulis oleh Musa dan Yohanes, sedikit berbeda. Yang terdapat di kitab Kejadian mengacu pada awal dari dunia ciptaan, sementara yang terdapat di Injil Yohanes mengacu pada awal dari Allah Pencipta. Maka, terjemahan bahasa Tionghoa menggunakan dua istilah yang berbeda: qi chu (untuk kitab Kejadian) dan tai chu (untuk kitab Yohanes) untuk membedakan awal alam semesta dan awal Allah yang adalah sumber segalanya, Pencipta alam semesta. Karena Allah ada maka alam semesta dan segala isinya ada. Keberadaan Allah adalah keberadaan yang tak dicipta, tak memerlukan awal karena Dialah awal dari segalanya.
Musa mengawali Perjanjian Lama dengan "Pada mulanya" karena dia mengacu kepada awal dari keberadaan alam semesta. Langit dan bumi dimulai pada saat Allah mencipta. Alam semesta adalah karya ciptaan Allah. Tetapi bagaimana dengan asal mula keberadaan Allah? Tidak seorang pun tahu. lnilah keunikan dari Injil Yohanes. Perjanjian Lama mengandung Perjanjian Baru, dan Perjanjian Baru menggenapkan Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Lama tersimpan unsur penting yang menuntun kita mengarah ke Perjanjian Baru, tetapi Perjanjian Baru-lah yang membuat kita mengerti secara konkrit akan firman yang Tuhan maksudkan di Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru menggenapi apa yang ada di Perjanjian Lama sehingga Alkitab menjadi sempurna.
Jika “Pada mulanya” dalam kitab Kejadian mengacu kepada permulaan penciptaan maka “Pada mulanya” di dalam Injil Yohanes mengacu kepada permulaan dari Allah, yaitu permulaan yang paling mula, yaitu: Firman (logos, artinya kata, kebenaran, kata-kata yang mengandung makna). Semua perkataan yang bermakna bagaikan anak kunci, induknya yang tertinggi adalah firman Allah.
Oleh karena itu, di ayat 1 tertulis, "Pada mulanya adalah firman (logos)." Istilah "logos" muncul puluhan kali di Alkitab, tetapi yang paling penting dan paling rinci tedapat do Yohanes 1:1. Pada mulanya adalah Firman, berarti Firman lebih dulu ada dari siapapun, keberadaan-Nya tak bergantung pada yang lain. Keberadaan yang bergantung kepada keberadaan lain adalah keberadaan yang tidak kekal. Berarti ada waktu di mana keberadaan yang bergantung itu belum diproduksi oleh keberadaan lain itu. Tetapi Allah itu kekal, Dia tak bergantung pada keberadaan lain, bukan produk dari keberadaan lain. Keberadaan manusia adalah keberadaan yang kontingen (kontingen berarti yang berawal dan berakhir). Dalam argumen Thomas Aquinas tentang Allah, ia menyatakan bahwa Allah haruslah merupakan keberadaan yang inkontingen, keberadaan yang yang tak berawal dan tak berakhir, yang tak bergantung pada siapa pun. Itulah yang Yohanes maksudkan dengan “Pada mulanya adalah Firman”, Firman itu ada dari kekal, ada pada diri-Nya sendiri, tak perlu ada keberadaan lain yang menjadi sumber dari keberadaan-Nya. Keberadaan yang tak bergantung, yang penuh dan sempurna pada diri-Nya sendiri, yang kekal, yang immortal (tak bisa rusak), yang tak berawal dan tak berakhir. Seperti 2 + 2 = 4 disebut sebagai kebenaran inkontingen, yang tak berawal dan tak berakhir. Kebenaran ini seperti sifat Firman, yaitu memiliki unsur kekekalan, ada pada dirinya sendiri, tak bergantung pada keberadaan lain dan tak berubah sampai selamanya. Jika kita mengerti sifat inkontingensi Firman maka tidaklah sulit untuk kita mengerti pernyataan bahwa Tuhan Yesus tak pernah berubah, dari dulu, sekarang, sampai selamanya. Firman itu inkontingen, dari mula sudah bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
1. “Pada mulanya adalah Firman”
Ayat 1 terdiri dari tiga pernyataan. Ketiga pernyataan ini tidak pernah muncul di buku, teori filsafat atau ajaran agama manapun. Jika kita bandingkan dengan perkataan-perkataan Kong Fu Zi, Lao Zi, Zoroaster, Socrates, Plato, Aristoteles, Heraklitos, Parmenides, Sakyamuni, Muhammad, dan lain-lain, semua tokoh terbesar, terpandai dalam sejarah, bahkan dengan semua nabi Perjanjian Lama, tidak ada seorangpun yang pernah mengatakan: “Pada mulanya adalah Firman. Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.” Ayat ini sangat sulit untuk dimengerti karena tidak ada orang yang pernah menyatukan Logos - prinsip kebenaran yang tak berubah itu - dengan Allah. Padahal di dalam segala sesuatu yang ada di dalam semesta pasti terdapat prinsip kebenaran yang tak pernah berubah. Matahari selalu terbit dari Timur, tidak mungkin hari ini terbit dari Timur, besok terbit dari Barat. Itu berarti terbitnya matahari memiliki prinsip dasar yang kekal, yang tak dapat dia langgar. Prinsip dasar inilah yang membuat segalanya teratur. Siapa yang menetapkan prinsip ini? Allah. Prinsip apa yang Dia pakai untuk menetapkan segalanya? Logos, prinsip yang kekal, tak berubah, keberadaan yang inkontingen; kekal, permanen, immortal karena Firman itu sendiri bersifat inkontingen.
Pada umumnya, manusia hanya peduli bagaimana mencari makan, membeli sesuatu, mendapatkan nyonya yang seperti ini dan itu. Hanya orang yang memiliki pemikiran yang dalam akan meneliti prinsip kekal yang ada di alam semesta, yang tak mungkin diganggu-gugat oleh raja atau penguasa manapun. Barangsiapa tak mau takluk pada prinsip ini, dia akan mati. Prinsip ini disebut kebenaran kekal yang tak berubah. Maka Yohanes berkata: "Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Tak mungkin kita menemukan pernyataan seperti itu di buku lain karena kebenaran yang ada di buku adalah kebenaran yang manusia bayangkan, sementara kebenaran yang Yohanes katakan adalah wahyu Allah. Ketika Saudara berada di atas sebuah gunung, mungkin saudara heran mengapa air yang mengalir dari mata air di gunung tidak habis-habis dan mengalir sampai ke laut, lalu siapa yang membawa kembali lagi ke gunung? Dengan dalil apa terjadi aliran ini? Di sini kita melihat, tidak mungkin semua keteraturan itu terjadi jika bukan Tuhan Allah yang mengatur semua itu berdasarkan dalil-Nya. Dalil di mana ada pemuaian dan penguapan terhadap air yang terkena panas matahari, lalu dalil yang terjadinya pencairan kembali, dan dalil gravitasi yang menyebabkan air itu harus jatuh kembali ke tanah. Hanya Tuhan Allah yang mampu membuat dalil seperti ini. Itulah karya Logos.
2. “Firman itu bersama-sama dengan Allah”
Pada mulanya adalah Logos, Logos bersama­-sama dengan Allah, dan Logos itu adalah Allah. Dua ribu enam ratus tahun silam filsuf di Timur sudah memikirkan tentang Logos, dan 2.450 tahun silam filsuf Barat juga memikirkan tentang Logos. Maka istilah Logos di filsafat Gerika, istilah Dao di filsafat Tionghoa, dan istilah Brahma di filsafat India sama adanya. Apa itu Logos? Logos adalah prinsip yang mengatur segala sesuatu yang ada di alam semesta sehingga alam semesta menjadi sedemikian teratur. Ungkapan yang terpenting tentang dao terdapat di Dao De Jing, buku tulisan Lao Zi, seorang pejabat tinggi yang saat tuanya merasa kecewa akan dunia yang begitu bejat. Ia menyatakan bahwa manusia mengutamakan uang bukan moral dan kejujuran. Maka ia mengambil keputusan untuk menghabiskan sisa hidupnya di gunung, jauh dari dunia. Dia pergi dengan menunggang seekor kerbau tua sambil meniup seruling. Ketika tiba di gerbang kota, penjaga gerbang mengenali dan memastikan bahwa dia adalah Lao Zi, maka penjaga itu memohon agar sebelum pergi Lao Zi meninggalkan ajarannya. Lao Zi kemudian menuliskan kristalisasi pikiran-pikirannya yang kemudian dibukukan. Huruf yang dia tulis memang tak banyak, tetapi maknanya amat dalam. Kalimat pertamanya: “kebenaran (dao) yang dapat diutarakan bukanlah kebenaran (dao) yang kekal. Nama yang bisa disebut bukanlah nama yang kekal.” Artinya semua kalimat yang bisa dikatakan, bukanlah kata-kata yang inkontingen; nama yang bisa disebutkan bukanlah nama yang inkontingen. Lao Zi adalah filsuf terbesar, hidup sezaman tetapi usianya lebih tua dari Konfusius. Konfusius pernah mengarungi gunung, rimba, sungai dan gurun, ingin belajar dao dari Lao Zi, yang di Dao De Jing ps. 25 mengatakan: ada sesuatu yang misterius, yang ada sebelum langit dan bumi ada, dia beredar terus, tak pernah melekat, ada pada dirinya sendiri, independen dan tak pernah berubah. Jadi, konsep Logos yang tidak dapat rusak, tidak dapat berubah, tidak dapat digerakkan, telah muncul 2.600 tahun silam di dalam pikiran Lao Zi. Tiga ratus tahun kemudian, juga muncul di pikiran Aristoteles. Logos yang inkontingen, tak berubah, tapi bergerak tanpa henti, tak berubah dan tak bergantung. Konsep ini dimengerti oleh Lao Zi sebagai ibu alam semesta (mother of universe), sumber dari segala yang ada. Sayangnya, ia akhirnya harus mengakui dan menyatakan bahwa: aku tak tahu namanya, maka kusebut "besar" dan dengan terpaksa kuberi nama Firman (dao). Maka, ketika Saudara membandingkan Injil Yohanes dengan filsafat Lao Zi, Konfusius, Uphanisad dari India, filsafat Herakletian, atau Stoicisme dan semua filsafat dunia lainnya, Saudara akan menemukan bahwa Tuhan telah memilih Yohanes untuk mengutarakan sesuatu yang tidak mungkin manusia mengerti.
Lao Zi menulis di pasal 42: Firman (dao) melahirkan satu, satu melahirkan dua, dua melahirkan tiga, tiga melahirkan segala sesuatu. Sayang, pengertian Lao Zi berhenti sampai di situ. Meski begitu, saya sangat kagum padanya karena filsafatnya adalah wahyu umum yang tertinggi, yang Allah berikan pada filsafat China kuno, lebih tinggi dari wahyu umum yang Dia berikan pada filsafat Gerika sekitar 200 tahun kemudian. Tak seorang pun di dunia mendapatkan wahyu umum setinggi Lao Zi maka dia berani menegur Konfusius. Bukankah Konfusius juga seorang tokoh yang hebat, yang dipandang sebagai orang suci di sejarah Tiongkok, tapi soal pengertiannya tentang Firman, dia kalah dengan Lao Zi. Maka waktu mereka bertemu, Lao Zi justru menegur dia: “Singkirkan sifatmu yang arogan. Jika tidak, sampai mati pun engkau tak akan mungkin mengerti Firman.” Konfusius sangat terkejut karena Lao Zi memandangnya sombong. Memang ada orang-orang yang baru mengerti sedikit Theologi Reformed, baru menjadi Majelis, baru lulus Sarjana Theologia, baru memimpin gereja besar, sudah sombong luar biasa. Lao Zi menegur Konfusius, singkirkan sikapmu yang arogan dan motivasimu yang kurang murni agar semua itu tak menjadi rintangan bagimu untuk mengerti Firman.
Maafkan kalau saya mengatakan bahwa krisis ekonomi global kali ini disebabkan oleh beberapa profesor dari University of Chicago, yang berhasil mencetak banyak profesor ekonomi, bahkan ada yang pemah meraih hadiah Nobel. Mereka menganggap diri begitu hebat dalam pengetahuan ekonomi, sukses dalam mengajarkan: (1) Memakai uang untuk meraup keuntungan dan mendapatkan uang lebih banyak lagi. Prinsip ini membuat orang menjadi serakah, mau menjadi kaya tanpa perlu bekerja. (2) Setelah kekayaannya terus bertambah, tidak mau patuh pada prinsip yang Tuhan tetapkan, lalu hidup berfoya-foya. Maka, begitu ekonomi global hancur, mereka juga hancur semua. Mengapa demikian? Karena sombong dan menganggap diri hebat lalu menghina Krugman, yang baru belakangan ini dipandang penting bahkan tahun ini menerima hadiah Nobel. Padahal 8 tahun silam dia sudah terus mengritik bahwa kebijakan ekonomi George Bush dan University of Chicago salah kaprah, tapi ia malah dibenci oleh banyak orang. Sampai ketika ekonomi global terpuruk, barulah orang menyadari bahwa pandangannya benar.
Lao Zi begitu berani mengritik Konfusius, tokoh yang sangat besar di mata orang: sikapmu sombong, motivasimu tak benar, maka kau tak mungkin dapat mengerti dao. Biar kita tetap rendah hati di hadapan Tuhan, mau menerima teguran dari firman Tuhan. Karena siapa pun kita, hanyalah manusia yang bisa mati, tak ada satu pun yang pantas kita sombongkan. Konfusius tak pemah melampaui Lao Zi dalam hal mengerti dao, induk dari segala keberadaan yang independen.
3. “Firman itu adalah Allah”
Namun konsep Lao Zi berbeda dari pengertian Yohanes. Yohanes berkata: “Firman yang kekal itu bersama-sama dengan Allah, Firman itu adalah Allah.” Pernyataan ketiga di ayat 1 ini tidak pernah ada di dalam ajaran Konfusius maupun Lao Zi. Lao Zi hanya menyebut: firman (dao) adalah dalil yang tak berubah. Urutan yang ada di alam semesta adalah: ren fa di; manusia hidup menuruti prinsip bumi, bumi menuruti dalil langit, langit menuruti dalil firman kekal, yang ada pada diri-Nya sendiri. Namun, istilah "Allah", "mencipta" tak pernah muncul di dalam filsafat Lao Zi. Sementara Yohanes, hanya dengan tiga pernyataan di ayat pertama, dia mengemukakan Firman itu dengan jelas.
Ketika Saudara membacanya, mungkin Saudara akan melihatnya sebagai sekedar sebuah kalimat biasa. Kalimat biasa yang ditulis oleh seorang dari Galilea yang dianggap kurang akademis. Ia bukan seorang farisi atau ahli Taurat dari Yerusalem, tetapi ia adalah orang yang Tuhan Yesus pilih. Ia mendapatkan wahyu dari Roh Kudus untuk menuliskan pernyataan-pernyataan yang jauh melampaui tulisan orang yang memiliki pendidikan akademis tertinggi: “Pada mulanya adalah Firman.” Dilanjutkan dengan pernyataan kedua: “Firman itu bersama-sama dengan Allah.” Yang terjadi sejak permulaan dan dilanjutkan dengan pernyataan ketiga: “Sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala sesuatu yang telah dijadikan.” Apa maksud dari kalimat yang sangat rumit ini? Segala sesuatu dijadikan oleh Dia; Firmanlah yang menciptakan alam semesta dan segala isinya.
Sepintas sepertinya pernyataan ini berbeda dengan pernyataan di dalam Kejadian 1:1 yang menyatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu. Justru lewat Yohanes, Allah memberi kita pengertian yang jauh lebih dalam dari pengertian yang ada di dalam Kejadian 1:1 (Allah menciptakan langit dan bumi), hal yang sudah kita ketahui puluhan tahun silam. Yohanes memberitahu kita: “Firman menciptakan segala sesuatu.” Hal ini bukan mengontraskan antara Allah dan Firman, tetapi justru agar kita bisa melihat bahwa konsep Allah Tritunggal sudah dinyatakan dengan sangat jelas di Perjanjian Lama, karena di Kejadian 1 sudah terdapat dalil yang menyatakan hal itu.
Di dalam Yohanes 1 ditegaskan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dengan Firman. Allah berfirman, jadilah terang maka terang itu jadilah. Firman itu siapa? Itulah Logos. Dengan kata lain, dengan Firman, Allah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Karena tak ada satu pun Firman yang keluar dari mulut Allah yang tak mengandung kuasa. Ketika Allah berfirman, Dia menggunakan nafas sebab tidak ada orang yang berkata-kata tanpa menggunakan nafas. Nafas adalah wadah yang memuat kata-kata yang keluar dari mulut-Nya. Jadi, langit dan bumi adalah karya Allah Tritunggal. Yang berkata-kata adalah Allah, kata-kata yang keluar dari mulut-Nya adalah Logos, nafas yang Dia pakai untuk menghembuskan kata-kata keluar dari mulut-Nya adalah Roh Kudus. Dengan kata lain, Allah menggunakan nafas, Roh Kudus, untuk mengutarakan kata-kata, Logos. Dengan demikian, sejak Kejadian 1:1 Alkitab sudah memperkenalkan konsep Allah Tritunggal. Hanya saja, kita hanya membaca: “Allah berfirman jadilah terang, maka terang itu jadi” tanpa menyadari bahwa semua itu adalah karya Allah Tritunggal yang misterius. Sampai di Injil Yohanes baru mata kita dibukakan: “Pada mulanya adalah Firman, Firman bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.”
Di ayat 3 Yohanes tidak menyebut Allah adalah pencipta segala sesuatu, melainkan menyebut Firman sebagai pencipta segala sesuatu. Hal ini dikarenakan di ayat 1 sudah ditegaskan bahwa Firman itu adalah Allah. Dengan kata lain, Allah memakai Kristus sebagai pengantara dalam menciptakan langit dan bumi. Karena Firman, Logos, dalil, prinsip inkontingen, yang kekal inilah yang Allah pakai untuk mencipta segala sesuatu. Oleh karena itu, di dalam segala sesuatu terkandung Fiman, Logos, sehingga sebutan untuk semua disiplin ilmu diakhiri dengan "logi" seperti: geologi, biologi, zoologi, dan lain-lain.
Saat kita mempelajari geologi misalnya, kita mempelajari "logika" yang ada di bumi. Saat kita studi philology, kita meneliti "logika" yang ada di balik philo, bahasa. Begitu juga saat kita mempelajari psikologi, kita mempelajari logika yang ada di balik psikis. Ketika kita mempelajari bidang studi apapun, sebenarnya kita sedang mempelajari "logika" yang tersimpan di bidang itu. Jadi, melalui menyelidiki seluruh alam semesta kita menemukan bahwa Logos berada di dalam segala sesuatu yang Allah ciptakan. Itulah arti dari ayat ini, selaras dengan apa yang tertulis di surat Ibrani: "Karena iman, kita mengerti bahwa alam semesta telah dijadikan oleh Firman Allah." (lbr.11:3) Dunia yang tampak dicipta oleh dunia yang tak tampak. Itu sebabnya, di dunia yang tampak, di setiap bidang ilmu selalu terdapat logika karena memang tak ada satu ciptaan Tuhan yang tidak logis.
Semua ciptaan Tuhan begitu teratur, begitu terorganisir karena Dia menciptanya dengan prinsip yang logis; segala sesuatu berasal dari Logos. Dengan kata lain, Logos jauh melampaui logika, Logos adalah Kristus. Alam semesta dicipta oleh Oknum kedua, Firman, yang pada mulanya sudah bersama-sama dengan Allah dan adalah Allah. Itulah membuat kita mengetahui bahwa alam semesta diciptakan Tuhan melalui Kristus. Segala sesuatu diciptakan oleh Kristus. Kristus adalah Logos yang menjadi induk bagi semua yang logis. Kristus beserta dengan Allah dan Kristus adalah Allah. Puji Tuhan!
Injil Yohanes adalah kitab ke-empat yang Tuhan pakai untuk menyaksikan Anak-Nya datang ke dunia. Jelas bahwa kitab ini bukan saksi tunggal karena saksi tunggal tidak sesuai dengan prinsip kebenaran seturut firman Allah. Sejak dalam Perjanjian Lama tidak diizinkan seorang mengadu kepada tua-tua hanya dengan saksi tunggal. Jikalau engkau melihat seorang bersalah dan akan mengadukannya, maka engkau harus mempunyai dua atau tiga orang saksi. Saksi tunggal bukanlah prinsip Alkitab; saksi tunggal dianggap tidak sah karena saksi tunggal memberikan lowongan kepada Iblis, dapat memudahkan orang yang dendam untuk mencari-cari alasan menjatuhkan orang yang tidak bersalah. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan memakai prinsip yang sama, jika ada majelis atau penatua yang bersalah dan ada yang mau mengadukan, maka harus ada 2 atau 3 orang saksi.
Agama Kristen berbeda dengan agama lain karena Alkitab yang adalah wahyu Allah, tidak diterima oleh saksi tunggal. Dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru diperlukan 40 orang yang hidup di zaman dan latar belakang budaya yang berbeda; meski demikian Alkitab menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dicela. Alkitab adalah kesaksian dari Tuhan yang sama; diberikan melalui orang-orang yang tidak sama. Demikian juga dengan Injil, Tuhan memakai 4 saksi bukan saksi tunggal. Prinsip ini merupakan prinsip yang penting sekali.
Mengapa sekalipun Matius, Markus, dan Lukas sudah menuliskan kesaksian, Yohanes masih diperlukan untuk menuliskan Injil yang keempat? Itu dikarenakan ada bagian yang belum tersentuh oleh ketiga saksi sebelumnya. Ketika Yohanes menulis Injil Yohanes, ketiga Injil lainnya sudah ditulis puluhan tahun sebelumnya. Ketika itu, Paulus dan Petrus sudah lebih dari 20 tahun meninggal dunia. Urutan keempat Injil secara kronologis sebenarnya pertama-tama adalah Injil Markus (Markus adalah juru tulis Petrus), kemudian disusul Injil Matius. Setelah dua Injil ini ditulis, maka muncul dokter Lukas, seorang Yunani. Orang Yunani mempunyai kepekaan pentarikhan dan proses sejarah yang jauh lebih peka daripada bangsa-bangsa lain.
Sebagaimana kita ketahui, bahasa Yunani mempunyai bentuk tenses yang jauh lebih rumit dari bahasa apapun di seluruh dunia. Susunan kronologi yang paling tepat dan teratur terdapat di Injil Lukas. Namun, setelah ketiga Injil selesai ditulis dan diedarkan, Tuhan masih memanggil Yohanes untuk menulis kesaksian yang keempat. Unsur dari inti sifat ilahi Kristus yang tidak begitu dipentingkan dalam ketiga Injil yang lain menjadi signifikansi yang unik dari Injil Yohanes. Matius memperkenalkan Kristus sebagai Raja orang Yahudi di dalam kerajaan yang disebut Kerajaan Sorga. Istilah Kerajaan Allah digunakan di tiga Injil lainnya, tetapi Matius secara khusus menggunakan istilah Kerajaan Sorga. Sebenarnya istilah ini sama, tetapi Matius khusus menekankan bahwa kerajaan yang dibangun Kristus berlainan dengan kerajaan di dunia. Semua kerajaan di dunia ini adalah kerajaan yang sementara, sedangkan Kerajaan Sorga adalah kerajaan yang kekal. Markus menekankan bahwa Yesus Kristus adalah Allah yang turun ke dalam dunia menjadi budak dan pelayan bagi seluruh umat manusia. Sedangkan Lukas menuliskan Yesus sebagai manusia yang utuh, Dia mempunyai sifat kemanusiaan yang sempurna, Dia mempunyai kemanusiaan yang dibuktikan melalui segala sesuatu yang pernah dialami, kesulitan yang dirasakan, penderitaan yang diterima. Semua itu membuktikan bahwa Dia adalah manusia yang penuh sengsara, seperti dinyatakan dalam Yesaya 53. Penekanan Injil Yohanes terletak pada Yesus Kristus sebagai Firman yang menjadi daging, Dia adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, Dia tetap mempunyai sifat ilahi sewaktu berada di dunia. Injil Yohanes adalah satu-satunya Injil yang tidak mencatat tentang kelahiran Yesus dan kenaikan-Nya ke sorga. Bukan karena Yohanes tidak percaya, tetapi baginya Kristus adalah Allah. Dengan demikian tidak dipentingkan bagaimana Ia dilahirkan dan bagaimana Ia naik ke sorga.
Pada kalimat pertama Injilnya, Yohanes mencatat, “Pada mulanya adalah Firman.” Dia mulai dengan satu kata dalam bahasa Gerika, yaitu arche. Arche dipakai oleh Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, dan oleh para filsuf sebagai yang disebut awal dari filsafat, awal pencarian hikmat. Para filsuf mau menyelesaikan satu hal, yaitu permulaan alam semesta. Thales mengatakan bahwa pada permulaan adalah arche (permulaan) yang bentuknya adalah air. Lalu, muridnya mengatakan bahwa pada permulaan bentuknya adalah uap. Sedangkan murid dari muridnya mengatakan permulaan itu bentuknya tak terbatas, sesuatu yang tidak terbatas.
Alkitab mencatat bahwa Yesus memanggil murid-murid-Nya dari Galilea, dan bukan dari Yerusalem. Bukankah Galilea merupakan tempat yang dihina oleh Yerusalem? Bukankah propinsi ini tidak mempunyai pendidikan terlalu tinggi? Apakah Yesus Kristus sengaja memanggil orang Galilea untuk menghina orang Yerusalem? Atau mungkinkah Yesus tidak mau murid-Nya terlalu pintar? Tidak! Apakah Yesus sengaja memanggil orang Galilea supaya lebih mudah untuk diatur? Tidak! Yesus memanggil mereka yang rendah hati. Banyak orang yang setelah berpendidikan tinggi menjadi congkak. Kecongkakan itu menutup kemungkinan mereka mendapat anugerah Tuhan secara lebih lagi. Meskipun secara gelar dan kesempatan belajar orang Galilea tidak tinggi, tetapi potensi yang ada pada Yohanes, Petrus, dan murid lain dari Galilea akhirnya mengagumkan seluruh dunia. Pengaruh Petrus dan Yohanes dalam seluruh sejarah manusia jauh melampaui pengaruh Sokrates, Plato, dan Aristoteles. Yohanes mempunyai kemauan untuk mendengar dan mengetahui segala sesuatu secara mendetail. Ia menerima semua yang diajarkan oleh Tuhan Yesus secara tuntas. Pada akhirnya ia dipakai Tuhan untuk mewariskan satu kitab yang melampaui teori filsafat semua orang di dunia, yaitu Injil Yohanes. Tulisannya melampaui pemikiran baik filsafat Timur, filsafat Cina – Konfusius maupun Lao Tze –, filsafat Barat, filsafat Gerika – dari Heraklitos atau Stoicisme –, maupun filsafat India dari Uphanisad ataupun Buddhisme. Yesus tidak mencari orang bodoh untuk dilatih di bawah-Nya, sebaliknya Yesus menemukan orang yang paling bijaksana namun karena mereka tidak mempunyai sesuatu yang dibanggakan maka mereka tidak menjadi arogan. Inilah pemuda pemudi yang dicari Tuhan. Tuhan mampu mendudukkan orang yang miskin di samping raja yang kaya, Tuhan mampu mengangkat orang dari tempat sampah menjadi orang yang paling bijaksana di seluruh dunia.
Ketika Injil Yohanes ditulis, Injil Matius, Markus, dan Lukas sudah jadi dan tersebar; jadi sebenarnya apa yang bisa ditulis lagi? Ternyata, dari sejak dia menulis kalimat pertama, langsung Injil Yohanes melampaui seluruh agama dan semua filsuf. Kalimat pertama yang muncul langsung mengejutkan seluruh dunia. Yohanes menulis kalimat pertamanya “pada mulanya”. Frasa ini menjadi pergumulan seluruh filsafat Gerika, yaitu ’arche’ (permulaan). Istilah ‘arche’ dikejar oleh Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, dan orang-orang penting pada zaman itu, termasuk filsuf-filsuf lain dalam Miletian School (Arus Pikir Miletus).
Ketika Yohanes menggumulkan tentang ‘permulaan,’ langsung ia menuliskan bahwa ‘pada mulanya’ adalah Firman, bukan air, bukan udara, bukan infinitas. Thales mengatakan “air adalah keberadaan yang paling awal dan paling ultimat.” Muridnya mengatakan bahwa udara adalah bentuk paling mula yang ada atau tampak. Muridnya yang lain lagi mengatakan, “Yang menjadi awal segala sesuatu adalah infinitas.” Pythagoras mengatakan, “Bilangan adalah faktor terpenting yang menjadi pembentuk segala realitas.” Baginya seluruh dunia tergantung pada angka. Angka di dalam seluruh tubuh (misalnya jumlah sel, dan lain-lain) menentukan engkau menjadi orang seperti apa. Angka menjadi sumber segala sesuatu; angka menentukan suara. Kalau angka 264 Hz itu adalah nada C. Angka menentukan segalanya termasuk kekayaanmu. Ketika nilai saham banyak yang turun, banyak orang stres. Saya tidak terpengaruh karena saya tidak bersandar kepada kekayaan. Bersandar kepada Tuhan membuat imanmu menjadi kuat, berbeda dengan yang lain.
Kita telah membahas bahwa istilah “In the beginning” (‘pada mulanya’) di dalam Alkitab hanya ada di dua tempat, yaitu di kitab Kejadian dan kitab Yohanes. Kitab Kejadian (ditulis oleh Musa) dimulai dengan ‘Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi’. Yohanes menulis, ‘Pada mulanya adalah Firman’. Kalau kita membandingkan antara Musa dan Yohanes, mereka sama-sama menuliskan ‘permulaan,’ di mana Musa menuliskan dalam bahasa Ibrani dan Yohanes menulis dalam bahasa Yunani. Namun, wilayah yang mereka tulis sangat berbeda. Ketika Musa menulis, dia sedang menceritakan permulaan alam semesta yang diciptakan oleh Tuhan. Sedangkan Yohanes tidak menceritakan permulaan alam semesta. Yohanes menuliskan sebelum segala sesuatu ada; permulaan dari segala permulaan, yaitu Tuhan Allah sendiri.
Jadi, terdapat perbedaan esensi “permulaan” yang sangat besar. Jikalau kitab Kejadian mencatat permulaan dari segala yang dicipta; maka Yohanes mencatat permulaan Sang Pencipta. Dalam bahasa Tionghoa, kedua istilah ini ditulis dengan kata yang berbeda. Di dalam Kejadian 1:1 dikatakan ‘qi zhu’ sedangkan dalam Yohanes 1:1 dipakai ‘dai zhu’. Permulaan di kitab Kejadian adalah permulaan dari segala sesuatu ciptaan dalam karya Tuhan Allah, tetapi Yohanes mengatakan ‘permulaan’ itu bukan permulaan ciptaan, bukan permulaan sejarah, bukan permulaan ruang dan waktu. Allah ada lebih mula dari permulaan segala yang dicipta. Permulaan karya Allah itu adalah permulaan dari segala yang dicipta. Permulaan Allah adalah permulaan yang tidak dicipta. Di sini kita melihat perbedaan keberadaan yang contingent (kontingen) dan keberadaan yang incontingent (inkontingen). Contingent existence (keberadaan yang kontingen) dan incontingent existence (keberadaan yang inkontingen) sangat berbeda.
Contingent bersifat terbatas dan sementara; incontingent bersifat tidak terbatas dan kekal. Misalnya: Stephen Tong ada mulai tahun 1940 (karena itu tahun kelahiran saya). Maka, Stephen Tong belum pernah ada di tahun 1930 dan pada waktu itu Stephen Tong tidak ada. Jadi saya ada pada waktu saya lahir, kelahiran saya menjadi permulaan saya. Permulaan saya tidak dapat dibandingkan dengan permulaan sejarah, karena ketika sejarah mulai, saya belum ada. Sampai kapan Stephen Tong ada? Jika Stephen Tong ada hingga tahun 2000, maka Stephen Tong ada selama 60 tahun. 60 tahun itu disebut span of my existence (rentang keberadaan saya). Setelah tahun 2000 saya tidak ada, maka engkau tidak bisa lagi membicarakan Stephen Tong akan mengadakan KKR di mana pada tahun 2001. Keberadaan saya adalah keberadaan yang riil, faktual, dan sungguh-sungguh, tetapi ada mulanya dan ada akhirnya. Mula dan akhir ini menjadi ikatan bagi keberadaan saya dan keberadaan saya tidak mungkin melampaui 2 angka ini.
Setelah seseorang tidak ada lagi, kita hanya bisa mengingatnya dalam memori. Bagi yang melahirkan anak sebelum mati, maka dianggap bahwa he is survived by his son (ia diselamatkan oleh anaknya), hidupnya di dunia diteruskan oleh anaknya. Orang Tionghoa menganggap hal ini penting sekali. Mensius mengatakan salah satu kekurangajaran terbesar adalah orang yang menikah lalu tidak mau punya anak. Akibatnya orang Tionghoa menganggap bahwa agama Kristen adalah agama Barat yang mengajar anak untuk tidak taat pada orang tua. Padahal, agama lain pun juga impor dari negara lain, termasuk agama Buddha di Tiongkok diimpor dari India, dan justru mengajarkan agar para rohaniawannya tidak menikah. Ini jelas melanggar prinsip dan kebudayaan orang Tionghoa.
Ketika Yohanes mengatakan “pada mulanya adalah Firman”, ia menyatakan tentang sesuatu yang kontingen dan inkontingen. Jika saya ada mulai tahun 1940 dan meninggal pada tahun 2000, namun saya melahirkan David Tong dan dia bisa hidup sampai 2080, maka melalui keberadaan David Tong, saya bisa meneruskan keberadaan saya hingga tahun 2080. Ini disebut silsilah satu keluarga. Suatu keberadaan kontingen diselamatkan melalui kelanjutan keberadaan kontingen lainnya. Hal ini merangsang pikiran seorang filsuf bernama Thomas Aquinas, dengan bukunya “The Five Ways of Evidence that God Exists.” Ia mengatakan, “In the contingent existing world, there must be one incontingent existence forever and ever.” Di dalam keberadaan dunia yang kontingen, harus ada suatu keberadaan inkontingen yang selama-lamanya ada. Kalau keberadaan inkontingen tidak ada, maka keberadaan kontingen tidak mungkin ada. Keberadaan kontingen boleh ada dan boleh tidak ada karena bersifat sementara dan tidak mutlak. Tetapi, tidak mungkin bisa ada keberadaan kontingen jika tidak ada keberadaan inkontingen yang mutlak, yang melandasi semua keberadaannya. Maka “keberadaan inkontingen merupakan keharusan mutlak untuk menjadi fondasi dari seluruh keberadaan kontingen. Inilah Allah”. Di antara 5 jalan untuk membuktikan Allah ada, salah satunya adalah keberadaan inkontingen yang mutlak ini harus ada. Maka Allah tidak bisa tidak ada. Musa sudah mengatakan bahwa “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Di sini keberadaan kontingen telah dihasilkan oleh keberadaan Allah yang inkontingen. Dengan demikian dunia dan Pencipta dipisahkan. “Perbedaan kualitatif antara Pencipta dan ciptaan” adalah ciri khas iman Kristen. Bagaimanapun manusia menghina Tuhan, Tuhan tidak akan berubah karena Dia adalah Pencipta langit dan bumi, suatu keberadaan yang inkontingen.
Ketika Yohanes menulis, dia melampaui Perjanjian Lama. Dia bukan lagi menulis tentang keberadaan kontingen dan inkontingen, tetapi langsung membicarakan sifat inkontingensi yang begitu hebat. Yohanes tidak menulis “pada mulanya ada Allah dan Allah mempunyai teman baik yang namanya Firman. Lalu firman itu juga sama-sama dengan Dia sebagai Allah.” Tetapi dia menulis secara total terbalik. “Pada mulanya ada Firman. Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.” Saya sangat kagum dengan cara penulisan Yohanes. Dia sekarang mengatakan tema dari seluruh Injil ke-4, yaitu “Allah telah menjadi manusia di dalam sejarah”. Firman menjadi daging. Firman datang ke dunia. Firman yang menjadi kunci untuk mengaitkan dunia yang dicipta dengan Pencipta. Firman menjadi perantara bagi manusia yang dicipta dan Tuhan Pencipta. Di sini kebenaran yang begitu tegas dan jitu langsung disampaikan.
Yohanes berbicara tentang Firman untuk menegaskan tentang dasar iman Kristen, yaitu Allah Tritunggal. Jika ia menuliskan “pada mulanya ada Allah” maka itu tetap menunjuk ke Pribadi Pertama, Allah Bapa. Namun kini ia ingin menekankan bahwa yang menjadi daging itu adalah Allah, tetapi Pribadi Kedua. Untuk itu ia menekankan bahwa “pada mulanya ada Firman.” Cara penulisan di sini begitu ketat sehingga tidak memberikan kemungkinan salah mengerti. Penggunaan istilah “Firman” sedemikian penting. Istilah ini tidak sanggup dipikirkan oleh para filsuf atau para pendiri agama. Di seluruh dunia ada 27 kebudayaan yang paling penting, tetapi yang mengerti hal ini hanya tiga, yaitu Tiongkok, Gerika, dan India. Di Tiongkok, ‘Firman’ dimengerti sebagai ‘tao’; di India sebagai ‘brahma’; dan di Gerika sebagai ‘logos’.
Yohanes mengatakan ‘pada mulanya adalah Firman, Firman beserta Allah, Firman itu adalah Allah.’ Kalimat kedua dan ketiga sangat berbeda dengan semua filsafat yang ada. Ini berarti Firman itu inkontingen, ada pada Dirinya, kekal, tidak bisa rusak dan cukup dalam Dirinya. Jadi, semua yang berada karena dicipta adalah keberadaan yang sementara, yang kontingen, dan yang inkontingen hanyalah Firman. Di sini tidak dikatakan bahwa pada permulaan adalah Allah karena memang Allah itu ada pada mulanya. Tidak dikatakan bahwa yang inkontingen itu adalah Allah meskipun Allah memang inkontingen. Yang dikatakan adalah “pada mulanya Firman”, sehingga Firman itu inkontingen. Dalil yang paling mutlak di sini adalah “ada pada dirinya sendiri” (Self-existence). Saya berada karena ayah saya berada, ibu saya berada, dan mereka menikah, sehingga saya ada. Keberadaan saya kontingen karena merupakan hasil dari keberadaan orang tua saya. Demikian juga keberadaan kedua orang tua saya. Yang inkontingen adalah dalil-dalil yang mengandung sifat kekal dan memiliki kekuatan yang melampaui semua yang kontingen. Jadi pada mulanya ada kebenaran; pada mulanya ada prinsip dasar, ada unsur-unsur kebenaran yang tidak perlu dimulai. Allah tidak memerlukan suatu keberadaan yang mendahului keberadaan Diri-Nya dan menyebabkan keberadaan Diri-Nya. Dalil kebenaran ini namanya Firman. Pada mulanya adalah Firman dan Firman itu bersama Allah. Berarti Allah adalah Allah yang mempunyai dalil kebenaran sejak kekal, yang bersama-sama berada dengan dalil yang tidak berubah sejak kekal. Allah adalah Allah yang berfirman sejak kekal dan adalah Allah yang tidak berubah sejak kekal. Kita bukan memikirkan Allah yang tidak masuk akal atau kontra-logika, tetapi justru kita sedang membicarakan Allah yang kekal, yang bersifat inkontingen dan melampaui semua yang kontingen.
Pada mulanya adalah Kebenaran, Kebenaran itu beserta Allah, dan Kebenaran itu adalah Allah sendiri. Oleh karena itu, kita tidak boleh berbicara sembarangan tentang Kebenaran, karena Kebenaran itu sendiri adalah Tuhan Allah. Janganlah sembarangan mengatakan “saya benar dan engkau tidak benar”. Pernyataan itu harus ditunjang dengan sudah seberapa kita berpihak pada Allah yang adalah Kebenaran itu sendiri, sudah mengerti Kebenaran Firman Tuhan dengan tepat, dan mengerti rencana Allah, sehingga dengan kebenaran yang menempel itu kita berani mengatakan “saya punya kebenaran”. Konfusius tidak pernah mengatakan dia adalah kebenaran. Sakyamuni tidak pernah membicarakan dirinya adalah kebenaran. Hanya Yesus yang mengatakannya. Saya selalu mempersalahkan mulut saya yang kurang pintar menjelaskan. Sebenarnya seumur hidup saya berusaha menuntut diri untuk memikirkan secara tuntas dan berusaha agar mengerti bagian Firman Tuhan yang paling sulit. Itulah tugas yang diberikan oleh Tuhan kepada saya.
Pada mulanya adalah Firman, Firman beserta dengan Allah dan Firman adalah Allah. Kalimat ini mengandung dua loncatan. Pertama, yang ‘beserta dengan’ bagaimana mungkin ‘adalah’? Istri saya beserta dengan saya dan istri saya adalah saya? Bukankah hal ini tidak mungkin? Di sini Yohanes ingin menyatakan bahwa: Yang disebut Firman itu adalah Pribadi berbeda dari Allah Bapa, tetapi Dia juga Allah dan tetap bersifat Tunggal. Ini adalah konsep baru di Perjanjian Baru yang tidak ada pada seluruh Perjanjian Lama. Yohanes memiliki supra-logika yang dari Allah sendiri. Dari sejak permulaan, Firman beserta Allah, maka jika Allah kekal, maka Firman juga kekal. Allah inkontingen, demikian pula Firman inkontingen. Allah tidak membutuhkan fondasi untuk menjadi dasar bagi diri dan keberadaan-Nya, demikian juga Firman. Dari sejak permulaan, Firman dan Allah bersatu. Baru nanti di ayat 3 dikatakan segala sesuatu dicipta oleh Dia.
Kristologi yang paling ketat dimulai dari Yohanes. Tiga Injil sudah mencatat mujizat dan peristiwa yang dilakukan oleh Yesus di dalam dunia, maka Yohanes tidak perlu menulisnya lagi. Dia langsung menulis bahwa yang di dunia itu Firman, Dia pada mulanya sudah ada, Dia beserta Allah, Dia adalah Allah, tetapi menjadi daging di dunia. Yesus berinkarnasi dan Dia berdarah daging. Dengan penulisan di ayat 14 yang mengatakan “Firman menjadi daging,” membuktikan bahwa Yohanes percaya Yesus lahir melalui prosedur yang sama. Ketika anak itu dilahirkan, dua hal keluar bersama, yaitu air and darah. Tidak ada bayi yang lahir tanpa keluar air and darah. Dalam I Yohanes, dikatakan ‘yang datang melalui air dan darah adalah Yesus Kristus. Hal ini membuktikan bahwa dia percaya bahwa Yesus dilahirkan melalui prosedur seperti biasa dan ditambah dengan dari Roh Kudus. Jadi, yang bersaksi adalah air, darah, dan Roh Kudus. Air dan darah membuktikan lahir seperti anak biasa, sedangkan Roh Kudus membuktikan Dia lahir dalam naungan Roh Kudus, yang menyebabkan anak dara Maria melahirkan seorang anak laki-laki. Sejak dari Yesaya 9:6 sudah dinyatakan bahwa seorang laki-laki diberikan. Dalam teori medis, seorang bayi laki-laki hanya mungkin dilahirkan oleh seorang perempuan jika dibuahi oleh sperma laki-laki. Kromosom wanita hanya memiliki faktor XX, sedangkan pria XY. Maka, untuk menghasilkan bayi laki-laki (XY) haruslah ada unsur laki-laki. Tetapi Maria bisa melahirkan seorang bayi laki-laki dari Roh Kudus. Ini menggenapkan apa yang telah dinubuatkan dalam kitab Yesaya tersebut.
Dalam ayat 3 ditulis: “melalui Dia diciptakan segala sesuatu”. Itu berarti Allah Tritunggal adalah Pencipta alam semesta. Ketika saya berbicara, ada kalimat yang keluar dari mulut saya bersama dengan nafas saya. Udara atau nafas itu menampung kata-kata yang keluar dari mulut saya. Ada tiga hal, 1) saya bicara, maka 2) keluar kata-kata, dan saat itu 3) nafas berjalan. Jadi, aku, kata, dan nafas. Demikian Alkitab mengatakan Allah berfirman ketika mencipta. Allah berfirman maka setelah Firman keluar, Roh Kudus keluar sebagai nafas Tuhan Allah. Kata keluar dari Bapa. Kata itu Firman. Firman itu Anak. Melalui Firman diciptakan segala sesuatu dan Firman itu keluar. Tidak mungkin Firman itu keluar sendiri karena Firman keluar mengekspresikan kemauan Tuhan Allah. Maka, kuasa keluar bersama Firman. Tidak ada Firman Allah yang tidak mengandung kuasa. Firman itu keluar untuk mengekspresikan kehendak Allah dan kuasa itu keluar untuk menggenapkan kehendak Allah. Dengan demikian Allah Bapa berbicara dan yang dibicarakan itu adalah kata dari Anak, yaitu Firman. Dan ketika Firman keluar, Roh Kudus menggenapkan menjadikan ciptaan. Dia adalah Firman, Dia beserta Allah dan Dia adalah Allah. Sepintas kita bisa memandang bahwa ayat 3 seperti berlebihan, tetapi sebenarnya merupakan pengutaraan kalimat yang paling rumit di seluruh Alkitab. Tetapi ini ditulis begitu rupa oleh Yohanes yang begitu cerdas, sehingga memerlukan pengertian kesadaran yang luar biasa untuk mengertinya. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan hikmat-Nya melalui Firman-Nya.
Yohanes adalah seorang rasul yang sebelumnya adalah seorang nelayan di Galilea. Seorang filsuf Perancis, Voltaire, pernah berkata, “Biarlah Yesus yang mendirikan agama-Nya bersama dengan dua belas orang Galilea menegakkan kekristenan; dan biarlah saya, seorang diri, orang Perancis, menghancurkan mereka semua.” Apa yang Voltaire katakan ternyata secara realita terjadi tepat kebalikannya. Yesus tidak memilih Nikodemus yang sangat akademik atau para ahli Taurat dari Yerusalem. Salah satu sekolah Reformed yang sempat menjadi sekolah yang paling penting di dunia, yaitu Free University of Amsterdam, setelah 80 tahun hancur imannya. Akademiknya kuat, tetapi imannya hilang. Pengaruh dari Petrus, Yohanes, dan Paulus melampaui Socrates, Aristoteles dan Plato sepanjang 2.000 tahun sejarah manusia ini. Ini membuktikan bahwa Yesus bukan orang bodoh yang salah memilih orang atau tidak mampu memilih orang yang pandai dan akademis.
Mengapa Yesus memanggil dan memakai Yohanes? Di antara sekelompok murid yang sudah dewasa dan cukup matang, Tuhan Yesus memanggil seorang remaja untuk ikut masuk ke dalam kelompoknya. Dia adalah Yohanes. Yohanes masih sangat muda, tidak berpendidikan tinggi, dan belum memiliki pengalaman hidup yang limpah. Sepertinya tindakan Tuhan Yesus memanggil Yohanes adalah sebuah keputusan dan pemilihan yang salah. Tetapi fakta tidak seperti itu, buktinya setelah tiga tahun mengikut Yesus, Yohanes lebih mengerti isi hati Tuhan Yesus ketimbang Petrus, Yakobus, ataupun murid-murid yang lain. Di bagian ini, saya ingin kita sungguh melihat pribadi Yohanes. Karena ia dipanggil di usia yang sangat muda, maka ketika para rasul yang lain sudah ‘dipanggil’ Tuhan, ia masih hidup di dalam dunia. Ketika Yohanes menulis Injil Yohanes, Petrus dan Paulus telah meninggal sekitar 22 tahun sebelumnya. Petrus disalibkan terbalik, Paulus dipenggal kepalanya. Memang ajaran mereka masih terus berlanjut, meneruskan apa yang Tuhan Yesus berikan kepada mereka, tetapi siapa yang akan melanjutkan pekerjaan Tuhan di dunia ini? Di sini Tuhan memakai Yohanes. Ketika Petrus dan Paulus sudah meninggal, gereja menghadapi 4 musuh besar. Bagaimanapun setianya mereka, mereka tetap tidak bisa berperang untuk mempertahankan kebenaran. Saat menulis Injil Yohanes, usia Yohanes sudah sekitar 90 tahun. Mengapa orang setua itu masih harus menulis sesuatu yang sedemikian bermutu, begitu mendalam, dan begitu tinggi sampai melampaui semua buku akademis? Yohanes sadar bahwa Tuhan telah memilih dia sejak usia remaja dan dia tahu bahwa itu berarti ada tugas tersendiri baginya, yaitu menjadi saksi Tuhan dan mempengaruhi sejarah yang akan datang.
Di saat usia Yohanes sudah mencapai 90 tahun, Injil memang sudah tersebar kemana-mana. Orang Kristen juga sudah tersebar ke banyak tempat. Tetapi pada saat yang sama, musuh Kristen juga timbul dan berkembang di mana-mana. Orang Kristen yang benar harus memiliki kejelian untuk melihat bahwa di dalam kekristenan selalu ada yang palsu, ada gereja-gereja yang palsu, ada orang-orang Kristen yang palsu, yang bagaikan serigala berbulu domba. Banyak serigala seperti ini menyeludup masuk ke dalam gereja menjadi pendeta dan merusak iman Kristen. Kita tidak boleh hanya asal melayani Tuhan tanpa bisa menemukan mana ajaran yang salah dan palsu, kita harus mengajak jemaat dengan setia kembali “mengerti kebenaran Firman secara komprehensif, lalu dengan segenap hati berperang untuk Kebenaran itu”. Hanya dengan cara demikian kita setia kepada Tuhan.
Jika kita peka, siapakah musuh Tuhan yang harus dihadapi oleh Yohanes?
Musuh 1: Penganiayaan Politik.
Ketika Tuhan Yesus masih hidup di dalam dunia, orang-orang Israel diizinkan oleh kerajaan Romawi untuk memanggil Allah itu Tuhan dan tidak dihukum. Kerajaan Romawi dimulai sekitar tujuh abad sebelum Yesus lahir, masih dalam bentuk suatu negara yang kecil. Remus dan Romulus mendirikan satu negara kerajaan yang bernama Roma. Romawi pertama kali menjadi kekaisaran di masa Agustus, di mana ia menjadi kaisar pertamanya. Nama Agustus adalah nama yang ia gunakan setelah menobatkan dirinya sebagai Kaisar. Nama aslinya adalah Jenderal Octavianus. Setelah menjadi kaisar pertama, ia mengubah sistem negara menjadi kekaisaran. Di zaman itulah Tuhan Yesus dilahirkan. Ketika masih dalam bentuk negara, Roma berusaha membuat suatu badan permusyawarahan lalu memproteksi teritori yang ada pada mereka. Selain itu mereka juga membentuk militer yang kuat untuk berperang melawan orang-orang yang datang menyerang mereka. Lambat laun mereka mulai melakukan ekspansi. Agresi mereka didasarkan pada prinsip: sebelum diserang, lebih baik menyerang dan menghancurkan terlebih dulu. Cara ini mengakibatkan ekspansi dari teritori Romawi tidak habis-habisnya. Tetapi lama-kelamaan mereka menjadi makin arogan. Roma telah menjadi sesuatu negara yang wilayahnya melampaui kerajaan apapun yang pernah muncul di dalam sejarah. Wilayahnya melampaui kerajaan Babylonia, Asyria, Makedonia, Mesir, Venisia dan berbagai kerajaan lainnya, yang pernah menjajah hingga meliputi beberapa benua. Pada waktu itu, Roma telah menjajah 3 benua, yaitu Afrika bagian utara, Asia Barat dan Tengah, dan hampir seluruh Eropa, bahkan sampai menyerang Britania Raya (sekarang: Inggris). Mereka menjadi kekaisaran yang sangat besar dan mengalahkan semua musuh mereka. Setelah mengalahkan mereka semua, maka Octavianus memproklamasikan dirinya sebagai kaisar pertama kekaisaran Roma (the First Emperor of Roman Empire) dan menggunakan nama Kaisar Agustus.
Setelah menjajah sedemikian luas wilayah, ia menemukan bahwa ada satu daerah jajahannya yang tidak mau mengakui dia sebagai Tuhan, yaitu orang Yahudi. Bangsa yang kecil ini paling sulit dijajah dan ditaklukkan. Semua orang Roma menyebut kaisar sebagai Tuhan. Hanya orang Yahudi yang tetap menolak menyebut kaisar sebagai Tuhan. Mereka berkata bahwa Tuhan itu hanya Yehovah saja, Pencipta langit dan bumi. Kekaisaran Roma sedang menghadapi satu bangsa yang kecil, namun begitu kaku dan tidak mau kompromi. Bagi orang Yahudi, kaisar hanya hidup beberapa puluh tahun lalu mati, tetapi Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan yang hidup dan Tuhan yang kekal adanya. Setelah bermusyawarah maka diberlakukan suatu sistem untuk negara Yahudi, yaitu menjalankan dua sistem. Satu negara dengan dua sistem bukan yang pertama kali oleh Deng Xiaoping, tetapi sudah diberlakukan oleh kekaisaran Romawi. Bagi orang Yahudi, “satu-satunya Tuhan adalah Allah, dan hanya Yehovah itulah Allah. Di samping Allah tidak ada Tuhan yang lain. Inilah kepercayaan dan iman kami, inilah wahyu dari Allah.” Maka, akhirnya orang Romawi membiarkan hal ini berlaku. Romawi mengirimkan ribuan tentara untuk menjaga keamanan wilayah ini. Suatu pemerintahan yang sudah kuat selalu menjadi lemah. Kelemahannya ialah perasaan tidak aman. Akibatnya, mereka mengalami perasaan ketakutan sehingga perlu untuk memperkuat kekuatan militer. Kekuatan militer diperlukan saat kekuatan batinnya menjadi lemah. Ini adalah psikologi militer. Di seluruh wilayah Romawi, paling banyak tentara ditempatkan di wilayah Yudea, khususnya menjelang dan selama hari Paskah. Saat itu, jumlah tentara bisa mencapai 180.000 orang. Mereka begitu takut kalau orang Yahudi memberontak dan menghancurkan kerajaan Romawi.
Mengapa pemerintahan Roma, yang tadinya membiarkan adanya dua sistem dalam satu negara, kemudian berubah dan membunuh begitu banyak orang Kristen? Hal ini disebabkan oleh karena mereka melihat suatu perubahan yang serius. Sebelumnya, orang Yahudi hanya memanggil Tuhan kepada Yehovah yang tidak kelihatan. Ini tidak menjadi masalah buat mereka. Tetapi sekarang, orang Kristen memanggil Tuhan kepada Yesus, orang Nazaret yang kelihatan itu. Berarti ada Tuhan lain yang juga manusia selain kaisar. Apalagi yang disebut Tuhan itu adalah Yesus yang sudah mati dan bangkit kembali. Dan kini pengaruh Yesus terus meluas tidak hanya di Yudea dan dapat menjadi ancaman bagi eksistensi kekaisaran Romawi. Maka, mereka mulai melawan dan melakukan penganiayaan. Penangkapan dan penganiayaan berlangsung terus-menerus, yang dicatat di dalam kitab Kisah Para Rasul. Kisah Para Rasul mencatat bahwa setelah Roh Kudus turun di hari Pentakosta, maka mulai banyak orang yang berseru: Yesus adalah Tuhan! Gejala ini diperhatikan terus oleh kerajaan Romawi.
Sebenarnya, sebelum orang Romawi menganiaya, orang-orang Farisi sudah terlebih dahulu menganiaya orang Kristen. Mereka tidak suka karena orang-orang Yahudi yang dahulu menjadi pengikut mereka, kini mulai menjadi pengikut Yesus. Akibatnya, orang-orang Kristen melarikan diri ke berbagai tempat ke luar negeri. Ketika mereka melarikan diri ke berbagai tempat di seluruh jajahan Romawi, giliran kerajaan Romawi yang kini mulai cemas. Mereka kini ikut menganiaya orang Kristen. Banyak orang Kristen yang dibunuh dan dipenggal kepalanya. Di kota Roma ada catacombs, yaitu tempat perlindungan bawah tanah, di mana dulu orang-orang Kristen bersembunyi dan beribadah di situ. Terowongan bawah tanah itu panjangnya bisa mencapai 1 km.
Musuh 2: Dunia Akademis.
Musuh gereja yang kedua adalah seluruh pemikiran yang sering disebut akademis, berbagai macam filsafat dan orang-orang yang pandai menulis makalah. Mereka menghina, mengejek, menindas, menyindir agama Kristen karena orang Kristen tidak lagi patuh kepada dewa-dewa. Mereka tidak percaya orang mati bisa bangkit dan juga kelahiran Yesus melalui anak dara Maria. Bagi mereka, semua ini merupakan pikiran yang tidak masuk akal. Ajaran sedemikian dianggap sebagai pikiran yang melawan rasio. Di abad ke-2 dan abad ke-3 Masehi, para Bapak Gereja seperti Justin Martyr, Athenagoras merupakan apologet-apologet abad pertama. Mereka mulai bersimpati pada orang Kristen karena penghinaan makin lama makin meluas, bahkan mereka sampai memfitnah bahwa orang Kristen membunuh bayi dan makan daging orang. Semua fitnahan, ejekan, umpatan, sindiran dari filsuf, dunia akademis masa itu, bahkan sampai masa kini, menjadi musuh ke-2 dalam kekristenan.
Musuh 3: Pemalsu Injil.
Musuh gereja dan kekristenan ketiga adalah orang-orang yang bukan Kristen sejati me­nu­lis injil dan memalsukan nama-nama rasul. Ini paling bahaya. Mereka mengaku sebagai orang Kristen bahkan berani memakai nama rasul-rasul, lalu memalsukan Injil. Mereka menulis cerita mereka sendiri lalu menyatakannya sebagai Injil. Mereka menulis apa yang disebut injil Barnabas, injil Filipus, injil Maria Magdalena, dan sebagainya. Semua itu bukan Injil yang asli. Gejala seperti ini tetap bisa terjadi sampai sekarang, di mana orang yang bukan karena panggilan Tuhan, tetapi memakai jubah pendeta lalu mendirikan gereja, menarik orang, mengumpulkan perpuluhan dan persembahan orang untuk dirinya pribadi. Ini semua adalah musuh gereja yang terselubung. Mereka bisa menipu orang-orang Kristen yang dangkal iman dan pengertiannya. Oleh karena itu, ajaran-ajaran palsu yang memakai nama rasul-rasul itu bisa beredar di dunia. Ketika ajaran-ajaran palsu dan kitab-kitab palsu mulai banyak beredar di masa gereja awal, saat itu Petrus maupun Paulus sudah tidak ada. Yang sudah meninggal tidak lagi bisa memberikan ajarannya yang benar; yang masih hidup mulai mempermainkan Injil dan menulis semaunya sendiri, melawan kekristenan dan mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Di tengah kondisi seperti ini hanya Yohanes yang masih tersisa. Pada saat akhir abad pertama ini beredar puluhan Injil, termasuk yang palsu. Maka di dalam kondisi seperti ini, Yohanes harus menuliskan Injil Yohanes.
Yohanes dipanggil oleh Tuhan Yesus sejak muda dan ia begitu setia mengikut Yesus. Yohanes begitu teliti mendengarkan setiap Firman yang dikatakan oleh Tuhan Yesus. Sampai tua ia mengingatnya dan tidak ada ajaran yang disangkalnya. Ia tidak melupakannya, tidak mengubah, dan tidak menyeleweng dari kebenaran yang pernah dia terima sendiri secara langsung dari Tuhan Yesus. Kini dia harus seorang diri menghadapi semua musuh-musuh gereja ini. Dia harus dengan berani berperang melawan semua musuh sambil terus bersandar dan takut akan Tuhan. Ia mulai mengambil pena, sebagai seorang tua dia menuliskan Injil Yohanes.
Ketika Saudara mempelajari semua ini, kiranya Roh Kudus bekerja dalam hatimu, menyadarkan engkau betapa besarnya kewajiban kita sebagai orang Kristen untuk mempertahankan firman kebenaran Tuhan. Kita juga menyadari betapa besar resiko yang harus kita hadapi ketika kita berperang di dunia dan tidak bermain-main mempertahankan kebenaran Tuhan. Yohanes tidak bisa tinggal dengan tenang, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekelilingnya. Ia digerakkan oleh Roh Kudus untuk menulis Injil Yohanes. Orang tua yang sudah berusia 90 tahun ini, tidak tidur melainkan berdiri tegak untuk melawan semua musuh gereja dan semua injil palsu.
Musuh 4: Orang Kristen Pura-Pura.
Musuh gereja yang berbahaya lainnya adalah orang Kristen yang seringkali berlaku secara munafik. Di dalam gereja ada orang Kristen yang pura-pura, yang datang hanya untuk setor muka, tetapi bukan sungguh-sungguh mengikut Tuhan. Kelakuan mereka tidak sesuai dan tidak mencerminkan iman yang sejati. Mereka menjual Yesus dengan cara hidup mereka yang munafik. Di tengah-tengah situasi seperti ini Yohanes tampil dan Yohanes menulis Injil Yohanes.
Seperti telah dipaparkan di artikel sebelumnya, Injil Yohanes adalah Injil yang keempat dituliskan setelah Markus, Matius, dan kemudian Lukas. Injil Yohanes muncul paling akhir dan di dalam berpuluh-puluh tahun ini bahaya yang mengancam gereja sudah sangat mengerikan dan sudah sangat universal. Tuhan memelihara orang muda ini untuk hidup sampai tua sekali. Ini anugerah Tuhan. Yohanes dibuang ke pulau Patmos di usia tuanya, ia dengan sabar hidup di pulau terpencil itu. Waktu Yohanes berada di pulau Patmos, pada satu hari Minggu dia melihat langit terbuka, Yesus hadir, Yesus menyatakan diri dengan muka yang bercahaya lebih daripada matahari dan Yesus memakai pakaian putih dari atas sampai bawah, begitu berwibawa, suci, penuh kemuliaan dan harkat. Keluar dari mulut Yesus, satu pisau bermata dua dan di atasnya terukir firman Allah. Yohanes berlutut di hadapan Allah dan mendapatkan wahyu tentang bagaimana dunia akan berakhir. Saya tidak bisa membayangkan, apa jadinya jika Tuhan tidak mewahyukan kitab Wahyu ini kepada Yohanes. Tanpa kitab Wahyu, maka seluruh Alkitab kita tidak akan menjadi sempurna. Satu-satunya kitab di dalam sejarah umat manusia, satu-satunya kitab di atas segala agama manusia, adalah kitab yang disebut Alkitab. Kitab yang dimulai dengan apa yang kita kenal sebagai Penciptaan Allah dan berakhir dengan Wahyu Allah tentang akhir sejarah alam semesta ini. Kitab suci adalah satu-satunya buku yang mencatat bagaimana alam semesta dimulai dan satu-satunya buku yang mencatat bagaimana dunia ini akan selesai. Kitab yang mencatat totalitas sejarah ini bukanlah kitab dari mitologi Yunani, bukan mitos dari India atau Cina, juga bukan buku-buku agama lainnya.
Tidak ada kitab yang mengungkapkan bagaimana awal terjadinya alam semesta kecuali buku pertama dari Perjanjian Lama; dan tidak ada kitab yang menyatakan bagaimana dunia berakhir kecuali kitab terakhir dari Perjanjian Baru. Inilah satu-satunya buku yang lengkap dan sempurna, buku yang memberitahukan segala pekerjaan Allah dari Alpha sampai Omega, dari penciptaan (Creation) sampai penyempurnaan (Consummation). Dan pusat dari seluruh berita ini adalah kebenaran Injil. Dari semua Injil, Injil yang merupakan Injil di atas semua Injil adalah Injil Yohanes. Jika ketiga Injil yang lain sering kali disebut sebagai Injil Sinoptis (Injil yang memiliki banyak kesamaan), maka Injil Yohanes merupakan Injil yang memiliki keunikan yang sangat khusus. Injil Yohanes tidak banyak mencatat mujizat Yesus, tetapi Injil Yohanes mencatat banyak catatan tentang Yesus yang tidak dicatat oleh Injil yang lain. Yohanes mencatat doa Tuhan Yesus yang begitu panjang kepada Bapa-Nya, berkaitan dengan relasi Bapa dan Anak yang begitu intim. Yohanes hidup begitu dekat dengan Tuhan Yesus. Di Alkitab dicatat dua hal: Petrus mengikut Tuhan Yesus dari jauh karena takut bahaya yang bisa mencelakakan dia. Tetapi Alkitab mencatat Yohanes mengikut Yesus dari dekat. Yohanes ingin mengerti isi hati Tuhan dan itu ia tuliskan dalam Injil Yohanes. Injil Yohanes mencatat tentang Allah Roh Kudus, Parakletos, Pribadi Ketiga dari Allah Tritunggal dengan begitu tajam, yang tidak dicatat oleh Injil yang lainnya. Injil ini adalah Injil di atas semua Injil.
Saya bersyukur kepada Tuhan karena siapakah kita dan hak apakah yang kita miliki untuk boleh mengerti Injil Yohanes seperti ini. Setiap kali saya menceritakan tentang Yohanes, saya ingin menangis karena saya ingin sekali menjadi murid Yesus seperti Yohanes yang boleh mengutarakan, memberitakan khotbah yang tidak diutarakan orang lain, karena lebih dekat dengan Dia. Kiranya Tuhan menyimpan ini di dalam hati kita.
Gereja yang bertumbuh itu adalah gereja yang hidup. Atau jika kita balik, gereja yang tidak hidup adalah gereja yang tidak bertumbuh. Ada sebuah gereja yang setelah 20 tahun jemaatnya tetap 40 orang. Sepertinya stabil, yang dulu masih kecil sekarang sudah jadi besar, dan yang tua sekarang sudah meninggal. Di halaman bagian belakang gereja, ada kuburan. Jadi halaman depan untuk orang hidup yang datang ke gereja, halaman belakang untuk kuburan orang yang sudah mati. Dalam bahasa Belanda, ‘kerk’ itu gereja, kalau ‘kerkhof’ itu kuburan. Ketika saya bertanya apakah mereka pernah memberitakan Injil membawa orang lain datang kepada Tuhan, mereka menjawab bahwa membawa orang percaya begitu susah. Oleh karena itu, mereka lebih suka melahirkan anak saja, supaya jumlah tetap konstan. Inilah church growth by genetics (pertumbuhan gereja melalui kelahiran). Jika penginjilan tidak dijalankan, gereja tidak pernah berkembang secara sehat. Gereja bertumbuh melalui 3 cara:
1. Pertumbuhan gereja melalui kelahiran.
2. Pertumbuhan gereja melalui migrasi (perpindahan) – pertumbuhan ini bersifat semu dan tidak sehat.
3. Pertumbuhan gereja melalui penginjilan – ini yang paling baik dan Alkitabiah.
Ayah saya menjadi Kristen satu tahun menjelang dia meninggal dunia. Sebelumnya dia penyembah leluhur. Satu tahun sebelum dia meninggal, ada seorang ibu tua yang terus-menerus datang ke rumah dan memberitakan Injil. Karena dia terus datang, ibu saya mulai marah kepadanya dan berkata: “Tolong hormati orang lain! Kamu punya agamamu sendiri, dan saya punya agama saya sendiri. Silakan kamu ke gerejamu dan biarkan aku ke kelenteng kami. Tidak perlu datang-datang lagi ke sini.” Ibu saya mulai mengusir ibu itu.
Ingatlah, ketika Saudara diusir oleh orang pada saat memberitakan Injil, ada pahala untuk anda di sorga. Saya pernah diusir ketika memberitakan Injil di sekolah, di rumah sakit, dan bahkan diusir dari toko orang. Tetapi untuk Tuhan, saya berusaha untuk tetap sabar, tahan, dan rela dipermalukan. Akhirnya semua itu menjadi satu kemahiran rohani yang matang. Sebelum mereka membenci engkau, mereka sudah membenci Tuhan Yesus terlebih dahulu. Anak Allah telah menderita lebih banyak dan lebih berat dari setiap kita, sampai Dia dipaku di kayu salib. Bagaimanapun kita dianiaya, dipermalukan, diusir, semua itu hanya membuktikan bahwa saya adalah murid Tuhan Yesus. Makin dianiaya, iman menjadi semakin teguh.
Suatu hari kakak saya sakit panas dan panasnya semakin hari semakin tinggi. Meskipun kakek saya pemilik toko obat yang terkenal di kota Xiamen, namun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan kakak saya. Ibu saya mulai gelisah dan ketakutan terjadi sesuatu dengan kakak saya, dan dia pergi ke kelenteng untuk menanyakan bagaimana anaknya bisa disembuhkan. Kelenteng memberitahu bahwa untuk menyembuhkan, keluarga kami harus mengadakan pesta besar dengan 48 meja. Sekalipun rumah kami begitu besar dan memiliki belasan kamar, tetapi seluruh meja yang ada di rumah kami tidak sampai 20 buah. Ibu saya akhirnya menyerah. Setelah 28 hari panas itu tetap tidak turun. Pada hari yang ke 29, ibu tua itu datang lagi dan mendoakan kakak saya. Sungguh ajaib dan Tuhan bekerja. Sore harinya, demam kakak saya yang sudah begitu lama mulai turun tanpa memakan obat apapun. Sejak saat itu, ibu saya mulai mau pergi ke gereja, dan kemudian semua anak-anaknya diajak ke sekolah minggu. Satu tahun kemudian, ayah saya meninggal. Ibu saya selalu mengatakan satu kalimat: “Jangan lupa ada seorang ibu tua yang pernah mengabarkan Injil.” Itu berarti, kalau kita tidak memberitakan Injil kepada orang lain, kita telah melupakan anugerah Tuhan. Hidup yang berarti adalah hidup yang menghidupkan orang lain. Gereja yang baik adalah gereja yang membawa manusia kembali kepada Tuhan.
Kita telah membicarakan sebelumnya bagaimana Tuhan memanggil seorang murid yang relatif masih berusia sangat muda di antara murid-murid lain yang sudah dewasa dan matang. Usia Yohanes mencapai lebih dari 90 tahun. Dan pada masa tuanya, semua rasul lainnya telah meninggal. Ketika itu dia tersisa sendirian. Namun, usia tua, kesendirian, bukan membuat Yohanes semakin lemah dan malas. Dia mengangkat tangannya yang telah gemetar untuk menuliskan Injil Yohanes. Inilah pimpinan Tuhan yang menyisakan rasul yang paling muda ini untuk menantang zaman yang menakutkan. Seperti telah dibahas sebelumnya, Yohanes menghadapi 4 musuh yang sangat menakutkan, yaitu: (1) pemerintahan sekuler Romawi; (2) para filsuf yang menghina; (3) orang yang memalsukan kekristenan; dan (4) orang Kristen pura-pura. Di sini Yohanes berdiri untuk menyatakan kebenaran Tuhan.
Peran Yohanes sedemikian penting, karena tanpa pelayanannya, Kitab Suci tidak bisa lengkap. Tanpa Yohanes, manusia hanya bisa mengetahui bagaimana dunia ini dicipta dan tidak tahu bagaimana dunia ini berakhir. Tanpa tulisan Yohanes, kita tidak pernah tahu hal-hal yang tidak dicatat oleh Matius, Markus, dan Lukas. Yohanes adalah seorang pemuda yang sedemikian teliti, yang sedemikian sungguh-sungguh dan dia memiliki ingatan yang tajam. Dia mengingat semua perkataan penting yang pernah diucapkan oleh Kristus selama berada di dunia. Rasul Yohanes adalah rasul yang tidak pernah luput, tidak pernah absen, dan tidak pernah terlewatkan di dalam setiap pertemuan dengan Yesus Kristus, selama Dia hadir di dunia ini. Baik ketika Tuhan Yesus berada di gunung, ketika transfigurasi, dia ada. Ketika Tuhan Yesus di Getsemani, berdoa di masa-masa paling sulit, dia juga hadir di situ. Ketika Tuhan Yesus diadili, dia mengikut Yesus dari dekat. Bahkan ketika Tuhan Yesus disalibkan di Golgota, semua murid yang lain melarikan diri, Yohanes tetap berada dekat mengikut Yesus. Dia begitu teliti. Dia ingin mendapatkan setiap perkataan Kristus, dan dia tidak mau melewatkan setiap kalimat yang dia sadari begitu penting. Inilah pemuda yang diperkenan oleh Tuhan Yesus. Dengan sikap seperti ini, dia menulis Injil Yohanes.
Injil Yohanes dimulai dengan kalimat “Pada mulanya adalah Firman.” Kalimat ini merupakan tantangan yang sangat besar bagi kebudayaan Yunani. Tuhan rela meninggalkan bahasa Ibrani dan memilih bahasa Yunani untuk melanjutkan pewahyuan kebenaran bagi umat manusia. Di dalam Perjanjian Lama, Yunani tidak mendapatkan tempat. Di dalam Perjanjian Baru, bahasa Ibrani dibuang oleh Tuhan. Istilah “pada mulanya” di dalam bahasa Yunani (Gerika kuno) adalah “arkhe” (άρχη). Pengertian “arkhe” ini telah diselidiki 500 tahun sebelum Yohanes menulis Injil Yohanes. Beberapa filsuf Gerika yang paling penting, seperti Thales, Anaximander, Anaximenes, yaitu orang-orang yang dianggap sebagai Bapa-Bapa Filsafat Gerika Kuno, mencoba menyelidiki asal mula alam semesta.
“Pada mulanya” itu apa sebenarnya? Awal alam semesta ini dimulai dari apa? Para filsuf dianggap paling berbijaksana karena mereka adalah orang-orang pertama yang merenungkan dari alam semesta ini menuju ke ta meta ta fisika (melampaui yang fisik). Dari sini kemudian muncul apa yang kita kenal sebagai metafisika. Mereka menyadari bahwa di belakang yang fisika itu ada sumber dan penopang yang melampaui fisika. Mereka melihat adanya fondasi yang menjadi dasar di belakang yang tidak kelihatan ini. Immanuel Kant mengatakan bahwa semua yang bisa kita raih dan pikirkan dengan akal hanyalah merupakan dunia fenomena. Dan di belakang apa yang tampak dan bisa diraih dengan indera dan pikiran ini, ada dunia lain yang melampaui dunia fenomena, yang disebut sebagai dunia noumena. Jadi bagi Kant, ada dua lapisan dunia. Kant mengakui adanya beberapa hal yang tidak mungkin bisa dicapai oleh manusia, sekalipun dia paling pintar, paling berjiwa logika. Dunia fenomena adalah dunia yang bisa dirasakan melalui panca-indera, lalu signal-signal itu diproses oleh otak kita menjadi masukan pikiran. Pikiran akan menganalisa, melakukan spekulasi dengan logika, melakukan perhitungan, dan akhirnya mengambil kesimpulan pikiran yang rasional. Namun, di belakang itu masih ada hal yang tidak mungkin dimengerti karena terlalu tinggi, terlalu sulit, terlalu supra-logika, sehingga pikiran manusia tidak mungkin bisa mencapainya. Maka, dalam kasus ini, saya percaya bahwa Kant sedang kembali kepada cara pikir Plato. Zaman Immanuel Kant adalah zaman di mana Rasionalisme sedang merajalela di Eropa.
Rasionalisme di Eropa merajalela di dalam pikiran dari tiga filsuf yang paling besar, yaitu: (1) René Descartes di Paris; (2) Benedict Spinoza di Amsterdam; dan (3) Gottfried Wilhelm Leibniz di Jerman. Pikiran dari ketiga filsuf ini seringkali digabung dengan sebutan The Continental Philosophy (Filsafat Eropa Daratan). Sebagai saingan dan lawannya adalah Britain Philosophy, filsafat yang berkembang di daerah Britania Raya, seperti Skotlandia, England, Irlandia, Wales, dan lain-lain. Di zaman itu, Britain philosophy dimotori oleh Thomas Hobbes, David Hume, William Berkeley, Francis Bacon, John Locke, dan lain-lain, yang mengembangkan pemikiran Empirisisme. Maka kubu di Eropa terpecah dua, menjadi daerah rasionalis dan daerah empirisis. Dua arus besar pemikiran filsafat ini pada akhirnya dihentikan oleh seorang filsuf besar, yaitu Immanuel Kant. Kant, yang lahir, besar, hidup hingga meninggal di Königsberg, sebelah Timur Jerman, memulai suatu era baru yang disebut sebagai Modern Idealism, yang sekaligus mengakhiri atau menutup era rasionalisme dan era empirisisme di Eropa. Kant mengatakan, “Manusia tidak perlu sombong, karena bagaimanapun pandai dan logisnya pikiran rasio manusia, manusia hanya mampu mengetahui dunia fenomena.” Dunia fenomena bisa dipikirkan, dianalisa, dispekulasikan; tetapi rasio manusia tidak mampu mencapai dunia noumena.
Plato mengatakan bahwa semua yang kita lihat sebenarnya adalah bayang-bayang dari realitas yang asli. Dunia kelihatan ini adalah dunia yang tidak sempurna. Ketika seseorang sedang jatuh cinta, maka dia sedang mencocokkan ide yang seratus persen sempurna ke dalam diri orang yang dicintai. Lalu dia merasa bahwa tidak ada orang lain yang bisa dibandingkan dengan sang kekasih. Satu-satunya yang paling sempurna, yang paling baik, hanyalah dia seorang. Ide itu selalu sempurna, sementara fakta itu selalu kejam. Ide selalu tinggi dan realitas selalu remeh dan rendah. Maka, manusia senantiasa hidup di dalam konflik yang tidak ada hentinya. Konflik yang terjadi antara ide yang sempurna dengan fakta yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, Plato mengatakan, “Dunia ide adalah dunia sempurna, sementara dunia yang riil tidak sempurna.” Piring bulat, jika dibesarkan hingga 1.000 kali akan terlihat bahwa tepi piring itu tidak bulat sempurna, karena ada cacat-cacat kecil yang tak terlihat oleh mata. Maka yang sempurna bulat itu hanya ada di dunia ide.
Ada satu lukisan dari Raphaello, salah satu dari tiga orang pelukis besar zaman Renaissance, yang melukiskan “Ide yang Paling Indah dan Sempurna.” Di dalam lukisan itu, terlukis 58 orang filsuf sepanjang sejarah hingga zamannya. Tetapi di antara sedemikian banyak filsuf, ada dua orang yang berdiri tepat di tengah lukisan itu. Lukisan itu menggambarkan sebuah ruang dari sebuah gedung, di mana semua filsuf berada di situ. Di tengah lukisan itu ada sebuah pintu gerbang terbuka dengan latar belakang langit. Kedua orang itu diletakkan di dalam kerangka yang berlatar belakang langit itu; sementara semua filsuf lainnya berada di dalam gedung. Kedua orang yang berlatar belakang langit itu adalah Plato dan Aristoteles. Ketika Raphaello melukis para filsuf, dia meletakkan kedua pemikir yang terbesar dalam sejarah ini di bagian tengah, yaitu Plato dan Aristoteles. Mereka sedang memikirkan sesuatu yang melampaui dunia ini. Mereka memikirkan sesuatu yang melampaui dan mengungguli dunia fenomena. Dan ketika keduanya berdebat, Plato yang lebih tua, berambut putih, dengan muka serius, digambarkan dengan menggunakan Da Vinci sebagai modelnya; Aristoteles yang lebih muda, rambutnya hitam, dengan jenggot hitam, berdiri gagah sekali, mewakili Pemikir Modern (modern thinkers). Aristoteles memegang satu buku, yaitu Etika Manichaean, sementara Plato memang buku Kosmologi Timaeus. Plato seolah mengatakan: “Dunia sana itu ideal dan sempurna, namun kita hidup di dunia sini yang tidak ideal.” Lalu Aristoteles menjawab: “Tidak! Dunia ini tidak sempurna, tetapi dunia ini mengandung ide sempurna di dalamnya, yang tidak bisa dipisahkan dari dunia itu sendiri.” Dengan demikian, maka perdebatan sejarah berlanjut terus hingga zaman Immanuel Kant. Kant mengatakan bahwa “dunia fenomena ini dapat dimengerti dengan kekuatan pikiran manusia”.
Dunia kelihatan ini diyakini memiliki sumber dan awal, itulah yang disebut sebagai arkhe. Thales, yang sedemikian pandai, dapat menghitung dan meramalkan terjadinya gerhana matahari. Tentang arkhe, dia mengatakan: “Yang paling awal dari semua awal, yang telah ada sebelum semua yang lain ada, yaitu awal pertama, yang tunggal, itulah air (aqua).” Kemudian pikiran ini disanggah oleh muridnya, yang melihat bahwa jika air itu memuai untuk menjadi udara harus memuai lebih dari 1.000 kali. Maka bagi dia, yang paling awal itu adalah udara. Kemudian pikiran ini disanggah kembali, karena bagaimanapun udara itu tetap terbatas, padahal sesuatu yang awal itu tidak boleh terbatas. Semua yang terbatas dijumlah dengan yang terbatas, berapapun penjumlahannya, tetap hasilnya akan terbatas. Maka awal yang paling awal dari semuanya adalah “ketidakterbatasan.” Yang tidak terbatas itu merupakan induk dari semua yang terbatas.
Lehmann Brothers Bank, yang sudah berusia dan berjaya lebih dari seratus tahun, hancur seketika di dalam satu hari saja. Segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara dan dapat hilang atau berhenti setiap saat dalam waktu yang sekejap saja. Hanya firman Allah yang tidak bisa berhenti karena ada selama-lamanya. Dunia ini adalah dunia yang goyah; dunia ini adalah dunia yang bergerak. Di dalam dunia yang berubah dan bergerak ini, para filsuf mencoba untuk mencari Sumber yang tidak bergerak, yang tidak berubah, yang kekal, yang menjadi arkhe, yaitu awal dari semua keberadaan. Baru setelah 50 tahun kemudian, muncul seorang filsuf yang bernama Pythagoras. Pythagoras adalah seorang filsuf yang sekaligus adalah ahli matematika, seorang musikus, dan seorang agamawan. Di dalam agama, dia orang Gerika pertama yang percaya, setelah kematian masih ada dunia yang lain. Akhirnya dia percaya reinkarnasi. Pythagorean school (Arus filsafat Phytagoras) percaya reinkarnasi, yang di kemudian hari pikiran ini mempengaruhi Socrates dan Plato. Ia mengatakan, “Bagiku, awal dari semua awal bukanlah air atau udara, melainkan angka.” Jadi segala sesuatu terbentuk dari angka. Angka itulah realitas yang paling dasar.
Setelah berbagai filsuf memikirkan semua ini, maka hadirlah Yohanes yang mengatakan, “pada mulanya adalah Logos.” Pikiran ini melampaui semua pikiran filsafat. Di dalam 27 kebudayaan terpenting di dunia, hanya ada 3 budaya yang bicara tentang logos, yaitu: (1) Budaya Cina, (2) Budaya India, dan (3) Budaya Gerika. Namun, seluruh pemikiran Yohanes jauh melampaui apa yang bisa dipikirkan oleh pikiran manusia. Firman adalah awal yang mencipta segala sesuatu. Di sini kita melihat keisti­me­wa­an pemikiran Yohanes yang melampaui semua filsafat dunia. Keistimewaan ini akan dibahas di dalam sesi berikutnya. Puji Tuhan!
Formasi di dalam Yohanes 1:1 “Pada mulanya adalah Firman”, merupakan bentuk filsafat Gerika dalam upaya mereka mengerti segala sesuatu. Tiga generasi pertama filsuf Gerika kuno yaitu Thales, Anaximander, Anaximenes, masing-masing mengatakan, “Pada mulanya adalah air,” “Pada mulanya adalah udara,” “Pada mulanya adalah sesuatu yang tidak terbatas.” Sampai suatu waktu Yohanes mengatakan, “Pada mulanya adalah Firman.” Di sini kita langsung melihat perbedaan kualitatif yang ada di antara wahyu Tuhan dan spekulasi manusia. Manusia berspekulasi tentang dunia yang ada di sekelilingnya, mempertanyakan ‘Apa yang pertama-tama ada di dunia dan apa yang memulai alam semesta?’ Manusia terus sibuk meneliti apa, apa dan apa, tidak pernah memikirkan kemungkinan ‘siapa’. Maka baik Atheisme maupun Naturalisme selalu mendasari teorinya di atas egosentris (human-antropocentric).
Demikianlah cara manusia berspekulasi akan segala realita alam ini, dari makhluk hidup sampai benda mati. Hal sedemikian sama sekali berbeda dengan apa yang dikatakan oleh wahyu Tuhan. Wahyu Tuhan memberitahukan kepada kita bahwa manusia memiliki rasio, manusia bisa berpikir, berspekulasi akan semua hal yang dilihatnya karena adanya keinginan untuk mengerti yang ada di dalam dirinya. Daya mengerti dan keinginan untuk mengerti sudah Tuhan tanamkan di dalam dirinya. Itulah yang disebut peta teladan Allah. Jadi sebenarnya, Allah bukan objek yang dimengerti, Dia adalah Subjek dari kebenaran, Dialah yang berinisiatif untuk menciptakan manusia, satu-satunya makhluk yang ingin tahu, mungkin mencari, dan mungkin sadar akan adanya kebenaran. Itulah sebabnya di dalam berbagai benua di dunia selalu ada orang-orang yang sungguh-sungguh berusaha mau mencari tahu akan kebenaran, mau mengerti dunia dan kehidupan ini.
A. Kelebihan Logos Yohanes
Di dalam filsafat Tiongkok, ada orang-orang seperti Laozi dan Konfusius yang memikirkan tentang logos (dao). Konfusius mengakui dengan jujur ‘fu zi zhi yan xin yu tian dao, bu ke de er wen ye’ (berkenaan dengan alam, berkenaan dengan kebenaran langit, saya sungguh tidak dapat mengerti. Aku tidak mungkin mengerti firman surgawi). Oleh karena itu, dia menurunkan level diskusinya menjadi hanya membahas kebenaran yang bersangkut-paut dengan relasi antar manusia. Dia membagi relasi manusia jadi lima kategori:
jun cheng – antara raja dan para pejabat lainnya
fu zi – antara ayah (orang tua) dan anak
fu qi – antara suami dan isteri
kun zhong – antara saudara dan saudara, saudari dan saudari
peng you --- antara kawan dan kawan
Seluruh masyarakat terbentuk dari lima relasi itu: relasi antara raja dan pejabat, relasi antara orang tua dan anak, relasi antara suami dan isteri, relasi antara saudara dan saudara, relasi antara kawan dan kawan. Bentuk relasi masyarakat ini dipandang menjadi wadah manusia melakukan aktivitas hidupnya. Jadi, menurut Konfusius, manusia yang tidak bisa mengerti firman surga paling sedikit harus mengerti akan relasi dirinya dengan orang lain dan mengerti apa yang harus dia lakukan. Seseorang harus tahu apa yang menjadi kewajibannya terhadap pemerintah, terhadap raja, isteri, suami, saudara, kawan, orang tua, dan anak. Karena pengajaran tentang relasi dalam masyarakat inilah Konfusius menjadi salah seorang yang paling agung di bidang etika. Pengajaran Konfusius di bidang etika tidak bisa dilawan atau dilampaui baik oleh filsafat Aristotles, kebudayaan India, Babilonia, atau kebudayaan lain. Tetapi, ajarannya tetap tidak memadai karena dia tidak memberitahukan kepada kita dari mana asal mula dunia, apa yang terjadi setelah kematian, yang seharusnya melandasi pemikiran etika. Konfusius hanya membahas soal sifat dan relasi antar manusia. Konfusius sempat menemui Laozi, ingin mengerti dao lebih dalam. Tetapi, ketika mereka bertemu, Laozi justru menegur Konfusius, “Sikap dan tampangmu yang sombong, arogan, tidak jujur, tidak rendah hati, mana mungkin kau mengerti dao?” Maka, kebudayaan Tiongkok berhenti di sana, tak ada penemuan, pengajaran tentang dao yang lebih dalam.
Adapun filsafat India mengajarkan ‘Di luar manusia ada Brahman, di dalam diri manusia ada Atman, itulah yang menyebabkan manusia menjadi makhluk yang dapat mengerti akan firman yang ada di alam semesta’. Tetapi yang mereka sebut sebagai Brahman itu hanyalah suatu prinsip. Berbeda dengan Alkitab, Yohanes berkata di ayat 1 “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Tiga pernyataan ini langsung membahas lokasi, identitas, dan sifat dari Firman itu. Jadi, yang Yohanes kemukakan di sini bukanlah sesuatu yang ada di alam semesta, juga bukan prinsip yang berada di alam semesta, dia menjelajah sampai ke dunia metafisika, bahkan ke wilayah supra-alam, dan memberikan satu kesimpulan ‘Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman adalah Allah’ - kesimpulan yang tak pernah ada di buku, di ajaran agama, filsafat, atau kebudayaan manapun. Manusia dengan kepandaian rasionya tidak mungkin dapat mengutarakan apa yang Yohanes ungkapkan melalui ketiga kalimat di dalam Yohanes 1:1 itu.
B. Keunikan Logos Yohanes
Menurut Laozi, firman beredar, berotasi dan bergerak di alam semesta, tetapi tidak melekat, firman terikat oleh alam semesta. Firman itu ada pada dirinya sendiri, tidak bergantung pada siapapun, dan ada sampai selama-lamanya, bersifat kekal. Konsep ini mirip sekali dengan ajaran Alkitab, di mana Tuhan Allah memperkenalkan Diri-Nya sebagai satu Pribadi yang ada pada diri-Nya sendiri, ada dari kekal sampai kekal, bahkan konsep inkontingensi, imortalitas, dan kekal berasal dari Allah sendiri. Allah adalah Allah yang berada dalam Diri-Nya sendiri, Mendukung Diri Sendiri, Cukup pada Diri Sendiri, Allah yang ADA selama-lamanya. Allah ada sampai selama-lamanya, bukan prinsip, juga bukan kuasa yang ada di dalam alam, Dia adalah Pribadi yang unik, Pencipta yang pertama-tama ada di dalam konsep kebudayaan orang Yahudi. Dengan ini, Yohanes sudah memberikan suatu kerangka yang sangat jelas. Dia tidak menyamakan Firman dengan alam semesta, melainkan menyamakan Firman dengan Pencipta alam semesta. Suatu fakta dan pemikiran yang sangat berbeda, baik terhadap filsafat Timur maupun filsafat Barat. Firman itu adalah Allah, dan Firman itu tidak terikat oleh dunia ini. Penting bagi kita untuk mengerti bahwa orang Kristen percaya akan sifat Allah yang transenden (jauh melampaui dan di atas alam) bukan menempel di dunia dan juga bukan tersembunyi di dunia karena Dia melampaui dunia.
Di dalam Efesus 4, Paulus mengemukakan tiga kalimat yang sangat hebat yang tidak pernah kita temukan di dalam buku lain “Allah melampaui segala sesuatu, beredar di dalam segala sesuatu, berada di dalam segala sesuatu.” Kalimat pertama langsung memperlihatkan konsep Allah orang Kristen yang amat berbeda dengan semua konsep Allah yang ada di dalam kebudayaan atau agama lain. Misalnya, Pantheisme yang memandang Allah adalah alam dan alam adalah Allah. Artinya, Allah ada di dalam alam, Allah identik dengan totalitas alam; Allah diidentikkan dengan alam itu sendiri. Allah Pantheisme ini mengaktualisasi diri-Nya lewat alam semesta yang terus-menerus berkembang tanpa berhenti. Di kemudian hari, pemikiran ini diadopsi dan dikembangkan oleh seorang filsuf Jerman, Hegel. Hegel, tidak menggunakan istilah Allah melainkan Absolute Spirit (Roh Absolut). Roh yang terus-menerus bergerak dan mengaktualisasikan dirinya di dalam sejarah lewat prinsip silogisme, yaitu adanya tesis akan dilawan oleh anti-tesis dan melahirkan sintesis.
Allah yang sejati bukan diikat dan berada di dalam lingkup alam karena alam adalah alam ciptaan-Nya. Ia berada di luar alam semesta karena Dia yang menciptakan alam semesta ini. Dia juga berkuasa atas alam semesta karena Dia juga merupakan Sang Pemelihara dan Penopang alam semesta. Pengertian yang sedemikian rumit oleh Rasul Yohanes diutarakan hanya di dalam satu ayat: “Pada mulanya adalah Firman. Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah.”
C. Logos dalam Pikiran Yunani
Sebenarnya, istilah logos sudah muncul beberapa ratus tahun sebelum Yohanes menulis Injil Yohanes. Kita pernah membahas dua aliran yang menggunakan istilah logos, yaitu: (1) Heracletian School, dan (2) Stoicism. Tapi logos yang dibahas di dalam Philosophy of Becoming (Filsafat Menjadi) yang diwakili ole Heraklitos hanyalah berupa prinsip perubahan yang tak pernah berubah: Dulu dunia berubah, sekarang dunia berubah, dan selama-lamanya dunia akan terus berubah. Prinsip “segala sesuatu terus berubah” yang tak pernah tidak berubah inilah yang disebut “firman” oleh Heraklitos. Jadi “firman” ini bagaikan api yang dari detik ke detik, dari zaman ke zaman tetap sama: menyala, membakar, namun tidak akan pernah ada suatu bentuk api yang permanen, baku, tak berubah. Pengertian yang tidak memiliki kaitan dengan Pribadi Penciptaan dan Penguasa alam semesta ini mengandung bibit pemikiran Atheis. Seluruh konsep Atheis-Materialis yang memberi pengaruh kepada Demokritos, Karl Marx, Komunisme, sampai Atheisme Abad 21 dipengaruhi oleh Philosophy of Becoming.
Di zaman yang sama, sebelum kelahiran Heraklitos di Gerika, di Tiongkok telah ada satu buku yang sedemikian mempengaruhi kaum cendekiawan hingga saat ini: The Book of Changes (I Ching), yang memberikan deskripsi tentang ba gua (segi delapan) yaitu kombinasi 8X8=64. Intinya, perubahan dan perubahan itulah yang mengakibatkan segala sesuatu yang kita lihat mempunyai bentuk yang berbeda. Menurut pemikiran ini, seluruh keragaman di dalam alam semesta ini terjadi dikarenakan prinsip perubahan yang diterangkan dalam buku itu. Buku ini sedemikian dirindukan untuk dipelajari oleh Konfusius. Dia menga­takan “Berikan kepadaku usia lima atau sepuluh tahun lagi maka aku akan mempelajari dengan sungguh-sungguh buku The Book of Changes, agar aku bisa terhindar dan melepaskan diri dari berbuat kesalahan besar di dalam hidupku.” Jadi, sejak lebih dari 2.700 tahun yang lalu di Tiongkok sudah dikenal konsep perubahan yang kita kenal sebagai ba gua (segi delapan). Dan sejak lebih dari 2.500 tahun yang lalu, di Gerika yang diwakili oleh Heraklitos juga sudah mengenal konsep peru­bah­an yang dikenal sebagai Philosophy of Becoming.
180 tahun sesudah Heraklitos mengemukakan pendapatnya tentang perubahan men­dasar dan tentang prinsip tidak berubah, muncul suatu aliran di Gerika yang menamakan diri Stoicisme. Stoicisme dimulai sekitar abad 4 SM dan hilang sekitar abad 4 M. Selama 750 tahun Stoicisme menjadi pemikiran penting di Gerika. Pikiran ini sempat menaklukkan mulai dari istana, seperti Kaisar Markus Aurelius sampai kepada budak-budak yang cerdas seperti Epitectus, yang hidup sezaman dengan Nero dan Seneca, sezaman dengan Tuhan Yesus dan Paulus.
Menurut Stoicisme, alam semesta bagaikan tubuh yang berdarah dan berdaging, tetapi tubuh ini tidak berarti apa-apa jika tidak ada jiwanya, yaitu “firman”. Maka, materi di dalam alam semesta ini adalah tubuh kosmis sedangkan firman itu adalah jiwa kosmis. Firman atau logos ini yang bekerja di dunia yang kelihatan, di alam semesta ini, yang menggerakkan bumi, musim, dan berbagai perubahan yang ada. Maka, di sini terdapat alam yang mati dan logos yang hidup. Di manakah posisi manusia? Manusia berada di tengah-tengahnya. Maka, manusia menjadi satu-satunya makhluk yang mempunyai daya pikir, yang memiliki kemungkinan untuk mencari, mengerti, dan sadar akan keberadaan dan khasiat logos. Itu sebabnya, manusia dipandang sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dari semua makhluk lainnya.
Di dalam diri manusia mengandung bagian dari logos, yang disebut sebagai logikos. Logikos bagaikan tetesan air yang keluar dari induk atau sumbernya. Karena logikos keluar dari logos maka logikos memiliki sifat yang sama dengan logos. Bukan hanya memiliki sifat yang sama, tetapi juga ingin kembali bersatu dengan logos. Ini merupakan kerinduan untuk menyatu dengan “the mother water” yaitu logos. Itulah sebabnya manusia mau mendengar, memikirkan, mencari, bahkan rela mengeluarkan banyak uang untuk studi ke luar negeri demi menjadi orang yang mengerti dan pandai. Jadi, apa yang seharusnya manusia cari untuk dimengerti tidak lain tidak bukan adalah Logos. Jadi, logikos harus mencari Logos.
Filsafat India (Timur) memiliki kesamaan pemikiran dengan Filsafat Gerika (Barat). Atman yang di dalam hati ingin menyatu dengan Brahman; Logikos ingin menyatu dengan Logos. Tetapi bagi filsafat India, Brahman itu sendiri berada di dalam alam ini. Jika demikian, bukankah itu berarti Brahman ada di level materi? Namun, bukankah Alkitab juga mengatakan hal yang mirip dengan itu “di dalam segala sesuatu engkau melihat bukti bahwa Allah ada.” (Roma 1:12,19)? Bukankah itu berarti kita juga melihat Allah di dalam alam? Di dalam ayat ini dinyatakan bahwa melalui dunia ciptaan yang ada di luar diri dan intuisi yang ada di dalam diri, kita dapat melihat Allah yang tidak tampak. Hal-hal yang mungkin manusia ketahui tentang Allah diletakkan di dalam dua wadah: (1) wadah eksternal yaitu alam semesta; dan (2) wadah internal yaitu intuisi.
Melalui intuisi kita mengetahui bahwa Allah yang menciptakan segala sesuatu. Namun, manusia tetap tidak bisa mengetahui di mana Allah itu berada. Itulah yang dicari oleh filsuf India, filsuf Gerika. Namun Yohaneslah yang menyingkapkan rahasia itu: Allah ada di tempat-Nya bukan di dunia materi. Di sini kita melihat pen­ting­nya Yohanes 1:1 yang menyatakan bahwa Allah tidak menempel atau terikat dengan dunia alam ini. Di dalam Ibrani 11:3 dinyatakan bahwa “dunia ini dicipta oleh Firman Allah.” dan melalui Injil Yohanes maupun surat 1 Yohanes, kita akan menemukan bahwa Logos yang dikatakan di dalam Yohanes 1:1 adalah Logos yang merupakan sumber hidup, yang bersama-sama dengan Allah dan bukan bersama dengan alam. Logos itu juga adalah Allah, bukan alam itu Allah seperti yang diajarkan oleh Pantheisme. Betapa mengherankan ayat ini! Hanya dengan satu ayat ini saja, Alkitab mampu menghancurkan seluruh sistem kebudayaan dan seluruh aliran pemikiran filsafat. Ini membuktikan bahwa kuasa Firman Tuhan itu sedemikian besar.
Saya tidak tahu seberapa banyak orang Kristen yang dapat mengerti sejauh ini. Saya juga tidak tahu seberapa banyak pendeta yang memberi penjelasan serinci ini kepada orang Kristen. Satu hal yang pasti, jika orang Kristen tidak memiliki keinginan untuk mengerti kebenaran, dia hanya mengerti Alkitab dari kulitnya saja. Bagaikan orang yang mengupas kacang, lalu menyerakkan semua kulit kacang yang tipis itu, tetapi orang itu tidak memakan kacangnya. Maka, biarlah kita mau mengerti lebih lanjut akan keunikan Alkitab - firman Tuhan - yang mempunyai perbedaan kualitatif dibandingkan semua agama dan filsafat lain. Soli Deo Gloria.
Injil Yohanes, dapat disebut Injil di dalam Injil. Injil ini merupakan kesaksian Yohanes, yang ia tulis lebih dari dua puluh tahun setelah Paulus dan Petrus meninggal. Oleh karena itu, Injil ini memiliki kesiapan yang matang dalam menyaksikan Kristus; “Logos jadi manusia” merupakan proklamasi yang tidak pernah muncul dalam buku, ajaran agama, kebudayaan, atau filsafat manapun.
Di sepanjang sejarah, hanya ada tiga kebudayaan besar yang membahas tentang “logos”, yaitu Tiongkok, India, dan Yunani. Namun, konsep “logos” yang mereka bahas bukanlah wahyu Tuhan, melainkan respons manusia terhadap wahyu umum. Lao Zi mengatakan, “Manusia hidup menurut prinsip dunia; dan dunia menurut prinsip langit; dan langit taat pada pengaturan firman (logos); dan firman bersandar pada dirinya sendiri menuruti aturan ‘Akulah Aku’”. Namun yang dimaksud dengan “Akulah Aku” adalah suatu kebersandaran pada diri secara kekal, cukup pada dirinya sendiri, dan tak bergantung pada pihak lain. Maka “logos” yang ia bicarakan berasal dari pikiran dan imajinasi manusia, tanpa sedikit pun mengaitkan atau menyebut Allah. Demikian juga di dalam kebudayaan India, Atman (logos) berusaha kembali kepada Brahman. Dan logos dalam filsafat Gerika adalah bagaimana logikos ingin kembali kepada logos. Yang dimaksudkan dengan logos di sini adalah pikiran universal (universal mind). Pemikiran Stoiksisme ini memang sudah melampaui pikiran Heraklitos (aliran Heraklitianisme), namun mereka tetap tidak mengetahui apa itu logos yang sebenarnya.
Sampai Yohanes menulis, “Pada mulanya adalah Firman (Logos). Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Dari sini kita baru melihat perbedaan kualitatif antara Firman Tuhan dan filsafat manusia. Firman memberikan jawaban yang paling akurat karena firman merupakan wahyu Allah sendiri. Kecuali kita menyadari betapa indah dan berharganya firman Tuhan yang jauh berbeda secara kualitas dari semua filsafat manusia, kita tidak bisa bersyukur kepada Tuhan. Firman Tuhan yang Allah wahyukan kepada umat pilihan-Nya mencerahkan kita bahwa pada mulanya adalah Firman (Logos).
Di dalam kitab Yohanes 1:2, dinyatakan bahwa Logos tidak setara atau setingkat dengan alam. Di dalam kitab Efesus 4 tertulis: Allah melampaui segala sesuatu, melintasi segala sesuatu, berdiam di dalam segala sesuatu. Ini adalah pernyataan transendensi Allah. Logos adalah Allah. Itu sebabnya kita mengakui bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Kebenaran itu adalah satu Pribadi. Jadi, Allah adalah subjektivitas kebenaran, keadilan, kasih, dan kesucian dalam pribadi. Konsep ini tidak pernah ada dalam pemikiran Lao Zi, Konfusius, Buddha, Hindu, Upanishad, Zoroasterisme, Stoiksisme Gerika, ataupun aliran Heraklitianisme, karena semua filsafat ini berada di tingkat bawah, di tataran dunia. Paulus menggambarkan: di manakah hikmat dunia? Semua itu hanyalah pelajaran kecil di dunia. Itu sebabnya Paulus sangat meninggikan Kristus jauh di atas filsafat yang diproduksi oleh rasio manusia yang Tuhan cipta. Allah bukanlah produk dari rasio manusia yang dicipta. Rasio manusia yang adalah rasio yang dicipta, terbatas, dan tercemar.
Maka, rasio sedemikian tidak mungkin bisa menjangkau Allah. Allah adalah Pencipta rasio yang melampaui rasio, maka manusia tidak mungkin mengerti firman seperti yang diajarkan oleh Panentheisme ataupun ajaran Paul Tillich. Saya tidak tahu sampai di mana pengertian Saudara tentang Allah. Apakah Anda memperalat Dia atau mempermainkan Dia, sambil memuji Tuhan sambil melanggar hukum-Nya? Ataukah Saudara betul-betul sudah bertobat dan berkata dengan serius, “Tuhan, Engkau adalah Tuhanku. Kuasailah aku, kuduskan aku. Buat aku berpaling pada-Mu dengan ikhlas dan sungguh sehingga saat bertemu dengan-Mu nanti, aku mendengar kata-Mu: Engkau adalah hamba-Ku yang baik dan setia.”
Yohanes 1:3 terkesan merupakan paparan yang mengulang. Setelah dikatakan, “Segala sesuatu dicipta oleh Dia” mengapa perlu “tanpa Dia tidak ada suatupun ciptaan yang ada”? Di sini Yohanes secara singkat dan jelas memaparkan suatu kebenaran yang sangat mendalam. Yesus tidak memanggil murid dari Yerusalem karena sering kali dunia akademis sedemikian arogan. Yohanes adalah nelayan Galilea, yang dari kecil mempelajari Kitab Suci dan menantikan kedatangan Mesias. Kerohanian mereka belum tentu kalah dengan para lulusan sekolah tinggi di Yerusalem. Allah bukan menolak orang akademis karena Ia juga memanggil Paulus. Tetapi Paulus harus pergi ke padang belantara dulu untuk dibentuk selama tiga setengah tahun. Terkadang Tuhan memindahkan kaki dian dan memakai kita yang mau menaati perintah-Nya.
Saya sangat peka akan hal ini dan senantiasa gemetar dan berlutut di hadapan-Nya. Tuhan memanggil Yohanes yang begitu muda agar setelah Petrus dan Paulus mati, Yohanes bisa melanjutkan pekerjaan-Nya. Hal itu nyata di dalam sejarah gereja, yang melanjutkan pelayanan adalah murid-murid Yohanes seperti Polikarpus, Irenaeus, Hippolitus.
Kalimat “tanpa Dia tidak ada suatupun yang dicipta” menyimpan rahasia besar, yang sering tidak disadari oleh banyak penafsir Alkitab. Saat Yohanes tua, ada empat musuh kekristenan, yaitu: (1) Penganiayaan pemerintah Roma, di sini kita melihat begitu banyak martir. Jika orang Kristen abad I rela mati demi imannya pada Kristus, maka orang Kristen abad XXI ingin kaya dengan nama Kristus; (2) Penghinaan dan serangan filsafat. Politik, ekonomi, dan sastra Romawi dipengaruhi oleh filsafat Gerika. Mereka menganggap orang Kristen tidak mempunyai pengetahuan, tidak masuk akal, sampai Agustinus memproklamirkan relasi iman dan pengetahuan: credo ut intelligas (percaya maka mengerti); (3) Fitnah, umpat, dan pemutarbalikan fakta dari musuh orang Kristen; dan (4) Orang non-Kristen yang pura-pura menjadi Kristen, menyusup masuk ke dalam gereja. Inilah bidat-bidat yang berkembang saat itu. Mereka memalsukan Injil sehingga muncul banyak injil palsu, seperti injil Gnostik, injil Filipus, injil Maria Magdalena, injil Thomas, dan lain-lain. Sebelum abad I berakhir, puluhan injil palsu beredar. Hanya empat Injil yang asli, yaitu: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Yang pertama ditulis adalah Injil Markus, lalu Matius, Lukas, dan terakhir Yohanes. Maka Injil Yohanes sangat penting. Yohanes yang sudah tua harus melawan semua musuh kekristenan.
Saya bisa membayangkan betapa berat kesulitan dan tantangan yang dia hadapi. Ia dibuang ke pulau Patmos, di mana Tuhan memberikan wahyu tentang akhir zaman kepadanya. Tanpa Yohanes, Kitab Suci tidak lengkap. Ada banyak orang yang studi theologi tetapi mau tetap kaya. Saya lebih menghargai mereka yang rela meninggalkan perahunya hancur, meninggalkan posisi yang bagus, lalu mengikut Yesus menjadi hamba-Nya.
Ayat ini ditulis oleh Yohanes untuk menghadapi serangan ajaran Gnostisisme. Mereka mengajarkan bahwa “dunia ini bukan dicipta oleh Allah, tetapi dicipta oleh pencipta yang kurang sempurna, karena Allah yang sempurna tidak mungkin mencipta sesuatu yang tidak sempurna”. Banyak orang bisa terkecoh dan setuju dengan pandangan ini. Bagaimana mungkin Allah yang sempurna bisa menciptakan bumi yang sedemikian bobrok dan penuh kekurangan. Dunia ini sedemikian tidak sempurna, ini menunjukkan bahwa penciptanya juga tidak sempurna. Di sini kaum yang mengaku intelektual justru sering menerima bisikan setan sehingga pikirannya menjadi kacau.
Kelihatannya begitu logis sehingga perlu ada allah ranking dua. Gnostik mengajarkan adanya allah kecil yang tidak sempurna yang menciptakan dunia ini. Teori ini tidak mungkin karena, kalau tidak mungkin Allah yang sempurna mencipta dunia yang tidak sempurna, maka Allah yang sempurna juga tidak mungkin mencipta allah kecil yang tidak sempurna. Hal ini baru terjawab 1.800 tahun kemudian ketika filsuf Jerman, Leibniz mengatakan, “Jika Allah yang sempurna mencipta allah lain yang juga sempurna maka akan terjadi dua Allah. Berarti Allah yang mencipta akan sama dengan allah yang dicipta. Ini tidak mungkin.” Maka harus ada perbedaan kualitatif antara yang mencipta dan yang dicipta. Kalau penciptanya sempurna maka yang dicipta tidak mungkin sama sempurnanya dengan Allah yang mencipta. Di sini sebenarnya yang dinyatakan di dalam ayat 3 ini. Injil Yohanes sedemikian mendalam dan teliti. Banyak orang menganggap firman Tuhan begitu sederhana seolah-olah tanpa isi dan tanpa berita. Saat ini begitu banyak pendeta yang berkhotbah asal-asalan, menghancurkan iman, meracuni kerohanian, dan menipu orang-orang Kristen. Saya akan berjuang untuk melihat dan mengupas setiap kebenaran Injil dengan seteliti dan seakurat mungkin untuk kita bisa mengetahui kedalamannya.
Yohanes 1:3 sedemikian rumitnya. Ia mengatakan, “Segalanya dicipta melalui Logos (Firman).” Jadi Allah mencipta melalui Logos. Jadi yang mencipta Allah atau Logos, Allah atau Firman? Kalau yang mencipta adalah Allah maka Firman hanya alat. Kalau yang mencipta adalah Firman maka Allah hanya dalang. Sampai mana peranan Firman? Lalu tertulis, “tanpa Dia tidak ada yang jadi dari semua yang telah dijadikan.” Bagi Yohanes, Logos itu adalah Allah. Melalui ayat ini, Yohanes mau masuk ke dalam doktrin Tritunggal. Segala sesuatu dicipta oleh Allah melalui Firman. Nanti baru dalam Yohanes 14, Yohanes membicarakan Pribadi yang ketiga yang adalah Parakletos. Barulah Tritunggal menjadi lengkap, yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Disini kita melihat bahwa Allah Bapa dan Allah Anak, yaitu Firman, mencipta bersama. Bukan Allah mencipta allah kecil yang mencipta segala sesuatu. Di sini kita perlu dengan saksama mempelajari dan meneliti firman Tuhan.
Allah mencipta segala sesuatu melalui Logos, dan Logos adalah Allah. Jadi Logos adalah Pencipta. Oleh karena itu, kita tidak boleh menerima konsep adanya pencipta yang tidak sempurna. Ayat 3 ini langsung menyatakan perang menentang Gnostisisme. Dari ayat ini, kita melihat bahwa secara konsisten Allah Tritunggal bekerja:
1. Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus bekerja sama dalam hal mencipta.
2. Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus bekerja sama dalam hal menebus.
3. Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus bekerja sama dalam hal memberikan wahyu.
Allah Bapa adalah pribadi utama dalam mencipta, melalui Anak dan dengan kuasa Roh Kudus, segala sesuatu dicipta. Allah Bapa merencanakan penebusan; Allah Anak menggenapkan penebusan; dan Allah Roh Kudus mengerjakan penebusan di dalam diri umat pilihan-Nya. Karena Allah Bapa adalah Allah, Allah Anak adalah Allah, dan Allah Roh Kudus adalah Allah, maka Allah Tritunggal bekerja bersama di dalam penciptaan, penebusan, dan memberikan wahyu bagi umat pilihan-Nya. Karena Allah Anak juga merupakan Pencipta maka Dia bukan ciptaan seperti yang diajarkan oleh kaum Gnostik. Kalau Dia dicipta maka Dia hanya salah satu dari antara ciptaan. Tetapi Dia adalah Pencipta bukan yang dicipta. Maka, Yohanes dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada yang dicipta tanpa melalui Dia. Dialah Pencipta dan Dia tidak dicipta karena Dia adalah Allah. Di sini kita melihat bahwa yang terlihat seperti pengulangan adalah suatu keharusan yang tidak boleh tidak ada. Kalimat ini sedemikian penting untuk menunjukkan fakta bahwa Yesus adalah Sang Pencipta, Dia tidak dicipta, Dia adalah Allah yang sempurna.
Allah yang sempurna memang menciptakan dunia yang tidak sempurna. Merupakan keharusan mutlak adanya perbedaan kualitatif antara Pencipta dan ciptaan. Ciptaan tidak pernah bisa identik sekualitas dengan Pencipta. Karena hanya Sang Pencipta, satu-satunya Keberadaan yang ada pada diri-Nya, penuh sempurna pada diri-Nya, kekal, dan tidak fana. Ia adalah Allah yang tidak bergantung pada siapapun, Allah yang selama-lamanya. Di lain pihak, semua keberadaan ciptaan selalu bersifat contingent dan bergantung pada yang lain. Setelah kita mengetahui semuanya ini, barulah kita dapat berkata, “Tuhan, sekarang aku tahu bahwa aku hanyalah ciptaan. Engkaulah Pencipta. Logos yang beserta dengan Allah, Dia adalah Allah. Kini, apa yang harus aku perbuat?”
Di dalam kitab Yohanes 1:4 dikatakan, “Di dalam Dia ada terang.” Terang Yesus itu adalah terang dunia. Kita adalah ciptaan yang tidak sempurna maka kita butuh terang. Terang apakah itu? Terang hidup. Tidak satu pun agama di dunia yang membicarakan tentang “terang hidup” ini. Agama-agama berbicara tentang kebajikan (baik atau jahat), sains bicara tentang pengetahuan (tahu atau tidak tahu), filsafat bicara tentang kebijaksanaan (bijak atau bodoh), hanya Kristus yang berbicara tentang kehidupan (hidup atau binasa). Karena begitu besar Allah mengasihi dunia ini sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal (logos), supaya barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Di sini Yohanes menuliskan tema Kristus, yaitu kasih, firman, hidup, dan terang, yang muncul terus di sepanjang Injil ini.
Tema “terang” sangat penting di dalam Injil Yohanes karena dalam ajaran Gnostik, terang dan gelap adalah dua keberadaan yang dualistik. Dunia ini gelap maka terang masuk ke dunia. Iman Kristen tidak pernah jatuh ke dalam pikiran dualisme seperti ini. Pikiran dualisme ini berasal dari Media-Persia, yaitu Zoroasterisme, yang percaya adanya dewa terang yang baik, yaitu Ahura Mazda; dan dewa gelap yang jahat, yaitu Angra Mainyu. Pikiran ini kemudian juga masuk dalam ajaran Manichaeisme. Ajaran bidat ini terus berusaha masuk ke dalam gereja dan menyesatkan ajaran Kristen untuk menghancurkan agama Kristen. Kita tidak percaya ajaran seperti ini. Kita percaya adanya “Yang Asli”, yang utama dan pertama ada hanyalah Allah dan Allah ini adalah Allah yang mutlak baik. Karena ciptaan-Nya tidak taat dan memberontak maka timbullah kegelapan. Pikiran ini beda dari pikiran Gnostisisme yang mengatakan gelap dan terang itu ada sejak awal. Yohanes menentang ajaran seperti ini.
Di sini kita melihat betapa seriusnya Yohanes di dalam menulis Injilnya untuk memerangi ajaran bidat yang berniat menghancurkan kekristenan. Dia seorang diri berani melakukan perlawanan yang sengit atas kejahatan yang mewujudkan diri dalam ajaran yang “pintar”. Gnostisisme menganggap diri lebih tahu dan lebih pintar. Mereka membagi manusia dalam tiga kategori, yaitu: (1) sarkikoi (orang yang hidup menuruti nafsu kedagingan); (2) psykikoi (orang yang hidup menurut jiwa); dan (3) pneumatikoi (orang yang hidup menurut roh).
Pikiran ini kemudian diadopsi oleh Watchman Nee dengan memakai 1 Korintus 2-3. Jadi, ini bukan pemikiran orisinil dari Watchman Nee, tetapi sebenarnya pemikiran Gnostik. Kita harus mengikuti dan taat pada pimpinan Roh Kudus, namun bukan Roh Kudus seperti yang diajarkan Karismatik, yang sesat, dan merusak. Saat ini ajaran tentang roh yang palsu sedang merajalela di mana-mana sehingga kita sulit untuk memelihara iman yang sejati. Alkitab mengajarkan bagaimana seluruh hidup kita harus mengikuti dan taat pada Roh Kudus, bukan Roh Kudus yang harus mengikuti roh kita, keinginan kita, dan seterusnya. Orang Gnostik mengategorikan orang Kristen sebagai psykikoi, sedangkan mereka pneumatikoi. Mereka menyebut diri pneumatikoi karena mereka percaya bahwa esensi yang dari atas turun hanya kepada orang-orang Gnostik, sehingga mereka memiliki pengetahuan yang membawa mereka kepada keselamatan. Jadi orang-orang Gnostik selalu merasa mereka lebih tahu, lebih pandai, karena memiliki esensi dari sorga, dan dengan unsur itu mereka mendapat keselamatan. Mereka menolak darah Yesus, mereka tidak mengakui sifat keilahian Kristus, maka dengan Injilnya, Yohanes membawa gereja kembali kepada ajaran Injil yang benar. Hanya di dalam Yesus, melalui darah-Nya, salib-Nya, dan kebangkitan-Nya kita bisa diselamatkan.
Siapkanlah hatimu dengan sungguh untuk mau taat akan pengoreksian yang dari Tuhan. Kalau engkau menemukan apa yang dibahas adalah kebenaran, jalankanlah dengan sungguh. Kalau teguran yang diberikan memang benar, bertobatlah! Tuhan memberkati kita.
Logos dalam Filsafat Tiongkok dan Filsafat Gerika
Telah diutarakan sebelumnya bahwa di antara sekitar 20 kebudayaan terbesar yang pernah muncul dalam sejarah manusia, hanya 3 kebudayaan yang membicarakan tentang Logos. Dua kebudayaan berada di Asia (Tiongkok dan India) dan satu di Barat (Gerika). Sebenarnya tiga tokoh filsafat Gerika juga bukan berasal dari Barat, melainkan dari Asia Kecil (kota Miletus). Miletus benar-benar meletuskan filsafat dan aliran Miletus menghasilkan tiga orang yang membicarakan tentang awal mula segala sesuatu. Hal ini menjadi permulaan manusia menyelidiki dengan spekulasi otak manusia tentang hal di luar diri manusia. Tetapi bagaimanapun hebatnya spekulasi manusia dan bagaimana dalamnya pemikiran manusia, tetap bertitik tolak dari manusia sebagai subyek yang memikirkan tentang alam semesta sebagai obyek.
Manusia hanya bisa berspekulasi, berimajinasi, berdiskusi, dan mengambil kesimpulan tentang apa dan dari mana alam semesta. Jika demikian, bolehkah kita percaya? Semua teori manusia yang paling hebat ternyata memiliki banyak kelemahan. Dalam krisis ekonomi hebat pada tahun 2008, bank legendaris, Lehman Brothers mengalami keterpurukan; ini membuktikan teori ekonomi yang tidak kuat. Ketika teori yang dipercaya oleh Barat berpuluh-puluh tahun akhirnya runtuh, hal ini langsung mempengaruhi negara-negara lain. Teori ekonomi Keynes, Friedman, dan Alan Greenspan ternyata tidak bisa diandalkan.
Kira-kira 29 tahun yang lalu, ketika teori Karl Marx hancur, ekonomi dari negara komunis menjadi bangkrut. Ketika teori Friedman, Keynes, dan Greenspan – yang ternyata juga tidak menjamin – runtuh, manusia mulai goncang, mulai memikirkan bolehkah kita bersandar pada diri sendiri?
Hanya kembali pada firman Tuhan, engkau mendapatkan pangkalan yang tidak berubah. Sekitar 2.400 tahun yang lalu Plato mengatakan, “Di dunia yang terus berubah ini, mungkinkah kita memiliki sandaran yang tidak berubah? Di dunia yang semakin rusak, bisakah kita berpegang pada sesuatu yang tidak bisa rusak? Dalam dunia yang sementara ini, bisakah kita memegang prinsip yang tidak berubah, yang kekal?” Hanya Kitab Suci yang mengatakan “Allah tidak berubah, kekal selama-lamanya. Allah tidak memiliki bayangan pergerakan, Allah senantiasa stabil dan konsisten tidak berubah.”
Filsafat dunia menganut dua aliran. Satu aliran mengatakan: ada prinsip kekal yang tidak berubah. Aliran kedua mengatakan: segala sesuatu berubah sehingga kita harus mengetahui dengan lincah semua dalil perubahan. Pikiran ini dicatat dalam The Book of Changes (Mandarin: Yi Jing). Di dalamnya ada 8 prinsip yang digabung dengan 8 prinsip lain, yang berinteraksi satu dengan yang lain menjadi 64 macam perubahan. Perubahan ini disebut orang bā bā liù shí sì guà, akhirnya diringkas sebagai bā guà (berbentuk segi delapan, sering diletakkan di pintu rumah, dianggap bisa mengusir setan dan supaya rezeki masuk). Sebenarnya, 2.700 tahun yang lalu filsafat ini membicarakan tentang bagaimana mengenal dunia yang berubah.
Saat ini kita melihat ketika sistem Barat mulai hancur, sistem Tiongkok mulai berkembang. Ada suatu tradisi yang dahulu dilupakan oleh Barat dan dahulu tidak dijalankan oleh Tiongkok, sekarang mulai dikelola kembali. Ekonomi hanya memiliki dua prinsip: (1) Bagaimana menciptakan harta, (2) Bagaimana memakai dan mendistribusikan dengan baik. Sekarang Amerika hancur karena menciptakan harta tidak lebih cepat daripada menghabiskan harta. Baru untung 5 dolar sudah pakai kartu kredit 50 dolar. Lain dengan orang Tionghoa yang kerja berat, kalau makan tidak banyak bicara supaya cepat selesai dan simpan uang sebanyak mungkin. Pada prinsipnya menutup bocor dan membuka sumber. Orang yang tidak mengerti hal ini hanya bisa menghabiskan sumber dan tidak pernah menutup bocor, akhirnya runtuh. Sebenarnya ini adalah suatu pelajaran yang sangat sederhana, tetapi orang Amerika khususnya para pemuda hanya tahu kartu kredit akhirnya hancursendiri. Selain itu mereka berharap tanpa kerja keras bisa mendapatkan uang sebanyak mungkin lalu main saham. Jangan Saudara sembarangan memakai kartu kredit; jika memakainya harus segera melunasinya sehingga tidak terjerat dengan bunga-berbunga yang besar sekali.
Sekitar 2.600 tahun yang lalu, Konfusius mengatakan, “Tambahkanlah umurku 5 atau 10 tahun supaya aku mungkin mempelajari kitab perubahan itu sehingga aku terhindar dari kesalahan yang besar.” Pada saat yang sama, di Gerika juga ada satu orang yang berbicara tentang perubahan. Ia menetapkan suatu filsafat yang disebut School of the philosophy of becoming (Aliran Filsafat Menjadi). Dia mengatakan, “Engkau melihat segala sesuatu seperti tidak berubah. Jika engkau melihat pilar hari ini, itu seperti sama ketika engkau melihatnya minggu yang lalu. Namun itu hanyalah fenomena luar. Engkau melihat semua tidak berubah dari luar. Di dalamnya setiap momen, setiap detik, semuanya sedang berubah.” Penemu filsafat ini namanya Herakleitos atau kadang-kadang disebut sebagai Bapa Aliran Heraklesian. Ia mengatakan segala sesuatu berubah, tidak ada yang tidak berubah. Yang kelihatan tidak berubah itu hanya fenomena, yang berubah itu fakta. Prinsip perubahan ini adalah kebenaran, dan Herakleitos menyebutnya sebagai Logos. Jadi istilah ‘Logos’ sebelum dipakai di Yohanes 1:1, 550 tahun sebelumnya sudah dipakai oleh Herakleitos. 180 tahun setelah Herakleitos, timbullah aliran filsafat yang lebih rumit lagi, yang disebut Stoisisme.
Stoisisme berasal dari satu tempat yang banyak tiangnya (Stoa). Filsafat ini begitu penting dan begitu mempengaruhi. Filsafat itu muncul pada abad ke-4 sebelum Kristus dan musnah pada abad ke-4 sesudah Kristus. Berarti Stoisisme pernah merajalela di dalam dunia akademik Gerika selama 750 tahun. Selama 8 abad mempengaruhi orang-orang yang paling pintar, 4 abad sebelum dan 4 abad sesudah, di tengah-tengahnya itulah Yesus dilahirkan, Paulus mengabarkan Injil dan Yohanes menuliskan Injil Yohanes dengan kalimat pertama, “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah”. Ini menjadi halilintar yang merupakan kulminasi, memecahkan kemapanan dan mengubah konsep, karena sebelumnya tidak pernah ada orang yang mengerti kalimat seperti ini. Di dalam sejarah pernah ada satu orang yang mengikut Yesus sejak dari muda sampai tua, ia begitu setia sampai mati. Kalau tidak ada Yohanes, Kitab Suci tidak lengkap, manusia tidak tahu dunia akan ke mana, tidak ada wahyu tentang kiamat, tidak ada ayat yang mengatakan, “Demikian Allah mengasihi isi dunia sehingga dikaruniakan Anak yang tunggal itu, supaya barangsiapa yang percaya kepada Dia tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Pertama, kita melihat Stoisisme Barat. Di masa Yohanes melayani, Stoisisme berada pada puncak kejayaannya. Stoisisme mengajarkan bahwa dunia terbentuk dari dua unsur, yaitu unsur aktif dan unsur pasif. Unsur aktif adalah unsur lembut yang tidak kelihatan; unsur pasif adalah semua yang kelihatan dan bisa kita pegang. Namun dunia pasif jika tidak ada yang menikmati, tidak ada pikiran, maka akan selamanya pasif. Maka perlu ada yang aktif untuk mengelola yang pasif. Dari sini dikembangkan bahwa dunia terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan paling bawah adalah lapisan yang paling kasar, yaitu lapisan materi. Lapisan yang paling tinggi adalah lapisan pikiran. Pikiran tidak kelihatan dan pikiran memikirkan semua materi, merenungkan tentang kayu, batu, tanah, geografi, dan lain-lain. Pikiran kita bisa memikirkan tentang dunia, tetapi dunia tidak bisa memikirkan pikiran kita. Jadi yang di atas menguasai yang bawah, yang tidak kelihatan lebih penting dari yang kelihatan. Maka, tidak mungkin ada binatang berkata: “Mari kita memikirkan Tuhan yang tidak kelihatan.” Binatang hanya mencari makan. Stoisisme sangat mempengaruhi kebudayaan Gerika. Mereka mengatakan tanah itu pasif, tetapi rumput itu aktif. Kemudian rumput dimakan oleh kuda. Saat itu rumput pasif dan kuda aktif. Kalau rumput lebih aktif dari tanah, maka kucing lebih besar dari rumput, macan lebih aktif dari kucing, maka manusia dianggap yang paling aktif. Sekalipun manusia kecil badannya, manusia bisa membunuh gajah yang jauh lebih besar. Jadi binatang ada di bawah manusia; tumbuh-tumbuhan di bawah binatang; lalu unsur yang lebih kecil, seperti bakteri, di bawah tumbuh-tumbuhan. Setelah itu baru di bawahnya ada materi, batu-batuan, tanah. Lapisan pasif itu materi; lapisan aktif itu hidup. Hidup ada yang berperasaan, berkemauan, dan berpikiran (rasio). Stoisisme berpendapat karena manusia memiliki bibit pikiran, maka pasti manusia berpikir. Ketika saya berpikir, maka saya adalah subyek. Saya memikirkan sesuatu, saya adalah subyek dan sesuatu itu obyek. Tetapi ketika saya memikirkan bagaimana pikiran saya bisa berpikir, maka berarti pikiran saya menjadi subyek dan sekaligus obyek.
Manusia memiliki bibit pikiran, maka manusia bisa berpikir dengan berbagai cara. Ini disebut logika. Manusia mau mengerti Logos, maka perlu memakai logika. Yang menjadikan manusia bisa berlogika adalah logikos. Di sini kita bisa melihat relasi antara Logos, Logikos dan Logika. Logikos adalah firman kecil (logos kecil), logika adalah cara untuk mengerti firman, dan Logos adalah Firman Induk. Jadi Firman Induk itu adalah Kebenaran. Manusia adalah makhluk yang mau mengerti kebenaran. Hal itu terjadi karena manusia memiliki bibit kebenaran, yaitu logikos. Jadi Kebenaran itu di luar saya, bibit kebenaran itu di dalam saya. Saya memiliki bibit kebenaran di dalam saya untuk mengerti Kebenaran yang di luar saya. Di sini saya ingin bersatu dengan kebenaran melalui bibit kebenaran. Maka tujuan hidup manusia yang tertinggi adalah menyatunya logikos dengan Logos. Di sini filsafat Gerika mulai memikirkan hubungan antara Pikiran Utama (Mother Thought) dengan anak-anak pikirannya (children of thinking).
Manusia begitu mengagumi Taj Mahal, sebuah monumen pualam yang begitu indah dengan pengerjaan yang begitu rapi dan kualitas seni yang sempurna. Taj Mahal didirikan oleh seorang raja yang menikah dengan seorang wanita yang sangat cantik. Setelah menikah, lahirlah anak pertama mereka, disusul dengan anak-anak yang lain. Hampir setiap tahun istrinya melahirkan seorang anak, bahkan kadang dua anak. Di dalam beberapa tahun mereka dikaruniai 13 anak. Suatu hari di tengah perjalanan, istrinya melahirkan anak dan meninggal. Raja begitu berduka ditinggalkan oleh istrinya, lalu ia mengambil keputusan untuk mendirikan Taj Mahal, kuburan terindah di dalam sejarah manusia. Untuk membangun Taj Mahal, dia memperalat 200.000 orang selama lebih dari 10 tahun untuk satu kuburan. Banyak yang mengatakan inilah the greatest story of love in the history. Tapi bagi saya sama sekali tidak! Demi mencintai istri yang sudah mati, dia menyuruh orang bekerja siang malam tanpa istirahat, banyak yang meninggal dunia karena bekerja terlalu berat. Bahkan barangsiapa yang tidak taat, tangannya akan dipotong. Karena takut pekerjanya bekerja di tempat lain dan menghasilkan bangunan yang lebih indah dari Taj Mahal, maka pekerja-pekerja yang banyak mengerti rahasia pembuatan Taj Mahal dibunuh. Selain cinta kasih Tuhan Allah dalam Kristus, semua cinta kasih di dunia itu adalah kebohongan, kecuali engkau meminta Tuhan menguduskan emosimu. Tanpa pengudusan dari Tuhan, itu tidak mungkin. Manusia bisa mengagumi keindahan Taj Mahal, namun jika engkau berjalan-jalan dengan membawa anjingmu, maka anjing yang engkau bawa tidak akan mungkin mengagumi keindahan Taj Mahal. Anjing tidak tertarik akan Logos.
Stoisisme cukup agung karena ia memakai istilah Logos sebagai aliran filsafat. Ketika Stoisisme memikirkan Logos, mereka mempengaruhi masyarakat sampai setiap lapisan masyarakat kagum kepada mereka. Dari sejak Yesus mati, hingga zaman Agustinus, selama empat abad penginjilan paling sulit menembus orang Stoisisme. Mereka cenderung menganggap diri mereka mengetahui lebih banyak daripada orang Kristen, bahkan etika mereka lebih tinggi daripada orang Kristen. Mereka menganggap bahwa mereka adalah orang yang paling bijaksana di seluruh dunia.
Kini kita bandingkan pengertian Logos menurut Stoisisme dan Yohanes untuk melihat perbedaan kualitatif antara filsafat manusia dan Firman Tuhan. Dengan itu kita melihat bahwa filsafat hanya merangsang dan mendorong kapasitas pengetahuan kita sedangkan Firman Tuhan membawa kita untuk mengenal anugerah keselamatan yang Tuhan berikan bagi kita, yang adalah umat-Nya. Stoisisme mempengaruhi terutama tiga lapisan masyarakat, yaitu: raja (mewakili kekuasaan); sastrawan (mewakili intelektual/cendekiawan); dan budak (mewakili kaum marginal). Ketiga lapisan ini seluruhnya taat serta takluk pada pikiran Stoisisme. Ini terjadi pada abad pertama dan kedua. Ada seorang Stoisisme yang terkenal bernama Epitectus. Dia berasal dari kalangan budak. Epitectus sezaman dengan Paulus. Dia adalah budak yang sangat pandai sehingga menjadi filsuf bahkan memberi pengaruh sampai ke istana.
Orang kedua Stoisisme adalah Seneca, seorang sastrawan dan cendekiawan yang brilian. Dia lahir sezaman dengan Tuhan Yesus. Seneca adalah salah satu orang yang paling anggun moralnya dan memiliki kemampuan sastra dan syair yang sangat tinggi pada zaman Romawi abad pertama. Untuk menyatakan kesetiaan dan ketulusan pada raja, ia bunuh diri dengan meloncat ke dalam kawah gunung berapi di Swiss, lalu terbakar di dalam api yang bergolak itu. Pada abad kedua, ada seorang kaisar Romawi yang menjadi Stoisis, yaitu Markus Aurelius. Di sini kita melihat bahwa Stoisisme bisa menaklukkan otak seorang kaisar terbaik dalam sejarah Kekaisaran Romawi. Dalam Capitol Museum di Roma, di tengahnya ada patung besar seorang kaisar yang sedang naik kuda dengan jenggot keriting dan wajahnya terlihat sangat bijaksana. Itulah Markus Aurelius. Maka, kita melihat bahwa berbagai kalangan masyarakat sudah dipengaruhi oleh pikiran Stoisisme.
Stoisisme mengatakan adanya Logos. Logos itu induk; logikos itu fragmen. Siapa saya? Saya sebagian kecil dari logikos maka saya memikirkan Logos. Kita adalah seorang yang terkena sedikit cipratan logikos. Kita senang mendengar khotbah yang baik karena logikos ingin bertemu dengan Logos, ingin mendengar firman karena manusia yang berlogika mau memakai cara berpikir yang benar untuk bertemu dan menyatu dengan kebenaran itu. Kita melihat orang-orang Gerika mempunyai pikiran bagaimana logikos bertemu dengan Logos.
Orang-orang Gerika mengatakan jika air di dalam botol ini adalah Logos (induknya), maka Logos ini pernah mencipratkan air di banyak tempat. Ini adalah logikos. Ketika Logos induk ini beredar, akhirnya titik-titik kecil dari Logos induk sudah berada di mana-mana. Sebagian kecil ada di dalam pikiranmu, sebagian ada di pikiranku, sehingga kita bisa menikmati hal-hal yang agung, mulai dari musik sampai bangunan yang agung. Anjing tidak memiliki kemampuan ini. Logikos berarti fragmen kecil yang keluar dari induk besar. Stoisismemengatakan, “Jika sampai mati engkau belum mengerti Logos, itu tidak masalah, karena engkau pasti bersatu dengan indukmu, Logos, setelah engkau mati.” Jadi manusia jangan takut mati, karena kematian membawa engkau pulang ke indukmu (Logos yang besar). Markus Aurelius menuliskan kalimat ini kepada saudaranya, ”Jangan kuatir, saya sebagai kaisar tetap sama seperti orang lain, tidak lama kemudian saya akan mati. Tolong waktu saya mati, jangan menangis. Ini bukan suatu hal yang sedih karena aku hanya kembali ke indukku, kembali ke Logos, itu saja.” Ini filsafat Stoisisme di Barat.
Kedua, filsafat Tiongkok. Filsafat Tiongkok memikirkan Logos namun tanpa ada pertemuan, kecuali ide bersatu dengan langit. Dalam filsafat Tiongkok muncul kata Logos (Dao). Dalam bahasa Tionghoa, zhī dao, berarti: mengerti Logos. Mengerti Logos menjadi taraf tertinggi di dalam hidup manusia yang mencari kebenaran. Di situ dia boleh bersatu dengan kebenaran yang asli, yaitu Dao, Firman. 150 tahun sebelum orang Gerika membicarakan tentang ini, pemikiran ini sudah muncul di Tiongkok. Pertama muncul seorang yang lebih tua dari Konfusius, yaitu Laozi. Laozi adalah filsuf yang sangat dikagumi oleh Konfusius. Konfusius mengaku ia tidak mungkin mengerti firman surgawi. Itu terlalu sulit baginya. Dia berkata, “Aku tidak memiliki jalan, cara, atau teknik untuk mengerti Logos surgawi. Dan pengertian tentang Logos tidak terjangkau dan tak dapat dimengerti. Maka tidak mungkin bagiku untuk mengerti Logos.” Konfusius juga mengatakan, “Itulah sebabnya kami berusaha mengerti apa yang lebih rendah dari Logos surgawi itu, yaitu etika manusia.” Inilah sebab Konfusius dan ajaran Tiongkok menjadi sistem etika yang paling rumit dan paling tinggi di dalam dunia. Mereka tidak tahu bagaimana mengerti firman Tuhan, tetapi mereka tahu bagaimana merenungkan hubungan manusia.
Konfusius mengajarkan lima relasi di dalam masyarakat: (1) raja dan pejabatnya; (2) ayah dan anak; (3) suami dan istri; (4) antar saudara; (5) antar sahabat. Untuk menjalankan kelima relasi ini ada dua prinsip utama. Konfusius menyatakan, “Pertama, yang bawah harus setia kepada yang atas. Pejabat setia kepada raja, anak-anak setia kepada ayah, yang menjadi istri setia dengan suamimu, yang menjadi saudara setia dengan persaudaraanmu, yang menjadi kawan setia dengan persahabatanmu. Kedua, yang atas harus penuh lapang dada, pengertian, toleransi, pengampunan, dan penampungan ke bawah. Jadi, raja harus mengerti akan pejabat, harus toleransi kepada pejabat, harus mengasihi dan mengerti kelemahan pejabat. Ayah ibu harus tahu kelemahan anak, harus toleransi, harus sabar, harus menampung, harus mengerti anak. Suami harus mengerti istri, harus memperhatikan, dan harus memelihara baik-baik. Kawan dan saudara sama.” Lima prinsip ini menjadikan Konfusius banyak berbicara tentang relasi, tetapi ia tidak tahu Firman surgawi sehingga dia ingin pergi mencari Laozi.
Menurut sejarah, Konfusius pernah mencari Laozi di negeri yang lain dengan melintasi gunung, rimba, hutan, sungai, dan perjalanan yang jauh sekali. Sesudah bertemu, Laozi bertanya, “Mengapa engkau mencari saya?” “Saya mau mengerti firman, saya ingin mengerti kebenaran alam semesta.” Laozi mengatakan, “Kalau engkau tidak kikis habis aroganmu, kalau engkau tidak membuang niatmu yang kurang sungguh-sungguh, tak mungkin engkau mengerti firman.” Saya sangat terkejut mengerti kalimat ini karena kalimat ini cocok untuk setiap zaman. Konfusius pulang dengan terima kasih. Sesampainya ia di tempat asalnya, ketika ia ditanya murid-muridnya tentang apa yang ia pelajari dari Laozi, ia menjawab bahwa ia mendapat pelajaran tentang sikap hidup. Ia berkata, “Kalau bicara tentang burung saya tahu sarangnya di mana, bagaimana terbangnya. Bicara tentang ikan, saya juga ada pengalaman melihat bagaimana mereka berenang. Bicara tentang naga, aku tidak tahu dia dari mana dan ke mana. Hari ini saya ketemu Laozi, sebenarnya saya bertemu naga.” Jadi Konfusius rendah hati sekali, mau tahu firman. Itu sebab, kalimat-kalimat yang paling penting dari filsafat Konfusius adalah dia mengaku dia tidak bisa mengerti firman, “Saya tidak bisa mengerti Logos. Jika suatu pagi saya mengerti firman itu apa, malam itu mati pun aku rela.” Ini filsafat Tiongkok.
Dia mengatakan satu kalimat, tidak ada satu detik pun di mana kita boleh hidup tanpa bergabung dengan firman. Firman yang menjadi pendukung hidup kita. Dengan mengerti filsafat ini, kita akan menemukan bahwa apa yang dikatakan Alkitab dalam kitab Yohanes begitu indah. Kita melihat bagaimana Yohanes membicarakan tentang Logos. Pada mulanya adalah Logos, Logos itu bersama-sama dengan Allah, dan Logos itu adalah Allah.
Injil Yohanes 1 : SANG FIRMAN (THE WORD)
4. Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.
5. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.
Yohanes 1:4 bisa juga diterjemahkan: Di dalam Firman ada hidup, dan hidup ini adalah terang manusia. Terang menerangi kegelapan, tetapi kegelapan tidak mau menerima terang. Kita telah menyinggung sedikit tentang terang. Dan dari pembahasan tentang budaya-budaya yang berkaitan dengan Logos, kita juga telah melihat bahwa pemikiran Yohanes tentang Logos telah melampaui yang lain. Logos dalam pemikiran Yohanes bukan berada di dalam atau di bawah alam. Dia beserta dengan Allah dan Dia adalah Allah.
Inilah perbedaan kualitatif antara wahyu Allah dan hasil penemuan atau spekulasi pikiran manusia. Sebagai orang Reformed kita seharusnya mampu menemukan perbedaan kualitatif (qualitative difference) antara kedua pola pikir ini. Di sini membedakan bagaimana kita melihat Alkitab dan orang luar melihat Alkitab. Bagi kebanyakan orang, Alkitab hanyalah salah satu dari beberapa kitab agung yang ada di dunia ini. Orang percaya melihat Alkitab sebagai wahyu Allah dan satu-satunya sumber kebenaran bagi kita. Hanya Yohanes yang menemukan: Firman itu beserta Allah dan Firman itu adalah Allah.
Kita akan melihat pengertian Logos di dalam sejarah. Di zaman Mao Zedong ada satu jenis porselen yang teknik pembuatannya berbeda dari semua porselen yang ada. Di tengah porselen berwarna putih itu dibubuhkan satu cap berwarna, untuk menandakan bahwa porselen itu asli. Cap itu tidak terlihat secara biasa, tetapi bisa dilihat jika diletakkan di bawah cahaya. Sebenarnya, 600 tahun sebelum Mao Zedong, ada kaisar Yongle, kaisar ketiga dan yang paling ambisius dari dinasti Ming. Ia membangun istana terbesar di dunia, Forbidden City, di Beijing. Sejak dibangun pada tahun 1403, istana itu telah beberapa kali terbakar. Terakhir direnovasi sekitar tahun 2005 untuk menyongsong Olimpiade Beijing 2008. Kaisar Yongle yang pertama kali membuat porselen putih, di dalamnya terdapat naga berwarna biru yang terbuat dari cobalt yang dibakar dengan suhu 1200 derajat Celsius; dan mutiara berwarna merah yang terbuat dari perunggu yang dibakar 1300 derajat Celsius dan perlu pengontrolan oksigen. Cap rahasia itu hanya dapat dilihat di bawah cahaya dan itu merupakan jaminan keaslian karya itu. Demikian juga Tuhan, ketika mencipta segala sesuatu, Ia membubuhkan tanda tangan-Nya. Lalu bangsa Tionghoa, India, Gerika, melalui logika menemukan dalil standar, yang kemudian dikenal dengan bidang-bidang studi, yang diakhiri dengan kata “logi” seperti: geologi, psikologi, biologi, dan lain-lain. Bidang-bidang ilmu ini menemukan tanda tangan Allah di dalam ciptaan-Nya. Namun, Allah Pencipta bukanlah logika, melainkan Logos. Logos menandatangani logi, dan ditemukan oleh logikos. Di sini Yohanes menegaskan bahwa Logos itu bukan di dalam alam, tetapi bersama dengan Allah dan adalah Allah. Jadi orang Kristen jangan hanya ingin menjadi kaya, lancar, sukses; tetapi juga harus tahu betapa ajaibnya Tuhan mencipta segala sesuatu. Lebih ajaib lagi, Ia telah mengirimkan Anak-Nya untuk menyelamatkan manusia, engkau dan saya. Dan sebagai buktinya, Allah Roh Kudus tinggal di dalam hati kita.
Pada zaman ini, kekristenan telah banyak diselewengkan oleh banyak pendeta dan gereja yang tidak bertanggung jawab. Reformed berarti kembali kepada Alkitab. Bagaimana kita bisa membawa banyak orang kembali mengikuti jalan Alkitab, jalur Alkitab, prinsip Alkitab secara benar? Inilah tugas berat yang harus kita emban. Firman itu bersama dengan Allah, tetapi di dalam alam ciptaan-Nya, ada tanda tangan-Nya, prinsip-prinsip dan dalil-dalil-Nya, sebagai tanda bahwa Dia telah berkarya di sini. Dengan demikian memungkinkan manusia mengarahkan imannya dari dunia sini menuju ke surga sana.
Pada mulanya adalah Firman dan Firman beserta dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Segala sesuatu diciptakan oleh-Nya, tanpa Dia tidak ada sesuatu yang ada. Di sini kita melihat satu Pencipta, bukan dua lapisan penciptaan. Yohanes menegaskan, tidak perlu ada allah pencipta yang kurang sempurna, karena dunia ini dicipta langsung oleh-Nya. Mengapa Allah yang sempurna mencipta dunia yang tidak sempurna, dijawab oleh Gottfried Leibniz, seorang filsuf Jerman, yang reputasinya setara dengan Rene Descartes dan Baruch Spinoza. Ketiganya dikenal sebagai rasionalis tertinggi di dalam sejarah. Dari ketiganya, hanya Leibniz yang lebih cenderung ke Kristen. Leibniz menjawab secara apologetis, jika Allah mencipta dunia identik dan sekualitas dengan Diri-Nya, maka akan ada dua Allah. Dan itu berarti Allah mencipta Allah, padahal Allah tidak mungkin dicipta. Itu mustahil. Jadi ciptaan Allah justru tidak boleh sekualitas dengan Allah. Dengan demikian, kita tidak mungkin boleh dan bisa mengidentikkan dunia yang tidak sempurna ini dengan Allah yang sempurna.
Melalui ayat ini, Yohanes menegaskan relasi antara Allah dan Logos dalam mencipta. Bukannya Allah mencipta Logos, lalu Logos mencipta alam, seperti pada pikiran Stoisisme. Yohanes menyatakan bahwa Allah memakai Logos untuk mencipta alam semesta yang tidak sempurna; sementara Allah dan Logos tetap sempurna. Alam yang dicipta memiliki perbedaan kualitatif dari Allah dan Logos yang mencipta, dan perbedaan kualitatif ini merupakan suatu keharusan mutlak. Namun, melalui ayat ini, bisa timbul kesan bahwa ada dua Allah, yaitu Allah dan Logos. Di sini kita melihat pertama kali Yohanes mulai masuk ke dalam ajaran Allah Tritunggal.
Saya rasa, Saksi Yehovah, Arius, Modalisme (Sabellianisme), Manichaeisme, Witness Lee salah mengerti tentang pemikiran Yohanes. Firman itu bukanlah ciptaan. Firman itu adalah Allah. Celakanya, mereka menganggap diri lebih pandai menafsir dan lebih mengerti Kitab Suci. Melihat Logos sebagai ciptaan Allah adalah sebuah kesalahan besar. Mereka melandaskan ajaran mereka dari Kolose 1 dan Wahyu 3, yang mengatakan: Logos (Kristus) adalah yang utama dari semua ciptaan. Lalu mereka menganggapnya bahwa Kristus adalah ciptaan yang pertama (first created). Sepintas, secara tata bahasa memang bisa dimengerti sedemikian, namun secara theologis hal itu tidak mungkin dapat diartikan demikian, karena Kristus sendiri mengatakan bahwa Aku adalah Alfa dan Omega. Seluruh Kitab Suci juga menunjang Kristus yang tidak berubah, dahulu, sekarang dan selamanya (Ibr. 13). Ia adalah Allah yang kekal. Pengertian “Aku adalah...,” yang dalam bahasa Gerika “ego eimi…” dimengerti dari sejak Perjanjian Lama oleh orang Yahudi sebagai julukan bagi Allah. Istilah itu menunjuk pada Allah Pencipta langit dan bumi. Tuhan berkata kepada Musa: Aku adalah Aku (ego eimi). Frasa ini yang banyak sekali dipakai oleh Injil Yohanes.
Tetapi pemikiran ini belum menyelesaikan bagaimana mengerti “Firman itu bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”. Di dalam pikiran orang Yahudi, Allah itu esa, hanya ada satu Pribadi. Konsep ini salah. Orang Kristen melihat bahwa Yesus yang memberitakan Kerajaan Allah, melakukan mujizat, dipaku di kayu salib, bukanlah manusia biasa, melainkan Allah yang berinkarnasi. Dengan ini, konsep bahwa Allah hanya satu Pribadi haruslah digugurkan. Itu sebabnya Yesus menegakkan pengertian yang benar, dan Ia tidak memilih murid dari Yerusalem, melainkan dari Galilea. Artinya, Ia menentang konsep orang Yahudi yang dibakukan dan diturunkan dari Arus Pemikiran Yerusalem (academical tradition of Jerusalem School).
Kita memang tidak membuang Perjanjian Lama, tetapi kita harus membuang tradisi orang Yahudi yang salah. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama-sama adalah firman Tuhan dan keduanya tidak bisa dihilangkan. Allah ingin membuang sikap mereka yang arogan, yang menganggap diri mengerti Kitab Suci, padahal mereka mengerti secara salah. Mereka mengerti hanya secara hurufiah yang mematikan, dan bukan pengertian rohani yang menghidupkan. Itu sebabnya, kita perlu menuntut diri untuk mengerti firman Tuhan seakurat mungkin, bukan menurut apa yang kita inginkan. Dan dalam hal ini, Yohanes sangat peka. Perkataan Yesus, “Anggur yang baru tidak diisikan ke kirbat yang tua,” menandai hadirnya era yang baru, era kehidupan yang bersinar dan Perjanjian Baru yang diwahyukan.
Di dalam filsafat Gerika terdapat Plato. Ia menjadi begitu penting karena pada awalnya filsafat Gerika mengandalkan logika untuk meneliti fisika, metafisika, dan lain-lain. Namun, kemudian Socrates membalikkan ke sebuah paradigma yang baru, yaitu “untuk mengenal segala sesuatu, harus dimulai dari mengenal diri” (gnothi seauton). Socrates adalah guru terbesar zaman kuno yang mendidik umat manusia. Muridnya, Plato, meneliti kosmologi dengan sangat luas. Ia mengadopsi pikiran-pikiran kuno sebelum Socrates.
Plato mengembangkan pikirannya bahwa dunia yang tampak ini hanya fenomena, sementara dunia yang asli tidak di sini. Itulah dunia yang sempurna. Dunia itu ada di dalam ide. Ide itu yang menuntut pikiran manusia dan menyadari bahwa di sana ada yang sempurna, sehingga kita yang di sini mau meraih kesempurnaan itu. Namun, akhirnya menemukan bahwa yang di sini tidak sempurna. Manusia dengan ide yang sempurna ini kemudian mau belajar dan menuntut diri dengan cara berguru. Tetapi akhirnya, ia menemukan bahwa tidak ada guru yang sempurna, maka ia terpaksa berkompromi. Ide memang sempurna, tetapi realitas tidak sempurna. Ide tinggi; realitas rendah. Seseorang mencari isteri yang sempurna, ketika ia mendapati orang yang mendekati idenya, ternyata wanita itu begitu cerewet yang membuat dia tidak tahan. Di situ dia harus berkompromi. Bagi Plato, dunia ide ini (form/bentuk) dibedakan dari realitas (matter/materi). Tetapi form yang tak tampak, selalu ada di dalam matter yang tampak. Ketika seseorang mau membuat sebuah gelas, dia memulai dengan ide tentang gelas yang indah. Itu disebut desain. Allah adalah Perancang Agung. Ia meletakkan form (bentuk) menjadi matter (materi). Ia merealisasikan ide menjadi ciptaan. Maka, bagi Plato, ada Form (bentuk), ada Ide di sana, dan ada Matter (materi) di sini. Lalu ia mulai mendirikan sekolah yang diberi nama Akademia. Maka istilah ‘akademi’ dimulai dari Plato.
Pendapat Plato ditentang oleh Aristoteles, seorang muridnya yang sangat pandai. Dia berani menentang pendapat gurunya. Ketika Aristoteles ditanya apakah dia tak mencintai gurunya, jawabnya: “Bukan aku tidak mencintai guruku, tetapi aku harus mencintai kebenaran lebih dari mencintai guruku.” Di sini terjadi penerobosan dalam metode pembelajaran (methodology of teaching), yang dimulai dari semangat pemberontakan dan semangat berdebat demi kebenaran oleh Aristoteles. Maka sistem pendidikan di Barat mengizinkan murid berbeda pendapat dengan gurunya.
Sistem pendidikan seperti itulah yang membawa Barat, selama 2400 tahun terus maju. Dan itu pula perbedaan signifikan antara pendidikan Tiongkok (Timur) dengan pendidikan Barat. Hal semacam ini harus diperhatikan di dalam kita menerapkan pendidikan di sekolah. Mendirikan sekolah bukan untuk mencari uang, tetapi benar-benar menegakkan kebenaran dan memuliakan Tuhan. Pemikiran Plato ini merajalela selama 1500 tahun, kemudian digantikan oleh pemikiran Aristoteles. Maka selama 600 tahun belakangan ini, Katholik Modern mengikuti Aristotelianisme, di mana terdapat gabungan antara form (bentuk) dan matter (materi). Sebelumnya Katholik menganut paham Neo Platonisme, yang percaya ada materi di sini dan bentuk di sana.
School of Athens adalah satu lukisan Raphaello, yang melukiskan puluhan filsuf. Termasuk di dalamnya Democritus, Socrates, Aristoteles, Herodotus, Euclid, bahkan Averroes (abad ke-13), berada di dalam suatu gedung besar. Hanya dua kepala berlatar belakang angkasa biru yang dihiasi awan-awan, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato mewakili Idealisme. Aristoteles mewakili Realisme. Dilukiskan Plato berdebat dengan satu tangan memegang buku besar (Timaeus), tangan yang lain menunjuk ke atas, wajahnya serius. Aristoteles menghadap gurunya, satu tangannya juga memegang buku (Etika), tangan yang lain menunjuk ke bawah. Mereka adalah pemikir agung dengan pemikiran yang universal. Dasar bicara Plato adalah buku Timaeus: bentuk di sana, materi di sini. Dasar pembicaraan Aristoteles adalah buku Etika: bentuk dan materi sama-sama di sini, keduanya menyatu. Perdebatan itu terus berlangsung sampai abad ke-4, bahkan sampai awal abad ke-5.
Agustinus pada awalnya menafsir Kitab Suci mengikuti filsafat Plato dan memberi pengaruh pada gereja mula-mula. Namun, kemudian ia berusaha keras untuk melepaskan diri dan berhasil menjadi filsuf Kristen yang pertama, yang mengangkat pentingnya fungsi rasio, sehingga orang yang percaya kepada Tuhan Yesus dapat memiliki pengertian akan apa yang mereka percaya (Credo ut intelligam – aku percaya, maka aku mengerti). Setelah dia, selama 600 tahun tidak ada pemikir yang penting. Baru pada abad ke-11, Anselmus menegakkan doktrin Kristologi, menghapus pengertian theolog sebelumnya yang salah tentang harga penebusan Kristus yang tunai itu dibayarkan kepada setan, dengan menegaskan bahwa harga tebusan tunai itu diberikan pada Allah. Dengan demikian pengertian Kristologi dan Soteriologi menjadi lebih sempurna. Tetapi juga di abad ke-11, gereja Ortodoks pecah dari gereja Katholik, membuat Katholik tak lagi menjadi gereja universal, dan hanya menyandang nama Katholik Roma, karena gereja Katholik itu mengacu pada gereja di Roma. Sementara di luar Roma masih ada banyak orang yang imannya Ortodoks, yang di Rusia disebut Ortodoks Rusia, yang di Yunani disebut Yunani Ortodoks, yang di Persia, Turki dan tempat-tempat lain disebut Ortodoks Timur. Perpecahan gereja yang pertama terjadi pada tahun 1054 antara Katholik Roma dan Ortodoks Timur. Ortodoks Timur lebih menyukai theologi Yohanes, Katholik Roma lebih menyukai Theologi Paulus. Selain di gereja Katholik juga terjadi perdebatan tentang asal usul Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak. Empat ratus tahun kemudian, pada tahun 1517, gereja Katholik mengalami perpecahan lagi dan muncullah Protestan, berkat keberanian Martin Luther, yang menganut arus pikir Agustinus. Dia menentang semua ajaran manusia dan tradisi yang tidak sesuai dengan Kitab Suci, memakai slogan: sola scriptura, sola fide, sola gratia, solus Christos, soli Deo gloria, yang terpampang di atas gedung Reformed Millennium Center di Kemayoran.
Sekitar abad ke-13, pengaruh Aristoteles melejit, melampaui pengaruh Plato, dan merajalela di dunia akademis. Pada abad itu, tiga agama: Kristen, Yahudi, dan Islam, memperebutkan takhta akademis di seluruh tempat pendidikan penting di Eropa. Akibat perpecahan di abad ke-11, Katholik mulai menggalakkan pengajaran doktrin, guna menunjang iman kepercayaan. Maka dimulailah Monastery (Biara). Dan di abad ke-12, Biara (Seminari) berkembang menjadi Universitas, memimpin dunia akademisi. Universitas yang pertama di dunia adalah The University of Paris, di Perancis. Baru disusul Oxford University, Cambridge University, Genoa University, University of Heidelberg, University of Prague, dan kota-kota lain pun mulai mendirikan universitas. Universitas yang tadinya berasal dari biara, menambahkan pelajaran-pelajaran lain, yang mengelilingi satu pelajaran terpenting: theologi.
Itu sebabnya, universitas Barat menjadikan fakultas theologi sebagai induk, fakultas lain sebagai subordinat, dan karena itu theologi dijuluki the Queen of Science (Ratu Sains). Tetapi sekarang, universitas-universitas di Jakarta tidak punya fakultas theologi. Bahkan Beijing University, sebelumnya bernama Yanjing University, didirikan oleh misionaris Kristen. Setelah diambil alih oleh orang Tionghoa, fakultas theologi ditiadakan. Dan semua universitas di Asia tidak memandang penting firman Tuhan, hanya mau belajar pengetahuan dunia lalu melawan Tuhan.
Aristoteles menegakkan pentingnya menyelidiki dunia, bukan hanya berspekulasi. Karena menurut dia, segala sesuatu terdiri dari empat unsur: tujuan, materi, alasan, efektivitas. Misalnya, sebelum saya membuat kotak tissue ini, sudah punya tujuan, agar tissue-tissue tak berantakan, maka tissue harus bisa diambil per lembar, bisa muat seratus lebih lembar tissue. Baru saya mencari materinya, warnanya dan lain-lain, karena di dalam materi yang nampak pasti ada ide yang tak nampak, maka form dan matter tidak dapat dipisahkan. Aristoteles memang salah seorang yang sangat cerdas, luar biasa, kreatif, dan tajam di sepanjang sejarah. Dia menulis lebih dari seribu buku otoritatif di zamannya di banyak bidang, dari astronomi, meteorologi, pergerakan binatang, anatomi, kedokteran, fisiologi, bagaimana wanita melahirkan anak, dan lain-lain. Dia berusaha menjawab semua perkara yang pernah terlintas di dalam pikiran manusia selama ribuan tahun. Dia hidup pada tahun 380 SM, tetapi baru di abad ke-13, sesudah dia mati hampir 1500 tahun, namanya melejit, pemikirannya jadi signifikan, menggantikan pemikiran Plato.
Tiga agama berebut takhta akademis, karena masing-masing merasa paling benar. Di Universitas Paris, Katholik merasa paling benar. Namun, sekarang semua bisa masuk. Mengapa Islam bisa masuk? Karena selama 600 tahun lebih orang Kristen sudah meninggalkan ajaran Agustinus, melupakan pentingnya pengetahuan iman, hanya memikirkan dan meminta berkat Tuhan, mujizat Tuhan, mau kaya, mau hidup nyaman, mirip seperti ajaran Karismatik pada masa kini. Maka beberapa ratus tahun kemudian, gereja penuh dengan orang bodoh. Orang yang pandai meninggalkan gereja. Sementara orang Islam muncul sebagai orang yang sangat pandai, sehingga mereka pun diundang mengajar di Eropa. Salah seorang Arab yang diundang menjadi profesor di Paris University, Averroes, merajalela, katanya: “Saya mengerti logika, filsafat Aristoteles, epistemologi, silogisme, dan lain-lain, sementara kalian (orang Kristen) tidak mengetahui semua ini.” Maka orang Katholik dan orang Yahudi tidak mau kalah, dan mereka mulai mengejar dan belajar filsafat Aristoteles. Setelah bertarung puluhan tahun, Katholik menang.
Mungkin Saudara merasa mengapa kita harus membahas Injil Yohanes serumit itu? Jika kita mau seumur hidup menjadi orang bodoh, memang kita tidak perlu belajar seperti ini. Tetapi jikalau engkau mau belajar dengan sungguh, simaklah dengan seksama, maka engkau akan memperoleh bijaksana dan pengertian. Jagalah agar jangan setelah engkau belajar begitu banyak lalu jadi congkak, sebaliknya, mintalah pimpinan Tuhan dengan rendah hati. Inilah cara kita bisa terus bertumbuh dan semakin dipakai Tuhan.
Ketika semua rasul sudah mati martir, hanya tersisa Yohanes yang adalah rasul termuda, namun sekarang sudah berusia lebih dari 90 tahun. Sudah lebih dari 20 tahun yang lalu Paulus mati martir dan Petrus mati dipaku terbalik. Saat itu sudah tidak ada lagi rekan seiman Yohanes yang bisa diajak melawan empat musuh gereja. Akhirnya dia minta Tuhan memberikan kekuatan padanya. Meskipun ia sudah tua dan sudah mulai menjadi orang yang tidak mempunyai kekuatan berdiri sendiri seperti orang muda, dia minta Tuhan memberikan keberanian padanya. Dan dengan perasaan penuh tanggung jawab ia menulis kitab Yohanes. Di usianya yang lanjut, ia berhak untuk pensiun, tapi kalau dia pensiun, dunia ini tidak ada Injil Yohanes dan kitab Wahyu serta gereja saat itu harus berperang sendiri melawan 4 musuhnya.
Jangan menghina dirimu! Kita harus selalu pikir, ”Jika bukan saya yang mengerjakan, siapa yang akan mengerjakan? Jika tidak sekarang, bilakah? Jika tidak di sini, di mana?” Kita harus berani memulai dari diri kita sendiri, sekarang, dan di sini. Yohanes menyadari bahwa kini menjadi tugas dan tanggung jawabnya untuk mengerjakan hal itu. Untuk itulah ia diberi usia yang panjang. Dengan semangat sedemikian saya melayani sampai sekarang dan saya rindu semua orang Kristen, khususnya yang mendengar khotbah saya, menerima semangat seperti ini; meneruskan pekerjaan Tuhan, mewarisi api yang diberikan oleh Roh Kudus kepada para rasul, bapa gereja, para misionaris, para reformator, dan sampai di gerakan Reformed Injili di mana hamba-hamba Tuhan sedang menjadi contoh bagi Saudara yang mendengarkan khotbah.
Empat musuh gereja saat itu adalah: (1) Pemerintah Romawi yang menganiaya orang Kristen. Pembunuhan terjadi di mana-mana, pengaliran darah tidak habis-habisnya. Yang memanggil Yesus sebagai Tuhan, akan dipenggal kepalanya. (2) Para filsuf dan cendekiawan yang menghina iman orang Kristen. Mereka menghujat, mengumpat, dan memfitnah. Mereka menganggap orang Kristen adalah pemberontak kerajaan karena tidak mau menyembah dewa-dewa dalam mitologi mereka. Orang Kristen dianggap bodoh karena percaya hanya kepada satu Tuhan dan menganggap orang biasa yang mati serta bangkit sebagai Tuhan. (3) Pemalsuan injil dari orang gnostik. Gnostisisme memakai nama rasul karena nama rasul dipercaya oleh orang Kristen. Mereka memanipulasi nama rasul untuk memenangkan pembaca. Pada akhir abad pertama selain Matius, Markus, dan Lukas, sudah beredar puluhan injil palsu untuk mengacau-balaukan orang Kristen. (4) Orang Kristen palsu dan munafik, mereka menyelundup ke dalam gereja dan merusak nama Tuhan. Akhirnya orang luar menganggap orang Kristen hidupnya tidak benar, berbuat zinah, berlaku curang, dan tidak jujur dalam perdagangan. Inilah empat musuh dari luar dan dari dalam.
Pada waktu itu Injil Matius, Markus, dan Lukas sudah ada, tetapi puluhan injil palsu juga beredar. Maka perlu satu lagi seorang tua yang menulis satu Injil untuk melawan puluhan injil yang palsu, melawan ratusan orang yang menghina, dan ribuan fitnahan kepada kekristenan, dan melawan pemerintah Romawi yang sudah membantai ratusan ribu orang Kristen. Jangan kita hanya sekedar membaca Injil Yohanes. Kita harus mengerti latar belakang Injil ini ditulis dan keadaan saat itu.
Yohanes mengatakan bahwa Firman bukan di lapisan ciptaan, tetapi di lapisan Pencipta. Firman beserta dengan Allah dan Firman itu Allah. Logos ini berbeda dari pengertian Lao Zi, Konfusius, filsafat India, dan Gnostisisme serta semua filsafat Gerika yang merupakan pengertian manusia belaka. Pengungkapan di dalam Yohanes 1:3 sangat jelas. Dengan pembedaan kualitatif, Yohanes memutar balik semua pemikiran yang sudah muncul dalam sejarah. Dalam Yohanes 1:4 muncul satu berita yang penting, yaitu hidup ada di dalam Firman. Semua ajaran mengatakan firman ada di dalam otak hidup. Firman, Logos, Brahman, Tao, yang dikatakan oleh Lao Zi, Konfusius, Hindu dan oleh Zoroasterisme atau oleh Stoisime adalah logos yang ada di dalam pikiran logikos. Firman yang berada dalam pemikiran sebagai hasil rasio manusia. Yohanes membalik semuanya ini. Bukan firman di dalam hidup, tetapi hidup di dalam firman.
Semua yang hidup berasal dari Dia, dan dalam Dia ada hidup. Hidup dalam bahasa aslinya menunjuk kepada induk kehidupan. Semua hidup berasal dari Tuhan, bukan Tuhan diciptakan oleh hidup. Jika Tuhan dibayangkan, dispekulasikan, diimajinasikan oleh manusia, berarti di dalam hidup ada tuhan. Yang benar adalah di dalam Tuhan ada hidup dan hidup seluruh dunia berasal dari Dia; maka Dia bukan berasal dari hidup yang memikirkan tentang Tuhan.Yohanes menerima wahyu Tuhan untuk membalikkan semua pikiran di seluruh dunia di sepanjang sejarah. Hidup ada pada Dia dan hidup ini adalah terang dunia. Hidup yang menerangi dunia.
Terang dan hidup merupakan dua unsur kekal dalam Gnostisisme. Gnostisisme percaya terang dan gelap itu kekal dan ada pada dirinya sendiri (eternal and self-existing). Dari kekal sampai kekal keduanya sama-sama berada. Jadi ajaran Gnostisisme berdasarkan dualisme kosmologi; di dalam alam semesta ada dua hal yang berlawanan yang sama-sama ada, sama-sama penting, dan sama-sama berkuasa. Hal ini berlawanan dengan ajaran Alkitab. Alkitab tidak pernah mengatakan, pada mulanya ada Allah dan setan yang dari dahulu sampai sekarang bermusuhan dan kita terjepit di tengahnya, sehingga kadang-kadang kita mendengar firman Tuhan lalu diganggu oleh suara setan, ketika mendengar suara setan diganggu oleh suara Tuhan. Minggu orang ke gereja dan Senin ke tempat perjudian. Ini semua bukan ajaran Alkitab!
Dalam Perjanjian Lama dikatakan, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Karena ketidaktaatan penghulu malaikat (ciptaan) maka timbullah dosa dan kejahatan yang melawan Tuhan. Inilah yang Tuhan sebut setan. Sejak itulah baru ada setan. Dosa tidak berada dalam kekekalan. Setan tidak ada di kekekalan. Jadi ajaran Kristen dalam Kitab Suci adalah Monisme, bukan Dualisme atau Pluralisme.
Dalam ajaran tradisi Tionghoa, dalam bagian yang hitam dengan titik putih di tengahnya dan dalam bagian yang putih dengan titik hitam di tengahnya. Itu namanya ‘yin-yang’. Berhadapan dan berelatif, ini adalah ajaran Dualisme bukan ajaran Kristen. Demikian juga dalam ajaran Hindu, ada dewa yang baik dan ada dewa yang jahat. Itu pun Dualisme. Zoroasterisme yang merupakan ajaran Persia juga Dualisme. Manichaeisme dan Gnostisisme juga Dualisme. Dalam ajaran Dualisme, ada dewa yang baik dan ada dewa yang jahat; ada terang dan ada gelap. Gelap dan terang itu berinteraksi selama-lamanya tanpa pernah menjadi satu konklusi. Bagi kita Allah mengizinkan dosa berada, tetapi bukan dicipta. Allah akan mengakhiri dosa saat penghakiman yang terakhir di hari kiamat. Setelah sejarah berakhir, dalam kekekalan Allah tetap menang. Ini alasan Yohanes menuliskan kalimat ini. Ia mau memberitahukan kita untuk tidak masuk ke dalam jerat ajaran Dualisme ataupun Pluralisme.
Ajaran Dualisme Kosmologi dalam wilayah supranatural itu dimulai oleh seorang yang bernama Zoroaster. Ia orang Persia. Ada dua versi catatan tahun kehidupannya, ada yang mengatakan ia hidup 600BC dan ada yang mengatakan ia hidup 1.000BC. Dia tinggal di gunung yang tinggi di Persia. Pada suatu hari dia mengaku mendapatkan wahyu lalu dia sadar dan insyaf. Setelah dia mengerti maka dia turun dari gunung dan mengajarkan ajaran: Di dunia ini, dalam alam semesta ada dua kekuatan, dua dewa, dua sifat yang berlawanan. Yang satu adalah dewa yang baik (terang) yang mengajarkan kebajikan. Dan satu lagi dewa yang jahat (kegelapan) mengajarkan kerusakan kepada manusia. Kedua dewa ini bernama Ahura Mazda dan Angra Mainyu. Pertarungan antara dua kekuatan ini belum pernah berhenti. Ajaran Zoroaster akhirnya mempengaruhi orang-orang Gnostisisme dan 350 tahun kemudian mempengaruhi Manichaeisme. Kemudian Manichaeisme mempengaruhi Agustinus pada abad ke-4 dan abad ke-5.
Pemikiran Dualisme ini menjadi gejala umum hampir semua agama. Di sinilah perbedaan esensial dengan kekristenan yang bukan merupakan hasil imajinasi spekulasi rasio manusia sebagai ciptaan yang berdosa. Kekristenan yang merupakan ajaran Monotheisme dan Monisme ini adalah ajaran yang langsung diwahyukan oleh Tuhan kepada orang-orang yang dipilih. Jadi jangan heran apabila filsafat Cina, India, Persia, dan seluruh Timur Tengah dipengaruhi Dualisme sampai saat Abraham dipanggil Tuhan untuk mengikut Dia. Abraham menjadi nenek moyang semua orang yang percaya Monotheisme. Dan kemudian wahyu Tuhan turun kepada Musa sebagai orang pertama yang mendapat wahyu Tuhan untuk menulis kitab suci untuk mengajar Monotheisme. Selain itu, seluruh dunia sewaktu masuk dalam pergumulan memikirkan tentang dunia rohani, semua berkecimpung dalam Dualisme.
Sampai hari ini kita melihat negara Persia (sekarang Iran) menghasilkan Dualisme, padahal mayoritas sudah membuang Dualisme. Mereka akhirnya menerima ajaran nabi Mohammad yang mengajarkan hanya satu Allah. Hampir seluruh negara di Timur Tengah hari ini berasal dari keturunan orang Arab. Zoroasterisme hanya dipegang oleh sekelompok kecil saja. Mereka menyembah api.
Ketika Yohanes berbicara tentang terang dan gelap, sebenarnya ia mau memberitahukan kepada dunia bahwa Dualisme bukanlah ajaran Kristen. Orang dunia yang membaca Yohanes harus kembali kepada Allah sejati yang kekal dan inkontingen (dari kekal sampai kekal). Dewa-dewa yang tidak ada menjadi ada hanya karena imajinasi manusia yang terpolusi Dualisme. Manusia menciptakan kemungkinan keberadaan yang sebenarnya tidak ada. Lalu apakah setan itu ada? Ada, tetapi keberadaan setan bukan keberadaan yang inkontingen. Setan ada karena perubahan dari yang dicipta melawan Yang Mencipta; lalu dibuang dari sorga dan diturunkan ke angkasa. Itu namanya Kelompok Pemberontak. Setan adalah si Pemberontak. Istilah ‘setan’ berarti yang melawan, yang menantang kehendak Allah.
Dalam kekekalan tidak ada setan. Dalam kekekalan setan tidak ada lagi kuasanya. Dalam kesementaraan setan diizinkan berada dan diizinkan memberontak. Lalu setelah itu dihakimi untuk kalah selama-lamanya. Untuk melawan injil-injil palsu yang percaya akan Dualisme, Yohanes menulis kalimat, “Di dalam Dia adalah hidup. Hidup itu terang dunia. Terang bersinar ke dalam kegelapan dan kegelapan tidak bisa menguasai terang. Kegelapan tidak menerima terang. Kegelapan tidak bisa menang atas terang.” Ayat ini sekaligus menyatakan fakta Monisme. Ayat ini sekaligus memberikan kepada kita pengharapan kekal, karena dari permulaan memang dosa dan setan itu tidak ada. Kalau sekarang dosa dan setan merajarela, bukan karena dia sama-sama berkuasa, sama-sama bereksistensi, sama-sama kekal dengan Allah. Dia hanya diizinkan Allah untuk sementara sukses pemberontakannya, diizinkan Allah sementara kejahatannya bebas merajalela dalam dunia. Keberadaannya kontingen. Tetapi akhirnya terang akan mengalahkan kegelapan dan kegelapan tidak bisa mengalahkan terang. Karena terang itu permanen dan inkontingen.
Namun 380 tahun kemudian, pengaruh ajaran ini masih berada di dalam orang Kristen sehingga ada seorang yang sangat cerdas, salah satu genius yang paling besar dalam sejarah umat manusia, keracunan filsafat Dualisme ini. Ia adalah Agustinus yang menyesuaikan pengalaman pergumulan pribadi dengan ajaran yang enak didengar. Agustinus dilahirkan oleh seorang perempuan Kristen (Monica) yang begitu beribadah. Monica adalah seorang perempuan yang cinta Tuhan dan sepanjang hidupnya ia adalah seorang yang berdoa. Namun entah karena dipaksa atau karena faktor lain, ia menikah dengan seorang pria yang meskipun pintar dan gagah, tetapi tidak mengenal Tuhan. Selain suka marah, pria itu suka mabuk-mabukan dan dengan tabiatnya yang keras ia hidup mengikuti kedagingannya sendiri. Istri yang baik menikah dengan suami yang tidak baik, ia memikul salib yang berat sekali. Itu sebabnya Alkitab mengatakan, yang beriman tidak bisa menanggung kuk yang sama dengan orang tidak beriman.
Dalam hal pernikahan, wanita Kristen harus hati-hati, jika tidak engkau akan mengalami apa yang dialami Monica. Suaminya pulang dalam keadaan mabuk, marah-marah, dan pergaulannya sempit. Dia adalah seorang yang kurang bertanggung jawab khususnya di dalam moral, keluarga, dan iman kepercayaan. Dari pernikahan ini, lahirlah anak lelaki yang namanya Agustinus yang luar biasa genius. Dia mempunyai pengertian yang sangat tajam dan peka. Pada usia 13 tahun ia sudah mengerti retorika, gramatika, dan segala dalil bahasa. Pada usia 14 tahun sudah boleh menjadi guru besar untuk mengajar di universitas. Dia mempelajari semua agama, tata bahasa, dan pengaturan sastra dengan kekuatan luar biasa. Di umur 17 tahun, Agustinus sudah tuntas mempelajari Stoisisme, Epikurianisme, dan Skeptisisme. Lalu dia menjadi seorang guru besar. Umur belasan tahun sudah mempunyai kedudukan dalam masyarakat dan berada di tengah kaum cendekiawan yang tinggi sekali. Tetapi meski otaknya begitu pintar, dia menemukan ada satu kesulitan; otaknya tinggi tapi hatinya rendah. Pikirannya tajam, nafsunya tidak terkendali. Siang menjadi guru besar, malam hidup seksnya memalukan. Pergumulan ini sangat menyusahkan dia; mempunyai seorang ibu yang cinta Tuhan dan rajin ke gereja serta seorang ayah yang meski pintar, tapi suka marah dan tidak bisa mengendalikan nafsu dan tabiatnya yang sangat liar itu. Dua-duanya ada di dalam diri Agustinus yang pintar, tapi tidak bisa mengendalikan seks. Dia belajar filsafat yang tinggi dengan moral yang rendah. Ia hidup dalam konflik seperti ini selama tiga tahun. Sampai suatu hari Agustinus mengikuti semacam aliran agama yang baru yang didirikan oleh seorang bernama Mani (ajarannya disebut Manichaeisme). Manichaeisme mengajar unsur yang sama dengan Gnostisisme, sama-sama dipengaruhi oleh Zoroasterisme yang menekankan Dualisme, yaitu terang dan gelap. Terang dan gelap sama-sama penting, sama-sama berada, sama-sama kekal, sama-sama bersubstansi yang berlawanan, maka terang dan gelap bertarung tidak habis-habis. Ketika mendengar ajaran ini, ia merasa cocok dengan pergumulannya dan menganggapnya sebagai kebenaran.
Menjadi orang Kristen jangan bodoh! Banyak orang Kristen mencari gereja yang yang cocok dengan dirinya, mencari khotbah yang sesuai dengan dirinya. Ini yang menghancurkan sifat manusia. Jangan minta Tuhan cocok dengan pengalamanmu, tetapi tuntutlah supaya pengalamanmu cocok dengan tuntutan Tuhan. Bersyukurlah kalau di dalam hidupmu masih ada khotbah yang melawan kehendakmu. Bersyukur kepada Tuhan, jika masih ada pendeta yang masih berkhotbah keras untuk menuntut kesalahanmu. Karena pimpinan Tuhan melampaui pengalaman dan kehendak yang kau tetapkan untuk rencana hari depan. Bukan itu saja, hari ini banyak orang Kristen kalau diberi kedudukan penting maka ia memilih pergi ke gereja tersebut tanpa berpikir panjang.
Banyak orang yang kalau hanya dengar khotbah, tidak diberi pekerjaan merasa tidak ada hati di situ. Jika saat engkau ke satu gereja dan pendeta di situ menyatakan engkau begitu diperlukan, bisa menjadi penerjemah, bisa menjadi guru sekolah minggu, boleh memimpin sekolah, bahkan boleh menjadi majelis, dan kalau engkau sangat kaya, mungkin diundang menjadi ketua majelis. Lalu engkau duduk di situ, dimana pantatmu di situ hatimu. Banyak gereja menjadikan orang merasa penting dengan memberikan kedudukan, lalu timbullahrasa memiliki. Itulah sebabnya banyak orang di GRII kecewa, karena di sini orang kaya tidak diberi tempat khusus, orang yang menganggap diri pintar tetap tidak mendapatkan tempat khusus. Di sini tidak ada tempat untuk orang yang ambisius. Di sini tidak ada tempat khusus untuk orang yang mencari kemuliaan, kekuasaan, penonjolan diri. Yang datang harus mendengar khotbah. Tuhan mau manusia cocok sama Dia, jangan dibalik. Karena Dia Tuhan, engkau manusia yang harus dihakimi.
Alkitab memakai istilah iman 270 kali dalam Perjanjian Baru, di antaranya 99 kali di Injil Yohanes. Iman ada yang anthroposentris (berpusat pada manusia) dan ada yang theosentris (berpusat pada Allah). Yang dimaksud Alkitab dengan iman adalah iman setelah mendengar Firman, yaitu iman khusus. Sebelum mendengarkan Firman, orang memiliki iman yang natural sebagai anugerah Tuhan melalui wahyu umum. Barulah setelah mendengar Firman orang itu mendapat iman khusus melalui wahyu khusus, yaitu saving grace (anugerah yang menyelamatkan), bukan hanya common grace (anugerah umum). Untuk ini kita perlu belajar, sehingga membentuk jalinan struktur theologi secara totalitas yang betul-betul disarikan dari Alkitab untuk menjadi landasan bagi iman kepercayaan kita kepada Allah. Tidak banyak pendeta yang mempunyai beban membentuk iman jemaat seperti itu. Kita perlu belajar sampai berakar kuat di dalam firman, bukan untuk mencari posisi. Kita harus menjadi orang Kristen yang bertanggung jawab di hadapan Tuhan.
Ketika Agustinus mendapatkan khotbah yang dirasanya cocok, dia meninggalkan gereja orthodox di mana ibunya beribadah. Dia menjadi anggota Manichaeisme selama sepuluh tahun. Lalu mamanya menangisi dia. Suatu hari seorang uskup mau menutup gereja karena semua orang sudah pulang, tetapi ia masih mendengar suara perempuan. Dia keliling mencari sumber suara itu, akhirnya menemukan seorang perempuan yang sudah tua, berdoa dengan mengalirkan airmata. Ketika ditanya mengapa ia menangis, ia menjawab bahwa anaknya yang berintelektual tinggi hidupnya tidak beres. Dia menjauhkan diri dari Tuhan dan tidak beriman kepada Tuhan, dia terjerumus dalam perzinahan. Bagaimana ia sebagai ibu yang cinta Tuhan harus menyaksikan anaknya akan masuk kebinasaan. Uskup itu melihat, ibu itu mengungkapkan isi hati yang keluar dari hati nurani yang murni dan uskup itu mengeluarkan satu kalimat, “Seorang anak yang didoakan oleh ibu seperti ini, seorang anak muda yang memerlukan pengaliran air mata sebanyak kamu, tidak mungkin binasa. Pulanglah dengan damai, Tuhan beserta engkau.” Monica merasa mendapat penghiburan yang besar.
Agustinus yang hidup baik-baik pada siang hari dan hidup berzinah pada malam hari, menerima ajaran dewa terang dan dewa gelap sedang mempermainkan manusia. Medan peperangan antara pertarungan gelap dan terang ada di dalam hatinya. Hidupnya dirongrong oleh kekuatan yang tidak habis-habisnya, dari kekal sampai kekal, tidak ada yang bisa melepaskan diri. Ini suatu dalil, bahwa dunia tidak bisa lepas dari pertarungan kekal dari dua kekuatan yang sama kuat, dan itulah hidup kita. Sampai suatu malam Agustinus tidak bisa tidur. Akhirnya dia bangun dan keluar dari kamarnya, lalu dia lihat ke angkasa, hari itu langit jernih sekali. Di tengah kegelapan ia menyaksikan bintang-bintang yang luar biasa indahnya. Waktu dia melihat, dia mendadak sadar, kalau memang pertarungan tidak habis-habis bukankah kekacauan di sorga juga tidak habis-habis? Tetapi mengapa bintang teratur, rotasinya terus teratur dan tidak kacau? Ini berarti pasti ada penguasa yang tidak mengizinkan kekacauan merusak dia. Pasti ada Dia yang mengambil alih dalil itu dan Dia itu berkuasa di atas alam semesta yang Ia ciptakan. Kalau begitu iman mamaku yang benar. Bukan Dualisme melainkan Monisme. Bukan Pluralisme melainkan Monotheisme. Pasti ada Allah yang sungguh. Hari itu menjadi hari yang memutar balik hidupnya. Terkadang, bagi orang pandai seperti ini tidak ada khotbah yang bisa membawa dia kembali, hanya suara Tuhan sendiri yang menyadarkan hatinya. Mungkin sudah lama engkau meninggalkan Tuhan, mungkin kamu perlu satu pukulan baru engkau sadar kembali.
Paul Tillich, di dalam bukunya yang lebih dari seribu halaman, “The Complete History of Christian Thought”, dua pertiga bagiannya berisi bahan kuliah dan sebagian adalah catatan dari muridnya setelah dia mati untuk menyelesaikan seluruh buku. Dalam buku itu banyak hal yang tidak benar, tetapi ada satu kalimat mengenai Agustinus, “Itulah malam yang mengubah seluruh sejarah umat manusia. Sejak malam itu, sejarah umat manusia berubah. Kekristenan mendapatkan seorang yang sungguh mengerti Allah Monotheistik, dan ia sendiri kembali kepada Tuhan dan membentuk sejarah yang baru.”
BACA JUGA: ANUEGERAH HIDUP KEKAL DI DALAM YESUS KRISTUS: (Yohanes 3:16)


Tuhan memakai astronomi untuk menjadi guru bagi Agustinus, untuk mengoreksi kesalahannya supaya kembali dari kesalahan Dualisme Persia. Anugerah umum datang kepada dia, dia mulai balik, tetapi itu tidak cukup. Beberapa hari kemudian saat dia sedang seorang diri merenungkan hari depannya, ia mendengar seorang anak kecil berbicara dengan anak kecil yang lain di pinggir jalan, “Buku, baca buku!” Agustinus mendengar kalimat itu dan dia menganggap ini suara Tuhan, lalu ia pulang dan membuka Kitab Suci. Ini membuktikan ia bukan orang biasa karena saat itu tidak semua orang bisa punya Kitab Suci di rumahnya. Ia membaca ayat terakhir dari Roma 12 sampai Roma 13, “Hari sudah jauh malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan menggunakan perlengkapan senjata terang.” Malam dan siang? Gelap dan terang? Dia sangat terkejut. Lalu diteruskan, “Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.”
PENUTUP: SANG FIRMAN (THE WORD)

Inilah berita. Dia menyadari bahwa sekalipun belum sepenuhnya mengerti, tetapi inilah yang dia butuhkan. Dia sadar suka pesta pora, suka mengikuti keinginan daging. Mulai hari itu dia bertobat dan mulai hari itu dia kembali kepada Tuhan Allah yang diimani oleh ibunya. Dia berkata kepada wanita yang dia tiduri sampai melahirkan anak, “Saya menerima anak ini, tetapi engkau pergilah menikah dengan orang lain, hidup saya terlalu rusak. Mulai hari ini saya kembali kepada Tuhan bertobat menjadi orang suci, engkau mempunyai hidupmu sendiri.” Ia memberi uang padanya dan tidak lagi berhubungan dengannya. Tidak lama kemudian anak itu mati. Agustinus menangis dan ia minta ampun pada Tuhan dan menyerahkan seluruh hidupnya menjadi hamba Tuhan, lalu dia masuk biara. Ia dilatih seorang bapa gereja yang bernama Ambrose di Milano. Dia melayani berpuluh-puluh tahun menjadi uskup di Hippo, maka dia disebut Agustinus dari Hippo. Dia adalah orang yang melayani di Afrika Utara yang terbesar di sepanjang sejarah. Ketika dia mati, dia meninggalkan delapan puluh murid yang menjadi uskup untuk melayani seluruh dunia. Dia salah seorang pemimpin besar di sepanjang sejarah. Bagaimana dengan saudara? Sudahkah kita berbalik, mengerti Firman dengan benar, tidak terjebak oleh pemikiran Dualisme, sehingga hidup kita sungguh-sungguh untuk Tuhan? SANG FIRMAN (THE WORD).
Dr Stephen Tong
Source : https://teologiareformed.blogspot.com/2018/06/sang-firman-word.html#

Tags