Latest News

Showing posts with label Dosa Asal. Show all posts
Showing posts with label Dosa Asal. Show all posts

Wednesday, January 23, 2019

DOSA, NAFSU DIRI, DAN PENCOBAAN

DOSA, NAFSU DIRI, DAN PENCOBAAN
DOSA, NAFSU DIRI, DAN PENCOBAAN. “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yakobus 1:14-15).
DOSA, NAFSU DIRI, DAN PENCOBAAN. Tidak pernah ada sumber yang mengupas doktrin dosa dan doktrin manusia lebih dalam dan lebih tepat dari apa yang Tuhan berikan lewat para nabi di PL dan para rasul di PB. Itu sebabnya banyak orang berpikir, the problem of eviltidak bisa dipecahkan, tapi Alkitab dengan jelas menerangkan: dosa bukan berasal dari Allah, juga bukan dari setan, melainkan dari keinginan diri sendiri. Diri adalah pribadi yang dicipta oleh pribadi Allah, satu-satunya Pribadi yang tak mungkin ada dosa, karena diri Allah selalu sinkron dengan sifat-sifat ilahiNya.
John Stott, teolog besar di abad ke-20 berpendapat bahwa kebebasan Allahpun tidak mutlak. Kalimat itu sempat membuat saya terkejut. Kalau kebebasan Allah tidak mutlak, lalu siapa yang memiliki kebebasan mutlak? Saya menggumulinya terus. Saya tahu, maksudnya memang baik. Allahpun tidak bebas berbuat dosa. Kebebasan-Nya dibatasi oleh sifat moralNya. Tapi kalau kebebasan Allah dibatasi, bukankah berarti Allah itu pasif? Itulah point yang tidak bisa saya terima.
Karena Allah itu inisiator, Dia 100% sempurna dan aktif. Kebebasan Allah adalah kebebasan yang mutlak, lalu mengapa Allah bisa hidup dalam kesucian yang mutlak, tanpa noda, tanpa dosa? Kita perlu menggabungkan realita Allah tidak berdosa dengan Allah itu inisiator. Atas kerelaan diriNya, Allah menaklukkan kebebasan diriNya pada sifat ilahiNya yang kekal. Dengan demikian, Allah bukan pasif, bukan dipaksa, melainkan dengan rela menyerahkan kebebasan diriNya yang mutlak untuk sinkron dengan sifat moralNya, yang secara keseluruhannya baik adanya. The only good, the only holy, the only righteous, the only perfect One is God Himself.
Tidak ada sedikit pun kelemahan ataupun bayang-bayang gelap dalam diriNya. Itu sebabnya hanya Dia yang berani mengatakan, I am the only God. Dia juga punya kualifikasi mutlak menuntut kita tidak bercabang hati, hanya menyembah Dia. Semua ini kait-mengait, merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan dan harus kita taati sampai selama-lamanya.
Apa bedanya Allah dengan setan? Allah adalah pemimpin yang mutlak suci, sementara setan adalah sumber yang mutlak tidak taat pada kesucian Allah, maka setan menjadi diri yang paling tidak beres dan sangat kontras dengan diri Allah yang beres. Yakobus mengerti sampai sedalam itu, maka katanya, jika seorang berdosa, jangan dia katakan, “aku digoda, karena dipengaruhi oleh si anu.”
Kemarin seorang bertanya, “Pak Tong sekarang sedang membahas kitab apa?” “Yakobus” “Adakah sesuatu yang bisa dibahas dari surat Yakobus?” “Begitu limpah, begitu dalam.”
Sayang, begitu banyak buku tafsiran Yakobus begitu dangkal, penulisannya lebih mengarah pada masalah akademis: bahasa aslinya, tensesnya, latar belakangnya, tapi kehilangan berita, dinamika, dan relevansinya. Itu sebabnya saya berdoa, agar eksposisi yang saya berikan di GRII membawa kita:
1). Mengerti apa yang Tuhan inginkan kita untuk mengerti. Kita mendapatkan beritanya. Berita berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan itu statis, berita itu hidup. Pengetahuan bisa digudangkan, sedangkan berita harus ditaati setiap saat.
2). Ada unsur dinamikanya. Tuntutan dari Allah yang hidup, yang sekarang hadir di sini. Dia menegur, mentransformasi hidup kita, agar kita semakin hari semakin sesuai dengan kehendak Tuhan.
3). Ada unsur relevansinya. Berita yang disampaikan bukan hanya untukku, bahkan harus kutaati, karena kelak aku harus mempertanggungjawabkan hidupku di hadapan Tuhan.
Itulah doa saya bagi mimbar ini, betul-betul menyalurkan suara Tuhan. Karena manusia hidup bukan hanya bersandar pada roti, melainkan pada setiap kalimat yang keluar dari mulut Tuhan (Ulangan. 8:3 ; Matius. 4:4 ).
Perhatikan: Jika kau berbuat dosa, jangan kau katakan, aku dicobai oleh Allah. Karena Allah tidak mencobai, Allah juga tidak dicobai (Yakobus 1:13 ). Maksudnya:
Allah tidak mungkin menjadi sumber: perencana kejahatan, Dia tidak mungkin mempunyai motivasi jahat dan menginginkan manusia jatuh di dalam dosa dengan cara mencobainya. Firman Allah lewat nabi Yeremia, “Hai Israel, segala sesuatu yang Kulakukan untukmu didasarkan pada niat baikKu.”
Benarkah setan menginginkan kita berdosa? Betul. Benarkah setan adalah pencoba? Betul. Motivasi, maksud, rencana setan ialah menginginkan manusia berdosa. Jadi saat dicobai, bolehkah kau berkata, aku dicobai oleh setan? Jawab Yakobus: tidak! Karena kau dicobai oleh keinginanmu sendiri. Jadi soal pencobaan itu menyangkut diri pribadi, self, yang kadang disebut soul oleh psikologi, filsafat, antropologi.
Leibniz, seorang rasionalis Jerman pernah berkata, “Allah tidak mungkin menciptakan ciptaan yang sesempurna diriNya, karena Dia adalah Allah yang Esa.” Maka bagi saya, Leibniz adalah salah seorang yang paling pintar di dalam sejarah Jerman. Seumur hidupnya dia menyesalkan dua perkara:
a. Tidak dilahirkan sebagai orang Tionghoa, melainkan orang Jerman.
b. Dia ingin mengabarkan Injil di Tiongkok, tetapi waktu diuji, ternyata doktrinnya tidak beres, tidak ada badan Misi di Jerman yang mau mengutusnya sebagai misionari.
Eropa pernah begitu ketat, tapi sekarang sudah memasuki Post-Christian era. Apa sebabnya? Hanya mementingkan akademis, tidak lagi mementingkan iman konservatif yang diturunkan dari rasul Tuhan Yesus. Berbeda dengan keadaan sekarang dimana untuk menjadi pendeta, ada banyak gereja yang tidak menguji pengajarannya, sehingga doktrin semakin hari menjadi semakin simpang siur.
Allah bukan sumber dosa, setan juga tidak boleh dipandang sebagai sumber dosa, karena kita dicobai oleh keinginan diri sendiri. Allah adalah diri yang mutlak sempurna, sementara diri yang ada di luar diri Allah berkemungkinan menjadi beres, juga berkemungkinan menjadi tidak beres. Artinya, Only God is the eternal being, sementara diri yang di luar diriNya adalah being of becoming. Apakah yang dimaksud dengan diri yang di luar diri Allah? Diri yang dicipta, yang berpribadi. Ciptaan Allah bisa dibagikan menjadi dua unsur: pasif dan aktif.
Menurut stoiksisme (filsafat orang Yunani): dunia dicipta terdiri dari unsur aktif, yaitu manusia, dan unsur pasif, yaitu materi. Maka manusia ber-relativisasi dengan dunia materi, mendayagunakan sumber daya alam, mengelola, menghancurkan… yang menentukan manusia adalah unsur aktif hanya satu: manusia punya kemungkinan mengerti Logos: Firman, maka manusia disebut sebagai logicos (logos kecil), lebih dominan dari materi. Jadi, mana yang lebih tinggi? Kebenaran yang dimengerti oleh manusia atau manusia yang mengerti kebenaran?
Pada umumnya orang menganggap manusia lebih tinggi, karena manusia itu aktif. Tapi menurut Stoa, manusia bukan aktif, dia hanya ingin kembali pada induknya: Logos. Karena manusia telah terpisah dari induknya. Ajaran stoiksisme ini pernah menjadi ancaman terbesar bagi penginjilan di abad ke-1 sampai pertengahan abad ke-4. Karena orang-orang Stoik menganggap diri sudah mengerti kebenaran, moral mereka juga tidak lebih rendah barang sedikit pun dari orang Kristen, mereka merasa tidak butuh Kristus, tidak butuh Alkitab, tidak perlu diinjili.
Tuhan Yesus bukan mengajar kita kembali pada logos, melainkan kembali pada Bapa melalui diriNya. Terlihat di sini, buah pikiran manusia yang penting jadi tidak terlalu bernilai bila dibandingkan dengan Kitab Suci, karena mereka tidak bisa menjawab dari mana Logos berasal, hanya Alkitab menjelaskan: Logos adalah perantara Allah menciptakan segala sesuatu. Di antara ciptaan Allah, hanya sedikit yang memiliki diri, kekekalan.
Kekekalan Allah berbeda dengan kekekalan manusia: kekekalan Allah adalah kekekalan sang Pencipta. Kekekalan manusia adalah kekekalan yang dicipta. Kekekalan Allah adalah dari kekal sampai kekal. Kekekalan manusia dimulai saat dia dicipta sampai kekal—suatu perbedaan kualitas. Meskipun begitu, ciptaan yang memiliki kekekalan sadar akan eksistansi dirinya, dia menjadi inisiator, penguasa atas unsur pasif materi, karena dia memiliki sifat relativitas Allah.
Self atau diri manusia mungkin beres, mungkin tidak beres. Satu-satunya diri yang beres mutlak: Allah. Namun diri yang mungkin beres, mungkin tidak beres itu ciptaan Allah, setelah dia menikah akan melahirkan anak, yang Tuhan cipta lewat law of genetics in our family.
Permisi tanya, apa yang membedakan diri yang di luar diri Allah itu ada yang beres ada yang tidak beres? Diri itu kembali pada Allah atau hidup di dalam dirinya diri. Diri yang kembali pada diri Allah, hidupnya beres, sementara diri yang menginginkan segalanya hanya untuk diri, hidupnya tidak beres. Itulah hal yang begitu sederhana tapi begitu dalam, maka tidak heran, filsuf Post-modern yang paling pintar, seperti Michel Foucault, Violist Jerman, Christian Ferras, bintang film tenar seperti Marylin Monroe, Zhan Guo Rong dan lain-lain mengakhiri hidup mereka dengan bunuh diri. Karena mereka tidak kembali pada diri Allah.
Vidio:DOSA,NAFSUDIRI,DANPENCOBAAN
Vidio:DOSA, NAFSU DIRI, DAN PENCOBAAN
itu juga sebabnya, Alkitab berseru-seru dari awal manusia berdosa sampai di kitab Wahyu: return to Me. Hai anakKu, palingkanlah hatimu padaKu, biar matamu menyukai FirmanKu dan jalanKu. Return to Me is a glorious invitation, juga merupakan semangat Reformed. Mengajak seluruh gereja kembali pada Alkitab, kembali pada Tuhan, agar menjadi beres.
Doktrin tidak beres timbul karena manusia mendapatkan banyak inovasi tapi tidak mau dikoreksi oleh Alkitab, akhirnya menyeleweng dari Firman. Hidup tidak beres terjadi karena manusia tidak mau menaklukan kebebasan diri pada sifat moral Allah, bebas berdosa, berzinah, berjudi, tidak berpaling pada Allah.
Mengapa Allah selalu menuntut kita berpaling padaNya? Karena diri yang tidak mau takluk pada diri Allah pasti menyeleweng, padahal hanya Allah satu-satunya diri yang mutlak baik, mutlak suci, mutlak kasih, saat diri kita kembali bersatu dengan diri Allah baru disebut righteousness, union with God. Inilah sasaran yang Allah tetapkan di dalam Kristus, topik penting dalam teologi Ortodoks, yang kemudian diadopsi oleh Protestan. Union with God in Jesus Christ.
Pada waktu setiap diri (individu) di dalam satu organisasi berbuat semau gue, organisasi itu pasti kacau balau. Tetapi kalau setiap diri sinkron dengan diri yang tertinggi, Allah, semuanya akan beres. Itu pula yang dimaksudkan Yesus adalah kepala gereja. Dengan hak apa Yesus menjadi kepala gereja? TeladanNya: saat di Getsemani. Dia berkata, “Bukan kehendakKu, melainkan kehendakMu yang jadi.”
Waktu saya masih muda sekali, saya pernah menanyakan pada guru sekolah minggu saya: apa artinya menyangkal diri (terjemahan bahasa Mandarinnya adalah membuang diri)? Jawabnya, “Saya tidak mengerti.” Maka saya mencari jawabnya dari Alkitab, akhirnya menemukan bahwa yang dimaksud menyangkal diri adalah menaruhkan diri kita ke dalam diri Allah.
Kemarin, saya merenungkan ayat ini sampai jam 00:30, saya mendapatkan penerobosan baru. Sekarang ini banyak pendeta yang tidak mau memikul salibnya sendiri, hanya mau memperalat atasannya.
Apakah MRI-MRI mau memikul salibnya sendiri tapi tetap mengikut GRII pusat? Pada umumnya orang tahu, pikul salib, tapi harus tetap ikut, itu rugi. Lebih baik kalau kau yang menanggung semua beban, aku yang menyandang kemuliaan. Ajaran Yesus justru terbalik: you bare your cross, and deny yourself, and follow Me. Memang tidak gampang, tapi itulah cara Yesus berani dan mungkin menjadi Kepala gereja: kesulitan apapun Dia tanggung sendiri, dan Dia taat pada Allah Bapa. Saat cawan yang paling berat harus diminumNya, kataNya: kalau mungkin, singkirkan… Dia memang berhak meminta, tapi lanjutNya, “Bukan kehendakKu yang jadi, kehendakMulah yang jadi.”
Lalu, Why God created me with the possibility of committing sin? Karena Dia memberimu kebebasan. Why God implanted the freedom to choose good and evil within me? Kemarin seorang yang sudah 45 tahun menjadi orang Kristen berkata: saya sudah berusia 60 tahun, saat melihat wanita cantik, masih susah untuk tidak berminat bersetubuh dengannya. Itulah yang Yakobus maksudkan bahwa kau digoda oleh keinginanmu sendiri. Musuhmu yang terbesar adalah dirimu sendiri. Orang yang semakin ingin hidup suci semakin tergoda oleh keinginan yang tidak bersih. Bukan saja orang belum percaya, orang Kristen bahkan pemimpin gereja pun sama. Itu sebabnya, Alkitab mengajar kita memerangi nafsu yang ada di dalam diri kita. Untuk itu hanya ada satu cara: takluk pada Roh Kudus. Karena hanya Dia yang sanggup memampukanmu melawan nafsu dirimu.
When you are tempted, you are not tempted by God, you are not even necessarily tempted by satan, mostly you are tempted by your own lust, your own desire. Orang Buddha menganggap keinginan adalah sumber penderitaan, tetapi Alkitab mengajarkan: keinginan adalah bibit yang membuahi dosa.
Minggu lalu kita sudah menyinggung istilah logoi spermatikoi, istilah yang membawa kita mengerti hal ini lewat pengetahuan genetika: apakah yang bisa membuahi sel telur? Sperma: Saat sperma masuk ke dalam satu sel telur, jadilah janin. Janin akan bertumbuh sampai lahirnya si bayi. Jadi, sebelum sel telur dibuahi oleh sperma, tak akan mungkin menjadi satu hidup yang baru.
Perhatikan: Paulus berkata kepada orang di Korintus, “Aku menderita kesusahan melahirkan.” Bagaimana mungkin Paulus, seorang pria tahu susahnya melahirkan? Dia melahirkan anak rohani. Dia membuahi anak rohaninya dengan apa? Logos. Firman yang dia beritakan adalah bibit hidup baru. You must be born again, you must born from above, you must be born from God, you must be born from the Holy Spirit and water, you must be born by the Word, you must be born by the Gospel. Keenam sebutan itu menunjukkan, kita beroleh hidup baru karena bibit Firman masuk ke dalam diri kita.

Yohanes. 1, pada mulanya (bukan permulaan dunia, melainkan permulaan Allah, permulaan kekekalan) adalah Firman. Jadi, Logos adalah Firman yang paling mula. Hidup kekal itu membuahi diri kita. Perhatikan: Menurut teologi Reformed, saat kita diinjili, mendengar Firman, kita pasif. Firman masuk ke dalam diri kita sebagai anugerah yang datang dari luar. Tapi saat kita menerima keinginan diri, konsep dosa, kita terus-menerus memikirkan nafsu sampai akhirnya melakukan dosa, itu bukan karena unsur dari luar, melainkan karena bibit yand ada di dalam diri kita.
Penutup: DOSA, NAFSU DIRI, DAN PENCOBAAN
Mengapa Tuhan memberi kita kebebasan? Karena tanpa kebebasan, kita tidak punya potensi menjadi moral being. Itu sebabnya, kita perlu sangat waspada terhadap keinginan yang timbul di dalam diri kita. Ketika Daud menikmati pemandangan indah di sekitarnya, tiba-tiba matanya tertuju pada pandangan yang paling bagus. Seorang wanita yang tubuhnya begitu aduhai, sedang mandi dengan telanjang. Dia mulai menerima pembuahan keinginan, membentuk janin dosa. Jadi, tidak perlu mempersalahkan orang lain. Dirimu sendiri telah menjadi penggoda.
DOSA, NAFSU DIRI, DAN PENCOBAAN.
Amin.
DR. Stephen Tong.
https://teologiareformed.blogspot.com/2018/09/dosa-nafsu-diri-dan-pencobaan.html#



TAFSIRAN KEJADIAN 3:14-15

TAFSIRAN KEJADIAN 3:14-15

TAFSIRAN KEJADIAN 3:14-15. Kejadian 3:14-15 - “(14) Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: ‘Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. (15) Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’”. 

I) Hukuman kepada ular.

Kejadian 3: 14: “Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: ‘Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu”.

Ada beberapa hal yang perlu dibahas tentang Kejadian 3: 14 ini:

1) Ada yang menafsirkan bahwa Kejadian 3: 14 ini hanya ditujukan kepada setan.

Jamieson, Fausset & Brown termasuk yang mempunyai pandangan ini. Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa pandangan biasanya tentang hasil kutukan ini adalah bahwa oleh suatu mujijat penampilan dan gaya / cara berjalan dari ular diubah dari bentuk / cara yang anggun menjadi merangkak dalam posisi tertelungkup di tanah, dan menjadi suatu type dari semua yang adalah menjijikkan, dan rendah, sehingga ular sekarang dicap sebagai suatu keburukan.

Jamieson, Fausset & Brown lalu melanjutkan dengan mengatakan bahwa penafsiran tradisionil kuno ini telah dibuktikan sebagai sama sekali tidak bisa diterima, oleh ilmu pengetahuan jaman modern, karena ilmu pengetahuan modern menyatakan bahwa gaya berjalan ular yang merangkak pada perutnya merupakan gaya berjalan yang alamiah bagi ular, dan bukan merupakan hukuman yang merendahkannya dari gaya berjalan yang tegak. Ia mengutip kata-kata Dr. Pye Smith yang mengatakan bahwa anatomi tubuh ular memang sesuai dengan cara berjalan merangkak seperti itu. Dan ia juga mengatakan bahwa orang yang mengatakan bahwa ular berubah cara berjalannya dari tegak, atau dengan menggunakan sayap, menjadi merangkak pada perutnya, adalah orang yang sama sekali tidak mengerti tentang anatomi tubuh ular.

Juga kalau dikatakan sebagai ‘makan debu’, itu tidak benar untuk ular, karena kalau ular mau memakan mangsanya, ia mengangkat kepalanya lebih dulu, dan karena itu tidak memakan debu.

Jamieson, Fausset & Brown menambahkan bahwa hal terakhir tentang ini adalah bahwa telah dipastikan oleh ahli-ahli geologia bahwa ular persis dalam bentuk dan kebiasaan dengan jenis binatang ini yang hidup di bumi pada jaman sebelum Adam! Untuk hal terakhir ini Jamieson, Fausset & Brown mendukung pandangannya dengan mengutip kata-kata Profesor Owen. 

Jamieson, Fausset & Brown: “‘Upon thy belly shalt thou go, and dust shalt thou eat.’ The ordinary view of the effect of the curse is, that by a sudden and signal miracle the appearance and the gait of the serpent tribe were changed from what these were at first; that from originally walking erect, and being a model of grace and elegance in form, it was doomed to creep in a prostrate attitude on the ground, and become a type of all that is odious, repulsive, and low, so that it is now branded with infamy. This old traditionary interpretation, however, the science of modern times has shown to be utterly inadmissible; because ‘going upon the belly’ is the gait natural to serpents, and not a penal degradation from an erect posture. ‘Their progression,’ says Dr. Pye Smith, ‘is produced by the pushing of scales, shields, or rings against the ground, by muscular contractions and dilatations, by elastic springings, by vertical undulations, or by horizontal wrigglings; but the entire organization - skeleton, muscles, nerves, integuments - is adapted to the mode of progression belonging to the reptile tribe. That mode is sufficiently easy and rapid (often very rapid) for all the purposes of the animal’s life, and the amplitude of its enjoyment. To imagine this mode of motion to be, in any sense, a change from a prior attitude and habit of the erect kind, or being furnished with wings, indicates a total ignorance of the anatomy of serpents.’ Moreover, so far from its being the case that serpents were, by a judicial act of the Creator, thrust out of their primitive and allotted place into an anomalous and less favourable condition, they, as ophidia, occupy their proper natural place in the graduated scale of animal life, and are closely united in an intermediate position with other species of the same great reptile family, by such a beautiful progression that their existence and special configuration are necessary to supply an important link in the harmonious chain of nature. Further, they are carnivorous, ‘and their food,’ as the writer above referred to remarks, ‘according to the size and power of the species, is taken from the tribes of insects, worms, frogs, toads, and newts, birds, mice, and other small quadrupeds, until the scale ascends to the pythons and boas, which can master and swallow very large animals. They do not necessarily, from their wriggling motion, ‘eat the dust;’ for they habitually obtain their food among herbage or in water; they seize their prey with the mouth, often elevate the head, and are no more exposed to the necessity of swallowing adherent earth than are carnivorous birds or quadrupeds.’ Lastly, it has been clearly ascertained by geological researches that serpents exactly similar in form and habits to the existing species lived on the pre-Adamite earth. ‘It is,’ says Professor Owen, ‘a palaeontological fact, that the ophidian peculiarities and complexities of organization, in designed subserviency to a prone posture and a gliding progress on the belly were given, together with the poison apparatus, by the Creator, when, in the progressive preparation of the dry land, but few, and those only the lower organized species, now our contemporaries, had been called into existence - before any of the actual kinds of mammalia trod the earth, and long ages before the creation of man’ (Exeter Hall Lectures; also, ‘Transactions of the Geological Society of London’)” (= ). 

Tanggapan saya:

a) Saya tak terkesan sama sekali dengan ‘penjelasan ilmiah’ ini, karena kalau Tuhan memang mengutuk dengan membuat ular yang tadinya berjalan tegak / atau punya kaki, menjadi ular yang kita kenal sekarang ini, maka Ia pasti mengubah anatomi ular menjadi seperti yang sekarang ini. Jadi, mungkin sekali dulunya anatomi ular tidak seperti sekarang ini.

Saya akan memberikan tafsiran Calvin tentang Kejadian 3:1, dimana dikatakan: “Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’”.

Calvin lalu mengatakan bahwa sekarang ular bukan binatang yang paling cerdik, karena jelas ada banyak binatang yang lebih ‘pandai’ dari ular (seperti simpansee, anjing, dsb), tetapi Calvin menganggap itu sebagai efek / hasil / akibat dari kutuk kepada ular dalam Kejadian 3:14, yang lalu mencabut kecerdikannya yang paling tinggi tersebut.

Kalau kutuk itu bisa mengubah ular dalam hal kecerdikannya, saya yakin itu juga bisa mengubah ular dalam bentuk, anatomi, maupun gaya berjalannya.

Calvin (tentang Kej 3:1): “there would be nothing absurd in saying, that the gift which had proved so destructive to the human race has been withdrawn from the serpent: just, as we shall hereafter see, other punishments were also inflicted upon it” [= Tak ada apapun yang menggelikan untuk mengatakan bahwa karunia (kecerdikan) yang telah terbukti begitu menghancurkan bagi umat manusia telah ditarik dari ular: sama seperti, seperti yang akan kita lihat selanjutnya, hukuman-hukuman lain juga diberikan kepadanya].

Saya beranggapan bahwa ular tetap adalah binatang yang cerdik, karena kalau tidak, Tuhan Yesus tak akan mengatakan dalam Mat 10:16 - “‘Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.

Tetapi, sekarang ia bukan lagi yang paling cerdik dari semua binatang darat.

Catatan: sekalipun saya percaya adanya binatang-binatang yang cerdik / pandai, tak berarti bahwa saya mempercayai bahwa binatang adalah makhluk berakal. Selain manusia yang adalah makhluk berakal karena manusia adalah gambar dan rupa Allah, maka hanya Allah sendiri dan malaikat / setan yang adalah makhluk berakal.

Adam Clarke bahkan menganggap bahwa dulu ular bisa bicara, dan karunia itu juga ditarik dari dia, sebagai hasil / akibat kutukan dalam Kejadian 3:14 ini. Tetapi saya ragu-ragu tentang hal ini. Apakah ular dulu memang bisa berbicara, atau setan yang berbicara melalui ular itu. Saya jauh lebih condong pada tafsiran yang kedua.

b) Tentang adanya ular sebelum jamannya Adam, saya anggap ini cuma omong kosong dari ilmuwan. Dan saya betul-betul tidak mengerti bagaimana orang seperti Jamieson, Fausset & Brown bisa menerima pandangan seperti itu.

c) Bandingkan dengan kata-kata Keil & Delitzsch di bawah ini.

Keil & Delitzsch: “If these words are not to be robbed of their entire meaning, they cannot be understood in any other way than as denoting that the form and movements of the serpent were altered, and that its present repulsive shape is the effect of the curse pronounced upon it, though we cannot form any accurate idea of its original appearance” (= Jika kata-kata ini tidak dirampok dari arti seluruhnya, kata-kata ini tidak bisa dimengerti dengan cara lain manapun sebagai menunjukkan bahwa bentuk dan pergerakan dari ular diubah, dan bahwa bentuk menjijikkan yang sekarang ini merupakan akibat / hasil dari kutuk yang diucapkan terhadapnya, sekalipun kita tidak bisa membentuk gagasan yang akurat tentang penampilan orisinilnya).

Keil & Delitzsch: “Going upon the belly (= creeping, Lev 11:42) was a mark of the deepest degradation; also the eating of dust, which is not to be understood as meaning that dust was to be its only food, but that while crawling in the dust it would also swallow dust (cf. Mic 7:17; Isa 49:23)” [= Berjalan pada perutnya (= merangkak, Im 11:42) merupakan tanda dari penurunan yang terdalam; juga makan debu, yang tidak boleh dimengerti sebagai berarti bahwa debu merupakan makanannya satu-satunya, tetapi sementara merangkak di debu ia juga akan menelan debu (bdk. Mikha 7:17; Yes 49:23)].

Mik 7:17 - “Biarlah mereka menjilat debu seperti ular, seperti binatang menjalar di bumi; biarlah mereka keluar dengan gemetar dari kubunya, dan datang kepada TUHAN, Allah kami, dengan gentar, dengan takut kepadaMu!”.

Yes 49:23 - “Maka raja-raja akan menjadi pengasuhmu dan permaisuri-permaisuri mereka menjadi inangmu. Mereka akan sujud kepadamu dengan mukanya sampai ke tanah dan akan menjilat debu kakimu. Maka engkau akan mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, dan bahwa orang-orang yang menanti-nantikan Aku tidak akan mendapat malu.’”.

Setelah menolak pandangan bahwa kata-kata kutukan itu menunjuk kepada ular, Jamieson, Fausset & Brown lalu mengemukakan pandangannya sendiri bahwa kutukan itu harus diartikan sebagai suatu kiasan, dan berlaku untuk makhluk jahat, yang telah menjadikan ular itu sebagai alatnya. Jadi, berjalan dengan perutnya, maupun makan debu tanah, harus diartikan juga sebagai kiasan, dan menunjukkan perendahan yang Allah lakukan terhadap setan, yang tadinya adalah ‘seorang malaikat terang’.

Jamieson, Fausset & Brown: “The language of the inspired historian, therefore, must be interpreted figuratively, and with reference to that malignant being of whom the animal serpent was the humble instrument. Just as going on the belly indicates lowness of rank in the scale of animal existence, and to bite or lick the dust is a common metaphor for the conquest and ignominious humility of a proud, presumptuous foe, so both these phrases are to be understood as intimating that Satan, from being originally ‘an angel of light,’ belonging to a high order of intellectual beings, and formed for pure and exalted objects, would become a wretched creature, groveling in the dust of the basest pursuits, and doomed to a condition of perpetual meanness and ignominy” (= ). 

Tanggapan saya: Saya lagi-lagi tak bisa menerima kata-kata Jamieson, Fausset & Brown di atas ini, karena setan jatuh dari posisi malaikat bukan pada saat ini tetapi sudah sebelumnya.

2) Pada umumnya para penafsir menganggap bahwa Kejadian 3: 14 ini, sekalipun juga ditujukan kepada ular, tetapi terutama ditujukan kepada setan.

Adam Clarke menganggap bahwa Kejadian 3:14 harus dianggap sebagai hukuman ganda, yang satu kepada setan, dan yang lain kepada ular. Ular betul-betul direndahkan, dan dicabut kemampuan bicaranya. Juga ular dikutuk sehingga sekarang merangkak dengan perutnya dan makan debu tanah. Clarke melanjutkan dengan mengatakan bahwa Allah menganggap cocok untuk menyatakan ketidak-senangannya terhadap ular yang diperalat oleh setan, dan ia berkata bahwa ini mungkin disebabkan karena ularnya sendiri memang ikut ambil bagian dalam menggoda Hawa, dan Clarke menambahkan bahwa ular itu memang punya kemampuan untuk itu, dan Clarke manganggap ia punya alasan untuk mempercayai bahwa ular itu menjadi alat setan dengan sukarela.

Adam Clarke: “‘And the Lord God said unto the serpent.’ ... here we must consider a twofold sentence, one on Satan and the other on the agent he employed. The naachaash whom I suppose to have been at the head of all the inferior animals, and in a sort of society and intimacy with man, is to be greatly degraded, entirely banished from human society, and deprived of the gift of speech. Cursed art thou above all cattle, and above every beast of the field - thou shalt be considered the most contemptible of animals; upon thy belly shalt thou go - thou shalt no longer walk erect, but mark the ground equally with thy hands and feet, and dust shalt thou eat - though formerly possessed of the faculty to distinguish, choose, and cleanse thy food, thou shalt feed henceforth like the most stupid and abject quadruped, all the days of thy life - through all the innumerable generations of thy species. God saw meet to manifest his displeasure against the agent employed in this melancholy business; and perhaps this is founded on the part which the intelligent and subtle naachaash took in the seduction of our first parents. We see that he was capable of it, and have some reason to believe that he became a willing instrument” (= ). 

Saya sendiri tak setuju dengan bagian akhir kata-kata Clarke ini. Bandingkan dengan kata-kata Calvin tentang Kejadian 3:14, dimana Calvin berkata sebagai berikut: “Moses, indeed, says that the serpent was a skillful and cunning animal; yet it is certain, that, when Satan was devising the destruction of man, the serpent was guiltless of his fraud and wickedness” (= Musa, memang berkata bahwa ular itu adalah binatang yang ahli dan cerdik; tetapi adalah pasti bahwa pada waktu setan sedang merencanakan kehancuran manusia, ular itu tidak bersalah tentang penipuan dan kejahatannya).

Catatan: kata ‘nya’ yang terakhir menunjuk kepada Iblis.

Dan dalam tafsirannya tentang Kej 3:1, Calvin mengatakan sebagai berikut: “when Moses says that the serpent was crafty beyond all other animals, he seems to intimate, that it had been induced to deceive man, not by the instigation of Satan, but by its own malignity. I answer, that the innate subtlety of the serpent did not prevent Satan from making use of the animal for the purpose of effecting the destruction of man. For since he required an instrument, he chose from among animals that which he saw would be most suitable for him” (= pada saat Musa mengatakan bahwa ular itu lebih cerdik dari semua binatang yang lain, kelihatannya ia mengisyaratkan bahwa ular itu telah dibujuk untuk menipu manusia, bukan oleh dorongan / hasutan Iblis, tetapi oleh kejahatannya sendiri. Saya menjawab, bahwa kecerdikan, yang merupakan pembawaan sejak lahir dari ular itu, tidak menghalangi Iblis untuk menggunakan binatang itu untuk tujuan menghancurkan manusia. Karena ia membutuhkan suatu alat, ia memilih dari antara binatang yang ia anggap paling cocok baginya).

Dan dalam tafsirannya tentang Kej 3:1, Calvin menambahkan kata-kata ini: “But the testimonies of Scripture are sufficiently numerous, in which it is plainly asserted that the serpent was only the mouth of the devil; for not the serpent but the devil is declared to be ‘the father of lies,’ the fabricator of imposture, and the author of death” (= Tetapi kesaksian-kesaksian dari Kitab Suci ada cukup banyak, dalam mana dengan jelas ditegaskan bahwa ular itu hanya merupakan mulut dari Iblis; karena bukan ular itu, tetapi Iblis, yang dinyatakan sebagai ‘bapa segala dusta’, pembuat penipuan, dan pencipta dari kematian).

Keil & Delitzsch: “When God addressed the animal, and pronounced a curse upon it, this presupposed that the curse had regard not so much to the irrational beast as to the spiritual tempter, and that the punishment which fell upon the serpent was merely a symbol of his own. The punishment of the serpent corresponded to the crime. It had exalted itself above the man; therefore upon its belly it should go, and dust it should eat all the days of its life. ... Although this punishment fell literally upon the serpent, it also affected the tempter in a figurative or symbolical sense. He became the object of the utmost contempt and abhorrence; and the serpent still keeps the revolting image of Satan perpetually before the eye” (= Pada waktu Allah menujukan kata-kataNya kepada binatang itu, dan mengumumkan suatu kutuk kepadanya, ini mensyaratkan bahwa kutuk itu tidak begitu banyak berkenaan dengan binatang yang tak berakal itu seperti dengan sang pencoba / penggoda rohani, dan bahwa hukuman yang jatuh kepada ular semata-mata merupakan simbol dari hukuman Iblis sendiri. Hukuman dari ular sesuai dengan kejahatan itu. Ular itu telah meninggikan dirinya sendiri di atas manusia; karena itu pada perutnya ia akan berjalan, dan debu harus ia makan sepanjang hidupnya. ... Sekalipun hukuman ini secara hurufiah jatuh kepada ular itu, itu juga mempengaruhi si pencoba / penggoda dalam suatu arti kiasan atau simbolis. Ia menjadi obyek dari kejijikan dan kebencian yang paling tinggi; dan sang ular tetap menjadi gambar pemberontakan dari Iblis selama-lamanya di depan mata).

Bdk. Yes 65:25 - “Serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami seperti lembu dan ular akan hidup dari debu. Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di segenap gunungKu yang kudus,’ firman TUHAN”.

Catatan: mungkin yang dmaksudkan dengan ‘ular’ dalam Yes 65:25 ini menunjuk kepada setan. Ia tetap akan direndahkan selama-lamanya.

Albert Barnes menambahkan bahwa dalam golongan / jenis ular ini mungkin termasuk cacing tanah, yang berjalan dengan perutnya dan betul-betul makan debu / tanah. Tetapi ia tetap mengatakan bahwa kata-kata ini mempunyai penerapan yang lebih tinggi kepada sang penggoda / pencoba yang sebenarnya (Iblis).

Barnes’ Notes: “Verse 14,15. Here begins the judgment. ... This sentence has a literal application to the serpent. The curse (Gen 9:25, see the note) of the serpent lies in a more groveling nature than that of the other land animals. This appears in its going on its belly and eating the dust. Other animals have at least feet to elevate them above the dust; the serpent tribe does not have even feet. Other animals elevate the head in their natural position above the soil: the serpent lays its head naturally on the sod, and therefore may be said to eat the dust, as the wounded warrior bites the dust in death. The earthworm is probably included in the description here given of the serpent group. It goes upon its belly, and actually does eat the dust. Eating the dust, like feeding upon ashes, is an expression for signal defeat in every aim. ... However, since an evil spirit must have employed the serpent, since the animal whose organs and instincts were most adapted to its purpose, and has accordingly derived its name from it as presenting the animal type most analogous to its own spiritual nature, so the whole of this sentence has its higher application to the real tempter” (= ). 

3) Kalau kata-kata ini memang juga ditujukan kepada ular, maka muncul pertanyaan: Mengapa ular itu harus dihukum / dikutuk? Bukankah ia hanya binatang yang dipakai oleh setan, dan tak berdaya menolak setan?

Calvin menganggap ular itu tak bersalah, tetapi ia lalu menambahkan bahwa tidak ada yang tidak benar dengan tindakan mengutuk binatang, yang telah diciptakan bagi manusia, tetapi yang lalu digunakan untuk menghancurkan manusia. Ia juga mengatakan bahwa dengan ini Allah menunjukkan betapa tinggi Ia menilai keselamatan manusia. Juga bahwa tindakan ini sama seperti seorang bapa yang dengan jijik memegang pedang yang telah dipakai untuk membunuh anaknya. Keil & Delitzsch mengutip Chrysostom, yang mengatakan kata-kata yang mirip dengan itu, yaitu ‘Ini seperti seorang bapa yang pada waktu menghukum pembunuh anaknya, mematahkan belati atau pedang yang dipakai untuk membunuh anaknya’. Calvin menambahkan lagi bahwa kalau Allah begitu hebat dalam membalas dendam kepada binatang yang digunakan untuk menghancurkan manusia, lebih-lebih Ia akan menghukum Iblis.

Bisa juga ditambahkan bahwa dalam hukum Taurat, Allah sendiri memerintahkan penghancuran / pembunuhan terhadap binatang yang membunuh orang. Juga pada waktu terjadi hubungan sex manusia dengan binatang, maka diperintahkan untuk menghukum mati, bukan hanya manusianya, tetapi juga binatangnya.

Kel 21:28-29 - “(28) Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman. (29) Tetapi jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati”.

Im 20:15-16 - “(15) Bila seorang laki-laki berkelamin dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati, dan binatang itupun harus kamu bunuh juga. (16) Bila seorang perempuan menghampiri binatang apapun untuk berkelamin, haruslah kaubunuh perempuan dan binatang itu; mereka pasti dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.

Calvin: “it is certain, that, when Satan was devising the destruction of man, the serpent was guiltless of his fraud and wickedness. ... If it seem to any one absurd, that the punishment of another’s fraud should be exacted from a brute animal, the solution is at hand; that, since it had been created for the benefit of man, there was nothing improper in its being accursed from the moment that it was employed for his destruction. And by this act of vengeance God would prove how highly he estimates the salvation of man; just as if a father should hold the sword in execration by which his son had been slain. ... But if God so severely avenged the destruction of man upon a brute animal, much less did he spare Satan, the author of the whole evil, as will appear more clearly in the concluding part of the address” (= ). 

Keil & Delitzsch: “The curse fell upon the serpent for having tempted the woman, according to the same law by which not only a beast which had injured a man was ordered to be put to death (Gen 9:5; Ex 21:28-29), but any beast which had been the instrument of an unnatural crime was to be slain along with the man (Lev 20:15-16); not as though the beast were an accountable creature, but in consequence of its having been made subject to man, not to injure his body or his life, or to be the instrument of his sin, but to subserve the great purpose of his life. ‘Just as a loving father,’ as Chrysostom says, ‘when punishing the murderer of his son, might snap in two the sword or dagger with which the murder had been committed.’” (= ). 

4) Awal dari Injil yang pertama (protevangelium).

The Biblical Illustrator (Old Testament): “The beginning of the gospel: - These words have been appropriately called the ‘Protevangelium,’ the first gospel. At first sight it seems strange that these words should be considered the beginning of the gospel. The form is not that of a gospel but of a curse. It is the first curse that we meet with in reading the Bible. But think a moment. On whom, on what is it a curse? It is a curse on the great adversary of mankind. It is a curse upon evil - on sin, and death and hell. ... But can the gospel come in the form of a curse? It can - nay, it must. There are those who, shutting their eyes to the terrible fact of sin with all its dreadful consequences, as they are seen in the world, please themselves and try to please others by preaching a gospel of easy good nature, of love and mercy and goodwill to all mankind - a sort of universal salvation on the easiest terms possible, or without any terms at all. But sin and its terrible consequences are fearful facts that cannot be ignored. ‘Love is the fulfilling of the law,’ and the end of the gospel; but hatred - hatred of sin - is the only portal to true, and pure, and holy love. When the Spirit, the Comforter, comes, what is the first thing He does? He convinces of sin (John 16:8,9)” [= Permulaan / awal dari injil: - Kata-kata ini secara tepat telah disebut ‘PROTEVANGELIUM’, injil yang pertama. Pada pandangan pertama kelihatannya aneh bahwa kata-kata ini harus dianggap sebagai permulaan / awal dari injil. Bentuknya bukan bentuk dari injil (kabar baik) tetapi dari suatu kutuk. Itu adalah kutuk yang pertama yang kita temui dalam membaca Alkitab. Itu adalah kutuk terhadap kejahatan - terhadap dosa, dan kematian dan neraka. ... Tetapi bisakah injil datang dalam bentuk dari suatu kutuk? Bisa, bahkan harus. Ada orang-orang yang menutup mata mereka terhadap fakta yang buruk sekali dari dosa dengan semua konsekwensinya yang menakutkan, seperti hal-hal itu terlihat dalam dunia, menyenangkan diri mereka sendiri dan mencoba untuk menyenangkan orang-orang lain dengan memberitakan injil yang bersifat baik dan mudah / pemurah, injil dari kasih dan belas kasihan dan kehendak baik kepada seluruh umat manusia - suatu jenis keselamatan universal berdasarkan syarat-syarat yang semudah mungkin, atau tanpa syarat-syarat apapun. Tetapi dosa dan konsekwensinya yang menakutkan adalah fakta-fakta yang menakutkan yang tidak bisa diabaikan. ‘Kasih adalah kegenapan dari hukum Taurat’ (Ro 13:10), dan adalah tujuan dari injil; tetapi kebencian - kebencian terhadap dosa - adalah satu-satunya pintu gerbang pada kasih yang benar dan murni dan kudus. Pada waktu Roh, sang Penghibur, datang, hal pertama apa yang Ia lakukan? Ia menginsyafkan / meyakinkan tentang dosa (Yoh 16:8,9)].

Kejadian 3:14-15(2)

II) Hukuman kepada setan / janji untuk manusia.

Kejadian 3: 15: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’”.

1) Calvin berkata bahwa pada waktu menghadapi setan tak ada pertanyaan interogasi seperti pada waktu menghadapi manusia (Adam dan Hawa). Padahal Allah mempunyai otoritas untuk langsung memberi hukuman tanpa menanyai mereka. Lalu mengapa ada perbedaan seperti ini?

Juga pada waktu memberikan hukuman, Allah mulai menyatakan hukuman kepada ular / setan, dan baru setelah itu kepada Adam dan Hawa.

Calvin mengatakan bahwa semua ini jelas menunjukkan bahwa pada saat ini Allah lebih bertindak sebagai dokter dari pada sebagai hakim. Hukuman untuk manusia bersifat untuk memperbaiki, dan dengan tujuan mempertobatkan, tetapi untuk setan sama sekali tidak demikian.

Calvin: “Why then does he call them to undergo examination, except that he has a care for their salvation? This doctrine is to be applied to our benefit. There would be no need of any trial of the cause, or of any solemn form of judgment, in order to condemn us; wherefore, while God insists upon extorting a confession from us, he acts rather as a physician than as a judge. There is the same reason why the Lord before he imposes punishment on man, begins with the serpent. For corrective punishments (as we shall see) are of a different kind, and are inflicted with the design of leading us to repentance; but in this there is nothing of the sort” (= ). 

2) Kejadian 3: 15a: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya”.

Apakah kata-kata ini menunjukkan akan adanya permusuhan antara manusia dengan ular? Ini tergantung apakah kata-kata ini ditujukan kepada ular, atau kepada setan.

Ada penafsir-penafsir yang menganggap bahwa kata-kata ini hanya ditujukan / berkenaan dengan setan, dan sama sekali tidak dengan ular. Kalau ini benar, maka bagian ini tidak menunjukkan akan adanya permusuhan antara manusia dengan ular. Tetapi ada juga penafsir-penafsir yang beranggapan bahwa kata-kata ini juga ditujukan / berkenaan dengan ular, sekalipun terutama ditujukan / berkenaan dengan setan. Kalau ini yang benar, maka bagian ini menunjukkan akan adanya permusuhan antara manusia dengan ular. Calvin termasuk yang mempercayai pandangan kedua ini.

a) Calvin menganggap bahwa ini menunjuk pada permusuhan antara manusia dengan ular, dan Kejadian 3: 15b-nya menunjukkan bahwa manusia akan lebih superior dari ular. Jadi, tetap ada dominasi manusia terhadap ular / binatang.

b) Adam Clarke tak setuju dengan pandangan yang menyatakan bahwa permusuhan yang dikatakan Allah ini adalah permusuhan antara manusia dan ular. Alasannya, dalam faktanya hal itu tidak benar. Tidak ada bukti bahwa ular membenci manusia, dan juga tidak benar bahwa binatang yang paling dibenci manusia adalah ular.

Ia melanjutkan dengan mengatakan bahwa semua ini tidak boleh dihurufiahkan, dan dalam semua ini hanya setan yang dimaksudkan oleh Tuhan.

Saya sendiri setuju dengan Clarke, dan saya berpendapat bahwa berbeda dengan Kejadian 3: 14 yang memang ditujukan kepada ular, maka Kejadian 3: 15 ditujukan hanya kepada setan. Jadi, permusuhan yang dibicarakan dalam ay 15 adalah permusuhan manusia dengan setan.

3) “antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’”.

KJV: ‘and between thy seed and her seed; it shall bruise thy head, and thou shalt bruise his heel’ (= dan antara benihmu dan benihnya; itu akan mememarkan kepalamu, dan engkau akan mememarkan tumitnya).

NIV: ‘and between your offspring and hers; he will crush your head, and you will strike his heel.’’ (= dan antara keturunanmu dan keturunannya; ia akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan memukul tumitnya).

Catatan: terjemahan ‘it’ (= itu) dari KJV salah; seharusnya ‘he’ (= ia) seperti dalam NIV. Tetapi yang aneh dari NIV adalah bahwa NIV menterjemahkan ‘crush’ (= menghancurkan untuk kata kerja yang pertama tetapi menterjemahkan ‘strike’ (= memukul untuk kata kerja yang kedua, padahal keduanya menggunakan kata Ibrani yang sama.

Sekarang, siapa yang dimaksud dengan ‘keturunanmu’ (thy / your seed) dan ‘keturunannya’ (her seed)??

a) ‘keturunanmu’ (thy / your seed).

Ini menunjuk kepada orang-orang yang tidak percaya, yang merupakan anak-anak setan (secara rohani).

Barnes’ Notes: “The spiritual agent in the temptation of man cannot have literally any seed. But the seed of the serpent is that portion of the human family that continues to be his moral offspring, and follows the first transgression without repentance or refuge in the mercy of God” (= ). 

Jamieson, Fausset & Brown: “‘And between thy seed and her seed,’ (zera`) - the act of sowing, as well as seed, though used in reference to an individual (Gen 4:25; 21:13), commonly denotes plurality, and is equivalent to children, progeny, posterity (Gen 13:16; 15:5,13; 17:7,10; Ps 22:23; cf. 2 Kings 11:1). ... ‘the seed of the serpent,’ a designation, in this context, and conformably to Scripture usage elsewhere, of the wicked portion of mankind (cf. John 8:44; 13:38, with Matt 23:33; 1 John 3:8)” (= ). 

Yoh 8:44 - “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”.

Yoh 13:38 - ini pasti salah cetak. Mungkin maksudnya Mat 13:38 - “ladang ialah dunia. Benih yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang anak-anak si jahat”.

Mat 23:33 - “Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak! Bagaimanakah mungkin kamu dapat meluputkan diri dari hukuman neraka?”.

1Yoh 3:8 - “barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis, sebab Iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diriNya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu”.

b) ‘keturunannya’ (her seed).

1. Penafsiran sesat dari Gereja Roma Katolik.

Tentang ‘seed’ / benih / keturunan perempuan, Gereja Roma Katolik menafsirkan ini menunjuk kepada Maria, ibu Yesus. Calvin dan Wycliffe mengecam penafsiran ini.

Calvin: “a profane exposition of it has been invented, by applying to the mother of Christ what is said concerning her seed” (= suatu exposisi yang kotor / duniawi tentang bagian ini ditemukan, dengan menerapkannya kepada ibu dari Kristus apa yang dikatakan berkenaan dengan benihnya / benih perempuan itu).

Wycliffe: “An unfortunate translation in the Vulgate changes the pronoun ‘his’ (v. 15c) from the masculine to the feminine, providing spurious support for unfounded claims concerning ‘the Blessed Virgin Mary.’” [= Suatu terjemahan yang patut disayangkan dalam Vulgate mengubah kata ganti orang ‘his’ (ay 15c) dari bentuk laki-laki menjadi bentuk perempuan, menyediakan suatu dukungan palsu untuk claim yang tak berdasar berkenaan dengan ‘perawan Maria yang diberkati’].

2. Kata ‘keturunannya’ [Lit: ‘her seed’ (= benihnya)] menunjuk kepada gereja / orang-orang percaya.

Calvin: “as the perpetuity of the contest is noted, so victory is promised to the human race through a continual succession of ages. I explain, therefore, the seed to mean the posterity of the woman generally. But since experience teaches that not all the sons of Adam by far, arise as conquerors of the devil, we must necessarily come to one head, that we may find to whom the victory belongs” (= ). 

Catatan: kata-kata Calvin di atas ini agak membingungkan. Saya tak pasti apa yang ia maksudkan. 

Calvin: “In the meantime, we must keep in mind that method of conquering which the Scripture describes. Satan has, in all ages, led the sons of men ‘captive at his will’, and, to this day, retains his lamentable triumph over them, and for that reason is called the prince of the world, (John 12:31.) But because one stronger than he has descended from heaven, who will subdue him, hence it comes to pass that, in the same manner, the whole Church of God, under its Head, will gloriously exult over him. To this the declaration of Paul refers, ‘The Lord shall bruise Satan under your feet shortly,’ (Romans 16:20.) By which words he signifies that the power of bruising Satan is imparted to faithful men, and thus the blessing is the common property of the whole Church; but he, at the same time, admonishes us, that it only has its commencement in this world; because God crowns none but well - tried wrestlers” (= ). 

Barnes’ Notes: “The seed of the woman, on the other hand, must denote the remnant who are born from above, and hence, turn from darkness to light, and from the power of Satan unto God” (= ). 

3. Kata ‘keturunannya’ secara umum menunjuk kepada gereja / orang-orang percaya, tetapi penunjukkan kepada 1 pribadi dalam anak kalimat terakhir, menunjukkan bahwa kata-kata ini secara khusus menunjuk kepada Kristus.

Jamieson, Fausset & Brown: “But ‘the seed of the women’ being contrasted with ‘the seed of the serpent,’ a designation, in this context, and conformably to Scripture usage elsewhere, of the wicked portion of mankind (cf. John 8:44; 13:38, with Matt 23:33; 1 John 3:8), the expression must evidently be considered as restricted to the children of God, ‘who are born not of the flesh but of the spirit’ (cf. Gal 3:29); and from its denoting individuality in the following clause, as specially applied to one whose miraculous birth gave him a pre-eminent title to be called ‘the seed of the woman’ (cf. Gal 4:4)” (= ).

Gal 3:29 - “Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah”.

Kelihatannya Gal 3:29 ini tidak cocok; mungkin seharusnya adalah Gal 4:29 - “Tetapi seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini”.

Gal 4:4 - “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.

c) Jadi, permusuhan yang dibicarakan oleh Allah adalah permusuhan / pertempuran antara orang-orang percaya / Kerajaan Allah dan orang-orang yang tidak percaya / Kerajaan setan.

Jamieson, Fausset & Brown: “The prophecy points to a continual struggle which would be carried on between the offspring of the woman and the grand enemy of God and man: and no language could more appropriately describe the mighty conflict, of which this world, has ever since been the theatre, between the kingdom of God and the kingdom of Satan. ... Who does not now accept them as an epitomized history of the holy war which, from the moment of the fall, has been waged between the children of light and of darkness, between those who adhere to the cause of God and righteousness, and those who are ranged on the side of the Devil by their love and practice of sin?” (= ). 

Penerapan: karena itu Kitab Suci begitu mengecam persekutuan antara orang beriman dan tak beriman!

Ada beberapa contoh tentang hal seperti itu.

1. Salah satu yang paling menarik adalah persekutuan / koalisi antara raja Yosafat (Yehuda) dan Raja Ahab (Israel). Perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

2Taw 18:1 - “Ketika Yosafat kaya dan sangat terhormat, ia menjadi besan Ahab”.

1Raja 22:2-4,45 - “(2) Pada tahun yang ketiga pergilah Yosafat, raja Yehuda, kepada raja Israel. (3) Berkatalah raja Israel kepada pegawai-pegawainya: ‘Tahukah kamu, bahwa Ramot-Gilead sebenarnya milik kita? Tetapi kita tinggal diam saja dan tidak merebutnya dari tangan raja negeri Aram.’ (4) Lalu katanya kepada Yosafat: ‘Maukah engkau pergi bersama-sama aku untuk memerangi Ramot-Gilead?’ Jawab Yosafat kepada raja Israel: ‘Kita sama-sama, aku dan engkau, rakyatku dan rakyatmu, kudaku dan kudamu.’ ... (45) Dan Yosafat hidup dalam damai dengan raja Israel”.

2Taw 19:1-2 - “(1) Yosafat, raja Yehuda, pulang dengan selamat ke istananya di Yerusalem. (2) Ketika itu Yehu bin Hanani, pelihat itu, pergi menemuinya dan berkata kepada raja Yosafat: ‘Sewajarnyakah engkau menolong orang fasik dan bersahabat dengan mereka yang membenci TUHAN? Karena hal itu TUHAN murka terhadap engkau”.

2Taw 20:35-37 - “(35) Kemudian Yosafat, raja Yehuda, bersekutu dengan Ahazia, raja Israel, yang fasik perbuatannya. (36) Ia bersekutu dengan Ahazia untuk membuat kapal-kapal yang dapat berlayar ke Tarsis. Kapal-kapal itu dibuat mereka di Ezion-Geber. (37) Tetapi Eliezer bin Dodawa dari Maresa bernubuat terhadap Yosafat, katanya: ‘Karena engkau bersekutu dengan Ahazia, maka TUHAN akan merobohkan pekerjaanmu.’ Lalu kapal-kapal itu pecah, dan tak dapat berlayar ke Tarsis”.

Catatan: Ahazia adalah anak dari Ahab.

2. Ul 7:1-6 - “(1) ‘Apabila TUHAN, Allahmu, telah membawa engkau ke dalam negeri, ke mana engkau masuk untuk mendudukinya, dan Ia telah menghalau banyak bangsa dari depanmu, yakni orang Het, orang Girgasi, orang Amori, orang Kanaan, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus, tujuh bangsa, yang lebih banyak dan lebih kuat dari padamu, (2) dan TUHAN, Allahmu, telah menyerahkan mereka kepadamu, sehingga engkau memukul mereka kalah, maka haruslah kamu menumpas mereka sama sekali. Janganlah engkau mengadakan perjanjian dengan mereka dan janganlah engkau mengasihani mereka. (3) Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; (4) sebab mereka akan membuat anakmu laki-laki menyimpang dari padaKu, sehingga mereka beribadah kepada allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan engkau dengan segera. (5) Tetapi beginilah kamu lakukan terhadap mereka: mezbah-mezbah mereka haruslah kamu robohkan, tugu-tugu berhala mereka kamu remukkan, tiang-tiang berhala mereka kamu hancurkan dan patung-patung mereka kamu bakar habis. (6) Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayanganNya”.

3. Maz 139:21-22 - “(21) Masakan aku tidak membenci orang-orang yang membenci Engkau, ya TUHAN, dan tidak merasa jemu kepada orang-orang yang bangkit melawan Engkau? (22) Aku sama sekali membenci mereka, mereka menjadi musuhku”.

4. 1Kor 15:33 - ‘Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik’.

5. 2Kor 6:14-18 - “(14) Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? (15) Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya? (16) Apakah hubungan bait Allah dengan berhala? Karena kita adalah bait dari Allah yang hidup menurut firman Allah ini: ‘Aku akan diam bersama-sama dengan mereka dan hidup di tengah-tengah mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umatKu. (17) Sebab itu: Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka, firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu. (18) Dan Aku akan menjadi Bapamu, dan kamu akan menjadi anak-anakKu laki-laki dan anak-anakKu perempuan demikianlah firman Tuhan, Yang Mahakuasa.’”.

Adam Clarke: “Some apply this exhortation to pious persons marrying with those who are not decidedly religious, and converted to God. That the exhortation may be thus applied I grant; but it is certainly not the meaning of the apostle in this place. Nevertheless, common sense and true piety show the absurdity of two such persons pretending to walk together in a way in which they are not agreed. A very wise and very holy man has given his judgment on this point: ‘A man who is truly pious, marrying with an unconverted woman, will either draw back to perdition, or have a cross during life.’ The same may be said of a pious woman marrying an unconverted man. Such persons cannot say this petition of the Lord’s prayer, Lead us not into temptation. They plunge into it of their own accord” (= Sebagian orang menerapkan nasehat / peringatan ini bagi orang-orang saleh yang menikah dengan mereka yang pasti tidak religius dan tidak bertobat kepada Allah. Bahwa nasehat / peringatan ini bisa diterapkan seperti itu, saya akui; tetapi itu pasti bukan arti dari sang rasul di tempat ini. Tetapi bagaimanapun, akal sehat dan kesalehan yang benar menunjukkan kemustahilan dari dua orang seperti itu, berpura-pura berjalan bersama-sama dalam suatu jalan dalam mana mereka tidak setuju. Seorang yang bijak dan sangat kudus telah memberikan penilaiannya tentang hal ini: ‘Seorang laki-laki yang sungguh-sungguh saleh, menikah dengan seorang perempuan yang belum bertobat, akan atau kembali pada kebinasaan, atau mempunyai sebuah salib dalam sepanjang hidupnya’. Hal yang sama bisa dikatakan tentang seorang perempuan yang saleh yang menikah dengan seorang laki-laki yang belum bertobat. Orang-orang seperti itu tidak bisa mengatakan permohonan ini dari Doa Bapa Kami, ‘Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan’. Mereka menceburkan diri ke dalamnya dengan persetujuan mereka sendiri).

Jamieson, Fausset & Brown: “‎The image is from the symbolical precept, Lev 19:19; Deut 22:10: cf. Deut 7:3, forbidding marriages with the pagan; also 1 Cor 7:39. The believer and unbeliever are utterly heterogeneous. Too close contact with unbelievers in other relations is included (2 Cor 6:16; 1 Cor 8:10)” [= Gambaran ini berasal dari ajaran simbolis, Im 19:19; Ul 22:10: bdk. Ul 7:3, melarang pernikahan dengan orang kafir; juga 1Kor 7:39. Orang percaya dan orang yang tidak percaya sama sekali berbeda. Kontak yang terlalu dekat dengan orang-orang yang tidak percaya dalam hubungan yang lain juga termasuk (2Kor 6:16; 1Kor 8:10)].

Barnes’ Notes: “It is implied in the use of the word that there is a dissimilarity between believers and unbelievers so great that it is as improper for them to mingle together as it is to yoke animals of different kinds and species. The ground of the injunction is, that there is a difference between Christians and those who are not, so great as to render such unions improper and injurious. The direction here refers doubtless to all kinds of improper connections with those who were unbelievers. It has been usually supposed by commentators to refer particularly to marriage. But there is no reason for confining it to marriage. It doubtless includes that, but it may as well refer to any other intimate connection, or to intimate friendships, or to participation in their amusements and employments, as to marriage” (= Ditunjukkan secara tak langsung dalam penggunaan kata itu bahwa ada suatu perbedaan yang begitu besar antara orang percaya dan orang yang tidak percaya sehingga merupakan sesuatu yang tidak benar bagi mereka untuk bergaul bersama-sama seperti menggabungkan dengan satu kuk binatang-binatang yang berbeda jenisnya. Dasar dari perintah ini adalah bahwa di sana ada suatu perbedaan antara orang-orang Kristen dan mereka yang bukan Kristen, begitu besar sehingga membuat persatuan seperti itu tidak benar dan membahayakan. Arah yang ditunjukkan di sini tak diragukan adalah pada semua jenis dari hubungan-hubungan yang tidak benar dengan mereka yang adalah orang-orang yang tidak percaya. Biasanya telah dianggap oleh para penafsir bahwa hal ini menunjuk secara khusus pada pernikahan. Tetapi tak ada alasan untuk membatasi hal ini pada pernikahan. Tak diragukan bahwa ini mencakup hal itu, tetapi juga bisa menunjuk pada hubungan intim lain yang manapun, atau pada persahabatan intim, atau pada partisipasi dalam hiburan / kesenangan dan pekerjaan, seperti pada pernikahan).

6. 2Yoh 10-11 - “(10) Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. (11) Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat”.

Adam Clarke: “‎The words mean, according to the eastern use of them, ‘Have no religious connection with him, nor act toward him so as to induce others to believe you acknowledge him as a brother.’” (= Kata-kata ini berarti, sesuai dengan penggunaan orang Timur tentang kata-kata itu, ‘Jangan mempunyai hubungan agamawi dengan dia, ataupun bertindak terhadap dia sehingga menyebabkan orang-orang lain percaya bahwa engkau mengakui dia sebagai seorang saudara’).

Jamieson, Fausset & Brown: “The greeting forbidden in the case of such is that usual among Christian brethren: not a mere formality, but a token of Christian brotherhood” (= Salam yang dilarang dalam kasus seperti itu adalah salam yang umum di antara saudara-saudara Kristen: bukan sekedar formalitas, tetapi suatu tanda dari persaudaraan Kristen).

Jamieson, Fausset & Brown: “‎Polycarp, disciple of John, told contemporaries of Irenaeus, who narrates it on their authority, that once when John was about to bathe, and heard that Cerinthus, the heretic, was within, he retired with abhorrence, exclaiming, Surely the house will fall in ruins since the enemy of the truth is there!” (= Polycarp, murid dari Yohanes, memberitahu orang-orang yang sejaman dengan Irenaeus, yang menceritakan hal ini berdasarkan otoritas mereka, bahwa pada suatu kali pada waktu Yohanes sedang mau mandi, dan mendengar bahwa Cerinthus, si orang sesat, ada di dalam, ia menarik diri dengan kejijikan, sambil berseru: ‘Pastilah rumah ini akan hancur karena musuh dari kebenaran ada di sini!’).

Barnes’ Notes: “This cannot mean that no acts of kindness, in any circumstances, were to be shown to such persons; but that there was to be nothing done which could be fairly construed as encouraging or countenancing them as ‘religious teachers.’ The true rule would seem to be, in regard to such persons, that, so far as we have contact with them as neighbors, or strangers, we are to be honest, true, kind, and just, but we are to do NOTHING that will countenance them as religious teachers. We are NOT to aid their instruction, (Prov 19:27); we are NOT to receive them into our houses, or to entertain them as religious teachers; we are NOT to commend them to others, or to give them any reason to use our names or influence in propagating error” [= Ini tidak bisa berarti bahwa tidak ada tindakan kebaikan, dalam sikon apapun, yang harus ditunjukkan kepada orang-orang seperti itu; tetapi bahwa tidak ada apapun yang harus dilakukan yang bisa ditafsirkan dengan jujur / adil sebagai memberi semangat atau menyetujui / mendukung mereka sebagai ‘guru-guru agamawi’. Peraturan yang benar berkenaan dengan orang-orang seperti itu, kelihatannya adalah bahwa sejauh kita mempunyai kontak dengan mereka sebagai sesama kita, atau orang-orang asing, maka kita harus jujur, benar, baik, dan adil, tetapi kita tidak boleh melakukan apapun yang akan menyetujui / mendukung mereka sebagai guru-guru agamawi. Kita tidak boleh membantu pengajaran mereka, (Amsal 19:27); kita tidak boleh menerima mereka di dalam rumah kita, atau menjamu mereka sebagai guru-guru agamawi; kita tidak boleh merekomendasikan mereka kepada orang-orang lain, atau memberi mereka alasan apapun untuk menggunakan nama atau pengaruh kita dalam menyebarkan kesalahan].

Catatan: Amsal 19:27 rasanya tak cocok.

Pikirkan: Bagaimana 2Yoh 10-11 dan tafsiran-tafsiran ini bisa cocok dengan GKRI EXODUS yang menggunakan orang sesat seperti Bambang Noorsena sebagai pembicara dalam acara mereka? 

7. Wah 18:2-4 - “(2) Dan ia berseru dengan suara yang kuat, katanya: ‘Sudah rubuh, sudah rubuh Babel, kota besar itu, dan ia telah menjadi tempat kediaman roh-roh jahat dan tempat bersembunyi semua roh najis dan tempat bersembunyi segala burung yang najis dan yang dibenci, (3) karena semua bangsa telah minum dari anggur hawa nafsu cabulnya dan raja-raja di bumi telah berbuat cabul dengan dia, dan pedagang-pedagang di bumi telah menjadi kaya oleh kelimpahan hawa nafsunya.’ (4) Lalu aku mendengar suara lain dari sorga berkata: ‘Pergilah kamu, hai umatKu, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya”.

Kejadian 3:14-15(3)

d) “keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’”.

1. Latar belakang penggambaran ini.

Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa latar belakang dari penggambaran ini adalah kebiasaan ular menggigit orang dari belakang pada kaki / tumitnya, dan kebiasaan manusia yang kalau membunuh ular selalu memukul / meremukkan kepalanya. Ia menambahkan bahwa kata kerja yang sama digunakan untuk menggambarkan serangan baik pada tumit maupun kepala, untuk menunjukkan bahwa kedua serangan itu tujuannya untuk menghancurkan. Tetapi, sekalipun gigitan ular pada tumit itu membahayakan, karena adanya bisa ular, itu bukannya tidak bisa disembuhkan. Sebaliknya, serangan yang meremukkan kepala ular betul-betul mematikan.

2. Kata ‘keturunannya’ di sini, seharusnya adalah ‘he’ [= dia (laki-laki)], dan secara khusus menunjuk kepada Yesus Kristus.

Kejadian 3: 15b: “keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’”.

KJV: ‘it shall bruise thy head, and thou shalt bruise his heel’ (= itu akan mememarkan kepalamu, dan engkau akan mememarkan tumitnya).

Tentang kata-kata ‘it shall bruise thy head’, Adam Clarke, dan juga banyak penafsir lain, mengatakan bahwa terjemahan yang benar bukanlah ‘it’ tetapi ‘he’. Jadi, terjemahan KJV ini salah; kata ‘it’ seharusnya adalah ‘he’, seperti dalam terjemahan RSV di bawah ini.

RSV: ‘he shall bruise your head, and you shall bruise his heel’ (= ia akan mememarkan kepalamu, dan engkau akan mememarkan tumitnya).

Dan Clarke menganggap bahwa kata ‘he’ [= dia (laki-laki)] ini menunjuk kepada Yesus Kristus.

Ini juga merupakan pandangan dari mayoritas penafsir, dan menurut saya memang harus diterima.

Jamieson, Fausset & Brown: “The seed of the woman who was to bruise the serpent’s head is connected with a singular verb and pronoun, and, denoting therefore an individual, points to Christ personally in a special and emphatic sense” (= Benih / keturunan perempuan yang akan mememarkan kepala ular dihubungkan dengan kata kerja dan kata ganti orang bentuk tunggal, dan karena itu menunjuk pada satu individu, menunjuk kepada Kristus secara pribadi dalam arti yang khusus dan ditekankan).

3. Apakah kata ‘her’ menunjukkan bahwa Kristus hanya diturunkan dari perempuan saja?

Adam Clarke, Albert Barnes, maupun Keil & Delitzsch menekankan kata ‘her’ dalam kata-kata ‘her seed’, dan menganggap bahwa Yesus hanya diturunkan dari perempuan (Maria), bukan dari laki-laki. Tetapi saya meragukan kebenaran hal ini, karena kata ‘her’ menunjuk kepada Hawa, bukan kepada Maria, dan saya merasa sebagai suatu pemaksaan penafsiran untuk mengatakan bahwa dari kata itu terlihat bahwa Yesus hanya diturunkan oleh orang perempuan, tanpa laki-laki.

Clarke dan Barnes juga menafsirkan Gal 4:4 sebagai berhubungan dengan Kejadian 3:15 ini.

Gal 4:4 - “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat”.

Tetapi menurut saya, Gal 4:4 ini tidak berhubungan dengan Kej 3:15, karena dalam Gal 4:4 ‘perempuan’ itu menunjuk kepada Maria, sedangkan dalam Kej 3:15 ‘perempuan’ menunjuk kepada Hawa.

4. Kapan kemenangan Kristus atas setan ini terjadi?

Clarke mengatakan bahwa pada saat kematian Yesus, setan menghancurkan tumitNya, dan Ia menghancurkan kepala setan. Beberapa penafsir lain juga hanya menekankan kematian Kristus, dan ini mengherankan saya.

Tetapi penafsir di bawah ini, menekankan bukan hanya kematian, tetapi juga kebangkitan, Kristus. Menurut saya, ini yang benar.

The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “At the cross, Satan ‘bruised’ Christ’s heel; but because of His death and resurrection, Christ crushed Satan’s head and won a complete victory over him (Eph 1:17-23; Col 2:14-15)” [= Pada salib, Iblis mememarkan tumit Kristus; tetapi karena kematian dan kebangkitanNya, Kristus mememarkan kepala Iblis dan memenangkan kemenangan lengkap atasnya (Ef 1:17-23; Kol 2:14-15)].

Ef 1:17-23 - “(17) dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. (18) Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilanNya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukanNya bagi orang-orang kudus, (19) dan betapa hebat kuasaNya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasaNya, (20) yang dikerjakanNya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kananNya di sorga, (21) jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. (22) Dan segala sesuatu telah diletakkanNya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikanNya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. (23) Jemaat yang adalah tubuhNya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu”.

Kol 2:14-15 - “(14) dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib: (15) Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka”.

Saya menganggap bahwa sekalipun dalam kematian Kristus juga ada kemenangan, tetapi bagaimanapun itu terlihat sebagai suatu kekalahan. Baru kebangkitanNya yang betul-betul merupakan kemenangan mutlak atas maut dan setan.

Memang ada ayat yang seakan-akan menunjukkan bahwa pada saat mati Kristus betul-betul mengalahkan Iblis.

Ibr 2:14-15 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut”.

Tetapi ayat-ayat seperti ini harus ditafsirkan sambil mengingat bahwa kematian Kristus tak ada harganya seandainya tak ada kebangkitanNya.

1Kor 15:14,17 - “(14) Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. ... (17) Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu”.

Bandingkan juga dengan kata-kata Calvin di bawah ini.

Calvin: “So then, let us remember that whenever mention is made of His death alone, we are to understand at the same time what belongs to His resurrection. Also, the same synecdoche applies to the word ‘resurrection’: whenever it is mentioned separately from death, we are to understand it as including what has to do especially with His death” (= Jadi, marilah kita mengingat bahwa kalau hanya disebutkan tentang kematian­Nya, kita harus mengartikan pada saat yang sama, apa yang termasuk dalam kebangkitanNya. Juga ‘synecdoche’ yang sama berlaku terhadap kata ‘kebangkitan’: kalau kata itu disebut­kan terpisah dari kematian, kita harus menafsirkan kata itu beserta apa yang termasuk dalam kematianNya) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XVI, No 13.

Catatan: ‘synecdoche’ merupakan suatu gaya bahasa yang membicarakan sebagian tetapi memaksudkan seluruhnya, atau sebaliknya.

5. Janji kemenangan Kristus ini berlaku untuk Gereja / orang-orang percaya, dan karena itu kemenangan Kristus tidak berarti Gereja / orang-orang percaya tidak perlu ikut berperang. 

Jamieson, Fausset & Brown: “But although the prophecy does unquestionably refer to Christ’s personal conflict with Satan, and His victory over him as its culminating point, yet the Church - which is the spiritual body of which He is the Head - must also, in its ideal unity, be viewed as embraced in this prophetic intimation, which finds its accomplishment in all the conflicts of God’s people with the powers of darkness - whether the conflicts of the Church universal, of particular branches of it, or of private believers, issuing in their final triumph at that day when, ‘Satan being completely and forever bruised under their feet,’” (= Tetapi sekalipun nubuat ini tidak diragukan menunjuk kepada konflik pribadi antara Kristus dengan Iblis, dan kemenanganNya atas Dia sebagai titik puncak, tetapi Gereja - yang merupakan tubuh rohani terhadap mana Ia adalah kepala - harus juga, dalam kesatuannya yang ideal, dipandang sebagai tercakup dalam berita nubuat ini, yang mendapatkan penggenapannya dalam semua konflik umat Allah dengan kuasa kegelapan - apakah itu merupakan konflik-konflik dari Gereja universal, atau dari cabang-cabang tertentu darinya, atau dari orang-orang percaya secara pribadi, yang menghasilkan kemenangan terakhir mereka pada hari dimana ‘Iblis dimemarkan / dihancurkan sepenuhnya dan selama-lamanya di bawah kakimu’).

Catatan: bagian terakhir mungkin menunjuk pada Ro 16:20a - “Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu”.

III) Pengaruh kata-kata Tuhan ini terhadap setan dan manusia.

1) Kepada setan.

Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa kata-kata ini pasti memberikan kekecewaan kepada Iblis, dan menghentikan kegembiraannya yang jahat karena telah berhasil menjatuhkan manusia ke dalam dosa. Mungkin ia tidak bisa mengerti secara keseluruhan arti dari nubuat itu, tetapi ia pasti mengerti secara cukup untuk tahu bahwa nubuat itu menandakan suatu bencana yang fatal bagi dirinya.

Iblis mungkin mula-mula mengira bahwa dengan membujuk dan menjatuhkan Adam dan Hawa ke dalam dosa, dan membawa kematian kepada mereka, ia berhasil memusnahkan umat manusia. Tetapi nubuat itu ternyata menjanjikan ‘keturunan’ bagi perempuan itu (Hawa), yang menunjukkan bahwa umat manusia tidak musnah. Dan lebih dari itu nubuat itu menubuatkan peperangan antara dia dan keturunan perempuan itu, yang akan berakhir dengan kekalahannya.

Juga ia mungkin mengira bahwa dengan menjatuhkan manusia ia berhasil menyengsarakan mereka, tetapi ternyata dalam nubuat itu terdapat suatu berita yang positif bagi umat manusia, dimana Iblis akan dikalahkan / dihancurkan oleh keturunan Hawa, dan ini secara implicit menunjukkan bahwa sekalipun manusia menjadi berdosa, tetapi melalui keturunan perempuan itu akan ada pengampunan dan pemulihan.

2) Kepada manusia.

Hal-hal positif yang lain yang harus diperhatikan oleh manusia.

a) Pernyataan hukuman terhadap manusia diberikan setelah pemberian keyakinan kemenangan atas setan.

Jamieson, Fausset & Brown: “Sentence upon the man and the woman was deferred until after they had been assured of victory over their enemy” (= Penjatuhan hukuman / vonis terhadap laki-laki dan perempuan itu ditunda sampai setelah mereka diyakinkan tentang kemenangan atas musuh mereka).

Catatan: memang pernyataan hukuman kepada manusia baru diberikan dalam Kejadian 3:16-19.

b) Pada saat ini Tuhan bicara kepada ular demi manusia, karena kalau tidak, apa gunanya Tuhan bicara kepada seekor ular? Lalu apa gunanya untuk manusia?

1. Supaya manusia sadar betapa bencinya Allah terhadap dosa.

2. Supaya manusia mendapat penghiburan dalam penderitaan mereka, karena terlihat bahwa Allah masih baik terhadap mereka / mau berdamai dengan mereka.

3. Allah menjanjikan kemenangan manusia atas setan dalam peperangan itu. Ini mempunyai 2 tujuan:

a. Supaya manusia sadar bahwa setan adalah musuh besar mereka. Juga bahwa permusuhan dengan Iblis / setan merupakan persahabatan dengan Allah, dan merupakan sumber pengharapan bagi manusia.

Barnes’ Notes: “A second thing, however, was still more striking to the mind of man in the sentence of the serpent; namely, the enmity that was to be put between the serpent and the woman. ... When God, therefore, said, ‘I will put enmity between thee and the woman,’ this revulsion of feeling on her part, in which Adam no doubt joined, was acknowledged and approved. Enmity with the enemy of God indicated a return to friendship with God, and presupposed incipient feelings of repentance toward him, and reviving confidence in his word. The perpetuation of this enmity is here affirmed, in regard not only to the woman, but to her seed. This prospect of seed, and of a godly seed, at enmity with evil, became a fountain of hope to our first parents, and confirmed every feeling of returning reverence for God which was beginning to spring up in their breast” (= Tetapi ada hal yang kedua yang lebih menyolok lagi bagi pikiran manusia dalam hukuman terhadap ular; yaitu permusuhan yang akan diletakkan di antara ular dan perempuan itu. ... Karena itu, pada waktu Allah mengatakan, ‘Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini’, perubahan perasaan ini pada diri Hawa, dalam mana Adam pasti ikut serta, diakui dan disetujui. Permusuhan dengan musuh Allah menunjukkan suatu pengembalian persahabatan dengan Allah, dan mensyaratkan perasaan pertobatan yang baru terhadap Dia, dan menghidupkan lagi keyakinan terhadap firmanNya. Pengabadian dari permusuhan ini ditegaskan di sini, bukan hanya berkenaan dengan perempuan itu, tetapi juga dengan keturunannya. Prospek tentang keturunan ini, dan tentang keturunan yang saleh, yang bermusuhan dengan kejahatan, menjadi suatu sumber pengharapan bagi orang tua pertama kita, dan meneguhkan setiap perasaan tentang kembalinya rasa takut / hormat untuk Allah, yang mulai memancar dalam dada mereka).

b. Supaya dalam perang melawan setan, mereka yakin bahwa mereka akan menang.

The Biblical Illustrator (Old Testament): “Ver. 15. I will put enmity between thee and the woman. - The believer’s conflict with Satan: - I. THAT THERE IS A CONTINUAL CONFLICT BETWEEN SATAN AND EVERY BELIEVER IN JESUS CHRIST, WHOM HE REPRESENTED IN THE FIRST PROMISE, ACCORDING TO THE PURPOSE AND GRACE OF ALMIGHTY GOD. ... although the conflict may be fierce, and long, and stubborn, we are not permitted to doubt on which side the victory will fall” (= Kejadian 3: 15. ‘Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini’. - Konflik orang percaya dengan Iblis: - I. Bahwa di sana ada konflik yang terus menerus antara Iblis dan setiap orang percaya dalam Yesus Kristus, yang Ia gambarkan dalam janji yang pertama ini, sesuai dengan rencana dan kasih karunia dari Allah yang maha kuasa. ... sekalipun konflik itu bisa sengit / dahsyat, dan lama, dan bandel / sukar dihilangkan, kita tidak diijinkan untuk meragukan siapa yang akan menang).

Barnes’ Notes: “This clause in the sentence of the tempter is the first dawn of hope for the human family after the fall” (= Anak kalimat ini dalam hukuman / vonis dari si pencoba / penggoda adalah subuh / permulaan pertama dari pengharapan untuk keluarga manusia setelah kejatuhan).

Jamieson, Fausset & Brown: “But to the fallen pair, is the design of this prophecy is more obvious, so the effects of it are more easily traced. It was calculated in no ordinary degree to relieve and support their deeply agitated and desponding minds. It announced, in terms very figurative and enigmatical indeed, but still intelligible, that their Creator, though grievously offended by their disobedience, cherished purposes of mercy toward them. It gave them a strong and certain assurance that the sin which had unhappily entered into the world through their means, and the evils that flowed from it, would not continue forever. ... the drift of the sentence pronounced upon the serpent in the hearing of the fallen pair was exceedingly seasonable to them, and well calculated to afford them present comfort as well as future hope” (= Tetapi kepada pasangan yang telah jatuh ini, rancangan dari nubuat ini lebih jelas, demikian juga efek / akibat darinya lebih mudah untuk dilacak. Itu diperhitungkan dalam tingkat yang luar biasa untuk meringankan / mengurangi dan mendukung pikiran mereka yang digelisahkan / dikacaukan dan disedihkan / dipatahkan semangatnya secara mendalam. Itu diumumkan, memang dalam istilah-istilah yang sangat bersifat kiasan dan bersifat teka teki / membingungkan, tetapi tetap bisa dimengerti, bahwa Pencipta mereka, sekalipun disakiti hatiNya secara menyedihkan oleh ketidaktaatan mereka, memikirkan rencana belas kasihan terhadap mereka. Itu memberikan mereka suatu keyakinan yang kuat dan pasti bahwa dosa yang secara menyedihkan telah masuk ke dalam dunia melalui mereka, dan bencana-bencana yang mengalir melaluinya, tidak akan berlanjut selama-lamanya. ... aliran dari hukuman yang diumumkan kepada ular sambil didengar oleh pasangan yang telah jatuh itu sangat sesuai bagi mereka, dan diperhitungkan dengan baik untuk memberikan mereka penghiburan pada saat itu maupun pengharapan di masa yang akan datang).

Wycliffe: “Thus, we have in this famous passage, called the protevangelium, ‘first gospel,’ the announcement of a prolonged struggle, perpetual antagonism, wounds on both sides, and eventual victory for the seed of woman. God’s promise that the head of the serpent was to be crushed pointed forward to the coming of Messiah and guaranteed victory. This assurance fell upon the ears of God’s earliest creatures as a blessed hope of redemption” (= Demikianlah, kita mendapatkan dalam text yang terkenal ini, yang disebut PROTEVANGELIUM, ‘injil yang pertama’, suatu pengumuman tentang pergumulan yang berkepanjangan, permusuhan yang kekal, yang melukai kedua pihak, dan kemenangan akhirnya bagi keturunan perempuan. Janji Allah bahwa kepala ular akan diremukkan menunjuk ke depan pada datangnya Mesias dan menjamin kemenangan. Keyakinan ini jatuh pada telinga dari makhluk-makhluk Allah yang paling awal sebagai suatu pengharapan tentang penebusan yang diberkati).

Baca Juga: DOA YANG MENGUBAH NASIB (PRAY OF YABES): 1 Tawarikh 4:9-10

The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “God’s words to Satan (v. 15) are called the protevangelium, ‘the first Gospel,’ because this is the first announcement of the coming Redeemer found in the Bible. To God’s Old Covenant people, this verse was a beacon of hope (Gal 4:1-4); to Satan, it was God’s declaration of war, climaxing in his condemnation (Rom 16:20); and to Eve, it was the assurance that she was forgiven and that God would use a woman to bring the Redeemer into the world (1 Tim 2:13-15)” [= Kata-kata Allah kepada Iblis (Kejadian 3: 15) disebut protevangelium, ‘injil yang pertama’, karena ini merupakan pengumuman pertama yang ditemukan dalam Alkitab tentang sang Penebus yang sedang mendatang. Bagi umat Allah dalam Perjanjian Lama, ayat ini adalah suatu cahaya pengharapan (Gal 4:1-4); bagi Iblis itu merupakan pernyataan perang dari Allah, yang mencapai puncaknya dalam penghukumannya (Ro 16:20); dan bagi Hawa itu merupakan keyakinan bahwa ia diampuni dan bahwa Allah akan menggunakan seorang perempuan untuk membawa sang Penebus ke dalam dunia].

KESIMPULAN. TAFSIRAN KEJADIAN 3:14-15

Kalau saudara adalah orang percaya, perang ini tidak akan pernah berakhir. Apakah saudara ikut perang atau tidak, musuh besar kita itu akan memerangi saudara. Dan memusuhi / memerangi dia menunjukkan saudara sebagai bersahabat dengan Allah. Karena itu, ikutlah dan bertekunlah dalam peperangan melawan setan ini. Tuhan menjamin kemenangan kita!
TAFSIRAN KEJADIAN 3:14-15.
-AMIN-


Pdt. Budi Asali, M. Div.
https://teologiareformed.blogspot.com/2019/01/tafsiran-kejadian-314-15.html#

Tags