Latest News

Showing posts with label Pengakuan Iman. Show all posts
Showing posts with label Pengakuan Iman. Show all posts

Monday, January 28, 2019

PENGAKUAN IMAN RASULI PENGAKUAN IMAN RASULI

PENGAKUAN IMAN RASULI
12 PENGAKUAN IMAN RASULI. 
1. Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. 2. Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita. 3. Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. 4. Yang menderita sengsara dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut. 5. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati. 6. Naik ke surga, duduk disebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa. 7. Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. 8. Aku percaya kepada Roh Kudus. 9. Gereja yang Kudus dan Am, Persekutuan Orang Kudus 10. Pengampunan Dosa. 11. Kebangkitan Tubuh. 12. dan Hidup Yang Kekal. Amin. 

Butir 1 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Pengakuan Iman Rasuli ( selanjutnya di singkat: PIR ) merupakan dokumen pertama yang mengubah seluruh konsep alam semesta yang pernah dipikirkan manusia. Sebelum adanya Pengakuan Iman Rasuli, pemikiran filsafat Yunani memonopoli studi alam semesta dan menjadi pikiran terpenting. Kebudayaan Tionghoa dan India menjelaskan alam semesta secara kabur dan tidak jelas. 

Sementara orang Yunani berpendapat bahwa manusia dapat menyelidiki alam semesta dengan pikirannya sendiri. Maka, mereka mulai melihat lebih dahulu daripada bangsa lain dalam hal mengetahui bintang-bintang yang ada di angkasa. Lalu Yunani menaruh bintang menjadi objek studi yang diasumsi, diamati, dan dicatat. Diamati dengan mata telanjang karena masih belum ada teleskop. Sampai hari ini dalam bangsa besar dan kebudayaan penting ada alat astronomi. Di Nanjing (Tiongkok) masih ada alat astronomi yang sangat rumit yang dibuat sekitar 650 tahun lalu di awal Dinasti Ming, Dinasti Sung, dan sebagainya. 

 Kali ini saya ingin menekankan apa hubungan alam semesta dengan manusia, di mana manusia menjadi subjeknya dan alam semesta ini menjadi objek penyelidikannya. Manusia menyelidiki alam semesta, tetapi alam semesta menjadi tidak penting dan manusia itu yang menjadi penting. Dalam pemikiran seperti ini, diharapkan manusia bisa menguasai, atau paling tidak, mengerti alam semesta. Manusia ingin mengerti dan menguasai langit, bumi, alam, tumbuhan, hewan, dan semua makhluk lain. Memang manusia diciptakan lebih tinggi dari segala ciptaan dan manusia diciptakan paling mirip dengan Allah. Ketika muncul Pengakuan Iman Rasuli , terjadilah penerobosan besar. 

Yunani melihat alam semesta sebagai sistem tertutup (closed system). Dalam sistem tertutup, manusia adalah yang tertinggi dan menguasai alam semesta sebagai tuan di atasnya. Alam semesta sebagai lingkungan di mana kita ada dan menjelajah. Maka, sejak zaman pra-Sokrates hingga Aristoteles, penyelidikan alam semesta menjadi salah satu cabang filsafat terpenting, yang disebut kosmologi. 

 Jika Anda melihat lukisan besar, The School of Athens, karya Raphael, akan terlihat puluhan filsuf yang pada pusatnya hanya ada dua orang, yaitu Plato dan Aristoteles. Satu tangan Plato memegang buku dan tangan satunya menunjuk ke langit; satu tangan Aristoteles juga memegang buku dan tangan lainnya menunjuk ke bawah. Di sini mau diungkapkan bagaimana Plato menginterpretasi alam semesta berbeda dari Aristoteles. Plato mementingkan idealisme dan dunia kosmologi, maka ia memegang buku Timaeus (berarti menyelidiki alam semesta) dengan tangan menunjuk ke atas menyatakan ia mempelajari kosmologi. 

Raphael menggunakan Leonardo da Vinci sebagai model Plato. Plato mendirikan sekolah tinggi bernama Akademia, yang memiliki ratusan murid. Tetapi ada satu muridnya yang istimewa dari Makedonia, yaitu Aristoteles. Akhirnya Plato menyimpulkan, “Akademia terdiri dari dua unsur, yaitu badan semua murid dan otak dari seorang genius yang namanya Aristoteles.” Ini adalah kalimat besar dan terbukti karena Aristoteles seumur hidup menulis lebih dari seribu buku dalam berbagai bidang yang berbeda. 

Tiap buku yang bersifat otoritatif dan memiliki nilai yang sangat tinggi di zamannya. Ia menulis buku Meteorology yang membicarakan tentang berbagai bintang, buku Geology tentang lapisan-lapisan bumi, dan buku Movement of Animals tentang binatang dan geraknya. Buku-buku ini disimpan oleh muridnya di perpustakaan terbesar di dunia dan terpenting, yakni perpustakaan di Alexandria (Mesir, Afrika). Ada yang mengatakan bahwa Sokrates, Plato, dan Aristoteles sudah memikirkan semua yang pernah dipikirkan manusia dari zaman ke zaman. Jadi, dari Adam sampai sekarang, semua yang pernah dipikirkan manusia, tidak ada satu pun yang tidak pernah tidak dipikirkan oleh tiga orang besar ini. 

Memang, Yunani sejak 2.500 tahun lalu telah menghasilkan tiga genius dari tiga generasi: guru, murid, dan cucu murid. Sebelum mereka memikirkan tentang alam semesta, buku yang ada cuma berkisar dua tema: On Principles dan On Nature. Semua orang yang berani menulis dua tema ini dipandang sebagai orang yang memiliki intelektualitas tinggi. On Nature tentang alam; On Principles tentang prinsip, yaitu memakai prinsip apa kita studi tentang alam dan mengajar, menyalurkan pengetahuan kepada dunia tentang alam. 

 Perkataan Sokrates yang revolusioner, “Yunani mau tahu apa pun, gunung, laut, padang, gurun, rimba, tanah, dan pulau, tetapi tidak mau tahu tentang diri sendiri. Apa gunanya?” Kalimat ini menggugah seluruh bangsa, bahwa mereka harus mempelajari diri sendiri. Belajar gnothi seauton (Yun.) artinya: know yourself. Pasca Sokrates, filsafat tidak berhenti di kosmologi, mulai menelusuri antropologi, etika, interpersonal relationship, metode masyarakat, maka pengetahuan bukan hanya yang di luar diri tetapi juga ke manusia sendiri.  

Ketika Pengakuan Iman Rasuli muncul, ia pertama kali langsung menerobos, sehingga manusia bukan menjadi subjek yang menyelidiki objek, yaitu alam semesta, tetapi mengaku bahwa di antara kita ada suatu kekuatan, rahasia, metode, prinsip, wahyu, hikmat dari atas kita, dan kita mengetahui pemiliknya bukan kita, tetapi Tuhan. Maka, selain dunia yang kita lihat, kita harus menemukan suatu penyebab di luar alam semesta, yang lebih tinggi daripada diri kita, sehingga dari situ kita mengerti dan memberikan hikmat pada kita. 

Hikmat itu membuat kita mengerti bagaimana mengetahui dan menyelidiki alam semesta. Pengakuan Iman Rasuli menjadi suatu terobosan besar di mana mitologi Tionghoa dan India masih kacau dalam menjelaskan tentang alam semesta. Orang India mengerti alam semesta sebagai suatu dataran besar di mana ada empat gajah yang menopang empat sudutnya, sehingga bumi yang rata ini bisa berdiri. Jika gajah itu bergoyang, terjadilah gempa bumi. 

Orang Tionghoa mengerti alam semesta berasal dari Pan-gu, seorang tua yang ada di dalam suatu telur. Telur itu membungkusnya, lalu memakai palu mengetuk ke atas, sehingga kulit telur itu makin besar dan makin tinggi. Akhirnya kulit yang di atas menjadi langit dan kulit yang di bawah menjadi bumi. Pemikiran seperti ini sama sekali tidak memiliki bukti dan dukungan ilmiah. Inilah cara dunia Timur mengerti alam semesta. Sekitar tahun 585 SM, Thales, orang pertama di dunia filsafat Gerika berani mengatakan, “Pada tanggal 28 Mei 585, kalian tidak akan melihat matahari.” Orang-orang menertawakan, menyindir, dan menghina dia. 

Tetapi tepat pada hari itu, apa yang dikatakannya terjadi. Mereka terkejut dan bingung bagaimana Thales tahu hal itu. Ternyata Thales sudah berhasil menghitung gerakan matahari, bumi, dan bulan, sehingga bisa menduga terjadinya gerhana. Maka, gerhana sudah diketahui oleh manusia sejak kira-kira 500 tahun sebelum Yesus lahir. 

Tetapi ini adalah suatu pengertian, penelitian, dan penyelidikan dengan sistem tertutup. Sampai di zaman Isaac Newton, ia masih menggunakan sistem tertutup untuk mengerti alam semesta. Barulah di abad ke-20 ada seorang filsuf, Thomas Kuhn, berkata, “Kita perlu paradigm shift, hingga ada metode dan konsep baru yang berbeda. Konsep dan paradigma yang berubah memerlukan sistem terbuka. 

Suatu sistem terbuka menyebabkan kita mengerti segala sesuatu dan tidak lagi diikat. Orang yang diikat oleh konsep Arminian tidak mungkin mengerti Alkitab; orang yang diikat oleh konsep komunisme tidak mungkin mengerti demokrasi; orang yang diikat oleh konsep feodalisme tidak mungkin mengerti dunia modern; orang yang diikat oleh pikiran Islam tidak mungkin mengerti Allah Tritunggal. Sistem tertutup mengikat dan mematikan pikiran dan pengertian manusia, sehingga manusia menjadi budak dari sistem tertutup seumur hidupnya. 

Ketika masih muda, saya terus memikirkan gereja seharusnya bagaimana. Akhirnya saya mengetahui sebenarnya apa yang diajarkan Alkitab tidak sama dengan apa yang kita terima dari para pendeta tua. Untuk berani menerobos yang sudah terbiasa selama ini, perlu suatu paradigma kebebasan. Ketika saya mempelajari dan menyelidikinya, saya sangat terkejut. 

Sistem terbuka pertama bukan dari Thomas Kuhn, tetapi dari Pengakuan Iman Rasuli . Dengan butir pertama: “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.” Dalam butir ini kita melihat terbukanya suatu sistem baru untuk manusia yang melampaui pemikiran Yunani. Orang Yunani berkata setelah melihat alam semesta, tidak ada yang lebih lagi dari itu. 

Tetapi saat orang Kristen melihat alam semesta, melihat ada Allah di atas yang menjadi Bapaku: Ialah Sang Pencipta, Sang Allah Bapa, yang memberikan hidup baru padaku, maka aku disebut anak-Nya. Jika dibandingkan dengan mitologi Tiongkok (Pan-gu) dan mitologi India (empat gajah), kita segera melihat dan perlu memaklumi bahwa mereka tidak memiliki wahyu Tuhan. Mereka bahkan tidak mengerti bahwa bumi ini bulat. 

Setelah Magellan mengitari bumi satu kali, atau ketika Columbus menemukan benua Amerika, barulah manusia mengetahui bahwa bumi ini bulat. Setelah Vasco da Gama, Columbus, dan Magellan, barulah orang percaya bahwa apa yang dikatakan oleh Copernicus benar adanya. Bahkan kemudian Copernicus memberitahukan kita bahwa bumi yang mengitari matahari, bukan matahari yang mengitari bumi. Namun, semua ini baru bisa dimengerti setelah orang menerima dan mengerti Alkitab, mengerti Sang Pencipta sebagai unsur paradigma yang baru, unsur sistem terbuka yang dimungkinkan, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.” Butir pertama ini berkata tentang Allah. 

Butir kedua dan ketiga berbicara tentang adanya batas antara yang dicipta (yang pasif) dan yang mencipta (yang aktif). Jika tidak ada inisiatif dari pencipta, maka tidak ada objek ciptaan yang jadi. Jika Allah tidak merencanakan dan memiliki tujuan dalam menciptakan segala sesuatu yang kemudian dilaksanakan dalam aktivitas penciptaan dan menerjunkan diri di dalam karya ciptaan-Nya, maka tidak ada sesuatu pun yang jadi. 

Segala sesuatu bisa ada karena Tuhan yang mengadakan, dari yang tidak ada menjadi ada. Ini semua seturut dengan rencana pertama Allah, yaitu penciptaan. “Aku percaya kepada Allah” adalah satu pernyataan yang besar sekali. Dengan kalimat ini kita membagi manusia menjadi dua kelompok, yaitu: theis dan atheis. Atheis percaya tidak ada Allah, sementara theis percaya ada Allah. Ada yang berkata ada Allah di luar diri manusia, dan ada yang mengatakan tidak ada. Tetapi sebenarnya, Allah tidak mungkin menjadi ada karena kita percaya Dia ada, atau sebaliknya menjadi tidak ada karena manusia tidak percaya Dia ada. 

Jika tidak demikian halnya, maka kita memiliki subjek iman yang menjadi penentu untuk segala tujuan dan kekakuan menuju objek iman. Manusia dengan subjektivitasnya menyebabkan ia hanya dapat mengubah diri, tidak bisa mengubah fakta yang ada di luar dirinya. Allah bukan hasil proses menjadi. Ia tidak menjadi ada atau menjadi tidak ada. Istilah “menjadi” tidak tepat dan tidak layak dikenakan pada diri Allah yang kekal. Allah tidak mungkin “menjadi” ada, dan tidak ada unsur apa pun yang bisa menjadikan Ia ada. Allah ada pada diri-Nya sendiri, tanpa perlu penyebab. 

 Allah adalah yang ada pada diri-Nya sendiri, yang konsisten tidak berubah, kekal, tidak mengalami perubahan, tidak mengalami proses, dan tidak membutuhkan penyebab. Maka konsep “percaya kepada Allah” ditanamkan oleh Allah ke dalam diri manusia yang diciptakan menurut peta teladan Allah. 

Dengan demikian, setiap manusia tidak mungkin tidak memiliki konsep Allah di dalam dirinya. Semua orang mengetahui dan percaya ada Allah, karena Allah telah menanamkan konsep keberadaan diri-Nya di dalam manusia yang diciptakan menurut peta teladan Allah sendiri. Tetapi jika seseorang memiliki kepercayaan terhadap Allah kurang benar, bukan Allah yang kurang benar, tetapi mata, pandangan, pemikiran, dan konsep orang itu yang telah mengalami distorsi. Misalnya, sebuah pena jika saya taruh di dalam gelas berisi air, maka seolah-olah pena tersebut bengkok. Tetapi pena itu sebenarnya tidak bengkok. 

Yang membuat pena itu terlihat bengkok adalah mata dan pikiran kita. Memang terlihat mata kita baik, tetapi pandangan mata kita tidak tahu bahwa ketika pena itu melewati air, mengalami pembiasan sehingga kita melihat pena itu bengkok. René Descartes, seorang filsuf Prancis mengatakan, “Dalam hal seperti ini terbukti ada distorsi yang dikerjakan setan.” Ini pertama kali di dalam sejarah filsafat, seorang filsuf memakai istilah “setan” untuk menjelaskan fenomena yang kita rasa tidak benar. 

Ia berkata tentang istilah di dalam ide yang disebut “clearness of idea”. Ide yang jelas di pikiran kita sering menjadi tidak jelas dalam fakta, maka kita bisa salah melihat fakta. Fenomena dan realitas selalu ada jarak, sehingga kita ditipu oleh fenomena (gejala yang kita lihat) dan tidak mengetahui dengan sesungguhnya realitas yang asli, tepat, akurat, dan yang tidak salah. Pada saat engkau pergi ke sebuah desa yang belum pernah tersentuh pendidikan, lalu engkau bertanya: dunia mengelilingi matahari atau matahari mengelilingi bumi? Mereka akan menjawab matahari mengelilingi bumi. 

Orang yang tidak mengerti, akan mempertahankan sistem tertutup, lalu mencela dan memaki-maki orang yang mengerti dengan menggunakan sistem terbuka. Di sini kita melihat ada jarak antara fenomena dan realitas. Orang yang tidak mengerti selalu tertipu oleh fenomena. Dengan pemikiran di atas saya membawa Anda memikirkan Pengakuan Iman Rasuli : “Aku percaya kepada Allah.” Ada tiga macam orang, a) theis (aku percaya Allah dan Ia ada); b) agnostik (aku tidak percaya Allah, tidak peduli Ia ada atau tidak); dan c) atheis (aku percaya tidak ada Allah). Yang pertama, salah satunya adalah orang Kristen, percaya Allah dengan satu iman di dalam saya tentang Allah di luar saya. 

Orang kedua berkata, saya tidak percaya Allah, atau tepatnya tidak peduli Dia ada atau tidak, pokoknya aku tidak percaya. Ini adalah orang agnostik, karena ia beranggapan Allah tidak mungkin diketahui manusia, sehingga tidak mungkin berelasi dengan Allah. Orang ketiga berkata, saya tidak percaya ada Allah. Ini orang atheis. Selain ketiga macam orang ini, masih ada yang disebut pantheis, yang percaya Allah ada di alam. Seluruh alam jika digabungkan, totalitas itu disebut Allah. 

Alam adalah Allah dan Allah adalah alam. Salah seorang pantheis terkenal di dalam sejarah adalah Benedict Spinoza, seorang Yahudi yang tinggal di Amsterdam, Belanda. Ia seorang pantheis, tidak percaya ada Yehovah yang menciptakan langit dan bumi, akhirnya ia dikucilkan dari sinagoge Yahudi. Saat dikucilkan, dalam upacara ekskomunikasi dengan memasang dua belas lilin yang mewakili setiap suku Israel, maka setiap lilin ditiup sambil orang berteriak, “Terkutuklah engkau. Engkau tidak mendapat bagian dalam suku Simeon.” Setelah semua lilin ditiup, pintu dibuka dan ia diusir keluar. 

Sejak saat itu, Spinoza di Amsterdam sampai mati, tidak seorang Yahudi pun boleh menyapanya. Ia tidak menikah dan menjadi seorang penggosok lensa optik. Tidak ada lagi orang Yahudi yang memesan lensa kepadanya. Ia hanya mendapat uang dan pekerjaan dari orang Belanda, sehingga sisa sedikit orang yang mengenal dia. Ia sering kelaparan, tidak cukup makan, susah sampai mati sebatang kara. 

Orang Yahudi percaya pada Allah, tetapi sampai pada butir kedua, “Aku percaya pada Yesus Kristus,” orang Yahudi sudah tidak mau percaya. Menurut legenda, ketika dua belas rasul terakhir kali berkumpul di Yerusalem, sebelum pergi ke seluruh dunia menginjili, mereka menetapkan apa yang akan dikabarkan, apa yang harus dipercaya oleh orang Kristen di seluruh dunia dan segala bangsa. 

Pada saat itu, kedua belas rasul masing-masing memberi sumbangsih satu per satu, lalu dikumpulkan, diselidiki, disetujui, dan sepakat menjadi dokumen untuk seluruh dunia. Setelah mereka pergi, tidak satu pun yang kembali lagi, karena semua mati martir, kecuali Yohanes, rasul yang termuda. Pada saat itu, menjadi orang Kristen berbahaya, didiskriminasi, dianiaya, dibunuh. Sekarang di Indonesia menjadi orang Kristen terlalu mudah, enak, bebas, dan istimewa. Ketika engkau menikmati hak kebebasan sebagai Kristen, hendaklah engkau mengaku: pertama, Aku percaya pada Allah. Ia adalah Bapa yang Mahakuasa, Ia Pencipta langit dan bumi. 

Butir 1 (Lanjutan): PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Saya berharap saya boleh mewariskan pemikiran tentang tiga hal yang penting bagi iman kita, tindakan kita, dan apa yang harus kita doakan di hadapan Allah, yaitu Sepuluh Hukum, Doa Bapa Kami, dan Pengakuan Iman Rasuli. 

Kalimat pertama Pengakuan Iman Rasuli (PIR) ini: Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Di seluruh dunia dan agama, tidak ada doktrin yang disimpulkan dalam tiga kalimat pendek, terkesan sederhana, tetapi sudah mencakup hal-hal yang paling penting secara komprehensif di dalam iman kekristenan. 

Kita tidak menemukan di dalam agama-agama, manusia menyebut dan mengakui Allah di sorga sebagai Bapa, sebagai Pencipta, dan sebagai Allah yang Mahakuasa. Tiga kalimat ini bukan kesimpulan dari theolog-theolog genius, tetapi diturunkan oleh para rasul yang diutus oleh Tuhan Yesus sendiri. Gereja harus memelihara ajaran yang diturunkan dari para nabi Perjanjian Lama dan rasul Perjanjian Baru. 

Dari Perjanjian Baru kita mengerti Perjanjian Lama, karena Perjanjian Lama mengandung Perjanjian Baru, dan Perjanjian Baru menggenapi Perjanjian Lama. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru merupakan satu keutuhan yang terdiri dari dua bagian. Inilah wahyu Allah melalui pekerjaan Roh Kudus menggerakkan para nabi dan rasul. Setelah itu, Tuhan Yesus Kristus sendiri turun ke dunia, menjelma menjadi tubuh yang berdaging dan berdarah seperti engkau dan saya. Yesus adalah Allah menjadi manusia; Yesus adalah Sang Pencipta yang berbalut tubuh yang dicipta, menjadi manusia hidup di tengah engkau dan saya, untuk menjadi Juruselamat dan Perantara antara kita dan Bapa. 

Dia juga menjadi Wakil Allah, sehingga hanya Yesuslah di sepanjang sejarah umat manusia yang berani dan boleh mengatakan, “Barang siapa melihat Aku, dia melihat Allah.” Kita bersyukur kepada Tuhan, karena Ia mengatakan, “Sebagaimana Bapa mengutus Aku, Aku mengutus engkau.” Yesus menerima mandat dari Allah, dan kini Ia memberikan mandat kepada para rasul untuk menjadi wakil Kristus, sebagaimana Kristus menjadi Wakil Tuhan Allah. Rasul (Yunani: apostolos) artinya utusan. 

Apostolos terbesar adalah Kristus. Raja terbesar di atas semua raja adalah Kristus; Nabi di atas semua nabi adalah Kristus; Imam di atas semua imam adalah Kristus. Kristus mewakili Tuhan Allah mengutus rasul, sehingga para rasul menjadi wakil Kristus yang mewakili Allah untuk segala zaman memberikan kepada kita firman. Perjanjian Lama diwahyukan kepada para nabi dan Perjanjian Baru diberikan kepada para rasul. Rasul dan nabi menjadi fondasi gereja. Di dalam Efesus 2:19-20 dan 4:11 tertulis Gereja didirikan di atas rasul dan nabi. Urutan ini sengaja dibalik di dalam Perjanjian Baru (1Kor. 12:28; Ef. 2:20, 3:5, 4:11). 

Penyusunan ini sengaja melawan urutan kronologis. Tujuannya menegaskan kepada orang Kristen segala zaman bahwa tulisan rasul merupakan kunci untuk mengerti tulisan nabi. Engkau tidak mungkin mengerti pengajaran para nabi secara benar tanpa mengerti pengajaran para rasul. Perjanjian Baru merupakan kunci mengerti Perjanjian Lama. Maka, gereja harus menerima Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. 

Gereja yang tidak menerima otoritas Alkitab bukanlah gereja. Itu sebabnya, Pengakuan Iman Rasuli menjadi pengakuan gereja, yang membuktikan kita milik Tuhan. Banyak gereja saat ini tidak menyatakan Pengakuan Iman Rasuli lagi. Mereka meremehkan tugas gereja ini. GRII tidak boleh tidak membacakan pengakuan iman ini, untuk menyatakan bahwa kita adalah orang yang menganut, percaya, dan beriman kepada Tuhan melalui doktrin-doktrin yang tertulis di dalamPengakuan Iman Rasuli .

Pengakuan Iman Rasuli berarti pengakuan terhadap iman Kristen seturut pengajaran yang diwariskan oleh para rasul. Oleh sebab itu, kita perlu meneliti dengan teliti dan terperinci Pengakuan Iman Rasuli ini. Martyn Lloyd-Jones, salah seorang theolog Puritan yang agung di abad ke-20, mengkhotbahkan Efesus 1 sebanyak 128 kali, karena ia ingin orang mengerti firman dengan terperinci. 

Kiranya kita terus memiliki hasrat kehausan belajar dan mempunyai keinginan terus belajar seterperinci dan sedalam mungkin sehingga kita tidak menipu diri. Pengakuan Iman Rasuli memecahkan dan membedakan sejarah manusia menjadi dua bagian, sebelum dan sesudah-nya. Di sini kita melihat pentingnya Pengakuan Iman Rasuli . 

Dunia sebelum Pengakuan Iman Rasuli adalah dunia yang mengenal alam sebagai suatu objek dan manusia adalah subjek yang menyelidikinya. Semua pengertian didasarkan pada subjektivitas manusia. Manusia menganggap diri tuan rumah alam semesta, menganggap diri mengerti langit dan bumi, menjadi satu-satunya makhluk yang menganalisis, mempelajari, mengamati, dan mengerti alam semesta. 

Sebagaimana kita mengetahui, manusia dicipta menurut peta teladan Allah, sehingga makhluk lain tidak mungkin mempunyai rasio, tidak mungkin mempunyai logika, selain manusia. Tetapi setelah , manusia tidak lagi melihat alam sebagai objek observasi, manusia melihat alam yang diciptakan oleh Tuhan. Saya dan alam adalah ciptaan Allah. Maka, kalimat “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa”, dilanjutkan dengan kalimat “Pencipta langit dan bumi”. 

Ada keberadaan lain selain saya dan alam, yaitu Allah. Allah tidak kelihatan, tetapi Dia ada, dan Dia menjadi Sumber dan Sebab semua ciptaan. Ini satu penerobosan yang tidak pernah muncul dalam sejarah. Ketika kita menyelidiki alam semesta, kebudayaan-kebudayaan besar berusaha menjelaskan dari mana asal alam semesta, tetapi tidak ada satu pun kebudayaan yang sanggup memberikan tanggung jawab yang cukup untuk memberi jawaban. Kebudayaan Tiongkok, India, Mesir, Babel, dan Yunani, semua berusaha menafsirkan alam. Namun mereka gagal memberikan jawaban yang tepat dari mana dunia ini berasal. Kebudayaan Tiongkok sangat tua, dan tidak kalah dari Mesir, India, dan Babel. 

Tetapi ketika ditanya dari mana asal alam semesta, maka dijawab bahwa ada seorang tua yang bernama Pan-gu. Pan-gu berada dalam satu telur yang kecil dan Pan-gu itu begitu kecil. Ia membawa palu (dari mana datang palunya, tidak ada jawaban) dan memukulkan palu itu ke atas, akhirnya telur itu bengkak membesar ke atas karena terus-menerus dipukul dan menjadi langit. Landasannya menjadi bumi. Inilah awal langit dan bumi. Begitu mendengar cerita seperti ini, engkau langsung sadar bahwa itu adalah omong kosong. Cerita ini indah, tetapi tetap omong kosong. 

 Orang India mengatakan bumi ini datar berbentuk empat sudut dan ditopang oleh empat ekor gajah, satu di setiap sudutnya. Kalau gajah itu bergerak, terjadilah gempa. Kebudayaan Timur Tengah memikirkan ada dewa atau pencipta yang menjadikan bumi dan langit, tetapi sangat tidak jelas bagi mereka bagaimana terjadinya. Orang Yunani mengatakan bahwa langit dan bumi ini memang sudah ada dari aslinya tidak ada perubahan, memang sudah seperti ini dari dahulu kala (unchanging universe). Tugas manusia adalah menyelidiki, mencatat, dan memberikan pengertian itu kepada orang lain. 

Kebudayaan Gerika atau Yunani ini sangat agung. Kebudayaan Hellenistik (Yunani) dan kebudayaan Hebrew (Ibrani) adalah dua kebudayaan besar pembentuk dasar pengetahuan manusia tentang alam semesta dalam kebudayaan Barat saat ini. Kebudayaan Barat berpengaruh besar pada kebudayaan dunia hingga saat ini. Kebudayaan Timur berbeda. Kebudayaan Timur tidak memikirkan dunia luar, tetapi dunia sekarang. Orang Tionghoa berpikir sangat duniawi, memikirkan dunia di sini. 

Orang India memikirkan dunia di sana. Mau berpikir caranya adalah membayangkan, maka tutup mata dan meditasi. Karena itu, patung Konfusius selalu buka mata, sementara Buddha selalu tutup mata. Sementara kebudayaan Gerika dan orang Barat berbeda. Mereka lebih memikirkan bagaimana tanggung jawab mereka terhadap dunia di luar dirinya, bagaimana meneliti alam semesta ini, apa yang ada di sorga dan di bumi ini. 

Dunia Barat ingin tahu ada apa di langit, apa itu bintang, berapa jaraknya. Semua mau dihitung dan berusaha memberikan penjelasan yang bertanggung jawab. Orang-orang Yunani adalah orang-orang yang sangat suka berpikir, suka menyelidiki, berusaha mengamati apa pun, berusaha mengerti dan menghitung, dan berusaha mengerti alam semesta ini. Maka, Protagoras mengatakan, “Manusia adalah pengukur segala sesuatu (homo mensura).” Orang Gerika begitu gemar menyelidiki. 

Di tahun 584 SM di Miletus ada seorang bernama Thales. Ia adalah bapa filsafat Gerika. Dia mengumumkan bahwa tanggal 28 Mei yang akan datang orang tidak akan melihat matahari. Ia dianggap sedang omong kosong. Ternyata benar, hari itu Miletus gelap gulita karena gerhana. Ini terjadi karena semua bergerak. 

Bumi bergerak, matahari bergerak, bulan bergerak, bintang bergerak. Thales mampu menghitung dengan tepat bagaimana pergerakan bumi, matahari, bulan, sehingga tahu tepat kapan bulan menutupi matahari terhadap bumi. Inilah astronomi. Orang Gerika kuno begitu pandai, tetapi orang Gerika sekarang begitu bodoh. Mereka tidak mampu mengelola ekonomi negara, menjadi bangkrut, dengan perdana menteri yang tidak jujur yang menjadi tertawaan dunia. 

Gerika hancur ekonominya akibat mereka terbiasa tidak membayar pajak. Itu berawal ketika Gerika dijajah oleh Turki. Mereka tidak mau membayar pajak kepada penjajah agar penjajah tidak mendapatkan uang dan akhirnya bangkrut. Setelah Turki pergi, mereka sudah terbiasa tidak mau membayar pajak, maka sekarang negaranya bangkrut. Gerika pernah mempunyai orang besar seperti Sokrates, Plato, Aristoteles yang begitu pandai. Tetapi 2.500 tahun kemudian menjadi begitu bodoh. Ini membuat saya semakin tidak memercayai cerita evolusi. 

Di zaman sebelum Sokrates, ada satu kebiasaan yaitu menyelidiki alam. Mereka berjam-jam duduk mengamati bintang-bintang di langit, mencatat dan mengukur. Inilah astronomi, yaitu ilmu mempelajari perbintangan di langit. Maka semua buku Gerika adalah On Nature dan On Principles. Sampai di zaman Sokrates, ia mengubah arah pembelajaran. Engkau mau mengerti benda-benda yang jauh, hal-hal di luar sana yang jauh, mengapa engkau tidak mau mengerti dirimu sendiri. 

Apa pun mau kamu tahu tetapi tidak tahu diri, apa pun diselidiki tetapi tidak menyelidiki diri. Tercetuslah “gnothi seauton” (know yourself). Maka arah filsafat bergerak, dari astronomi menuju anthropologi, dari menyelidiki dunia luar menuju dunia dalam. Manusia mulai menyelidiki diri (self). Ketika Pengakuan Iman Rasuli mengatakan, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi,” kita masuk ke dalam arah yang baru. Manusia tidak menjadi pemilik alam semesta ini, manusia bukan subjek alam semesta, tetapi kini manusia harus sadar selain alam dan dirinya, ada Allah Pencipta semua itu. Ini menjadi satu lembaran baru. 

Tanpa Pengakuan Iman Rasuli dunia akan berhenti pada keunggulan yang diberikan Gerika. Tanpa Pengakuan Iman Rasuli manusia akan menjadi arogan karena menganggap diri pandai, penganalisis alam semesta. Tetapi Sokrates mengkritik manusia, mengapa begitu sombong sudah menyelidiki semua alam semesta, tetapi tidak tahu diri. 

Sejarah mencatat, Sokrates mengatakan, “Siapa engkau yang berhak mendapat uang karena engkau mengajarkan kebenaran? Apakah kebenaran itu milikmu? Apakah sudah memonopoli kebenaran, sehingga ketika engkau mengajarkannya engkau berhak meminta uang? Apakah engkau memiliki alam semesta ini? Engkau salah.” Sokrates telah membuat revolusi dalam cara pikir manusia. Ia membuat revolusi dalam pencarian manusia, sehingga manusia harus mulai memikirkan siapa dirinya, mengapa ia bisa ada di tengah alam semesta, apa makna dan tujuan hidupnya. 

Untuk apa saya mempelajari semua yang lain kalau saya tidak mengenal diri saya sendiri? Dan ia membiarkan pertanyaan itu terus terbuka hingga saat ini. Dengan demikian, kita melihat orang Gerika memiliki beberapa kelemahan: 

Pertama, mereka memperlakukan diri mereka sebagai subjek untuk mengerti alam semesta. Mereka menjadi guru mengajar orang lain tentang alam semesta. Mereka tahu dan mereka bisa tahu karena mereka menyelidiki, yang akhirnya membuat mereka menjadi sombong. 

Kedua, ketika mereka menyelidiki alam, mereka menggunakan pola pikir atau mentalitas yang disebut sistem tertutup (closed system). Menurut Paul Tillich, seorang Jerman, theolog Amerika Serikat, mengatakan, “Orang Yunani memperlakukan alam semesta seperti dunia plastik, yang selalu seperti itu, tidak berubah. Yang berubah adalah diri kita. Saya menyelidiki, dari sebelumnya tidak tahu menjadi tahu. Itulah perubahanku. 

Dunia ini tidak berubah, alam semesta ini tidak berubah, pengertian saya yang berubah, dan saya menuliskan apa yang sebelumnya tidak dimengerti untuk bisa mengerti semua materi itu. Seluruh jawaban terhadap ketidaktahuan ini, yaitu seluruh proses perubahan saya ini, saya ajarkan kepadamu.” Sistem tertutup ini merajalela di dunia hampir dua ribu tahun. Sistem tertutup ini tidak bisa dikalahkan bahkan sampai zaman Sir Isaac Newton. 

Barulah di abad ke-20 ada perubahan revolusi yang baru, dari seorang filsuf ilmu pengetahuan yang bernama Thomas Kuhn. Thomas Kuhn adalah seorang filsuf Kristen Protestan, dan dia mengajarkan satu istilah yang sangat penting, yaitu paradigm shift (pergeseran paradigma). Setiap zaman tidak ada perubahan, kecuali terjadi perubahan paradigma maka dunia mengalami kemajuan. Manusia mulai berubah pola pikir dasarnya (paradigmanya). Paradigm shift ini sangat penting dan dia mengatakan bahwa kita perlu sistem terbuka (open system) di dalam melakukan riset. 

Menyelidiki segala sesuatu harus keluar dari sistem, dari ikatan yang telah membelenggu kita selama ribuan tahun. Kalau kita tidak bisa keluar dan melepaskan diri, gereja tidak akan bisa maju, masyarakat tidak berubah, kebudayaan tidak berubah, dan segala sesuatu menjadi mandek dan statis karena terkunci oleh keterbatasan sistem tertutup. Ketika saya mempelajari ribuan tahun perkembangan manusia, saya akhirnya menyadari bahwa closed system sudah dibongkar oleh Pengakuan Iman Rasuli . 

Janganlah menjadi orang Kristen yang hanya percaya kepada Kristus, lalu menghibur diri. Di dalam kekristenan terkandung semua kebenaran yang tertinggi yang dibutuhkan oleh sejarah di dalam kebudayaan manusia. Sejak hari pertama, sejak kalimat pertamaPengakuan Iman Rasuli , “Aku percaya kepada Allah, aku percaya kepada Dia sebagai Bapa yang Mahakuasa, aku percaya kepada Dia sebagai Pencipta langit dan bumi,” maka kita mulai masuk ke open system. 

Manusia tidak lagi boleh menutup diri di dalam alam semesta, manusia harus menerobos batas alam semesta, di luar alam semesta ada Pencipta yang mencipta alam semesta. Allah adalah Sumber, Allah adalah Sebab, Allah adalah Pencipta di luar alam yang terbatas ini. 

Dan inilah pertama kali keterbatasan dibuka dan diterobos untuk masuk menuju ke tempat Bapa, dan menuju Bapa yang transenden yang telah menciptakan dunia ini. Maka,Pengakuan Iman Rasuli merupakan suatu penerobosan yang pertama. Di sinilah awal kita memikirkan menerobos keberadaan alam dan diri yaitu dimulai dari mengenal Allah yang menciptakan. 

Butir 1 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
 “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi (3) PIR telah membagi sejarah menjadi sebelum dan sesudahnya. Bagaimana sebelumnya manusia hanya memandang alam dan sesudahnya manusia mengerti diri dan alam. 

Hal ini harus kita pikirkan baik-baik, karena mustahil firman Tuhan diturunkan, manusia bereaksi kepada firman Tuhan lalu tidak terjadi perubahan konsep dalam sejarah. Sejarah dibentuk oleh konsep-konsep yang kreatif, reaktif, dan responsif terhadap firman Tuhan. Dari situ manusia kemudian menentukan arah, prinsip, dan bagaimana meneruskan sejarah. 

Di dalam seluruh kebudayaan, salah satu tugas yang paling penting dan paling sulit adalah mengubah konsep manusia, karena konsep itu berakar di dalam hidup manusia dan memengaruhi seluruh perilakunya di masyarakat. Konsep menjadi dasar, memberi gairah, dan rasionalisasi di balik semua aktivitas. Maka, jika konsep salah, seluruh hidup akan salah; jika konsep benar maka seluruh hidup dan kelakuan akan bisa beres. Konsep itu sangat mendasar, memengaruhi, dan penting bagi arah hidup manusia. 

Jika konsepnya adalah humanisme, maka mustahil menjamin keabsahan dan kebenaran yang tepat. Tetapi jika berasal dari Tuhan, konsep itu akan memberikan inspirasi, dorongan, dan perubahan untuk manusia kembali kepada firman Tuhan dan akan menjadi cahaya dan arah baru bagi manusia untuk hidup dalam kebenaran. 

Maka, dari mana konsep itu dibangun, bagaimana direspons, akan memengaruhi seluruh aktivitas dan perilaku kita selanjutnya. Di antara semua konsep yang kita terima dari sejarah, tradisi, pengalaman, lingkungan, dan apa saja yang bisa kita selidiki, amati, analisis, dan terima, akhirnya tidak satu pun yang lebih penting dari konsep agama. Konsep agama menjadi konsep paling mendasar, menentukan, penting, dan memengaruhi kehidupan manusia. Jika konsep agama sudah salah, semua salah. 

Konsep agama yang benar hanya mungkin dicapai melalui ketaatan yang sungguh dan keinginan merespons Tuhan dengan mengikuti firman-Nya. Maka, Allah berkata, “Iman datang dari pendengaran akan firman Kristus.” Tuhan menurunkan firman tertulis yaitu Alkitab dan inkarnasi Kristus, menjadi dasar bagaimana kita bereaksi. Ketika kita membaca Alkitab, kita harus bereaksi tunduk dan taat. Ketika menerima Kristus, kita selalu harus memiliki ketaatan dan kerelaan kepada-Nya. 

Dengan respons yang bertanggung jawab barulah iman seseorang boleh menjadi dasar bagi semua pemikiran dan ide agama. Pengakuan Iman Rasuli merupakan reaksi manusia kepada firman Tuhan, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Keutuhan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menjadi kesempurnaan wahyu yang Tuhan berikan kepada manusia. Maka, respons kepada Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru ini menentukan iman kita. Terlalu banyak orang mempunyai iman yang salah karena sembarangan menafsirkan Alkitab. Sering kita menambahkan imajinasi kita ke dalam firman Tuhan. 

Iman harus setia kepada kebenaran, yaitu kebenaran yang diwahyukan oleh Allah. Allah yang benar memberikan kebenaran sejati dengan hati yang mengasihi kita, lalu menurunkan firman untuk memimpin kita. Allah sejati benar-benar memberikan dengan sukarela barulah ada firman yang benar di dunia. Agama timbul karena manusia percaya Allah memberikan wahyu. Jika Allah memberikan wahyu, sungguhkah wahyu itu berasal dari Allah yang sejati? 

Bagaimana jika Allahnya beda, bukan Allah yang sejati? Itu sebabnya di antara agama terdapat perbedaan secara kualitas. Ada agama yang mengatakan bahwa Allah tidak ada dan tidak boleh ada Anak, tetapi orang Kristen mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah. Allah menyatakan kasih-Nya kepada manusia sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia. “Aku percaya kepada Allah” yang dilanjutkan dengan “Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi”. Inilah respons manusia kepada Tuhan yang memberikan wahyu kepada manusia. Melalui Alkitab barulah kita mengenal siapa Allah. 

Jika Allah tidak mewahyukan diri, mustahil kita mengerti dan mengenal Dia melalui spekulasi imajinasi dan logika kita yang terbatas. Hanya dengan kita jujur, taat, dan setia kepada Allah yang setia memberikan firman kepada kita, barulah kita mungkin mendapatkan iman yang sejati. Iman sejati adalah kesetiaan total kepada kebenaran total yang diberikan dengan total kesetiaan Allah. Butir pertama Pengakuan Iman Rasuli langsung mempertanggungjawabkan pengertian manusia akan alam semesta. Berbagai kebudayaan mencoba memberikan jawaban, tetapi tidak ada yang secara tuntas. 

Kebudayaan Yunani sangat penting, khususnya dalam hal metodologi. Metode penelitian yang penting seperti induksi dan deduksi dikembangkan oleh pemikiran Gerika. Aristoteles berkata, “Pakailah cara deduksi dan induksi untuk menyelidiki alam semesta, maka pengertianmu akan menjadi lebih masuk akal.” Deduksi dan induksi merupakan cara penggunaan daya pikir secara logis dan menemukan segala yang dipikirkan rasio. 

Dengan adanya metode, manusia dalam memikirkan suatu objek bisa menjadi lebih akurat dan realistis. Metode seperti ini dimulai dari Yunani, ratusan tahun sebelum Yesus lahir. Akibat dari cara penelitian model Yunani ini, mereka jatuh ke dalam closed system. Seperti dikatakan Paul Tillich, alam dalam pandangan Yunani adalah alam plastik yang tidak berubah. 

Yang bisa berubah adalah pengetahuan saya, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Barulah Thomas Kuhn mendobrak dengan paradigm shift dan memberikan penerobosan metode yang baru, bahwa dunia tiap saat berubah dan tidak statis. Dunia ini dinamis, tidak tetap dari dulu sampai sekarang. Pikiran perlu perubahan yang disebut sebagai paradigm shift (perubahan paradigma). Di abad ke-21 ini kita tahu bahwa langit dan bumi berubah. 

Kalimat ini pertama kali muncul di Alkitab: “Langit dan bumi akan berubah, dunia dan nafsunya akan binasa, tetapi satu titik firman Tuhan tidak akan berubah selama-lamanya.” Satu-satunya buku yang kontras dengan kebudayaan adalah Alkitab. Inilah filsafat dan metode pemikiran Allah sendiri, yang berbeda total secara kualitatif. Allah tidak pernah berubah, kontras dengan dunia yang berubah. Allah menciptakan dunia. 

Allah yang tidak berubah adalah Allah kita. Thales dengan tepat meramalkan bahwa pada tanggal 28 Mei 585 SM matahari tidak bersinar. Orang menganggap dia gila. Mereka melawan, menertawakan, dan mengejeknya. Tetapi pada hari itu betul-betul matahari tidak tampak. Orang Miletus mengalami kegelapan di tengah siang hari dan segera sadar bahwa yang dikatakan itu bukan tipuan, bukan omong kosong, bukan teori bohong, tetapi sungguh terjadi. 

Ketika ditanya, Thales menjawab, “Aku mengamati alam semesta.” Semua gerakan yang terjadi pada bintang dan angkasa ia telusuri, selidiki, catat, dan hitung. Yunani berbeda dari India dan Tiongkok. Yunani tidak sembarangan menerima pemimpin agama. Sekarang kekristenan di Indonesia banyak yang hancur karena terlalu percaya kepada para pengkhotbah yang khotbah-khotbahnya tidak bertanggung jawab, kebenarannya tidak jelas, hanya enak didengar. Mereka ikut kebaktian, lalu membawa orang datang ke gereja seperti itu. 

Orang yang percaya takhayul seperti itu turut berdosa bersama para pengkhotbahnya yang dipakai Iblis. Maka di sini Thales mulai mengerti dan mempelajari astronomi (ilmu perbintangan). Dunia maju karena orang memakai metodologi yang benar untuk menemukan kebenaran. Melalui cara yang benar, sekarang kita boleh melihat perpustakaan kita memiliki ratusan juta buku. Manusia bereaksi kepada alam semesta, mempunyai data, dan mendapatkan konklusi. 

Lalu mereka mengajarkannya kepada orang-orang yang belum tahu. Ini yang disebut sebagai pendidikan. Saat manusia menyelidiki alam semesta, manusia menjadi subjek dan alam menjadi objek. Menurut Paul Tillich, orang Gerika melihat dunia ini bagaikan dunia plastik, yang tidak berubah, yang kita selidiki. 

Tetapi menurut Alkitab, dunia ini diciptakan oleh Allah Pencipta. Ketika saya menyelidiki dunia, saya tidak boleh menganggap diri sebagai subjek dan dunia ini objek. Jangan kita menganggap bisa mengetahui sesuatu yang tidak berubah, karena dunia ini berubah dan saya yang menyelidikinya juga berubah. Karena dunia ini berubah, maka janganlah menganggap bahwa dunia ini mutlak dan pengetahuan yang didapatkan manusia itu pasti. 

Konsep dunia harus berbeda dengan konsep Alkitab. Ketika Pengakuan Iman Rasuli hadir, barulah menjadi satu titik balik, adanya kesadaran bahwa bukan hanya di dalam alam semesta, tetapi di luar alam semesta ada Allah yang lebih tinggi dari alam semesta, yang memerintahkan orang Kristen untuk memandang alam semesta dan bereaksi secara berbeda dari orang non-Kristen. Sekalipun kebudayaan Yunani lebih tinggi daripada kebudayaan Timur mana pun, tetap bukanlah kebudayaan yang sepenuhnya benar. 

 Dunia dan kebudayaan Barat yang dipengaruhi pemikiran Yunani membangun universitas-universitas. Sejarah studi yang bermutu selalu dipengaruhi metodologi Yunani. Orang Yunani berkata, “Dalam semua bidang ada logi, dan semua logi mengandung unsur logika. Logika berinduk pada logos (Firman). Logos menjadi dasar segala studi.” Kebudayaan Yunani bisa menemukan itu karena Tuhan yang memberikannya kepada mereka. 

Ketika kebudayaan Yunani melampaui semua kebudayaan, mencapai keunggulan metodologi dan semua lainnya, Tuhan langsung memberikan anugerah, sehingga Alkitab tidak lagi memakai bahasa Ibrani; Alkitab Perjanjian Baru diwahyukan dalam dan melalui bahasa Yunani. Ini semua rencana Tuhan yang luar biasa. SetelahPengakuan Iman Rasuli hadir, barulah orang sadar untuk “percaya kepada Allah”, bukan kepada alam. Konsep penting ini perlu kita mengerti, karena sebagian orang Kristen menganggap semua agama sama. 

Dari PIR kita mengetahui bahwa agama yang kita percaya bukanlah sekadar agama yang mudah. Di abad ke-20, ada dua filsuf yang terpenting, yaitu Thomas Kuhn dan Paul Ricoeur. Dari seratus filsuf, sekitar 92 di antaranya non-Kristen dan hanya 8 orang yang Kristen. Dari 8 orang itu, hanya Thomas Kuhn dan Paul Ricoeur (seorang Reformed) yang Protestan. Di sini saya melihat adanya pimpinan Tuhan untuk mengubah cara berpikir manusia menjadi lebih mengerti kebenaran. Kuhn dan Ricoeur menjadi filsuf Protestan yang penting di dalam membentuk filsafat abad ke-20. 

Ucapan Tillich, “Dunia dalam pandangan Yunani merupakan dunia plastik, dunia yang tidak berubah,” telah diubahkan melalui pergeseran paradigma di abad ke-21. Saat ini, hampir tidak ada yang percaya dunia tidak berubah. Es di Kutub Utara terus mencair, permukaan air laut terus semakin tinggi, karena berat jenis es lebih ringan sekitar sepuluh persen dari berat jenis air. Maka ketika air membeku menjadi es, ia akan terapung di air. 

Ini adalah cara Tuhan, agar di musim dingin, es tidak tenggelam di dalam air. Jika es yang membeku tenggelam, maka semua ikan di laut akan mati. Tuhan mengasihi manusia sehingga ketika musim dingin tiba, air menjadi es dan es itu terapung, semua ikan di bawah terpelihara dengan baik. Untuk menyelidiki alam diperlukan metode. Metode dan alam bisa berubah. Yang menyelidiki, yaitu manusia, juga berubah. 

Tetapi ada yang mutlak dan tidak berubah. Setelah adanya Pengakuan Iman Rasuli , manusia harus membagi sejarah menjadi dua. Kini kita memasuki satu wilayah di mana kita harus mulai mengakui ada yang tidak berubah di balik semua yang berubah. Ada Sang Pencipta di atas semua ciptaan. Ada yang mutlak di atas yang relatif. Maka kini kita melihat segala sesuatu secara berbeda dari orang-orang non-Kristen. 

Orang-orang non-Kristen melihat dirinya sebagai subjek, alam semesta sebagai objek yang tidak berubah. Filsafat Yunani menyatakan, “Aku menggali rahasia untuk menjadi pengetahuan mendidik orang lain,” tetapi orang Kristen tidak. Ketika Pengakuan Iman Rasuli muncul dalam sejarah, orang Kristen mengerti dunia dicipta dan berubah. Hanya Allah Pencipta, Khalik langit dan bumi yang tidak berubah. 

Dalam kasus Thales, seolah-olah ia mengetahui alam semesta. Di Pengakuan Iman Rasuli kita sama sekali tidak tahu, karena kita hanya diberi hak untuk berada di dalam, hidup untuk menikmati, dan otak untuk menyelidiki alam semesta. Dan dalam hal ini, kita menyadari bahwa baik kita maupun alam berubah. Kita harus memiliki iman dan memegang Allah yang tidak berubah, barulah kita memahami apa alam semesta itu. Dengan demikian, kita pun menyadari bahwa di alam semesta ini, kita bukanlah tuan rumah. 

Kita dicipta untuk menikmati anugerah Tuhan yang diberikan dalam alam untuk melayani manusia. Saya memperalat mobil untuk melayani saya; saya juga memakai listrik yang masuk ke rumah saya untuk menonton televisi, mendengar musik, dan menikmati AC. Ada sesuatu yang dipakai sebagai materi dan ada metode yang dipakai untuk menyelidiki dan menemukan ilmu dan teknologi yang diperalat menjadi hamba untuk melayani saya. 

Saya bisa menikmati semua itu, tetapi itu bukan milik saya, sehingga tidak boleh saya miliki. Saya boleh menggunakan semua sumber yang Tuhan berikan untuk memperindah dan memudahkan hidup saya. Allah mencipta segalanya untuk dapat kita pakai dan nikmati. Tetapi kita harus mengakui bahwa dunia ciptaan ini adalah ciptaan Allah dan bukan milik kita. Di atas alam semesta, di atas langit dan bumi ini, kita percaya ada Pencipta (Khalik) yang menciptakan semua ini. Sejak PIR, manusia memiliki pengakuan yang baru. 

Kini saya tahu bahwa Engkaulah Pencipta dan Pemilik semua ciptaan yang Engkau ciptakan dan boleh saya pakai, yang saya ikrarkan dengan kalimat “Khalik langit dan bumi”. Saya datang, berdoa, mengagumi, menyembah, dan berterima kasih kepada Tuhan. PIR sedemikian agung karena Pengakuan Iman Rasuli mengubah manusia agar tidak sombong dan beranggapan bahwa ia boleh menikmati sesukanya lalu menganggap diri sebagai tuan rumah. 

Kita sama sekali tidak berjasa, kita hanya menikmati pemberian Allah, Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta. Sebelum ini tidak ada sistem terbuka (open system) di mana manusia yang terbatas ini mengakui dan percaya kepada Dia yang tidak terbatas. Sebelum ini tidak ada yang mengetahui makna dan tujuan hidup manusia di dunia ini dan siapa Pemilik kita. PIR membawa kita kepada pengakuan percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta segala sesuatu. Kiranya semua dikembalikan bagi kemuliaan-Nya. 

Butir 1 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
 “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi (4) PIR (Pengakuan Iman Rasuli) merupakan suatu rangkaian kepercayaan orang Kristen yang berespons kepada Allah. Allah yang jujur dan diri-Nya adalah Kebenaran, memberikan kebenaran dengan setia dan jujur kepada manusia. 

Allah yang benar memberikan kebenaran dan kesejatian diri-Nya dengan sukarela bagi manusia, sehingga memungkinkan manusia untuk mengerti dan menerima yang benar. Jikalau Allah yang jujur tidak rela memberikan kebenaran kepada manusia, maka Dia akan membiarkan kita mendapatkan semua yang tidak benar, dan Ia membiarkan kita menerima semua yang kurang beres. Seorang ayah memberikan kepada anaknya dengan sungguh-sungguh yang terbaik, sebelum anaknya bisa membedakan yang terbaik dari yang kurang baik, yang bermutu dari yang kurang bermutu. 

Jikalau Allah tidak memberikan yang terbaik kepada manusia, kita tetap tidak mengerti, dan beranggapan kita telah menerima yang terbaik dan bersyukur kepada Allah, karena kita tidak bisa membedakan mana yang terbaik dan yang bukan. Allah yang benar, benar-benar memberikan kebenaran yang benar-benar benar dengan rela kepada manusia, berdasarkan iman dan anugerah yang benar. Ini merupakan dasar bagaimana kebenaran bisa diterima oleh manusia.  

Jika Allah memberikan kepada kita yang palsu atau hal yang tidak benar, maka manusia pasti akan tertipu. Ketika Allah jujur, maka manusia harus mempertanggungjawabkan semua pengetahuan itu. Perlu respons yang benar dari manusia terhadap wahyu Allah yang benar. Allah yang sejati sungguh-sungguh mewahyukan kebenaran sejati; manusia sungguh-sungguh berespons taat kepada firman yang jujur. 

Sungguh-sungguh jujur menerima wahyu yang jujur disebut iman. Pengakuan Iman Westminster mengatakan, “Allah yang benar, benar-benar mewahyukan kebenaran kepada kita, sehingga apa yang diwahyukan dan Pewahyunya identik.” Allah kita tidak pernah menipu kita. Allah yang menyatakan diri adalah Allah yang sesungguhnya benar. Allah yang benar sungguh-sungguh ingin memberitakan kebenaran substansi-Nya sehingga kita dapat dengan sungguh-sungguh merespons secara jujur untuk tunduk, taat, dan beriman kepada-Nya. Inilah iman. Iman di dalam pengertian Konfusius adalah “sungguh”. Konfusius berkata, “Aku tidak menulis apa-apa kepadamu. 

Aku hanya menceritakan kebenaran kepadamu. Ini bukan karyaku, buah pikiranku, tetapi hanya kutipan dari orang kuno.” Artinya, aku adalah orang jujur dan setia mengutip orang kuno supaya kamu mengerti. Konfusius adalah orang yang rendah hati di antara para filsuf. 

Dia mengatakan tahu untuk yang dia tahu, dan dia berani mengatakan tidak tahu untuk hal yang tidak dia tahu. Itulah tahu. Orang yang tidak tahu pura-pura tahu akhirnya membuat semua rusak. Banyak berita dipermainkan membawa berita yang tidak benar-benar jujur dan akhirnya dipakai untuk mencelakai orang lain. Semua berita palsu akan dibongkar oleh Tuhan, sementara yang jujur dan murni akan bertahan lama. 

Sampai hari ini berita yang dianggap jujur adalah dari Reuters di Prancis. Sejak hari pertama, filsafatnya adalah harus memberitakan sejujur-jujurnya berita yang benar supaya pembaca atau pendengar Reuters tidak perlu meragukan sumber ini sebagai penipuan. Orang yang mendirikan Reuters adalah orang yang beribadah kepada Tuhan. 

Di dalam Pengakuan Iman Westminster ada prinsip, yaitu Allah sejati adalah Allah yang jujur setia, yang sungguh-sungguh, dan rela mewahyukan kebenaran yang sesungguhnya tentang Dia, yang adalah Kebenaran sesungguhnya. Maka, kita harus percaya dengan motivasi yang sungguh mau taat dan mau menerima kesediaan Tuhan dengan hati yang setia kepada-Nya. 

Iman sejati datang dari kejujuran yang taat kepada Allah yang jujur, yang rela memberikan kebenaran kepada kita. Kita bersyukur kepada Tuhan, Pengakuan Iman Rasuli betul-betul membagi sejarah manusia menjadi dua bagian. Sebelum dan sesudah Pengakuan Iman Rasuli , dalam bagaimana manusia mengerti dan menanggapi langit dan bumi. 

Ini memberikan isyarat bahwa kebudayaan dipengaruhi firman Tuhan. Inilah kunci untuk mengerti PIR. Melihat langit dan bumi lalu meninggalkannya itu adalah sikap kucing. Kucing, setelah melihat langit dan bumi tidak mungkin bercerita kepada kawannya kalau langit itu begitu baik. Kucing tidak mungkin berespons ketika melihat alam ciptaan. 

Bagi kucing, tidak ada yang bisa dimengerti, tidak perlu mengerti, dan juga tidak ada arti atau relevansi baginya. Kucing hanya melihat makanannya. Hanya itu yang relevan baginya. Yang dibutuhkan seekor kucing hanyalah kebutuhan naluri dan fisik saja. Kebutuhan batiniah, yang bisa mengisi imajinasi dan memuaskan nafsu ingin tahu, hanya ada pada manusia. Urusan tentang dunia yang akan datang dan masalah hidup kekal tidak pernah jadi urusan binatang. 

Itu sebab kalimat pertama Pengakuan Iman Rasuli berbicara tentang Allah, Bapa yang Mahakuasa. Saya membagi lapisan dunia kebudayaan dalam tiga tingkatan. Tingkatan pertama ketika manusia ingin tahu, di mana ia melewati semua binatang. Dia mengamati, menganalisis, mengukur, membuat statistik dan penilaian, yang akhirnya merupakan sebuah hasil studi. Belajar berarti engkau ingin mengerti. 

Ketika engkau mau mengerti sesuatu, maka engkau menjadi subjek dan sesuatu itu menjadi objek. Hal ini merupakan kombinasi dari saya yang berinisiatif mau mengerti dan secara pasif menerima fakta diajar oleh informasi yang saya terima. Inilah proses menjadi orang yang terpelajar. Proses seperti ini hanya terjadi pada manusia. Ini membuat manusia yang belajar menjadi sombong, merasa lebih tahu, mengetahui lebih dalam dari yang lain, dan mulai mengajar orang lain apa yang dia tahu. 

Di sini mulai terjadinya sekolah. Guru harus dibayar karena tahu lebih banyak. Ini kemudian dilawan oleh Sokrates, karena bagi Sokrates kebenaran bukan milik guru sehingga tidak ada alasan membayar guru. Maka bagi Sokrates, sekolah tidak boleh cari uang. Guru hanya menyalurkan sesuatu yang dia tahu, tetapi dia bukan pemilik kebenaran. Pikiran Sokrates ini sangat anggun untuk mengubah dunia. Engkau tahu bukan karena engkau hebat, tetapi hanya karena engkau tahu lebih dahulu dari orang lain. 

Pemikiran sama mirip dengan Konfusius yang 100 tahun lebih dahulu dari Sokrates. Keduanya tidak saling memengaruhi, tetapi anugerah Tuhan memberikan pemikiran yang hampir sama di Barat dan Timur. Setelah Sokrates pendidikan menjadi populer, di mana Plato, Aristoteles, Iskandar Agung terus menjadikan dunia Gerika menjadi pusat studi untuk mendorong orang belajar. Hal ini sangat memengaruhi kebudayaan Barat. Empat ratus tahun kemudian Yesus lahir. Saat itu, bahasa Ibrani tidak lagi dipakai sebagai bahasa pengantar, melainkan bahasa Yunani untuk menerima wahyu Tuhan. 

Maka Perjanjian Lama menggunakan bahasa Ibrani, sementara Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani. Dengan demikian, dunia Gerika yang memengaruhi dunia pendidikan Barat dan sistem pengetahuan Barat, akan menerima pengetahuan dari Alkitab yang diwahyukan di dalam Perjanjian Baru sebagai dasar dan fondasi kebenaran sejati yang diwahyukan bagi manusia di tengah budaya, masyarakat, dan sejarah manusia. Ini akan membentuk iman kepada firman. Inilah lapisan pertama yang paling rendah dalam kebudayaan manusia, yaitu ilmu pengetahuan (sains). Tingkatan kedua adalah manusia berpikir. Berpikir lebih tinggi dari tahu. 

Lapisan ini saya tidak mungkin tahu, tidak bisa sekolah di situ, tetapi saya ingin lebih dari tahu; tidak bisa dihitung, atau dinilai, atau dicari, tetapi harus dipikirkan siang dan malam. Inilah dunia pikir, yang berbeda dari dunia tahu. Tahu itu bisa diukur, bisa dibuktikan, bisa ada datanya. Yang dipikir tidak bisa diukur, tidak bisa dikenali objeknya. 

Apa yang engkau pikir tidak mungkin saya ketahui, karena yang engkau pikir melampaui kemampuan ukurku. Semua ilmuwan di wilayah tahu (scio), para filsuf di wilayah pikir (cogito). Ilmuwan (scientist) mengetahui yang bisa diukur, diamati, diselidiki dalam dunia langit dan bumi. Thales, bapa filsafat Gerika kuno, bapa kebudayaan Yunani yang paling penting, pada suatu hari mengumumkan bahwa pada tanggal 28 Mei 585, hari itu tidak ada sinar matahari. Hari itu Miletus akan gelap. Orang mengira ia gila, tetapi benar ketika tiba hari itu, Miletus gelap. 

Maka Thales dianggap nabi. Tapi dia bukan nabi dan bukan orang religius. Dia seorang ilmuwan. Ia meneliti dan menghitung pergerakan semua benda angkasa, akhirnya menemukan bahwa suatu hari bulan akan menutup matahari. Mempelajari alam, bintang-bintang di langit adalah tugas orang Gerika. Itulah sebabnya Gerika lebih penting dari Tiongkok dan India, karena Tiongkok dan India menjelaskan alam semesta secara ngawur. Kita bisa meneliti, menganalisis, menghitung semua data ilmiah sehingga mendapatkan hasil yang terukur dan bisa kita terima. Di sini dunia ilmiah menjadi begitu dihormati. 

Pengertian dan metodologi ilmiah yang dipergunakan begitu sah untuk mendapat kesimpulan yang benar. Tetapi ilmiah adalah lapisan yang paling rendah. Ada lapisan (tingkatan) yang lebih tinggi yang tidak bisa dicapai melalui observasi, analisis, metode induksi, yang disebut dunia berpikir (cogito). Berpikir berarti melompat dari dunia fisik, dunia alamiah, dan masuk ke dunia pikiran, dunia ide, kreativitas, imajinasi. 

Hal ini tidak bisa mencapai keakuratan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sehingga filsafat selalu memiliki kelonggaran untuk tidak mencari perhitungan akurat tetapi menerimanya secara pengertian saja. Ketika menikah, engkau tidak mengatakan, “Ini pengertian ilmiah siapa yang menjadi pasangan saya. Hidungnya harus 6,5 cm, warna kulitnya antara sawo dan wortel, beratnya 70 kg, baru bisa menjadi istri saya.” Besoknya karena makan beratnya menjadi 73 kg, maka langsung gagal jadi istri. 

Tidak ada ukuran yang pasti untuk apa yang dinamakan cinta. Ketika engkau jatuh cinta, itu melampaui logika dan analisis ukuran akurat. Kita pikir ia begitu baik, saya pikir saya sudah jatuh cinta padanya. Inilah lapisan atau tingkatan kedua, yaitu bagaimana kita berpikir. Ketika kita sudah tidak puas berpikir, maka kita masuk ke dalam tingkatan ketiga, yaitu percaya. Kita bukan berpikir mengapa saya mencintai dia, tetapi saya percaya saya mencintai dia. 

Ini tingkat tertinggi. Saya menikah dengannya karena saya percaya ia cocok bagi saya. Di sini yang diperlukan bukan ukuran alam, bukan spekulasi pikiran, tetapi iman kepercayaan. Allah menciptakan dia, Allah mempertemukan saya dengan dia. Dalam kasus ini, urusan ilmiah menjadi kurang penting, filsafat kurang akurat, yang terpenting adalah iman kepercayaan yang menuju wilayah yang tertinggi. Kita memasuki wilayah kepercayaan (credo). 

Ketika Pengakuan Iman Rasuli ditulis, delapan kali disebutkan “Aku percaya” (credo). Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi; Aku percaya kepada Yesus Kristus; dan seterusnya. Ini adalah argumen, dokumen, hal yang mencatat iman kepercayaan yang sesuai dengan ajaran rasuli, yang pertama kali disambut oleh seluruh dunia dan dinyatakan oleh orang Kristen kepada Tuhan. Kita kini membicarakan bagaimana reaksi manusia kepada Allah, khususnya menanggapi yang diciptakan bagi kita. 

Allah, Engkau menciptakan dunia ini bagiku; aku hidup dalam dunia ini, aku menghadapi langit dan bumi, dan aku tahu bahwa mengerti semua ini sangat berbeda dari dunia Gerika. Orang Gerika menganggap alam semesta sebagai objek penyelidikan manusia. Aku memerlukan dunia sekitarku, aku memerlukan segala di dunia untuk memberi pasokan hidup bagiku. 

Aku belajar bukan hanya untuk menambah kebutuhanku, tetapi juga menambah pengetahuanku. Ketika saya menyelidiki saya tahu. Tahu tidak menambah pasokan, hanya menambah kenikmatan pengertian. Ini dunia yang paling rendah. Ketika menyelidiki alam, mereka menduga merekalah subjek dan alam sebagai objek. Mereka inisiator, lalu mereka mempunyai pengetahuan di mana mereka sebagai penerima, sebagai objek yang pasif. 

Maka, di sini manusia sebagai subjek dan sekaligus objek. Tuhan tidak mau engkau menjadi subjek; Tuhan tidak mau engkau menjadi sombong. Hanya karena engkau menyelidiki alam semesta lalu engkau menganggap diri penemu, penguasa, lalu merebut kemuliaan Tuhan. Maka, Pengakuan Iman Rasuli merupakan satu dokumen pengubah situasi humanistik, yang berpusat pada manusia, menjadi menyadari bahwa Allah adalah pusat, karena Dia Pencipta alam semesta. Banyak orang menyelidiki alam semesta sebagai mainannya. 

Banyak ilmuwan menganggap dia sedang mempermainkan dunia di bawahnya. Dia memakai pengetahuan dan kebenaran yang dia tahu untuk mengeduk uang sebanyak mungkin, khususnya ilmu-ilmu terapan. Ilmu terapan tidak boleh mendominasi hidup manusia. Anak muda yang sekolah tinggi menjadi insinyur, ahli biologi, ahli kimia harus berhati-hati untuk tidak dipakai setan. Setelah engkau studi dan menemukan prinsip-prinsip biologi, kimia, dan lain-lain, lalu mendapatkan obat-obat, karena pengetahuanmu yang tinggi engkau mengambil keuntungan yang sangat besar dari obat yang engkau temukan. Itu memperkaya diri, itu adalah koruptor dalam dunia ilmu. 

Saya bukan hanya ingin tahu, ingin berpikir, tetapi sampai pada tingkat saya percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Ketika kalimat ketiga, “Khalik langit dan bumi” muncul, sejarah mulai menerobos era baru dalam relasi saya dengan alam semesta. Dulu orang Gerika menjadi tuan rumah, berinisiatif menyelidiki, mengukur, dan berusaha mengetahui rahasia langit dan bumi, lalu menjadi sombong dan menjual komoditas pengetahuan, mendapat uang banyak dan menjadi kaya. 

Di abad ke-21 ini, para ilmuwan terapan menemukan sesuatu, dipatenkan, lalu mendapat kuasa monopoli untuk menjadi kaya melalui penemuannya. Saya rasa itu adalah semacam perampok yang berkebudayaan tinggi. Banyak orang Kristen yang pandai memakai kepintarannya untuk mendapatkan uang banyak demi kejahatan diri sendiri dan sifat egoisnya sendiri. 

Orang Kristen yang sungguh mencintai Tuhan akan mengatakan bahwa uang yang diberikan kepada saya adalah pinjaman yang merupakan kepercayaan yang Tuhan letakkan di tangan saya. Maka, akan ada pengujian dari Tuhan apakah saya setia dan mencintai Tuhan, jujur atau tidak. Ketika iman kepercayaan menjadi dasarmu, engkau masuk ke dalam wilayah ketiga. Ketika engkau menyamakan Sepuluh Hukum dan Pengakuan Iman Rasuli dengan konstitusi negara, maka engkau belum mengerti wilayah rohaninya. 

Ketika engkau menyamakan tulisan Kitab Suci dengan semua artikel kenegaraan, filsafat, hukum, ajaran-ajaran di universitas, engkau belum mengerti di mana perbedaan kualitatif (qualitative difference) dan kekhususan firman Tuhan. Melihat ada Pencipta yang lebih tinggi melampaui alam semesta merupakan iman kepercayaan pertama Pengakuan Iman Rasuli. 

Pengakuan Iman Rasuli luar biasa karena ada di dalam wilayah yang berbeda dari semua kebudayaan dan agama yang lain. Mereka tidak memiliki sumber yang melampaui dunia ciptaan, yang melampaui dunia fisik, yang menuju kepada Allah Pencipta sebagai Inisiator, Sang Satu yang mewahyukan kebenaran kepada umat manusia. 

Dan dalam tahap yang terakhir ini, saya mengetahui bahwa saya bukan apa-apa kecuali sebuah objek. Saya bukan subjek, saya bukan Tuhan. Saya hanyalah makhluk kecil yang dikontrol oleh-Nya, yang adalah Tuhan dan Pemilik hidup saya. 

Orang yang percaya Pengakuan Iman Rasuli menaklukkan diri, memperlakukan diri sebagai sesuatu yang kecil di dalam ke-Tuhan-an Allah. Saya tidak mungkin mengatur hidup saya seturut kebebasan saya sendiri. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf Prancis yang terkenal, mengatakan, “Engkau harus mengambil keputusan, engkau harus menentukan masa depanmu sendiri, engkau tidak pernah boleh percaya, atau taat kepada siapa pun atau membiarkan siapa pun menentukan rencana masa depanmu.” Di usia dua puluh tahun saya telah membaca filsafat Sartre, Heidegger, Kierkegaard, dan lain-lain. 

Ketika saya muda, teman sebaya saya tidak tertarik filsafat. Mereka hanya sibuk makan di mana, bagaimana mendapat uang banyak, dan itu semua tidak penting bagi saya. Saya berpikir bagaimana memberitakan firman, mengerti kebenaran dengan jalur yang benar, menganalisis kelemahan filsafat yang dipikirkan manusia. 

Dalam khotbah saya berusaha merangsang pikiran pendengar untuk mengembalikan fungsi rasio, yang dicipta dan dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita, setia kepada firman sebagai orang yang bertanggung jawab di dalam iman kepercayaan, melampaui apa yang dipikirkan dan diketahui manusia. Iman kepercayaanmu itu haruslah didasarkan pada wahyu Allah yang jujur di dalam kerelaan-Nya untuk menyatakan kebenaran kepadamu. Dengan demikian, biarlah pikiran dan kepercayaan kita bisa seturut kebenaran Allah. 

Inilah tugas seumur hidup kita. Saya tahu karena saya percaya di dalam Engkau, Allahku, yang aku percaya sebagai Tuhanku. Engkau Tuan Pemilik dan Satu-satunya yang mengontrol hidupku, pikiranku, pengetahuanku, dan imanku. Biarlah ketika engkau makin pandai, makin bergelar tinggi, engkau sadar semua itu dari Tuhan. Seberat apa pun yang kaupikirkan, berapa besar penemuanmu, ingatlah bahwa semua pikiran itu berasal dan dimiliki oleh Tuhan. Mengapa? Karena kalimat: Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi.

Butir 1 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
 “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi (5) 

Kita telah melihat betapa kegagalan kebudayaan-kebudayaan agung mengerti tentang asalnya dunia ini dan bagaimana Pengakuan Iman Rasuli telah memberikan pengertian yang begitu luar biasa. Kebudayaan Yunani yang menjadi dasar budaya Barat telah begitu unggul meneliti fenomena alam, memberikan kekuatan pendidikan, yang membuat kita menyekolahkan anak kita ke Barat, bukan ke India atau Afrika. 

Tetapi munculnya Perjanjian Baru di mana Yohanes mengatakan, “Pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itu adalah Allah… segala sesuatu dijadikan oleh Dia,” (Yoh. 1:1, 3) dan sampai Ibrani 11 dikatakan, “bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, hingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat,” maka kebudayaan Yunani tidak bisa dibandingkan dengan Alkitab, karena hanya Alkitab yang membahas asal mula alam semesta ini, sehingga iman Kristen pun dinyatakan. 

Butir pertama Pengakuan Iman Rasuli berkata, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.” Ini pertama kali iman melihat dunia di luar dunia ciptaan ini. Ini disebut sistem terbuka, suatu penerobosan keluar batasan lingkup dunia ciptaan. Sistem terbuka ini dimulai oleh kekristenan. Sistem ini tidak dimiliki oleh bangsa Tionghoa, India, Babilonia, Mesir, bahkan Yunani. Theolog Amerika, Paul Tillich mengatakan, “Dunia Gerika adalah dunia plastik,” yaitu suatu dunia yang sudah ditetapkan, statis, tidak berubah, dan menanti kita untuk menelitinya. 

Pandangan Alkitab sama sekali berbeda. Jika Sang Pencipta mau, maka sesuatu bisa ada atau musnah, maka kita perlu menerobos dunia ciptaan ini dan mau mengerti dunia Allah Pencipta. Para ilmuwan tidak tahu, bahwa penelitian Yunani itu merupakan sistem tertutup. Sistem tertutup ini berjalan terus hingga era Newton. Barulah di abad ke-20 muncul seorang dari delapan filsuf Kristen yang besar, di antara ratusan filsuf yang ada, yaitu Thomas Kuhn. Ia berkata, “Kemajuan perubahan sejarah terjadi jika ada pergeseran paradigma (paradigm shift).” 

Jika paradigma berubah, baru ada kemajuan dalam metodologi. Ia berkata bahwa kita harus belajar meneliti sesuatu dengan sistem terbuka. Butir pertama Pengakuan Iman Rasuli ini ada jauh sebelum ditetapkannya metodologi bahwa dunia alam ini tidak boleh membelenggu kita, tetapi kita harus menerobos, melampaui, dan melihat dunia di luar dunia ciptaan, yaitu Sang Pencipta, barulah kita mengerti dari mana datangnya dunia ini. 

Aku di dalam dunia ciptaan, mengenal Allah Pencipta dalam lingkup yang terbelenggu, tetapi imanku mendapat kebebasan sejati melalui wahyu Allah Pencipta dunia ini. Butir pertama Pengakuan Iman Rasuli berkata, “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.” Inilah berharganya iman kita, yang merupakan pembebasan di dalam hati kita. Karena Allah adalah Pencipta langit dan bumi, kita mendapatkan iman ini. 

Hanya dalam butir ini saja kita melihat bagaimana iman membangun kerohanian. Dalam tahapan kebudayaan, pengetahuan adalah hal terendah. Meneliti materi itu hal yang rendah. Meneliti manusia lebih tinggi. Orang yang mendapat kesulitan di dalam bidang teknologi merasa bahwa mereka itu yang tertinggi dalam dunia ini, tetapi di gereja kita, banyak pemuda yang menyadari dari tempat yang tadinya mereka pikir itu “yang tertinggi di dunia” kini mereka tinggalkan, lalu sekolah theologi dan menjadi hamba Tuhan. 

Yang manusia pandang tinggi, dipandang rendah oleh Tuhan; yang manusia pandang rendah, sering kali dipandang tinggi oleh Tuhan. Ilmu itu rendah karena ilmu dan teknologi hanya memperbaiki kehidupan jasmani, tetapi tidak bisa meningkatkan moralitas dan memuaskan kebutuhan rohani kita. Saya pernah berkhotbah di MIT (Massachusetts Institute of Technology) sekitar dua puluh tahun yang lalu, bahwa ada tiga tahapan kebudayaan, yaitu dari kata Latin: scio, cogito, dan credo. 
 (1) Scio, artinya “aku tahu”, yaitu aku mengamati, meneliti, dan memperhitungkan, sehingga saya tahu. Ini merupakan pengetahuan akan alam ini. Tetapi ketika kita tidak bisa lagi melampaui batasan ini, maka kita harus masuk ke upaya melakukan kebaikan. Ilmuwan tidak mampu menjelaskan tentang dosa dan kebajikan. Maka, ketika seseorang mau mengetahui yang lebih tinggi dari ilmu pengetahuan, dia tidak lagi bisa meneliti dan menghitungnya, tetapi harus mulai membayangkannya. 
 (2) Cogito, artinya “aku berpikir”, di mana sekalipun orang merasa sudah berpikir jelas, ia tetap belum tentu benar. Maka, sering kali timbul berbagai perdebatan, karena apa yang engkau ungkapkan berbeda argumentasinya dengan orang lain. Ada pepatah Tionghoa mengatakan, “Masing-masing orang menganggap diri benar dan menganggap orang lain salah.” Ketika kita tiba pada tahapan “aku berpikir” maka sulit sekali untuk kita masuk ke jawaban yang mutlak. Maka dunia psikologi, etika, dan agama semua bersifat relatif. Yang oleh orang India dianggap baik, oleh orang Tionghoa dianggap tidak baik. Yang orang Kristen anggap baik, oleh orang Muslim dianggap tidak baik, dan seterusnya. Yang tidak bisa diselesaikan dengan ilmu, hanya bisa kita bayangkan. Ketika membayangkan tidak bisa menyelesaikan, kita pun butuh melangkah lebih tinggi lagi. 
 (3) Credo, artinya “aku percaya”. Inilah yang tertinggi. Pengakuan Iman Rasuli di tempat yang tertinggi karena mulai bukan dengan “aku tahu” atau “aku berpikir”, tetapi dengan “aku percaya”. Inilah yang diumumkan oleh orang Kristen kepada dunia. Kita melampaui ilmu dan filsafat, membangun iman kita di atas kebenaran yang Allah wahyukan. 

Allah yang sungguh ada, mewahyukan kebenaran yang sejati, aku sungguh menerimanya dengan tulus dan taat kepada apa yang Allah wahyukan, dan itu menjadi keyakinan kepercayaan kita. Kepercayaan, yaitu sungguh taat dan tunduk pada Allah yang mewahyukan kebenaran yang sejati, dengan hati yang jujur mau takluk pada wahyu Allah sejati dari Allah yang sejati dan sungguh jujur. 

Wahyu Allah itu sejati, kebenaran yang Allah wahyukan itu, yaitu kebenaran sejati. Aku sungguh percaya pada Allah sejati, yang sungguh mewahyukan kebenaran yang sejati. Inilah namanya kepercayaan keyakinan. Maka, keyakinan tidak bisa dipisahkan dengan kesejatian. Dalam pemahaman orang-orang Yunani, iman dengan firman sejati juga tidak bisa dipisahkan. Di sinilah masalah terbesar dalam agama. 

Setiap agama berkata mereka menerima wahyu. Tetapi wahyu yang diyakini diterima oleh satu agama, ternyata berbeda dari wahyu yang diterima oleh agama-agama lain. Maka kita pun menjadi bingung. Apakah Allah bercabang lidah? Tentu tidak mungkin. Kebenaran itu adalah kebenaran, Allah adalah kebenaran. Tuhan Yesus Kristus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.” Di dalam 1 Yohanes 5:9 dikatakan, “Roh Kudus adalah Roh kebenaran,” maka Allah Tritunggal adalah Allah yang sejati. 

Saat kita sungguh mengerti, maka kita akan taat kepada Allah dan wahyu yang sejati. Ketika kita sungguh percaya akan wahyu yang sejati, itulah yang disebut keyakinan. PIR mulai dari hal ini. Di dalam Pengakuan Iman Rasuli ada delapan kali dikatakan “Aku percaya”. Dan semua itu dimulai dari, “Aku percaya kepada Allah, Pencipta langit dan bumi,” sampai diakhiri dengan, “Aku percaya pada hidup yang kekal.” Ini berarti bahwa orang Kristen ialah orang-orang yang menerima anugerah keselamatan dan hidup yang kekal dari Allah. 

 Frasa kedua berkata, “Bapa yang Mahakuasa.” Di dalam kemahakuasaan-Nya, bukan berarti Allah mempunyai kekuatan untuk melakukan apa saja. Allah tidak bisa berdosa, maka jika Anda berkata Ia adalah Allah yang Mahakuasa, maka Ia harus bisa berbuat dosa, kemahakuasaan Allah tidak bisa dijelaskan seperti itu. Kemahakuasaan hanya bisa dimengerti bahwa semua kekuatan dalam hal yang bajik berasal dan datang dari-Nya. Ketika kita berkata, “Bapa yang Mahakuasa,” kita sedang membahas bahwa Ia adalah sumber segalanya. 

Ia permulaan dari segala kuasa kebajikan. Ia menciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu. Setelah menciptakan, Ia menjadi penguasa langit dan bumi. Maka ketika Yesus menyebut Allah, Ia berkata, “Oh, Tuhan langit dan bumi.” Ini merupakan kalimat teladan yang Yesus ucapkan kepada Allah Bapa. Dalam Alkitab ada sebagian sebutan yang kebanyakan orang tidak mengerti. Ketika Paulus menjelaskan tentang ilah dalam dunia ini, ia sedang menunjuk kepada Iblis bukan kepada Allah. 

Tetapi ketika Yesus berkata, “Raja dunia ini,” itu menunjuk kepada Iblis, bukan kepada Allah. Raja dunia adalah penguasa yang menguasai pendosa di dalam dunia, dan itu menunjuk kepada Iblis. Ilah dunia ialah tuhan palsu yang dianggap sebagai ilah manusia, dan disembah. Ketika Tuhan Yesus membahas tentang Allah, Ia berkata, “Tuhan langit dan bumi, Tuhan pengontrol semua penguasa, penghakim seluruh langit dan bumi.” Dia adalah Allah. Ada dua macam manusia, 
1) yang percaya kepada Allah dan 
2) yang tidak percaya kepada Allah. Orang yang tidak percaya kepada Allah ada dua macam, yaitu 1) yang tidak percaya Allah itu ada, dan 2) yang percaya Allah itu tidak ada. 

Percaya Allah tidak ada, berarti secara konseptual sama sekali tidak ada Allah. Yang kedua adalah orang yang tidak peduli keberadaan Allah, karena ia tahu Allah ada, tetapi tidak mau percaya kepada-Nya. Kemudian, ada satu golongan manusia lain, yaitu kaum agnostik, yang tidak mau tahu baik Allah ada atau tidak ada. 

Konfusius berkata, “Mungkin ada, mungkin tidak ada, saya percaya mungkin Allah ada, tetapi saya tidak mau mendiskusikannya. Aku tidak mau berbicara tentang yang aneh, yang berkuasa, misterius, kacau, dan ilahi.” Dia berkata bahwa penguasa segala sesuatu mungkin ada, tetapi saya tidak tahu siapa dia, maka saya sebut dia sebagai langit. 

Laozhi berkata, “Ada yang namanya firman, ada sebelum dunia dicipta.” Ia tidak menyebutnya sebagai Allah, tetapi sebagai firman yang kekal. Menurut Islam, percaya kepada Allah yang Esa, yang kekal, yang ada dalam dunia roh, yang tidak tampak, yang menciptakan, tetapi tidak dilahirkan, dan juga tidak melahirkan. Menurut kekristenan, “Aku percaya kepada Allah: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus; Allah Tritunggal. Allah yang saling berhubungan, Bapa mengasihi Anak, Anak mengasihi Roh Kudus, Roh Kudus mengasihi Bapa, sehingga timbul komunikasi, persekutuan, dan saling memerhatikan.” Inilah fondasi dari segala komunitas. 

Jika engkau mengerti relasi Allah Tritunggal, maka engkau akan belajar saling mengasihi. Hanya Alkitab yang paling sempurna, tepat, kekal, universal, dan tidak berubah. Kebenaran sejati telah diwahyukan, maka aku percaya kepada Allah, yang merupakan Allah yang Esa, tidak berubah, kekal, bajik, kudus, dan adil. Iman kita pun dibangun di atas kebenaran yang murni ini. 

Ketika engkau bertanya kepada penganut Hinduisme, tentang kepercayaan mereka kepada Allah, maka akan dijawab, “Lembu, kuda, domba, dan babi ialah Allah, karena mereka ada nyawanya, yang ada nyawa pasti ada sifat ilahi di dalamnya.” Orang Hindu memiliki 360 juta dewa. Di dalam konsep Hindu, semua hewan ialah Allah. Yang paling mereka hormati salah satunya adalah lembu, karena lembu membajak barulah engkau mendapat makanan. 

Di dalam sejarah filsafat, ada beberapa keyakinan kepada Tuhan. Salah satunya adalah: 
(1) Deisme, yaitu natural theism. Kepercayaan bahwa Allah adalah Allah alam. Artinya, Allah mencipta segalanya, lalu Ia membiarkannya. Suatu hari ada akhir zaman di mana kekuatan alam habis, sehingga selesai semuanya. Paham deisme dimulai sekitar abad ke-17 dari kota Cherbury, kota kecil di Inggris. Di situ ada seorang bernama Herbert of Cherbury. Ia menemukan teori yaitu alam ada karena diciptakan Allah, tetapi setelah selesai diciptakan dan menaruh dalil dan kekuatan alam, maka Allah pun beristirahat dan membiarkan alam berputar dengan sendirinya. Teori ini kemudian dikembangkan oleh William Paley. Akhir abad ke-17 hingga abad ke-19, Prancis telah menciptakan arloji dan lonceng yang terbaik di dunia. Di Paris ada orang genius bernama Abraham Brequet yang membuat Tourbillion, yang memengaruhi dunia arloji hingga sekarang ini. Tourbillion ditambah dengan minute repeater, menjadi arloji termahal di dunia. Di Prancis banyak sekali ahli arloji. Paley mengatakan, “Jika arloji berputar, maka ia mulai bergerak, dan pergerakan itu sampai pernya habis energi untuk berputar, berhentilah arloji tersebut. Demikian pula Allah mencipta dunia ini, menaruh kekuatan di dalamnya, maka dunia ini berputar sampai satu hari kekuatan itu habis dan berhentilah semuanya pada hari kiamat.” Teori deisme ini memengaruhi dari Inggris sampai ke seluruh Eropa. Maka, mereka mengajak orang Kristen meninggalkan Tuhan Yesus, tetapi meninggikan ilmu. Kita percaya kepada Allah dan penciptaan, tetapi kita tidak percaya Dia menguasai, karena Allah setelah menciptakan, membiarkan semua berjalan sendiri. Pikiran Herbert of Cherbury dan William Paley memengaruhi generasi muda di Eropa yang membuat gereja kosong. Prancis menjadi kasihan sekali, karena mereka tidak mempunyai Tuhan dan menentang kekristenan. Berbagai akibat deisme menyebabkan Eropa kehilangan pegangan iman. Belanda yang pertama menyetujui LGBT. Kejahatan terjadi di mana-mana. Semua ini terjadi karena mereka meninggalkan PIR dan kepercayaan yang murni. PIR merupakan jaminan terbesar dalam kehidupan manusia, dimulai dari bagaimana manusia percaya kepada Allah, masyarakat saling menghormati, sampai akhirnya masuk ke dalam dunia kekekalan. (2) Pantheisme merupakan filsafat kedua, di mana manusia percaya bahwa alam ini adalah Allah, sehingga sifat ilahi ada di segala makhluk dan benda. Dengan pemahaman ini pasti nuranimu menjadi yang terbaik, karena hewan pun tidak akan engkau celakai, karena Allah itu adalah alam. Hingga abad ke-21, di era postmodern ini, pemahaman yang banyak dianut masyarakat postmodernadalah pantheisme. 
(3) Politheisme, adalah pemahaman seperti Hindu, yaitu percaya banyak Allah. Orang Kristen harus menghormati kebebasan mereka, tetapi tidak perlu menerima pendirian mereka, karena kita memiliki wahyu Allah sejati yang secara sungguh telah mewahyukan kebenaran sejati. Dengan demikian keyakinan iman kita berbeda. Kita harus kembali kepada Alkitab dengan kalimat pertamanya, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” 

Butir 1 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
 “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi (6) 

Mengerti Pengakuan Iman Rasuli adalah hal yang sangat serius, sangat penting, dan sangat memerlukan perhatian khusus, karena ini mewakili reaksi kita kepada Tuhan setelah firman diberikan ke dalam dunia. Diberikannya firman ke dunia menyatakan kesungguhan Allah memberikan kebenaran sejati dari motivasi yang jujur oleh Allah, satu-satunya Kebenaran kepada manusia yang mau Ia didik, Ia wahyukan, dan perlengkapi dengan kebenaran firman. 

Oleh karena itu, seharusnya manusia dengan jujur memberikan tanggapan yang suci dan sungguh kepada kesetiaan Tuhan. Kesungguhan Allah ketika bertemu dengan kesungguhan respons manusia, akan menghasilkan iman kepercayaan yang sungguh pula. Iman adalah hal yang paling serius dalam hidup manusia. Tanpa iman kepercayaan, tidak seorang pun diperkenan Allah. 

Di hadapan Allah bukan kelakuan yang diperhitungkan, karena kelakuan kita bobrok penuh kepura-puraan. Kelakuan manusia semua bercacat-cela sehingga tidak memperkenan Allah. Martin Luther mengatakan, “Iman adalah penerimaan terhadap penerimaan.” Luther masuk ke wilayah yang begitu limpah dan jitu dalam mengerti iman. Iman berarti aku menerima fakta, fakta bahwa aku telah diterima oleh Tuhan. 

Mengapa Tuhan menerima saya yang tidak layak, tidak beres, tidak patut, tidak berkualifikasi cukup, dan tidak cukup syarat untuk diterima? Dalam hal ini saya tidak menolak, tidak membantah, tidak berdebat, melainkan menerima ini sebagai fakta yang Tuhan telah kerjakan di luar kemampuan pikiran saya. Ini adalah anugerah yang saya terima. Martin Luther telah membawa seluruh umat manusia mengerti iman yang sekaligus di dalamnya mengisi anugerah yang tidak layak kita terima. 

Fakta yang sungguh terjadi ketika kita yang tidak layak diberkati Tuhan, tidak layak diterima oleh Tuhan, betul-betul telah diterima karena anugerah-Nya. Tuhan berkata kepada Israel, “Jangan anggap Aku memilih kamu karena kebolehanmu. Aku memilih kamu bukan karena engkau memiliki sedikit kelayakan, tetapi karena Aku adalah kasih.” Allah mengasihi kita karena Allah adalah kasih dan kita tidak patut dikasihi, sementara Yang Mengasihi kita memiliki kemurahan limpah dari kemungkinan kesanggupan kita dikasihi, maka Allah mengasihi kita. 

Ketika tua, Musa berkata, “O, Israel, engkau adalah bangsa yang terkecil di antara bangsa-bangsa, tetapi Allah telah memilih engkau menjadi umat-Nya.” Allah tidak memilih Mesopotamia atau Mesir yang besar, atau Persia yang perkasa. Tuhan mengasihi Israel dan memilihnya untuk menjadi umat kepunyaan-Nya. 

Hal ini dimengerti oleh Paulus ketika ia tua. Ia mengatakan, “Tuhan memilih yang kurang, yang miskin, yang lemah, yang bodoh, yang tidak patut dicintai Tuhan.” Itulah anugerah! Anugerah Tuhan begitu besar hingga kita bisa berespons kepada-Nya. Saya berulang kali mengatakan, “Manusia bukan seperti bagaimana perilakunya, manusia bukan menurut apa yang ia pikir, manusia bukan menurut apa yang ia rasa, tetapi manusia adalah menurut bagaimana ia bereaksi di hadapan Allah.” Nilai manusia disetarakan dengan reaksinya di hadapan Allah. 

Hal ini berbeda dari pandangan filsafat, psikologi, semua kebudayaan, dan agama. Agama kebanyakan hanya mengerti manusia menurut apa yang ia lakukan. Alkitab tidak mengatakan demikian. Tidak ada apa pun yang kaulakukan yang dapat menyenangkan Allah. Alkitab menegaskan bahwa bagaimana engkau bereaksi kepada Tuhan itulah yang menentukan nilaimu di dalam kekekalan. 

Oleh karena itu, reaksi kita kepada Tuhan menentukan nasib kekekalan kita. Iman adalah reaksi total kita kepada Tuhan. Pengakuan Iman Rasuli adalah reaksi kepada Tuhan melalui iman. Bagi dunia, mungkin iman kurang penting, kita mau percaya apa dianggap bukan urusan serius. Tuhan tidak pernah mengatakan demikian. Meskipun Allah memberikan kebebasan beragama, tetapi kebebasan beragama tidak menjamin engkau hidup dalam kebenaran. 

Kebebasan beragama adalah hak yang diberikan Tuhan, tetapi kebebasan beragama – yang tidak diatur oleh Roh Kudus dan kebenaran Tuhan – akan membinasakan engkau. Sama seperti orang bisa berkebebasan untuk bunuh diri, atau minum obat bius sebanyak-banyaknya, atau mau loncat ke dalam laut, tetapi semua kebebasan itu tidak membawa pertumbuhan hidup kepada orang tersebut, sebaliknya bisa menjadi musuh Tuhan. 

Tindakan kita akan menunjukkan bagaimana kita bereaksi di hadapan Allah. Kita harus berani berbicara pada dunia jika kita harus berbicara, kita harus berani berperang jika memang harus berperang. Ketika kita tidak berani berbicara ketika kita harus berbicara, kita bukan saksi Kristus. Orang Kristen yang lemah dan mudah dibeli dengan uang bukanlah orang Kristen. Pengakuan Iman Rasuli adalah reaksi umat pilihan yang setia kepada wahyu Allah. Ketika kita sungguh-sungguh berkata ya, Allah menjadi iman kita. 

Saya membagi kebudayaan manusia ke dalam tiga lapisan: 
 1) Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ingin tahu (Latin: scio). Tidak ada kucing yang ingin tahu matahari itu apa dan apa bedanya dari bulan. Macan juga tidak ingin tahu. Hanya manusia yang ingin tahu. Anak dari kecil sudah ingin tahu banyak hal. Tetapi ingin tahu adalah lapisan paling rendah. Maka ilmu pengetahuan adalah hal yang paling rendah. Ilmu pengetahuan menyelidiki alam dan itu hal yang paling rendah. Sokrates mengatakan, “Engkau mengetahui segala sesuatu tetapi tidak mengetahui siapa dirimu, itu adalah kebodohan.” Hal ini memutarbalikkan dan mengarahkan filsafat ke tingkat yang lebih tinggi. 
 2) Manusia menjadi makhluk berpikir (Latin: cogito). Manusia mulai berupaya mencari pengertian, tidak cukup tahu, tetapi mau mengerti. Tahu itu berkenaan dengan objek, berpikir berkaitan dengan subjek. Berpikir di dalamnya menyangkut bagaimana merelasikan, menganalisis, memperhitungkan berbagai hal, bukan sekadar mengetahui suatu objek. Maka engkau harus berpikir lebih tinggi dari sekadar tahu. 
 3) Tetapi masih ada yang lebih tinggi lagi, yaitu percaya (Latin: credo). Ketika engkau mencintai seorang wanita, engkau bukan tahu apa seluruh seluk-beluk wanita itu, atau engkau mengerti apakah dia akan membuat engkau bahagia, tetapi karena engkau percaya bahwa ia akan memberikan kebahagiaan. 

Seberapa pun pandai seseorang berpikir, ia tidak akan pernah tahu jodohnya akan menjadi apa. Maka, percaya adalah hal yang paling tinggi. Persoalannya adalah engkau percaya kepada siapa. Jika engkau percaya kepada yang tidak bisa dipercaya, maka engkau telah menginvestasikan hidupmu ke dalam wilayah yang salah. Jika engkau percaya kepada laki-laki yang tidak patut dipercaya, dia akan mempermainkan cintamu dan percayamu, maka engkau akan menghancurkan hidupmu di dalam iman yang salah. 

Itu sebabnya, Allah sejati dengan motivasi sejati memberikan pengajaran yang sejati yaitu kebenaran yang tepat, barulah boleh menjadi reaksi kita untuk beriman dengan jujur kepada-Nya. Yang jujur bertemu dengan yang jujur akan menghasilkan iman sejati dan keuntungan sejati. Itulah investasi yang sejati. Yang jujur ketemu penipu, maka imannya akan rugi. Pengakuan Iman Rasuli berada di tempat tertinggi. 
Jangan beranggapan orang Kristen percaya takhayul. Kita berbeda dari semua karena kita beriman kepada Dia yang adalah Sang Kebenaran, yang sungguh-sungguh memberitahukan kepada kita kebenaran kekal untuk menjadi dasar iman kita. Lapisan ketiga ini merupakan kalimat pertama Pengakuan Iman Rasuli, Credo Dios (Aku percaya kepada Allah). 

Tiga kalimat pertama Credo ini adalah: 
1) Aku percaya kepada Allah; 
2) Bapa yang Mahakuasa; 
3) Pencipta langit dan bumi. 

 Aku percaya kepada Allah, ini adalah sikap manusia kepada Tuhan yang mewahyukan kebenaran kepada kita. Dunia terbagi menjadi dua, yaitu manusia yang percaya kepada Allah dan yang tidak percaya kepada Allah. Tetapi yang sama-sama mengaku percaya Allah, ternyata Allah dari semua agama memiliki konotasi yang berbeda. Kali ini kita membicarakan yang tidak mau percaya kepada Allah. 

Yang tidak percaya kepada Allah masih terbagi menjadi dua kelompok lagi, yaitu: 
1) Yang tidak percaya kepada Allah, dan 
2) Yang percaya Allah tidak ada. 

Ada orang yang ketika ditanya apakah ia atheis, ia mengatakan tidak. Ia tidak mengakui bahwa ia atheis karena ia tetap percaya ada Allah, tetapi ia tidak merasa mengenal Allah itu ataupun perlu percaya dan bersandar kepada-Nya. Di zaman Charles Darwin, ada dua profesor yaitu Thomas Henry Huxley dan Sir Herbert Spencer. 

Kedua orang ini memopulerkan Teori Evolusi ke seluruh dunia yang berbahasa Inggris. Mereka adalah kawan baik Darwin, dan seperti Darwin, mereka tidak pernah menyatakan diri sebagai seorang atheis. Darwin pernah mengatakan, “Saya tetap percaya ada Allah, tetapi apa yang disebut Allah saya tidak tahu. Saya tidak berani mengatakan Allah tidak ada, tetapi saya tidak tahu.” Inilah paham agnostik. 

Atheis berarti tidak ada Allah, agnostik berarti tidak tahu Allah ada. Agnostik abad ke-19 dimulai oleh Thomas Henry Huxley yang kemudian disetujui oleh Sir Herbert Spencer. Selain agnostik, ada deisme. Deisme mulai dari Herbert of Cherbury. Dia percaya Allah ada, Allah menciptakan alam semesta ini, tetapi sesudah itu Allah diam dan apatis. Allah yang menciptakan tidak lagi ada hubungan langsung dengan semua ciptaan-Nya. 

Manusia harus berusaha sendiri, alam berjalan dengan sendirinya, bagaikan pembuat jam, yang setelah membuatnya, memutar pernya lalu membiarkannya berjalan terus sampai jam itu rusak. Ini yang dimengerti oleh Herbert of Cherbury. Ini bagaikan binatang yang setelah melahirkan anak, anaknya dalam tiga menit sudah bisa buka mata lalu bisa berjalan dan mencari makan sendiri. Manusia tidak demikian. Manusia setelah lahir menunggu satu tahun baru bisa berjalan. Manusia tidak seperti binatang. 

Manusia paling sulit dipelihara, maka manusia paling bernilai. Manusia paling tinggi hidupnya, maka memerlukan pemeliharaan yang sangat susah. Kita beriman kepada Tuhan, kita percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi. 

Ini adalah kepercayaan kepada Allah dalam tiga tahapan: 
1) Percaya kepada Allah dan keberadaan-Nya; 
2) Percaya di dalam Allah yang kuasa-Nya terpelihara kekal; 
3) Percaya bahwa dengan kuasa itu Ia memelihara dan mencukupi seluruh ciptaan-Nya. 

Aku percaya kepada Allah, Bapa sumber yang Mahakuasa memelihara segala sesuatu; Pencipta, Pelindung, dan Penyedia segala sesuatu di sorga dan di bumi. Di dalam satu iman kepercayaan butir pertama ini terkandung tiga hal yang begitu penting. Ketika kita melihat alam semesta, orang Kristen menjawab bahwa alam semesta ada karena diciptakan oleh Allah. 

Orang Tionghoa dan orang India, memiliki takhayulnya yang sulit dipertanggungjawabkan. Orang Gerika mencoba menyelidiki dan mencari jawaban ilmiah, sampai-sampai Thales sejak tahun 585 BC sudah menemukan gerhana. Mereka mencoba mencari asal mula alam semesta ini tetapi tidak ada jawaban yang memadai. Hanya dari Kitab Suci kita mendapatkan jawaban yang jelas dan lugas. 

Kitab Suci yang pertama menyodorkan sistem terbuka (open system) untuk mengetahui alam semesta ini. Kita bersyukur Pengakuan Iman Rasuli yang pertama membuka pikiran manusia dan menggeser manusia dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
 “Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (1) 

Kita sudah menyelesaikan butir pertama Pengakuan Iman Rasuli tentang iman kepada Allah, dan hari ini kita mulai butir kedua. Inilah kebahagiaan di antara umat manusia. Semacam orang percaya kepada Allah yang tak tampak, di sorga, sebagai Tuhan, Bapa, dan Pemilik alam semesta. Sesudah butir pertama, butir kedua yang paling panjang, penting, limpah, dan inti yaitu iman kepada Yesus Kristus, di mana PL menjadikan Kristus sebagai pusat, PB menjadikan Kristus sebagai berita. Iman Kristen ada dalam diri Kristus. 

Tanpa Kristus tidak ada sasaran dan intisari iman, serta kuasa pelayanan. Kristus yang terutama, terawal, terakhir, dan yang menyempurnakan. Dalam Kristus Allah bekerja, mempersatukan, dan menopang segala yang sudah diciptakan. PL mengandung Kristus, PB mewujudkan. PL memproyeksikan ke depan tentang PB di mana Kristus sebagai Juru Selamat dan Tuhan orang percaya. Inilah butir kedua, Yesus bukan dipercaya hanya sebagai Pencipta, tetapi Tuhan. 

Kenapa Kristus diimani sebagai Tuhan? Untuk Allah Bapa, tiga frasa membentuk butir pertama. Untuk Yesus Kristus, 13 frasa yang membentuk konfesi. Untuk Roh Kudus, cuma satu kalimat, “Aku percaya kepada Roh Kudus.” Memang sejak ratusan tahun lalu, para theolog sudah menyadari kenapa percaya kepada Roh Kudus hanya perlu satu kalimat. 

Kita tahu cuma satu kalimat, “Aku percaya kepada Roh Kudus,” akan menjadi celah yang terlalu besar, yang berefek Karismatik sembarang menafsirkan Roh Kudus. Karena dalam Pengakuan Iman Rasuli tidak jelas, tidak lengkap, atau tidak teliti membahas Roh Kudus. Maka dalam minggu-minggu selanjutnya kita akan menjelaskannya semua. Saya percaya penjelasan tentang PIR di sini akan menjadi penjelasan yang paling teliti dan sempurna di antara mimbar Indonesia. 

Dalam butir kedua tentang Kristologi ada 13 frasa, dimulai dengan: “Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita.” Atau versi lain: “Aku percaya kepada Yesus Kristus, Tuhanku. Ialah Anak Allah yang tunggal.” Urutan sedikit berbeda itu tidak penting, intinya semua sudah ada di dalam. Yesus Kristus sebagai Tuhan. 

Ini dimulai kapan? Yesus Kristus disebut dan diimani sebagai Tuhan, apakah karena Ia mempunyai karya yang agung hingga kita mengangkat Dia masuk ke wilayah keilahian, yaitu manusia diperilah dan disebut sebagai Tuhan? Saya percaya bukan karena Yesus sudah sangat besar dan agung, hingga Ia diangkat dan diperilah menjadi Allah dan Tuhan. Sebenarnya, sedari mula saat Yesus lahir sudah diberi tahu kepada kita, Ialah Tuhan. 

Ini tercantum dalam nubuat malaikat kepada orang yang menjaga domba di padang belantara di luar pintu gerbang kota Betlehem. Kepada para penggembala malaikat berkata, “Hari ini aku memberitakan kepadamu satu berita sukacita yang bersangkut paut dengan segala bangsa.” Ini adalah berita universal, global, untuk seluruh umat manusia, bahwa hari ini telah dilahirkan seorang Juru Selamat yaitu Kristus. Istilah Yesus sebagai Tuhan, bukan setelah Ia lahir, mati, selesai hidup, menyembuhkan banyak orang lalu diperdewa dan disebut Tuhan. 

Yesus adalah Tuhan, dalam kekekalan sudah Tuhan, sebelum lahir sudah Tuhan. Dalam proklamasi, “Hari ini telah dilahirkan bagimu seorang Juru Selamat yaitu Kristus Tuhan,” sekaligus tiga nama dinyatakan kepada satu kelompok yang termiskin di antara orang Yahudi, yaitu para gembala yang semalam suntuk harus menjaga domba, karena mereka miskin. Pekerjaan ini begitu menguras tenaga agar mendapat nafkah untuk menyambung hidup, tetapi mereka justru kelompok kecil pertama yang menerima berita dari sorga melalui malaikat bahwa Yesus adalah Tuhan.  

Dalam seluruh butir kedua tentang Kristologi, ada keunikan dibandingkan butir-butir lain. Butir kedua adalah satu-satunya yang berbicara tentang peristiwa yang terjadi dalam sejarah. Dalam sejarah, di saat dan tempat tertentu, Ia harus dilahirkan dan disalibkan. Jadi, kelahiran Kristus bukan khayalan di awang-awang, tetapi nyata dalam sejarah, bersangkut dengan manusia yang ada dan hidup dalam sejarah. 

Dan ini adalah suatu konfesi yang khusus tentang tempat, waktu, dan keberadaan dalam sejarah. Berbeda dengan semua agama lain, kekristenan percaya kepada sesuatu yang berwujud, pernah terjadi, dan peristiwanya pernah ada dalam sejarah. Para dewa dalam mitologi Yunani tidak pernah tahu kapan dan di mana lahirnya. Para dewa yang diperilah Tionghoa, semuanya manusia biasa seperti kita, penuh dosa, kelemahan, dan belum pernah jadi Allah. 

Manusia yang diperilah adalah ilah yang dipersamakan seperti manusia dan ilah seperti itu omong kosong. Jika ia manusia, maka ia bukan Allah. Jika ia ilah dalam kekosongan, maka tak pernah menjadi manusia. Jadi, tidak ada relevansi dengan hidup manusia dalam sejarah. Tapi, kekristenan sangat berbeda. Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, Ia bukan Allah khayalan atau mitologis, tetapi Allah yang menciptakan langit dan bumi. 

Ia bukan manusia yang diperilah, tetapi Allah yang menjelma menjadi manusia. Maka, keistimewaan butir kedua ini merupakan keistimewaan iman Kristen itu sendiri. Tanpa semua yang terwujud dalam waktu dan tempat, maka kekristenan tidak ada dasar. Apa dasar mitologi Yunani? Tidak ada tempat, zaman, dan manusia bersangkut paut dengan para dewa mereka. Semua dewa Yunani tidak sungguh ada, hanya khayalan dan mitos. 

Demikian juga semua yang diperilah manusia hanyalah para manusia biasa yang tidak pernah mempunyai sifat ilahi. Mereka sendiri pun tidak pernah mengklaim diri mereka sebagai yang ilahi dan juga tidak berhak diperilah menjadi objek penyembahan. Mereka adalah manusia yang sungguh pernah ada, tetapi bukan ilah. Maka, dalam Kristologi dan Pengakuan Iman Rasuli , butir kedua mempunyai keistimewaan yaitu Allah menjelma menjadi manusia. 

Saat Allah menjelma menjadi manusia, ada tempat, waktu, dan orang-orang yang bersangkut paut dengan-Nya. Inilah kelebihan kekristenan, yaitu tidak menanamkan iman pada khayalan atau imajinasi kosong. Kita mempunyai iman yang ditujukan kepada satu Pribadi yang pernah turun menjadi manusia, yang sungguh ada dalam sejarah. Ia dilahirkan melalui rahim Maria yang digerakkan Roh Kudus. Di zaman Maria dan Pilatus di abad pertama, sejarahnya jelas. Lahir di Betlehem, tempatnya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. 

Disalibkan di Yerusalem di bawah penghakiman Pilatus. Kota Yerusalem sampai sekarang masih ada. Desa Betlehem sampai sekarang masih ada. Maria seorang manusia yang pernah hidup dalam dunia. Pilatus seorang yang dalam sejarah tercatat sebagai gubernur yang dikirim kekaisaran Romawi. Tempat, waktu, dan orang-orang membuktikan iman kita bukan kepada ilah yang tidak diketahui dan dikenal. 

Allah yang menciptakan alam semesta bukan ilah deis yang membiarkan ciptaan-Nya hidup dan mati sendiri, membiarkan dunia berputar menurut hukum alam, dan kekuatan yang sudah disediakan dalam diri alam sendiri, sampai kekuatan dunia ini habis lalu berhenti beredar dan manusia musnah. Dalam kekristenan, Allah menciptakan dunia dan tidak membiarkan dunia hidup dan mati sendiri. 

Ia menopang, memelihara, dan mengunjungi umat-Nya di dunia yang Ia ciptakan dan kasihi. Menyebut Yesus sebagai Tuhan sebenarnya dilarang dilakukan mereka yang ada dalam kekaisaran Romawi, karena Romawi menetapkan konstitusi, bahwa kaisarlah pemilik dan tuhan atas tiap warganya. Entah sudah berapa raja dan kerajaan telah dikalahkan kekaisaran Romawi, maka seluruh rakyat mereka otomatis menjadi milik kaisar. 

Jika ada orang yang tidak mau mengaku kaisar sebagai tuhan, maka ia dianggap melawan dan memberontak kepada kekaisaran Romawi, dan harus ditangkap, diadili, dan dipenggal kepalanya. Tetapi, orang Yahudi tidak mau memanggil kaisar sebagai tuhan dan tidak mau menyerah sebagai budak kaisar. Di antara semua wilayah Romawi, yang paling sulit dikuasai yaitu kota Yerusalem, karena kaum Yahudi tidak mau menaati kaisar, mereka hanya mau mendengar para imam mereka sendiri, khususnya kepada Imam Kepala sebagai pemimpin rohani seluruh kaum Yahudi. 

Yahudi sulit berubah konsep dan agama, mereka tahunya Jehovah is our Lord. Selain Yehovah tidak ada allah, selain Yehovah tidak ada tuhan. Maka, seluruh Yahudi bersedia dibunuh dan darah mereka dialirkan membasahi seluruh tanah Yehuda. Akhirnya, Romawi takluk dan membuat kebijakan, yaitu dalam kekaisaran Romawi harus memanggil kaisar sebagai tuhan, tetapi ada daerah Yahudi yang diizinkan tidak usah memanggil kaisar sebagai tuhan, karena bagi mereka Yehovah yang dipanggil sebagai Tuhan. 

Itu satu kekaisaran dua sistem. Kurang lebih dua ribu tahun kemudian, Tiongkok di bawah Deng Xiaoping menerapkan satu negara dua sistem. Deng berkata, seluruh Tiongkok menyetujui dan berbakti kepada komunisme, kecuali Taiwan dan Hongkong boleh mempunyai sistem demokrasi. Satu negara dua sistem, bukan dimulai dari Deng Xiaoping dan Tiongkok modern, tetapi sudah ada saat kekaisaran Romawi menerapkan kebijakan itu atas Yahudi. 

Namun, kekaisaran Romawi sangat khawatir jika di Yerusalem terjadi huru-hara dan pemberontakan yang besar, maka puluhan ribu serdadu dikirim dari Roma untuk menjaga di sekeliling kota Yerusalem, apalagi saat tiga hari raya yang ditetapkan Musa, di mana orang Yahudi mesti meninggalkan kampung halaman dan kotanya, pergi bersama menuju Yerusalem untuk merayakannya. Ratusan ribu orang dari tiap kota dan desa mendatangi Yerusalem untuk mengadakan upacara keagamaan. 

Jika terjadi huru-hara, maka para pemberontak akan langsung dibunuh. Tetapi terjadi suatu perubahan besar, setelah dewasa, Yesus menyembuhkan dan mengajar di seluruh tanah Yudea. Lalu, orang-orang mulai menyebut Yesus sebagai Tuhan. Menyebut Yesus sebagai Tuhan akan menjadi suatu potensi pemberontakan yang konkret dan sangat berbahaya mengancam kekaisaran Romawi. 

Sebelumnya, semua menyebut kaisar sebagai tuhan, lalu sekarang kenapa menyebut Yesus yang Tuhan? Yesus manusia yang dilahirkan di Betlehem. Ia dianggap bukan Allah yang menciptakan langit dan bumi, Ia hanyalah manusia saja. Tetapi bagi orang Kristen, Yesus adalah Tuhan. Ia telah mati dan bangkit dari orang mati, kami percaya Dialah Tuhan kami. Maka, Romawi mulai menganiaya orang Kristen karena orang Kristen menyebut Yesus itu Tuhan. 

Ini membuat kacau dan pusing tentara Romawi. Akhirnya terjadi penganiayaan besar kepada mereka yang percaya Yesus sebagai Tuhan. Sepanjang sejarah, percaya Yesus dibagi menjadi dua aliran: percaya Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan percaya Yesus adalah teladan dan guru. Sepanjang sejarah, kaum intelektual memakai cara-cara rasional untuk tidak menerima bahwa Yesus itu Tuhan dan Juru Selamat, hanya menerima bahwa Yesus itu guru dan teladan yang baik. Kaum Injili percaya Yesus Tuhan, kaum liberal percaya Yesus teladan. 

Kaum Injili menerima keselamatan Yesus, kaum Karismatik menerima berkat dan kekayaan dari Tuhan. Timbullah perpecahan di antara kaum yang beriman kepada Kristus. Saya membagi paling tidak ada tiga yang terbesar: 
(1) Yesus Tuhan dan Juru Selamat; 
(2) Yesus guru dan teladan yang baik; 
(3) Yesus pemberi berkat dan “Sinterklas” (Ia memberi kekayaan, kesuksesan, kelancaran, kesehatan kepadamu dan anakmu). 

Ini yang dianut banyak kaum Karismatik radikal yang sudah merusak kekristenan. Tetapi kaum Injili, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia, masih banyak yang percaya Yesuslah Tuhan dan Juru Selamat. Nama “Yesus” dalam bahasa Ibraninya, Yoshua. Gelar Kristus Yunaninya Christos dan Ibraninya Mesiah, artinya yaitu Yang Diurapi. 

Ada tiga macam orang yang diurapi: nabi, imam, dan raja. Para raja dan para imam harus diurapi, sedangkan para nabi diurapi Tuhan langsung dengan Roh-Nya, kecuali Elisa yang diurapi Elia. Ketiga jabatan ini (nabi, imam, dan raja) diberikan Allah kepada Sang Anak, mengutus-Nya ke dunia, menjadi Imam di tengah Allah dan manusia, Raja mewakili Allah memerintah seluruh ciptaan, dan Nabi mewakili-Nya menyatakan firman. Hakikatnya yaitu Dialah Allah yang menjelma menjadi manusia. Hari ini saya menjelaskan dari Tuhan, Kristus, baru Yesus. 

Yesus adalah Kristus, Kristus adalah Yesus. Yesus Kristus adalah Tuhan. Allah kita yang menjelma menjadi manusia Yesus Kristus. Ketiga nama ini: Tuhan, Yesus, Kristus, untuk satu Pribadi, yaitu Tuhan yang kita percaya sebagai Juru Selamat. Yesus datang ke dunia, meminjam rahim seorang remaja, Maria. Maria menerima wahyu dan naungan dari Roh Kudus. 

Dalam sejarah tidak pernah ada orang lain yang menerima naungan dari Roh Kudus selain Maria. Roh Kudus berkata, “Engkau akan mengandung Anak Allah di tempat yang Mahatinggi. Ialah Kristus, Sang Kudus dari Allah yang dikirim ke dunia ini.” Inilah satu-satunya manusia yang masih remaja, gadis yang tidak bersetubuh tetapi boleh melahirkan anak karena dinaungi Roh Kudus. Ini satu-satunya kasus dalam sejarah sejak Adam sampai Hari Tuhan, karena inkarnasi hanya terjadi satu kali. 

Hanya satu kali saja Allah menjadi manusia melalui naungan Roh Kudus atas Maria dan meminjam rahimnya sebagai tempat mengandung Yesus Kristus. Demikian kematian Yesus, dalam penderitaan di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Pilatus dan Maria sungguh pernah ada. Melalui Pilatus, Yesus mati di Golgota. Nama kedua orang ini harus masuk PIR. 

Nama Pilatus masuk Pengakuan Iman Rasuli karena membuktikan Yesus sungguh pernah masuk dalam sejarah, ke dunia, real, menjadi manusia, hingga tentang kelahiran dan kematian-Nya dapat dipertanggungjawabkan. Kita punya akta lahir sebagai bukti kita pernah dilahirkan. Di dalamnya dicantumkan tahun, bulan, hari, dan tempat kelahiran, nama ayah dan ibu. 

Demikian Allah menyingkat kelahiran hanya pakai satu orang, yaitu Maria yang rahimnya dinaungi Roh Kudus. Demikian juga dengan sangat singkat Tuhan memakai hanya satu nama sejarah untuk membuktikan Yesus pernah mati di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Maka, kita melihat Allah bertanggung jawab tentang peristiwa yang terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah, yaitu mengirim Yesus sebagai Juru Selamat yang datang menggantikan kita. 

Lahir, besar, taat, mati, disalibkan, dikuburkan, dibangkitkan, dan sampai kembali ke sorga. Kristologi dalam iman Kristen sangat penting. Saat menjadi manusia, tugas Yesus yaitu mati dan bangkit, tetapi saat kita menyebut gelar “Kristus” maka Ia ada jabatan: Nabi, Imam, dan Raja. Sebagai Nabi, Yesus mewakili Allah berbicara rencana dan firman-Nya kepada kita. Sebagai Imam, Yesus disalib menggantikan kita, Ia ada di tengah Allah dan manusia. 

Dan sebagai Raja, Yesus menjadi Tuhan atas ciptaan-Nya, termasuk kita. “Dan percaya kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita.” Kita menyebut Yesus sebagai Tuhan, karena Ia bersama dengan Allah menciptakan langit dan bumi, dan menguasai hidup kita. Dan kita sebut Ia Juru Selamat, karena Ia pernah menjelma menjadi manusia, namanya Yesus Kristus. 

Kenapa percaya Allah saja belum cukup, masih harus percaya Yesus? Bukankah Allah itu Tritunggal? Jika aku percaya kepada Allah, hati berkata Allah Tritunggal, sudah cukup bukan? Tetapi Allah berkata, kita harus berani mengaku iman kita kepada kaum non-Kristen, hingga memasukkan frasa ini. “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal,” disambung satu frasa lagi, “Tuhan kita”. Dalam bahasa Mandarin, butir pertama Pengakuan Iman Rasuli diterjemahkan: “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta dan Penguasa alam semesta.” Lebih lengkap. Lalu, butir kedua: “Aku percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus,” baru ditulis, “yang dilahirkan melalui anak dara Maria, dan yang dinaungi Roh Kudus.” Kita percaya Yesus adalah Tuhan, barulah hidup kita tenang, karena ada yang mencukupkan kita dengan segala kekuatan. 

Kita percaya Yesus adalah Tuhan, karena melalui mengalirkan darah di atas salib, mati, dan dikuburkan, akhirnya Ia bangkit, membuktikan bahwa Ialah Anak Allah. Kita membahas kedua butir ini. Butir pertama tiga frasa, butir kedua hanya dua frasa saja yang disebut. Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi. Aku percaya kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita. Saya mau tanya, apakah Yesus Tuhanmu yang kauimani hanya secara kognitif atau sungguh dengan hati yang takluk kepada-Nya, menjadikan Dia Tuhanmu, Pemilikmu, dan Penguasa hidupmu? 

Butir 2 :Pengakuan Iman Rasuli 
“Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” 

(2) Hari ini saya meneruskan Pengakuan Iman Rasuli butir pertama dilanjutkan ke butir ke-2. Butir ke-2 yang terpanjang, terpenting, karena inilah inti iman Kristen yaitu Kristus atau kristologi. Kristologi pernah kita seminarkan 25 tahun lalu pertama kalinya di Indonesia, cuma 3 hari, tetapi untuk SPIK bagi Generasi Baru sudah 3 kali (pertama, Yesus: Jalan, Kebenaran, dan Hidup; kedua, Yesus: Imam, Nabi, dan Raja; dan ketiga, Yesus: Allah, Manusia, dan Pengantara) dan nanti keempat di April, Kristus dalam Alam Semesta, Sejarah, dan Gereja. 

Semuanya agak berbeda dengan penguraian yang saya khotbahkan dalam Pengakuan Iman Rasuli . Butir pertama sudah lebih dari sebulan kita bahas. Saya akan memberi sedikit kesimpulan tentang butir pertama frasa ke-2 (“Bapa yang Mahakuasa”). Tidak dikatakan “Allah yang Mahakuasa” tetapi “Bapa yang Mahakuasa” karena relasi Allah dengan kita itu relasi yang intim antara Bapa dan anak, jadi kita sebut Allah sebagai Bapa. 

Sebutan Allah sebagai Bapa hanya ada di dalam iman Kristen khususnya dalam Pengakuan Iman Rasuli. Sepanjang ratusan tahun, banyak orang mulai memikirkan jika Allah memang Mahakuasa: Kenapa setan masih ada? Kurangkah kuasa-Nya menyingkirkan semua kesengsaraan? Dan, kenapa dunia ini masih tidak sempurna? Maka, atas butir ini orang-orang menyerang iman Kristen, “Allah pasti tidak sempurna, jika sempurna kenapa kuasa-Nya tidak bisa melenyapkan itu? 

Mungkin Allah Mahakuasa, tetapi Ia tidak mau menghancurkan setan, memusnahkan kejahatan, dan menghentikan sengsara, sehingga yang Mahakuasa hatinya kurang baik dan pasti tidak Mahabajik.” Di antara 2 hal ini menjadi kesulitan bagi orang yang menyerang kekristenan atau orang yang melihat apa yang bisa diterima manusia. 

Manusia yang rasionalis menganggap rasio harus dimutlakkan dan menjadi tolok ukur, maka yang tidak masuk akal atau sesuai rasio pasti bukan kebenaran. Kaum intelektual yang menganggap diri pintar selalu bersikap seperti itu, membanggakan diri, merasa terpelajar, dan mempunyai reasoning power yang kuat, maka menilai kekristenan pasti tidak masuk akal. 

Saat berumur 15 tahun, saya mempunyai pikiran seperti itu, menganggap diri seorang pemuda yang terintelek, terpintar, dan tidak ada yang sebaya saya yang bisa melawan saya dalam belajar apa pun. Maka, saya melihat bahwa orang tanpa alasan menerima kekristenan, itu bodoh, kurang akal, dan takhayul. Pelan-pelan, saya dipengaruhi atheisme. 

Di mana Allah? Saya tidak bisa lihat, buktikan, pikirkan dengan jelas, dan alami. Saya jatuh ke dalam atheisme, komunisme, evolusionisme. Bagi saya, semua agama itu tak bertanggung jawab dan teruji, mustahil diterima kaum intelektual. Akhirnya saya mulai pikir, jika Kristen tidak masuk akal, kenapa umat Kristen begitu banyak dan banyak di antaranya yang pintar? 

Sejak Revolusi Industri Inggris sampai tahun 1960-an, ada 300 ilmuwan dan penemu, di mana 262 orang di antaranya ialah Kristen, termasuk Galileo, Kepler, Newton, penemu chloroform, dan lain-lain. Dalam kebimbangan, saya mencoba melewati suatu jangka waktu tidak percaya Tuhan. Saya tidak mau ke gereja dan memelihara iman Kristen, tetapi menyombongkan diri. 

Saya mulai pikir, apakah pikiran itu sendiri boleh tahan uji. Jika saya mengukur semua kebenaran yang diklaim dalam agama melalui rasio manusia yang kecil, sedangkan rasio ini tidak bisa diandalkan, maka saya menipu diri. Allah adalah Allah, karena Ia mutlak, sempurna, kekal, tak bersalah, dan satu-satunya sumber kebenaran. 

Pikiran manusia selalu terkurung cara berpikir atau dalil logika yang sempit. Misalnya, jika bukan begini, maka begitu; jika bukan begitu, maka begini. Ini alternatif yang tertutup sebagai sistem tertutup yang membelenggu manusia sendiri. Jika dalil logika sendiri tidak bisa dipercaya, apakah rasio pasti benar? Kurang lebih 300 tahun yang lalu, John Locke berkata, “Do not think that there are only 2 alternatives of rational and counter-rational.” 

Rasional yaitu yang masuk akal dan kontra-rasional yaitu yang tidak masuk akal. Manusia selalu membagi segalanya menjadi 2 kemungkinan saja: rasional dan kontra-rasional. Locke telah memberi istilah penting dalam sejarah filsafat, “supra-rasional”, yaitu sesuatu yang melampaui akal. Saya percaya, ada 2 hal yang sangat menonjol dalam pikiran Locke: konsep supra-rasional dan toleransi. Ia menulis buku tentang toleransi dan mengubah sistem agama di Inggris, karena agama yang otoritatif selalu menganggap diri benar, dan menekan, menganiaya, bahkan membunuh kaum yang berbeda, dan merasa inilah hak yang seharusnya ada pada mahkamah agama. 

Bagi Locke, harus ada toleransi bagi mereka yang berpikir dan berkeyakinan yang berbeda, dan membiarkan mereka hidup tanpa boleh ditekan atau dianiaya. Suatu pagi di atas gunung, Yosua dikejutkan seseorang yang besar berdiri di hadapannya. Maka, ia bertanya, “Kawankah kau atau lawan?” Orang itu menjawab, “Bukan, tetapi akulah panglima bala tentara Tuhan. Sekarang aku datang.” Kalimat itu mengandung kemungkinan ketiga. Ini suatu open system; 2 jalan itu closed system. 

Yosua lega, “Aku memimpin sekitar 600.000 serdadu dan sekarang aku tidak sendiri.” Saat kemungkinan ketiga muncul, pengharapan mulai terbit. “Sekarang aku tidak usah takut, ini jawaban Tuhan.” Dalam sejarah, manusia terikat pada either-or: Jika bukan begini, pasti lawannya. Tuhan mempunyai pikiran yang berbeda. Jawaban Allah, “Pikiran-Ku lebih tinggi daripada either-or.” Ini baru dimengerti Kierkegaard 3.300 tahun setelah nas itu ditulis. Ia berkata, bukan either-or, tetapi neither-nor. 

Cara Tuhan sangat berbeda, maka Barth berkata, “God is the Wholly Other.” Ia sama sekali berbeda dengan apa pun. Kau bisa membayangkan Allah mestinya begini, akhirnya kau berkata Allah lebih tinggi daripada yang kaupikirkan. Allah memimpinmu. Saat berumur 16 tahun, saya pikir jika menerima komunisme, atheisme, evolusionisme, dan materialisme dialektis, apakah saya dapat mengerti alam semesta, kekristenan, dan kesulitan? Barulah saya mulai membuka pikiran dan tidak mengandalkan rasio, karena rasio tidak bisa diandalkan, terbatas, dan mengikat diri yang tidak kita sadari. 

Dalam setengah tahun saya berdoa, “Tuhan, jika Engkau Allah sejati, nyatakanlah Engkau bisa menjawab pertanyaanku. Tolong ubahlah aku menjadi anak-Mu yang mengerti kebenaran. Aku akan terlepas dari ikatan rasio, dan menerima kebenaran.” Allah berkata kepada Yosua, neither-nor. Saya mulai digugah. Jika rasio bukan mutlak dan sempurna, tetapi terbatas, bagaimana menilai Allah yang tak terbatas? 

Maka pikiran saya mulai loncat, melalui tidak percaya rasio sebagai mutlak, tetapi tidak mau melawan dalil rasio dalam pergumulan sulit dan paradoks ini, saya mengembangkan cara mengerti semua doktrin dengan cara sendiri. Saya berpikir seperti Descartes berpikir, tentang pikiran dan keraguan, dan saat saya ragu saya tidak boleh meragukan bahwa saya sedang ragu. Dari situ rasionalisme mulai. “Saya berpikir, maka saya ada.” Saat berpikir saya memakai pikiran meragukan semua, tetapi saya tidak boleh meragukan bahwa saya sedang berpikir. Boleh ragu, tidak boleh ragu bahwa saya sedang ragu. 

Saat sedang ragu, saya ada karena saya bisa berpikir. Meragukan adalah bukti saya masih hidup. Saya memakai cara yang beda yang menerobos Descartes. Gelas ini transparan, maka baru bisa dilihat isinya. Dulu raja minum tidak tahu isinya, begitu minum racun langsung mati. Kaca transparan membuat saya lebih mudah mendeteksi isinya. Benda yang tidak tahu ia di situ tetapi ia ada di situ, namanya kaca. 

Rasio memerlukan keterbukaan untuk alternatif yang lain, neither-nor. Neither-nor melampaui 2 pilihan yang sudah ada. Kaca mengubah pandangan/ konsep melihat dan konsep komunikasi. Jika rasio saya masih tertutup dan terkunci dalam konsep lama, saya tidak bisa percaya Tuhan. Yang bisa percaya Tuhan yaitu mau melampaui kemungkinan either-or yang membatasi. Maka saat umur 17 tahun kurang 2 bulan, ada buku dan pendeta yang cukup baik dari luar negeri memberi penjelasan yang mengubah saya. Akhirnya saya mulai tunduk kepada Tuhan, merendahkan hati, dan berkata, “Tuhan, jika Engkau sudah menjawabku, aku akan berjanji berkeliling dunia menjawab pertanyaan-pertanyaan banyak orang. 

Banyak pemuda/i dan kaum remaja yang pintar memakai rasio meragukan Tuhan. Tolong beriku kekuatan dan pengertian, aku berjanji kepada-Mu pergi ke seluruh dunia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.” Sekarang saya sudah tua, tetapi masih menjalankan apa yang saya janjikan pada Tuhan. 

Tahun lalu, saya berkeliling ke AS, antara lain ke Columbia University, MIT, Harvard University, Boston College, Boston University, San Francisco University, UC Berkeley, Cornell University, dan Rockefeller College menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, menjalankan apa yang pernah saya janjikan di hadapan Tuhan. Saat dikunjungi orang besar itu, barulah Yosua tahu, let God be God. Jangan menaruh Allah di bawah wilayah ciptaan, lalu memakai logika ciptaan menekan Dia. Allah berhak dan layak “melawan” hukum, karena semua hukum Ia yang buat. 

Ia melampaui semua hukum. Di sini kita membentuk kembali bagaimana saya beriman Kristen dan menerima wahyu Tuhan yang melampaui akal. Terakhir saya menemukan, saat saya berpikir ini, saya berpikir bagaimana pikiran saya berpikir. Dengan pikiran memikirkan bagaimana pikiran berpikir. Di sini saya menemukan suatu kesulitan terbesar. Yang berpikir, yang dipikir, dan pikiran tentang bagaimana otak berpikir. Yang berpikir itu subjek, yang dipikir itu objek. Subjeknya dan objeknya otak. Lalu pikirannya yaitu bagaimana otak berpikir. 

Di situ saya mulai menemukan keterbatasanrasionalisme. Buntulah kesulitan manusia dalam hal pikiran, sehingga rasio bukan mutlak dan ada keterbatasan. Saat rasio berpikir tentang rasio itu sendiri untuk tahu bagaimana rasio berpikir, maka ada hal yang rasio tidak mengerti, karena rasio sendiri tidak tahu bagaimana berpikir. Semuanya kacau balau dan menjadi satu. Akhirnya saya menyerah. 

Saat sudah mengerti semua ini, saya berani menjadi hamba Tuhan yang rasional, tetapi bukan rasionalis. Saya memakai rasio, sebagai ciptaan Allah, untuk memikirkan tentang Allah. Tetapi Allah itu Allah, rasio itu rasio. Rasio diciptakan Allah, rasio bukan Allah, dan Allah bukan rasio. Allah lebih tinggi daripada rasio, maka iman tidak boleh dikurung, dibatasi, dan tunduk sebagai budak rasio. Iman harus melampaui rasio. 

Masih ingat buku dan film Da Vinci Code yang ditulis Dan Brown? Semua saya ikuti dan membuat suatu seminar untuk menjelaskan kemustahilan Da Vinci Code, di mana peserta di Jakarta saja sekitar 7.000 orang dan di beberapa kota Asia Tenggara lebih dari 48.000 orang. Saat itu buku ini terjual kurang lebih 60 juta eksemplar, maka tampaknya kekristenan akan dirobohkan dan dihancurkan seorang Dan Brown. 

Tetapi sekarang sudah lebih dari 20 tahun sejak buku itu terbit, kekristenan tidak roboh. Mustahil, manusia dengan otaknya mau melawan Allah yang melampaui otak. Kau berkata, jika manusia Kristen itu otaknya jelek, pikirannya rendah, pengetahuannya masih primitif, mudah dihancurkan. Saya membuktikan GRII bukan gereja yang mudah dihancurkan, tetapi secara bertanggung jawab menjelaskan firman Tuhan yang menaklukkan kaum intelektual yang tertinggi agar menyembah Tuhan dan takkan dirobohkan Dan Brown. 

Dengan semangat dan keberanian seperti ini, kita tampil di hadapan dunia intelektual. Kristen yang sudah teruji dan terbukti yaitu Kristen Reformed dan yang mau menginjili. Selama 500 tahun ini Reformed telah kukuh, gigih, berani, memelihara iman Kristen melawan semua serangan, baik dari filsafat, politik, agama, kebudayaan, mitologi yang berusaha menyerang kekristenan. Reformed mempunyai gabungan di antara rasional, tetapi bukan rasionalis. 

Kita berpikir, tetapi tidak menyembah rasio sebagai ilah. Akhirnya, kita bisa berdiri, melawan, dan bertahan. Tuhan yang coba diserang dan dihancurkan, bukan saja tidak hancur, malah yang mencoba menghancurkan Tuhan hancur sendiri. Karena Allah hidup adanya. Maka, istilah yang tepat bukan “Allah”, tetapi “Bapa”. Yang disebut Bapa yang Mahakuasa, berarti Dia Allah yang menjadi Bapa yang mengasihi kita. 

Lalu, kenapa frasa “Allah yang Mahakuasa” bisa ditolak. Tahun 1950, seorang filsuf sejarah Inggris terbesar, Sir Arnold Toynbee, menulis 12 volume A Study of History yang membahas tentang apa yang pernah terjadi di Barat dan Timur sepanjang sejarah. Ia membagi puluhan macam kebudayaan. Aztek, Maya, Babilonia, Romawi, Mesir, Siria, Tiongkok, Jepang, India, seluruh dunia diberikan ilustrasi dan penjelasan. 

Saat tuanya, ia menyimpulkan dengan menulis satu volume lagi A Study of History yang agak pendek. Toynbee berkata, jika Allah Mahakuasa maka hati-Nya tidak baik, hingga Ia masih mengizinkan setan mengganggu kita, membiarkan ada cacat dan sakit, agar kita menderita. Jika Allah Mahabaik pasti Ia tidak Mahakuasa. Allah Mahabaik artinya mestinya semua baik, sempurna, aman, dan sejahtera. 

Jika Allah Mahabaik pasti tidak Mahakuasa, jika Allah Mahakuasa pasti tidak Mahabaik, maka Allah itu salah satu, either-or. Seperti kasus Yosua, di mana Allah Mahabaik sekaligus Mahakuasa, hanya dapat dimengerti dari “Bapa”. Bapa penuh dengan kasih, kemurahan, hikmat, dan mempunyai niat yang baik bagi anak-anak-Nya dengan segala rencana dan pemeliharaan-Nya. Tuhan berkata, “Aku Mahakuasa dan Mahabaik, tetapi hal yang terjadi masih ada cacat, setan, kesulitan, dan sengsara karena 2 hal: waktu-Ku belum tiba dan Aku memproses umat-Ku dengan mendidik dan menguji mereka.” Jika kau sudah mengalami penerobosan dan pelampauan, di mana bukan either-or tetapi neither-nor, maka kau menjadi orang yang merdeka. 

Allah memiliki sifat melampaui, yaitu supratransenden atas segala sesuatu. Maka, kita melihat Allah selalu memakai neither-nor dan supratranscendent method dalam memberikan firman. Tuhan mau orang dengan hati yang murni terbuka kepada-Nya, agar Tuhan sendiri yang bekerja dalam hatinya, menjadikannya orang yang melampaui either-or yang bersifat mengikat dan membatasi. 

Tadi saya menyinggung 2 hal: “Aku Bapamu” dan “waktu-Ku belum tiba”. Anak berkata, “Kenapa Papa tidak memberikan saya uang sebanyak mungkin, engkau kan banyak uang?” Papa menjawab, “Aku tidak boleh memberimu banyak. Jika aku memberimu banyak uang, aku merusakmu dan melanggar didikanku atasmu.” 

Semua orang kaya yang memberi anaknya banyak uang, merusak mereka. Saya menyesali gereja ini karena beberapa orang kaya mengira saya selalu memarahi orang kaya dan sekarang tidak mau datang lagi. Tetapi kenapa saya berkata, “Kamu anak kaya dalam bahaya,” karena kamu lahir dalam keluarga kaya sehingga kamu tidak punya kesempatan berjuang yang cukup, karena mau apa pun kamu akan senantiasa diberi. 

Allah yang Mahakuasa tidak memberi segala yang kita doakan. Jika kau berdoa apa saja diberi, maka kau sudah mulai dibuang Tuhan. Yang kaudoakan tidak diberi, membuktikan Tuhan mengasihimu. Beri tahu orang kaya, “Pak Tong masih mengasihimu, masih ingin memarahimu lagi, coba kembali lagi.” Bagaimana boleh seorang ayah yang punya uang semuanya diberikan pada anaknya? Jika ayah mampu pun ia tidak boleh sembarangan memberikannya kepada anak. Salah mengerti kemahakuasaan dan kemahabaikan Allah akan merusakmu. Menjadi anak saya lebih sulit daripada menjadi anak pendeta lainnya. 

Saya keras sekali kepada anak-anak saya, karena mereka harus dilatih untuk berjuang, mengalami kesulitan, agar nanti kesuksesannya tahan uji. Biarkan anakmu berjuang sendiri, melawan kesulitan, kepahitan, dan segala kecacatan. Akhirnya ia mampu menangani dan mengalahkan semua, barulah ia jadi. Itulah ayah yang baik dan anak yang bahagia. 

Hari ini saya khusus menambah bagian ini untuk memberimu pengetahuan bahwa Yang Mahakuasa juga adalah Yang Mahakasih, tetapi karena kedua ini menjadi satu masih ada unsur lain yang membuat kita tidak bisa nikmat. “Waktu-Ku belum tiba untuk memberimu segalanya lengkap. Karena mengasihimu, Aku memberimu kesempatan berjuang. 

Saat kau berjuang Aku tidak boleh membantumu, karena jika Aku bantu maka kau akan hancur, niat perjuanganmu lenyap, dan kau tidak bisa sukses.” Kemahakuasaan dan kemahabaikan mengandung pengertian melatih dan memberimu semangat perjuangan agar kau punya fighting spirit. Jika di sekolah anakmu dimarahi gurunya, jangan bela anakmu. Datanglah ke sekolah, tanyalah dengan rendah hati, kenapa anakmu dihukum. 

Gurunya akan berkata, “Anakmu salahnya ini dan itu.” Setelah kau mengerti, lalu pulang menegur anakmu, maka ia akan menjadi baik. Saya sudah melihat semua orang tua yang membela anaknya, anak-anak mereka rusak semuanya. Tetapi orang tua yang berani menegur anak-anaknya dan bekerja sama dengan gurunya mendidik mereka dengan kasih, memberi mereka hukuman dan lalu penjelasan menyusul. 

Jika hukuman sudah dijalankan, penjelasan sudah lengkap, dan si anak sambil mengakui kesalahannya menerima hukuman, maka ia akan menjadi baik. Yang terpenting, kehendak-Mu jadilah, Kerajaan-Mu datanglah. Paulus berkata, “Bagiku dunia sudah disalibkan, bagi dunia aku sudah disalibkan.” Para pemuda/i yang dulu tidak pernah ke sini, sekarang mulai berdatangan mendengarkan. 

Di sini mencari kehendak Tuhan, makna dan mutu kehidupan, prinsip perjuangan, agar kau menjadi manusia yang berguna dan diberkati Tuhan. Ingatlah, “Ia Bapaku, Bapa yang Mahakuasa,” kenapa tidak melindungiku? Ia ada rencana lain, waktu-Nya belum tiba, dan agar kau bisa berbagian dalam semangat perjuangan. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (3) 

Kita pernah bicara tentang butir kedua ini sebelumnya, yakni sebagian tentang ke-Tuhan-an Yesus. Yahudi belum pernah membayangkan Yesus itu Tuhan. Mereka hanya tahu Yahweh-lah Tuhan, Raja, Pemilik, dan Allah sejati. Siapa yang dilahirkan wanita yang boleh disebut Tuhan? Bagi mereka ini konyol, tidak masuk akal, dan tidak bisa diterima. 

Maka, saat Pengakuan Iman Rasuli diutarakan pada dunia, mengejutkan umat manusia dan berbeda dengan arus sejarah. Yesus Kristus, Tuhan kita, Ialah Anak Allah yang tunggal, dinaungi Roh Kudus, dilahirkan anak dara Maria. Inilah butir kedua tentang Kristologi. Jika kita mengira kita sudah mengenal Kristus, maka kita masih jauh dari kesempurnaan, karena Alkitab mengandung kelimpahan dan kekayaan yang dikatakan tak terbatas. Ia memiliki Roh yang tak terhingga. 

Yesus diberikan Roh tak terbatas dalam diri-Nya, maka manusia sudah lebih dari 2.000 tahun mengisahkan dan mengkhotbahkan Kristus masih belum selesai, karena kelimpahan kekayaan yang melampaui pengetahuan, logika, dan rasio manusia. Dalam Kitab Filipi dan Efesus, Paulus berkata bahwa tersimpan kesempurnaan dan kelimpahan yang tak terhingga dari hikmat Allah di dalam diri Kristus, Anak-Nya. 

Kenapa Seminar Kristologi 30 tahun lalu saya selesaikan dalam 3 hari, tetapi setelah 35 tahun kita sudah 3 kali Seminar Kristologi (jam 09.00-16.00) dan masih belum selesai? Mungkin perlu beberapa kali lagi seminar dengan tema langka, tetapi berasal dari Alkitab, mengupas kelimpahan Kristologi. Yesus disebut sebagai Tuhan menggemparkan Kekaisaran Romawi, karena Kekaisaran Romawi hanya mengakui satu tuhan, yaitu kaisar. Bagi Romawi, kaisar itu anak dewa/ilah. Tetapi ilah-ilah mereka itu ilah mitologis. 

Bagi mereka, yang bisa jadi raja bukan anak manusia biasa, pasti anak ilah yang punya kuasa, hikmat, karisma, dan bakat yang luar biasa untuk menguasai dan mengontrol umat manusia. Mereka menjadi congkak dan menjadikan diri mutlak, melecehkan Kitab Suci dan Allah Yahudi. Mereka berkata, Yahudi tidak boleh memanggil Yahweh Tuhan dan harus memanggil kaisar Romawi sebagai tuhan. 

Yahudi membenci hukum ini dan tidak mau memanggil kaisar sebagai tuhan, hanya memanggil Allah saja Tuhan. Maka pembantaian dijalankan, tentara Romawi yang angkuh dan menganggap diri kekaisaran terbesar di dunia, tiada lawannya, mulai membunuh orang Yahudi, para imam mereka dibantai dan mengalirkan darah seperti sungai di Yerusalem. 

Tetapi orang Yahudi tetap berkata, “Biar para imam dan pemimpin kami dibunuh, kami tetap tidak mau memanggil kaisar tuhan, karena Tuhan kita hanya satu, tidak di dunia, tetapi di sorga, yaitu Yahweh, Sang Pencipta langit dan bumi.” Mereka semakin marah dan membunuh lebih banyak, tetapi tetap tidak satu pun yang mau takluk. Romawi mulai mempertimbangkan. Ini kelebihan dan keunikan Yahudi. Selama ribuan tahun, Yahudi tetap kukuh dan kuat sampai hari ini. 

Mereka menghasilkan Einstein, Karl Marx, dan orang-orang penting lain, di bidang musik, politik, pendidikan, dan keuangan. Ini bangsa yang sangat unik dan ajaib. Tiap tahun minimal ada dua orang Yahudi yang mendapat Nobel Prize. Horowitz, Rubinstein, Bernstein, para conductors terbesar banyak yang Yahudi. Mereka bilang, “Tidak, kami tidak menyembah yang lain. Kami hanya menyembah Yahweh sebagai Tuhan, karena Ia Pencipta langit dan bumi.” Akhirnya, Romawi berkata, “Sudahlah, bangsa ini diberi dispensasi, boleh menyebut Yahweh sebagai Tuhan. 

Walaupun kami tidak tahu Yahweh itu di mana, ada atau tidak pun saya tidak tahu, tidak lihat.” Maka, Yerusalem diizinkan menyebut Yahweh Tuhan, di luar tanah itu semua harus memanggil kaisar tuhan. Kaisar disebut tuhan, maka liarnya dan kasarnya sama sekali tidak masuk akal.  

Seluruh warga kekaisaran, dari hidup, tubuh, jiwa, dan kebebasannya, semua miliknya dan tidak ada hak memilih cara hidup dan memilih tinggal di mana. Suatu hari, Kaisar Caligula, duduk di serambi istana melihat kota Roma. Ia melihat sepasang suami istri baru keluar dari upacara pernikahan, berjalan pulang melewati istana. Caligula melihat pengantinnya sangat cantik, ia langsung birahi dan berkata kepada pengawalnya, “Tangkap wanita itu dan bawa ke kamarku.” 

Maka, suaminya dipukuli lalu istrinya diikat, dibawa ke istana, dan diperkosa kaisar 3 hari 3 malam. “Karena aku tuhanmu, aku memiliki tubuh dan jiwamu.” Ini Kekaisaran Romawi. Tahun 1920-an, Will Durant menulis buku, The Story of Philosophy, yang saat itu dalam 3 bulan terjual puluhan ribu volume. Ia menulis filsafat dengan gaya narasi, hingga menarik puluhan ribu orang membelinya. Buku itu sering dibaca Presiden Soekarno, dan banyak pengetahuannya diambil dari buku itu. Kurang lebih 40 tahun yang lalu saya membelinya. 

Durant berkata, Kekaisaran Romawi bukan dihancurkan tentara yang sangat kuat dari luar. Ia dihancurkan karena kerusakan dosa dari dalam mereka sendiri. Saya merenungkan hal ini. Suatu negara menjadi kuat jika negara itu menghormati seks, keluarga, dan kesucian. Tetapi jika negara melecehkan dan mempermainkan seks, melampiaskan nafsu, memerkosa, dan sebagainya, maka negara itu akan hancur. 

Pemerintahan yang sangat serius menghadapi persoalan pelecehan seks akan diberkati Tuhan. Ini dalil sejarah selama ribuan tahun. Kenapa Sodom dan Gomora hancur? Kekaisaran Romawi hancur? Di zaman Nuh, kenapa Tuhan menghabiskan dunia dengan air bah yang besar? Karena pelampiasan seks yang tak terkendali menjadi kebencian Tuhan. Kekaisaran Romawi yang saat itu terbesar sepanjang sejarah—melingkupi Asia bagian Barat, Afrika bagian Utara, dan seluruh Eropa—akhirnya hancur. 

Mereka membuat suatu kekaisaran dua sistem: Semua mesti memanggil kaisar sebagai tuhan dan takluk kepadanya, kecuali di Israel boleh memanggil Yahweh sebagai Tuhan. Hanya iman kepada Allah sejati yang membuat masyarakat berpendirian kuat. Bangsa-bangsa, besar maupun kecil, tidak mungkin tidak lenyap jika Tuhan menghendaki, dan semua ini tergantung sikap mereka kepada Tuhan. Sejarah menjadi guru besar yang mendidik kita bagaimana hidup lebih sesuai kehendak Tuhan. 

Saat Romawi melihat orang Kristen di antara Yahudi percaya Yesus juga Tuhan, maka mulai timbullah kemarahan mereka. “Dulu membiarkan kalian percaya Yahweh Tuhan, karena Yahweh tidak tampak. Tetapi sekarang memanggil Yesus Tuhan. Yesus yang lahir di Betlehem, besar di Nazaret, mati disalib di Golgota, manusia yang secara sejarah pernah ada.” Beda dengan para dewa Yunani yang tidak pernah hidup di dunia atau hidupnya sementara, kecuali Achilles dan Jupiter yang menurut mereka pernah datang muncul dalam sejarah. 

Tetapi mereka bukan seperti manusia yang pernah lahir dan dibunuh seperti Yesus. Maka, semua yang memanggil Yesus Tuhan dipenggal kepalanya. Dunia mulai berubah di zaman Paulus. Kenapa Paulus dipenggal kepalanya, sedangkan Petrus disalibkan? Karena mereka menghukum warga bukan Romawi dengan dipermalukan dan disalibkan. Sedangkan hukuman terberat warga Romawi yaitu dipenggal kepalanya. 

Kristen yang dibunuh selama 300 tahun mungkin lebih dari 3 juta manusia. Karena mereka tidak mau memanggil kaisar tuhan. Sekarang, Kristen abad ke-21 maunya hanya kekayaan dan berkat, lalu menjadi sombong. Inilah yang akan menghancurkan kekristenan yang bobrok, karena tertipu pemimpin Karismatik yang tidak jujur, tidak bertanggung jawab, dan tidak mencintai Tuhan. “Jika mau kaya berilah persembahan.” Perpuluhan dimiliki pendeta. 

Penipuan seperti ini menghancurkan kekristenan. Gereja yang baik, tidak penuh; gereja yang tidak keruan, penuh terus. Karena mereka hanya mau injil palsu yang tanpa salib, penyangkalan diri, dan ketaatan kepada Tuhan dan firman-Nya, dan hanya ingin memuaskan keegoisan diri. Gereja harus ingat, di abad pertama bagaimana orang Kristen menyangkal diri, memikul salib, menderita, dan mati martir karena menjalani kehendak Tuhan. 

Biarlah kita mengerti, mengingat, dan meneladani jemaat mula-mula yang setia kepada Injil dan Kristus. Butir ke-2, “Dan kepada Yesus Kristus, …, Tuhan kita,” tidak bisa diterima Kekaisaran Romawi. Semua pemimpin dunia sangat sombong. Pada Perang Dunia II, di Jepang ada Hirohito, di Jerman ada Hitler, di Italia ada Mussolini. Mereka merasa dirinya besar dan ilahi. 

Kata ‘Jepang’ berasal dari kata Ni (artinya matahari) dan Hon atau Pon (artinya asal/mula), maksudnya negara di mana matahari berasal, seluruh dunia melihat matahari karena matahari keluar dari Jepang. Jepang menganggap diri yang paling Timur, maka matahari terbit dari Jepang. Jepanglah yang memberkati bumi dengan menerbitkan matahari menyinari seluruh muka bumi. Sombong sekali. Matahari di sorga, keturunannya di bumi menjadi kaisar. 

Jadi, kaisar Jepang itu anaknya matahari, anaknya sorga. Kaisar turun dari langit, dialah yang terbesar, di seluruh dunia hanya satu ilah, yaitu kaisar Jepang. Saat PD II, Amerika menjatuhkan bom di Nagasaki dan Hiroshima, bom atom yang dijatuhkan ke Hiroshima dinamai Little Boy. Setelah Hiroshima dibom, karena radiasi atomnya, kulit penduduknya mulai bintik-bintik, menjadi luka darah yang beracun, dan dalam 1-3 tahun mereka akan mati. 

Beberapa tahun selanjutnya yang mati bertambah sampai lebih dari 150 ribu orang. Hiroshima dibom dengan Little Boy seperti jamur raksasa melanda langit, semua orang ketakutan. Dahsyatnya cahaya lebih dari 10 ribu kali matahari, sehingga orang-orang langsung mati, rumah-rumah yang hancur lebih dari 100 ribu. Saat dijatuhkan, bomnya meledak di langit tepat waktu yang ditetapkan, dan radiasinya mencapai lebih dari 10 km, maka semua penduduk di sana langsung mati. 

Di hari ke-3, kaisarnya baru sadar, ia hanya manusia, bukan anak dewa yang turun dari sorga. Sedangkan bom yang di Nagasaki dinamai Fat Man, yang ukurannya lebih besar lagi. Jenderal McArthur berkata, “Kita jangan memusnahkan Hirohito.” Karena ia diperdewa demikian mutlak. Jangan membuat seluruh Jepang membenci seluruh dunia, karena Jepang punya gairah, keberanian, kekuasaan, dan ambisi yang besarnya lebih dari Hitler/Jerman. Ini negara yang menakutkan. 

Tahun 1905 Jepang memakai kapal-kapal kecil mengelilingi, menghancurkan bagian bawah kapal induk Rusia dengan bom kecil-kecil, lalu menenggelamkannya. Jepang tidak takut kepada Amerika, Inggris, Spanyol, Prancis, Jerman, dan Rusia. Mereka menganggap Rusia negara terbesar secara teritori di dunia pun kalah, siapa lagi yang perlu mereka takuti. 

Maka, mereka sengaja pura-pura bersekutu dengan Hitler dan Mussolini, padahal sesudah selesai semuanya, Jerman dan Italia pun akan dihancurkan. Di atas kapal induk USS Missouri, Jenderal McArthur dan Kaisar Hirohito menandatangani perjanjian. “Sesudah ini Jepang menyerah, menarik kembali semua serdadu di seluruh dunia, dari Asia Tenggara, Hawaii, Amerika. Selain itu, tidak boleh lagi mengembangkan militernya (AD, AL, dan AU).” Jepang diikat agar tidak bisa berkembang lagi sampai hari ini. 

Sekarang Jepang sedang mencoba bergerak kembali, menguatkan militernya. Sejak tahun 1945 di bawah tekanan seluruh dunia, Jepang dan Jerman tidak boleh mengembangkan militer lagi. Ini salah satu sebab, Jerman dan Jepang bisa mengembangkan ekonominya. Dalam 20 tahun kemudian, Indonesia akan diberkati Tuhan dan berkembang, jika keadilan dan kejujuran bisa dijalankan dengan baik. Indonesia akan menjadi salah satu negara terkuat di dunia. 

Jepang, Jerman, dan Italia gagal, PD II selesai. Saat mulai PD II, Hitler mulai dari Eropa mengembangkan pengaruh dan kuasanya dengan arogansi yang tak terkendali. Tuhan membiarkannya. Saat Tuhan membiarkan seseorang, orang itu celaka dan bukan dapat kebebasan. Tetapi jika Tuhan masih mau campur tangan, menegur, menghindarkan, dan memberi batasan agar kebebasanmu diikat, dipengaruhi Tuhan, berarti Tuhan masih mencintaimu. Kita hidup dalam dunia yang serba paradoks dan tidak logis, tetapi itulah cara Tuhan menangani dan memberkati manusia yang melampaui pikiran kita. 

Hitler tidak pernah berpikir bahwa ia bisa kalah. Satu-satunya orang yang bisa membuat bom atom hanya ada di Jerman, seorang Yahudi. Tuhan mengizinkan Hitler membenci dan menganiaya Yahudi, akhirnya berkat yang sudah ditaruh di Jerman ditarik keluar. Einstein lari ke Amerika. Ini semua rencana Allah yang lebih tinggi dari para pemimpin dunia, karena yang memimpin sejarah bukan manusia tetapi Tuhan. Tuhan membiarkan penganiayaan Jerman atas Yahudi, lalu Yahudi melarikan diri ke Amerika. Akhirnya Amerika diberi tugas menghentikan PD II melalui bom atom. 

Hitler tahu ia tidak bisa menang, karena pimpinan Tuhan agar ia harus kalah, karena ia jahat, atheis, melawan Tuhan, dan menghina gereja. Tuhan membiarkan manusia bebas, liar, semau sendiri, sampai saat manusia sudah terlalu kurang ajar, Tuhan berkata, “Mené, mené, tekél ufarsin” (“Masa pemerintahan tuanku dihitung Allah dan telah diakhiri”). 

Apa yang dikatakan kepada Raja Belsyazar di Babel juga dikatakan pada Jepang dan Jerman. Saatnya tiba, Hitler tidak berani ada di muka bumi, ia turun ke bunker yang sangat dalam di bawah tanah. Tempat teraman di dunia, ia bersama pacarnya, beberapa jenderalnya, dan seekor anjing yang setia. Jika ia harus mati, pacarnya harus mati dulu. 

Dia tidak ingin membiarkan pacarnya dipermainkan musuh. Dan ia terlalu sayang anjingnya, ia juga membiarkan anjingnya mati. Saat semua laporan sampai ke bunker memberitahunya, bahwa sekarang pasukan Sekutu dan Rusia sudah masuk Berlin. Pasukan Rusia dipimpin Jenderal Zhukov, pasukan Sekutu dipimpin Jenderal Eisenhower. Kedua jenderal itu masuk ke Berlin, mau memperebutkan siapa lebih dahulu menaklukkan Hitler. 

Akhirnya mereka berdiri di atas bunker dan Hitler tidak tahu. Zhukov berjabatan tangan dengan Eisenhower. “Kita telah mengalahkan Jerman dan akan menyelesaikan PD II di Eropa. Hitler akan kita temukan dan bunuh.” Hitler tahu ia tidak ada hari depan dan tidak bisa melarikan diri, semua bawahannya sudah memberontak kepadanya, maka ia memberi racun yang pertama pada anjingnya yang sangat setia, lalu pada pacarnya. Sesudah mereka mati, akhirnya ia mengambil pistol dan menembak dirinya sendiri. 

Hitler dan Mussolini mati, tetapi Hirohito diizinkan hidup. Saat matinya, jasad Mussolini dibawa ke alun-alun kota Roma, orang-orang di Roma dipersilakan menghina dan meludahi mayatnya. Banyak orang sengaja datang untuk meludahi Mussolini. Seluruh badan Mussolini penuh ludah dan kotoran mulut. Ini cara Tuhan mempermalukan orang yang sombong. Saat para kaisar menganggap diri paling hebat, Tuhan mempermalukan mereka. 

Setahu saya, selain Yudas Iskariot yang gantung diri dan tubuhnya putus, hanya Saddam Hussein yang tubuhnya pun putus. Saya tidak mengerti, kenapa tulang dan uratnya tidak kuat. Semua orang yang digantung di sana, tubuhnya masih utuh. Hanya mereka yang tubuhnya putus dan jatuh. Tali rafia saja ditarik-tarik tidak mau putus, apalagi ini urat-urat di kepala, tetapi urat-urat di kepala Saddam putus. Tuhan mempermalukan dia. 

Para kaisar menyebut diri, “Akulah tuhan.” Maka, Tuhan mengharuskan Kekaisaran Romawi hancur. Sama seperti yang dikatakan Will Durant, bahwa Kekaisaran Romawi bukanlah dihancurkan kekuatan militer dari luar, tetapi dihancurkan diri mereka sendiri, yaitu pelampiasan nafsu seks yang tidak beres. Mereka hancur satu per satu. Jangan main-main dengan Tuhan. Sekarang saya tanya, “Siapakah Tuhanmu?” Kau menyebut “Yesus Tuhan” dalam mulutmu, bagaimana hatimu? Dari mana kita tahu siapa Tuhan kita? 

Dari perilaku dan kesungguhan serta dorongan jiwa kita, maka kita tahu Tuhan kita yang mana. Kenapa lihat wanita langsung birahimu timbul? Karena tuhanmu bukan Yesus, tetapi nafsu seks. Kenapa lihat tempat berjudi kau ingin masuk? Karena tuhanmu bukan Yesus, tetapi ketamakan. Kenapa jika ada kesempatan mencari uang lebih banyak meski caranya tidak beres, kau lupa ke gereja dan berdoa? Karena tuhanmu bukan Yesus, tetapi kerakusan. 

Siapa Allahmu? Siapa Tuhanmu? Biarlah kau mengintrospeksi diri hari ini, sekarang ini, dan datanglah pada Tuhan. Katakan kepada-Nya, “Tuhan, Engkaulah Tuhanku.” Jangan main-main. Barang siapa mempertuhankan seks, kekayaan, dan kekuasaan, biarlah ia bertobat. Jangan biarkan apa pun menjadi tuan dan raja kita. Hanya Yesus Kristuslah Raja kita, karena Ia yang telah menebus kita dengan darah-Nya dan kita kembali menjadi milik-Nya. Sepatutnyalah kita memanggil Yesus itu Tuhan kita.

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (4) 

Bagi Allah, tidak ada yang lebih penting daripada Kristus sendiri, karena Dia adalah Allah sendiri. Pengakuan Iman Rasuli di dalam bahasa Mandarin urutannya berbeda: “Aku percaya kepada Tuhanku Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria.” Kata “Tuhan” di depan. 

Saya akan memakai urutan ini menjelaskan butir ke-2. Istilah “Tuhan” tak pernah dipakai selain bagi Allah sendiri. Buddhis, Muslim, Konfusionis, atau Yudais, tidak pernah memanggil Sakyamuni, Muhammad, Kongzi, atau Abraham, Musa, Elia, Yesaya sebagai “Tuhan”. Agama apa pun tidak memanggil pendiri agamanya “Tuhan”, tetapi orang Kristen memanggil Kristus sebagai “Tuhan”. Kristus adalah Tuhan sebelum dan sesudah dunia diciptakan. Yesus itu Tuhan dan baru diketahui oleh orang Kristen yang percaya Ia mati dan bangkit. 

Tuhan Yesus bangkit dari antara orang mati, mengalahkan kuasa maut, dosa, dan setan. “Tuhan, Engkau memilikiku karena Engkau telah membeliku kembali menjadi milik-Mu melalui darah-Mu sebagai pembayaran harga tunai dan mahal.” Ketika orang Kristen mengerti iman ini, mereka akan mengikuti apa yang disodorkan oleh para rasul yang melihat sendiri Yesus bangkit dari antara orang mati. 

Sekitar tiga puluh lima tahun yang lalu di Manado, saya mendapat pertanyaan yang berbentuk serangan, “Tahukah Anda, bahwa Anda adalah orang paling bodoh di seluruh dunia. Kemarin Anda mengatakan bahwa Allah itu Tritunggal. Goblok! Tahukah bahwa 1 + 1 + 1 = 3 tidak mungkin 1 + 1 + 1 = 1?” Dengan tenang saya menjawab, “Berdasarkan ingatan saya, ketika saya berusia 7 tahun di kelas dua, saya diajar 1 + 1 + 1 = 3; tetapi seingat saya, ketika usia 8 tahun di kelas tiga saya diajar 1 x 1 x 1 = 1. Saya tidak tahu Anda naik kelas atau tidak. 

Apakah Anda masih di kelas dua sekarang?” Orang yang menghina saya menggunakan argumentasi untuk menjatuhkan saya, tetapi argumentasinya menunjukkan bahwa paradigmanya tidak berubah dan ia terus terkurung oleh paradigma yang salah. Thomas Kuhn, seorang filsuf sains yang sangat terkemuka, berkata, “Manusia perlu perubahan paradigma terus untuk bisa maju.” Alkitab satu-satunya Kitab yang sejak 3.000 tahun yang lalu telah mengobrak-abrik paradigma manusia agar berubah, dan perubahan itu termasuk bagian dari pertobatan. Paulus di dalam Roma 12 mengatakan, “Engkau harus terus berubah dan diperbarui (reform and transform).” 

Jika engkau tidak dibentuk ulang, maka tidak mengalami perubahan; jika engkau tidak mau membuka hati untuk menerima paradigma baru, engkau menjadi budak konsep dan ideologi lama yang membelenggu dan mematikan dirimu. Ketika membaca Alkitab pun, Roh Kudus perlu membuka hatimu, mencerahkan pikiranmu, memperbarui ide, barulah engkau dapat melihat. Alkitab berkata, harus ada perubahan dan transformasi. 

Melalui reformasi, dibentuk ulang, dibangun ulang, diatur ulang, dan digagas ulang (reform, reconstruct, reorganize, reidealize), diperbarui oleh Roh Kudus, barulah kita bisa berubah. Saya boleh gagal, hancur, dan mati, tetapi firman Tuhan yang ada di dalam diri saya tidak akan bisa dihancurkan, karena firman itu kekal, tanpa salah, dan melampaui segala kebijaksanaan manusia. Maka, kita bisa beriman, mendirikan gereja, memberitakan firman, menerima tantangan kebudayaan, agama, atau ideologi apa pun, untuk kita tampung, bandingkan, analisis, dan kritik. Kini kita akan melihat satu topik penting yang belum pernah saya bahas, yaitu bilakah Yesus disebut Tuhan. 

Tuhan Yesus disebut Tuhan secara samar di Perjanjian Lama, dan menjadi semakin jelas dan semakin berani di Perjanjian Baru. Di Perjanjian Lama, Yesus disebut Tuhan, tetapi istilah yang dipakai adalah “Hikmat”. Dalam Amsal 8 dikatakan, “Hikmat berkata, ketika Allah menciptakan langit dan bumi, Akulah arsiteknya.” Sebelum ada bangunan, terlebih dahulu harus ada ide di dalam pikiran arsiteknya. 

Arsitek punya ide, kemudian diungkapkan melalui gambar. Gambar itu menjadi landasan untuk memimpin bata, tanah, pasir, kayu, paku, dan segalanya, diperalat sesuai dengan yang dirancang. Arsitek harus memiliki hikmat. Arsitek Pertama adalah Tuhan alam semesta, yaitu: Yesus Kristus. Ia berkata, “Saat Allah menciptakan langit dan bumi, Aku ada di samping-Nya sebagai Arsitek.” Semua ditetapkan dengan dalil, ukuran, dan hikmat yang tertinggi. 

 Ada arsitek yang sedemikian pandai bernama Hemiunu yang sekitar empat ribu tahun lalu telah membuat piramida besar Khufu (Cheops) setinggi 140 meter. Rekor bangunan ini baru dipecahkan oleh Menara Eiffel pada tahun 1889. Menara Eiffel (300 meter) dua kali lebih tinggi dari piramida Khufu, yang membentuk satu paradigma baru di dunia bangunan. 

Ketika seseorang bertanya kepada Empek Gombak, seorang hamba Tuhan yang tinggal di Kudus, bekas pejudi yang bertobat dalam pelayanan John Sung, yang meneguhkan pertobatannya dengan memotong jempol tangannya sendiri dengan pisau besar untuk tidak berjudi lagi, “Bagaimana Tuhan bisa membuat langit yang begitu besar dan tidak pernah roboh?” Maka ia menjawab, “Itulah Tuhan. Jika engkau melihat langit belum roboh, masih tidak percaya Tuhan, engkau goblok.” Itu caranya berkhotbah. 

Ia tidak sekolah theologi, khotbahnya lucu sekali, “Coba lihat besarnya anugerah dan kuasa Tuhan. Langit sudah ribuan tahun tidak roboh, itu kebesaran Tuhan.” Khotbahnya susah dibantah atau dipikir panjang, orang langsung tertawa. Ia memang pendeta yang tidak pernah sekolah theologi, tetapi membuat banyak orang di Kudus pada zamannya menjadi Kristen. 

Mengapa Yesus disebut Tuhan? Hampir tidak ada buku theologi dari Barat maupun Timur membahas hal ini. Yesus dilahirkan ketika Agustus menjadi kaisar yang menyebut dirinya sebagai tuhan. Allah di sorga melihat hal ini tidak beres. Di dunia mulai ada tuhan palsu, maka Allah menurunkan Tuhan yang asli untuk diperlihatkan kepada manusia, agar manusia bisa membedakan kaisar yang mengaku sebagai tuhan dan Tuhan yang disalibkan. 

Ketika manusia menyebut diri sebagai tuhan, Tuhan yang asli turun dari sorga, agar manusia tidak menyeleweng. Ketika sejarah manusia mulai angkuh, menyeleweng, dan memalsukan diri sebagai ilah, maka Allah campur tangan, merendahkan diri, turun menjadi Tuhan di tengah manusia. Saat ini kita melihat orang-orang dunia sedang sibuk mau menjadi jagoan. Donald Trump ingin menjadi jagoan dunia, dan Xi Jinping ingin menjadi jagoan Asia. 

Banyak orang berusaha mengubah sejarah agar memenangkan kemauan manusia. Tetapi Allah berkata, “Aku tetap Raja dan Tuhanmu.” Banyak upaya manusia di dunia, dan saya tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi saya tahu satu hal: rencana Allah lebih tinggi daripada rencana manusia. Kita melihat Tuhan tidak meninggalkan manusia berjalan di hari depan. 

Pada tahun 260 SM, di Tiongkok ada seorang raja yang begitu angkuh, bernama Ying Zheng. Ia berkata, “Sekarang aku menjadi kaisar, bukan raja biasa, lebih besar dari semua raja. Semua raja selama ribuan tahun sejarah Tiongkok kalah daripadaku. Aku yang terbesar.” Ia menyebut dirinya sebagai huàngdi (kaisar; raja di atas segala raja). Dialah kaisar pertama Tiongkok (dikenal sebagai Qin Shi Huang). 

Ia orang terkuat sepanjang 6.000 tahun sejarah Tiongkok, tetapi dinastinya adalah dinasti yang paling pendek, tidak sampai 20 tahun sudah hancur (221-206 SM, dilanjutkan dengan dinasti Han). Tuhan tidak mengizinkan manusia menyombongkan dan memutlakkan diri sebagai ilah. Pemerintah yang menghormati Allah, mencintai, dan memperlakukan rakyatnya secara manusiawi, tidak mungkin tidak diberkati Allah. 

Seorang pengusaha mebel dari Solo yang bernama Joko Widodo, bisa menggantikan Soekarno, Soeharto, dan Habibie. Tuhan bisa mengubah nasib seluruh dunia, karena Ia itu Tuhan. Saat manusia menyebut diri Tuhan, maka Tuhan marah. Allah murka kepada Qin Shi Huang, maka di usia 50 tahun ia wafat. Ironis, karena ia paling takut mati. 

Ia terus mencari obat panjang umur di mana-mana. Akhirnya, seorang tabib berkata, “Ada obat ajaib, mujarab, membuat umur panjang, namanya mercury (air raksa).” Sekarang dunia kedokteran sudah membuktikan, bahwa mercury membuat orang cepat mati. Tetapi saat itu, Qin Shi Huang tidak mengerti sains, dan yang dia tahu hanya mau umur panjang, maka ia makan mercury. 

Banyak cara Tuhan bekerja melalui sejarah. Tidak sampai 30 tahun, ia telah mempersatukan Tiongkok dengan Tembok Raksasa yang panjangnya sekitar 8.850 km. Saat itu, kebudayaan Tiongkok adalah kebudayaan sapi, sementara kebudayaan Mongol adalah kebudayaan kuda. Kedua kebudayaan itu saling berbenturan dan yang menang selalu kebudayaan kuda. Kebudayaan kuda tidak mau menanam dan menuai, mereka hanya datang menyerang dan merampas. 

Jika kaum Mongol datang ke desa-desa Tiongkok, para wanita dan prianya dipukuli, tuaiannya diambil. Setelah dirampas, orang Tiongkok tidak mau berperang balik, maka mereka membuat tembok tinggi agar orang Mongol tidak bisa masuk. Mereka membuat tembok raksasa setinggi 8-10 meter, dan setiap sekitar 60 meter ada kubu yang ada tempat api. 

Jika musuh datang, mereka menyalakan api dan menghasilkan asap. Asap hitam berarti musuh sudah datang, asap putih berarti sudah aman. Seluruh sejarah merupakan panggung permainan manusia yang berusaha melawan Tuhan. Setelah Qin Shi Huang, 200 tahun kemudian terjadi kaisar pertama di Barat, yaitu Kaisar Agustus. Pada zaman Agustus, Tuhan mengutus Yesus, lalu manusia mana pun yang menyebut Yesus itu Tuhan harus dipenggal kepalanya. Allah mau memberi tahu manusia, yang disebut Tuhan ialah Yesus, Allah yang menjadi daging dan darah. Ini membuat semua paradigma berubah, berbeda, yang membuat kita kagum dan taat di hadapan Tuhan. 

Kita harus taat kepada Tuhan, karena hikmat Tuhan berbeda dari hikmat manusia. Ketika manusia menyebut diri sebagai tuhan, Tuhan Allah mengirim Yesus ke dunia. Injil Lukas mencatat ketika Agustus menjadi kaisar, Yesus lahir di Betlehem (Luk. 2:1-7). Yang satu berada di takhta manusia yang tertinggi, 

Yang Satu lagi berada di tempat terendah, di palungan tempat makan hewan. Yang satu di tempat politik dan militer yang terkuat, Yang Satu lagi di tempat yang tidak ada kekuatan politik, militer, tidak ada dukungan sosial, hanya ada tempat hewan yang bau. Inilah cara Tuhan menyatakan ketuhanan, hikmat, dan kemuliaan-Nya yang melampaui hikmat manusia. 

Ketika Tuhan Yesus lahir, tidak seorang pun mengerti dan menyambut-Nya, maka Tuhan harus menyuruh malaikat memberi tahu para gembala di Betlehem dan para majus di Timur. Tuhan tidak memberi tahu orang Yahudi, karena orang-orang Yahudi merasa mereka sudah mengenal Tuhan, sama seperti banyak orang Kristen hari ini yang menganggap diri sudah mengenal Tuhan.  

Agustus menjadi kaisar Romawi, kekaisaran terbesar sepanjang sejarah sampai Kristus lahir. Hingga kelahiran Kristus, sejarah Romawi sudah ada 753 tahun. Menurut legenda, ada seorang putri melahirkan dua orang bayi kembar lalu mati. Kedua bayi itu yang ada di padang belantara ditemukan oleh seekor serigala betina (capitolina), yang kemudian memeliharanya. Kedua bayi ini bertumbuh menjadi anak yang kuat dan diberi nama Remus dan Romulus. 

Setelah dewasa, mereka menjadi prajurit yang kuat, gagah, berani, dan kejam. Mereka selalu menang dalam setiap peperangan. Lalu mereka mendapatkan tanah dan menyebutnya sebagai Romawi. Romulus membangun Kerajaan Romawi yang dimulai dengan membangun kota Roma (753 SM). Ia mengatur dan memerintah, dan agar rakyatnya bisa damai dan aman, maka ia membangun tentara yang kuat. Semua musuh-musuh Romawi dikalahkan. Sampai 753 tahun kemudian, Yesus baru lahir. 

Menurut catatan sejarah, Romawi tidak memakai kekuasaan untuk membesarkan diri, tetapi memakai kuasa militer untuk melindungi teritori mereka. Demi memperluas teritori Romawi, maka harus terus berperang. Bukan mau menjajah, tetapi memelihara diri. Dari motivasi pertama memelihara diri, muncul dampak sampingan (side effect) memperluas negara, maka satu per satu bangsa ditaklukkan. Teritorinya sampai hampir melingkupi seluruh Eropa Barat. 

Eropa Selatan dimiliki Romawi dengan kota Roma sebagai pusat. Mereka berperang ke Timur dan Barat, sampai ke Spanyol, Prancis, Jerman, Denmark, Normandia, menyeberangi laut, menjajah Inggris dan Skotlandia. Romawi menjadi kekaisaran terbesar sepanjang sejarah, yang melampaui Akkadia, Mesopotamia, Babilonia, Asyur, Persia, Mesir, dan semua kekaisaran yang pernah ada. 

Romawi menjadi satu-satunya kaisar yang memiliki tiga benua, seluruh Kepulauan Makedonia, Kreta, Sisilia, Korsika, pulau-pulau di Laut Mediterania, Ithaka, dan Laut Aegea. Lalu ditunjuk seorang jenderal untuk masing-masing tempat. Ketika militer Romawi semakin besar, muncul seorang genius, yang bernama Kaisar Yulius (Julius Caesar). Akhirnya “Caesar” dipakai sebagai gelar untuk para kaisar Romawi, untuk mengenang Julius Caesar. Julius Caesar sendiri belum pernah menjadi kaisar, tetapi kekuasaan dan keberaniannya mirip kaisar. 

Ia memiliki kekuatan militer melampaui kaisar lainnya. Ia sering kali mendahului semua tentaranya naik ke bukit dan melihat seluruh tanah, lalu ia berkata, “Aku datang, aku melihat, dan aku menaklukkan.” Ia turun bukit, membuat strategi perang, lalu menaklukkannya. Hampir tidak ada tempat yang tidak bisa dikalahkan. Akhirnya, ia menjadi pemimpin tertinggi di Romawi, karena saat itu belum ada kaisar atau raja. Sesudah semakin tua, kuat, dan berkuasa, ia menjadi diktator tertinggi. 

Diktator berarti tidak boleh dilawan, dibantah, dan semua harus takluk. Para pemberontak mulai memperkuat diri untuk melawan, tetapi tidak ada yang berani bicara, hanya menyimpan dendam dalam hati. Ini selalu terjadi di seluruh dunia. Julius Caesar membentuk parlemen di mana semua wakilnya harus datang, berbicara dengannya, mengikuti instruksinya, dan menerima perintah untuk menguasai seluruh daerah Romawi. 

Romawi yang pada mulanya hanya menjaga teritori, kini mulai menyerang kerajaan dan bangsa lain. Suatu hari, ia masuk parlemen untuk rapat dengan para jenderalnya. Di pintu masuk puluhan orang dengan pakaian putih seragam menyambut dan memberinya hormat. Ia menganggap itu sudah seharusnya. Begitu masuk, semua orang itu mengikatnya dan mulailah pembunuhan secara terbuka. 

Setiap orang dari setiap sudut menusukkan pisau ke badannya, termasuk Brutus, anak angkatnya. Shakespeare, pujangga Inggris menuliskan kisah ini. Inggris menghasilkan seorang pujangga besar saat Inggris makmur dan jaya. Inggris mulai turun kejayaannya sejak tahun 1840 ketika mereka menggunakan opium (ganja) untuk membuat bangsa Tionghoa menjadi pecandu, agar lemah dan bisa dihancurkan Inggris. 

Tahun 1860, Perang Opium II melanda Tiongkok karena poundsterling Inggris ‘diambil’ oleh orang Tionghoa melalui sutra, teh, dan keramik (piring, guci, dan barang antik). Tahun 1840, uang Inggris semua masuk Tiongkok. Uang Tiongkok tidak masuk ke Inggris. Inggris mulai miskin, Tiongkok mulai kaya. Inggris ingin merebut kembali poundsterling dari Tiongkok dengan cara memaksa orang-orang Tionghoa membeli opium dan ganja. Itulah imperialisme. 

Lalu Inggris berkata, “Tiongkok sudah lemah, mari kita jarah semua barang terbaik di negara mereka.” Maka koalisi delapan negara mengirim pasukan ke Tianjin. Dengan meriam mereka memorakporandakan tentara Tiongkok. Dari Tianjin mereka menuju Beijing dalam lima puluh lima hari. Di tengah perjalanan lima puluh lima hari itu mereka memperkosa wanita-wanita cantik dan membakar rumah-rumah. 

Sampai di Beijing, istana The Garden of the Gardens yang dibuat puluhan tahun direbut dan dijarah habis. Para jenderal Inggris dan Prancis mengumpulkan tentaranya berkata, “Kami berikan izin 3 hari boleh menjarah semua barang termahal dan bermutu di kekaisaran Tiongkok.” Hari pertama, para tentara mengambil barang-barang yang besar sampai tidak bisa mengangkatnya, lalu ditaruh di tengah jalan. Hari kedua mereka mencari barang yang lebih kecil. 

Hari ketiga mereka mencari berlian, emas, dan perhiasan yang sangat mahal yang dipakai para ratu, selir, dan perlengkapan makan mereka. Di Museum Victoria and Albert di London, ada sekitar 4.000 barang keramik hasil jarahan tahun 1840-1860 ini. Inggris paling kaya di zaman Ratu Victoria, dan setelah ia wafat, kemuliaan Inggris mulai pudar. Inggris mulai hancur sejak tahun 1912, karena saat itu mereka sudah begitu angkuh dan menjadi ilah, “Kami membuat kapal besar, Titanic.” Mereka menyatakan bahwa besarnya Titanic melampaui semua kapal yang pernah dibuat di Rusia, Jepang, Prancis, dan Jerman. 

Tetapi saya ingin membocorkan satu fakta, bahwa kapalnya Sam Po Kong juga panjangnya 260 meter, sama panjang seperti Titanic dan itu telah ada 550 tahun yang lalu. Inggris baru berjaya sekitar 200 tahun yang lalu. Sekitar 500-600 tahun yang lalu, negara terbesar di dunia adalah Tiongkok. Tetapi setelah para kaisar Kangxi, Yongzheng, dan Qianlong, Tiongkok mulai angkuh dan Tuhan membuang Tiongkok. Kita perlu belajar mengerti sejarah yang penting. Sesudah Inggris semakin angkuh sampai memuncak, Tuhan membuang Inggris. 

Demikian pula, ketika Rusia menjadi angkuh, Tuhan membuang Rusia, dan jika Amerika terus semakin angkuh, Tuhan juga akan membuang Amerika. Inilah sejarah. Ketika Tuhan mau memberikan Tuhan yang sejati kepada manusia, Ia menunggu kekaisaran Romawi sampai pada puncak keangkuhannya, yaitu pada saat Antonius dan Oktavianus berebut kuasa, akhirnya Antonius dikalahkan karena ia tertidur di samping Cleopatra, tidak berperang dan hancur. Maka Oktavianus yang menjadi kaisar, dengan nama Kaisar Agustus. Pada saat Oktavianus menjadi Kaisar Agustus, Yesus lahir memberikan Tuhan yang asli kepada dunia. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (5) 

Dalam butir kedua Pengakuan Iman Rasuli, ada empat frasa yang perlu kita perhatikan: 
1) Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal; 
2) Tuhan kita; 
3) Yang dikandung dari Roh Kudus; dan 
4) Lahir dari anak dara Maria. 

Di dalam empat frasa ini terkandung kelimpahan pengenalan kita akan Kristus. Telah kita bicarakan sebelumnya bagaimana Kristus hadir pada saat Romawi menegakkan kaisar pertama yang mengaku diri sebagai Tuhan. 

Kekaisaran Romawi merupakan kekaisaran terbesar sepanjang sejarah. Sebelum Agustus menjadi kaisar, sudah ada beberapa orang hebat dalam kerajaan ini, seperti Pompey, Julius Caesar, dan Antonius. Sekitar 70 tahun sebelum Kristus lahir, Julius Caesar merajalela. Ia adalah seorang jenderal yang hebat dan kuat. Ia terus memperluas teritori Romawi, bertahun-tahun perang di Utara, di daerah Gaul (Prancis sekarang), ia kembali ke Roma, mengalahkan Jenderal Pompey dan menjadi diktator dalam kekaisaran Romawi. Tiga tahun kemudian mendadak ia dibunuh. 

Orang besar seperti dia, yang begitu hebat, dan karena terlalu keras berkuasa, ia menanamkan kebencian kepada bawahannya. Suatu hari ketika ia hadir di dalam parlemen, tiba-tiba anak buahnya mengeluarkan pisau dan menusuk dia. Di saat satu per satu menusukkan pisaunya, datang seorang jenderal muda, anak angkat yang sangat ia sayangi, yang bernama Brutus; ia juga mengeluarkan pisau dan menusuk Julius. Julius dengan muka serius berkata, “Brutus, kamu jugakah?” dan meninggallah ia. Pada saat berita itu tersebar luas, rakyat marah dan mau mencari siapa pembunuhnya dan ingin membalasnya. 

Di saat itu, Antonius berdiri di sebelah mayat Julius Caesar dan berpidato. Pidato ini dianggap sebagai salah satu pidato yang paling menggugah umat manusia dan menggunakan teknik orasi yang terbaik. Pada awal pidatonya, Antonius begitu menyanjung Julius Caesar sebagai orang yang hebat, yang punya kekuatan besar, dan sebagainya. 

Tetapi dalam sepuluh menit, ia mulai membalikkan situasi, ia mulai mengatakan, “Orang ini sangat keras, orang yang berkemauan kuat, diktator, kuasanya terlalu besar, sehingga kita harus waspada dengan orang ini. Hari ini, jika negara kita mau maju, apakah masih memerlukan orang seperti ini? Dulu memang perlu, tetapi sekarang tidak. Sekarang dia berusaha menguasai dan memperbudak kita semua. 

Oleh karena itu, kita perlu membunuhnya.” Mendadak suasana berubah. Semua orang yang sebelumnya begitu mencintai Julius Caesar, sekarang berbalik membencinya, akibat dari sebuah pidato. Seorang yang fasih lidah, berotak pandai, tetapi hatinya tidak jujur, mungkin bisa mempunyai hasutan yang menakutkan. 

Sesudah pidato Antonius, semua orang setuju Julius Caesar harus dibunuh. Maka suasana berhasil diredakan. Sesudah itu, Antonius merebut kekuasaan. Setelah Julius Caesar mati, kekuasaan jatuh kepada tiga orang, yaitu: Brutus, Antonius, dan Octavianus. Antonius mempunyai kelemahan besar seperti Julius Caesar, yaitu meleleh jika melihat wanita cantik. 

Julius Caesar pernah mempunyai seorang wanita simpanan yang menjadi ratu Mesir, yaitu Cleopatra. Kecantikannya melampaui semua wanita dan sampai sekarang diakui sebagai salah seorang wanita tercantik di sepanjang sejarah. Kecantikannya membuat para jenderal tidak bisa tidur dan lupa akan kewajibannya, karena ingin tidur dengannya, termasuk Julius Caesar dan Antonius. 

Setelah Jenderal Pompey mati, pesaing Antonius yang tersisa ialah Octavianus. Saat Octavianus tiba di Mesir, Cleopatra ingin membiusnya agar Octavianus jatuh cinta kepadanya, karena ia tahu bahwa jenderal ini mempunyai kuasa yang sangat besar. Tetapi ia gagal merayu Octavianus yang bermaksud mengalahkan Antonius. Antonius sudah terbius oleh Cleopatra dan tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk berperang, meskipun ia menggabungkan pasukan Romawi dan pasukan Mesir. 

Octavianus tidak tergoda pada wanita dan mempunyai keberanian dan kekuatan yang lebih besar, sehingga akhirnya dapat mengalahkan Antonius. Setelah Antonius kalah dan mati, Cleopatra tahu bahwa ia sudah tidak memiliki harapan lagi, karena Octavianus tidak mencintai dia dan yang dicintainya sudah mati. Maka menurut legenda Mesir, ia bunuh diri dengan memegang ular kobra sampai ular itu menggigitnya dan racun ular berbisa itu masuk ke tubuhnya. 

Lalu, ia juga menusuk mati dirinya. Sesudah itu, Mesir tidak lagi memiliki kuasa yang besar. Ratusan tahun kemudian, Mesir kembali mempunyai seorang firaun yang bukan orang Mesir. Kejayaan Mesir hancur sama sekali, karena Allah tidak memerlukan Mesir lagi. Setiap kerajaan yang besar, setelah kehendak Tuhan atas kerajaan itu selesai, maka kerajaan itu dibuang. Musa mendapatkan Sepuluh Hukum, maka Mesir tidak diperlukan lagi. 

Daniel sudah mendapatkan wahyu Tuhan, maka Babilonia tidak diperlukan lagi. Ketika Daniel sudah menjelaskan kehendak Tuhan, maka Belsyazar dihancurkan, Ahasyweros, dan Asyur tidak diperlukan lagi. Semua orang penting, seperti Yusuf, Daniel, Yunus, Ester, dan Paulus, berada di dalam kerajaan-kerajaan terbesar di dunia. Sekarang, Mesir, Persia, Niniwe, dan Romawi sudah tidak ada lagi, karena Tuhan tidak membutuhkan kerajaan-kerajaan yang angkuh. 

Tuhan memakai orang untuk memberi peringatan dalam suatu kerajaan, seperti Yusuf dan Daniel. Yusuf berkata, “Tuhan Allah yang memberitahumu sejarah akan menjadi seperti apa.” Daniel berkata, “Agar engkau mengerti, bahwa kuasa Allah di atas kuasa manusia.” Semua ini berita Alkitab yang sangat penting, yang sering kali tidak diperhatikan oleh orang Kristen. 

Kaum akademisi dunia juga tidak menganggap penting orang seperti Musa, Daniel, dan sebagainya. Di dunia ini ada dua arus, yaitu: 1) Arus yang diakui struktur dunia—baik politik maupun akademik—yang dengan keangkuhannya menuliskan sejarah; dan 2) Arus dari Tuhan yang tersimpan dalam catatan Alkitab dan pimpinan Roh Kudus. 

Kebanyakan orang tidak menganggapnya penting, tetapi itu yang menentukan nasib seluruh umat manusia. Sekitar 70 tahun yang lalu, kaum akademisi berkata, “Tidak ada orang yang namanya Pilatus. Tidak perlu memperhatikan Alkitab. Hanya orang Kristen yang membaca Alkitab dan percaya kepada Tuhan.” Para cendekiawan Universitas Sorbonne, Prancis, lembaga akademis yang sangat tinggi di dunia, tidak mengakui kebenaran Alkitab. 

Sampai suatu saat sekelompok orang penting di Inggris meletakkan jabatannya, pergi ke Turki, dan Israel melakukan penelitian arkeologi. Mereka bukan mau mencari bukti untuk mendukung Alkitab, tetapi mau melakukan penelitian akademis untuk meraih pencapaian pribadi. Akhirnya, mereka yang justru membuktikan keberadaan Pilatus, seorang gubernur Romawi yang membunuh Yesus. 

Demikianlah mereka menyatakan bahwa Alkitab benar adanya. Orang Kristen jangan ikut-ikutan mengirim anak-anakmu belajar ke Jerman, Amerika Serikat, karena kebanyakan mereka akan dipengaruhi kaum akademisi yang tidak lagi percaya Alkitab. Mereka mengira dasar perkembangan Eropa adalah pemikir-pemikir Prancis, padahal dasarnya adalah humanisme. 

Seorang yang setelah mengamati Eropa berkata kepada saya, “Setelah diperhatikan, saya baru tahu bahwa dasar perkembangan seluruh Eropa bukanlah Renaissance ataupun Enlightenment, tetapi Reformasi.” Pengertian ini benar, sesuai prinsip Alkitab. Setelah Julius Caesar mati, Brutus dikalahkan, Antonius mati, dan Cleopatra bunuh diri, maka Octavianus merajalela di seluruh kekaisaran Romawi, dan parlemen mengangkatnya menjadi kaisar. 

Octavianus dilantik menjadi Kaisar Agustus dan menjadi tuhan atas semua warga kekaisaran Romawi. Pada saat itulah Yesus lahir. Kristus dilahirkan saat manusia angkuh dan gila dengan mengangkat seorang jenderal menjadi tuhan. Allah berkata, “Tidak, ia bukan Tuhan, ia hanya seorang manusia yang bisa mati.” Seorang jenderal pada akhirnya akan tua dan mati. Manusia bukan Tuhan. Tuhan ialah Allah yang menjadi manusia. 

Apakah manusia suka Allah menjadi manusia? Tidak. Apakah manusia percaya Allah menjadi manusia? Tidak. Tetapi inilah berpikir secara paradoks. Memakai kebenaran yang dikatakan sebagai tidak masuk akal, tetapi melampaui kebijaksanaan manusia, untuk membuktikan bahwa “Akulah Allahmu; Anak-Ku adalah Tuhanmu” sehingga Tuhan Yesus lahir sebagai Tuhan, Raja, dan Saksi Kebenaran. 

Yesus berkata di hadapan Pilatus, “Akulah Kebenaran. Engkau mengatakannya bahwa Aku adalah Raja. Aku datang ke dunia ini supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan Aku.” Dan Pilatus merespons, “Apa itu kebenaran?” Pilatus tidak percaya adanya kebenaran, tetapi Yesuslah Sang Kebenaran. 

Dan Ia melalui kelahiran-Nya di palungan dan kematian-Nya yang paling keji, paling hina, paling kejam, dan paling miskin di atas salib, telah menjadi Tuhan yang sejati. Di manakah Kaisar Agustus sekarang? Sudah tidak ada. Di manakah Julius Caesar sekarang? Tidak ada. Sekitar 150 tahun yang lalu, ada seorang yang mengerti rahasia ini tanpa ia sadari. 

Ia adalah Napoleon. Napoleon dan Hitler sama-sama bersalah, dan kelihatannya sama-sama tidak pergi berperang ke Barat, tetapi malah ke Timur. Kedua-duanya memilih tanggal yang sama, yaitu 14 Februari, yang satu tahun 1812 dan yang satu lagi tahun 1942, mereka keduanya pergi berperang ke Rusia dan kedua-duanya kalah total di Rusia. Akhirnya, kedua-duanya selesai kariernya di sana, kedua-duanya dihukum dan mati. 

Napoleon mati di Waterloo, dikalahkan oleh jenderal Inggris, Arthur Wellesley, sedangkan Hitler dikalahkan oleh Jenderal Eisenhower dan Jenderal Zhukov di Berlin. Di sebuah bungker ruang bawah tanah di kota Berlin, Hitler menembak dirinya sendiri setelah memberi istri dan anjingnya minum racun. Napoleon dan Hitler keduanya gagal, karena Tuhanlah yang menguasai sejarah. Tuhanlah yang menghakimi manusia. 

Tuhan yang sejati tidak tampak, tetapi kuasa-Nya Mahabesar. Semua kuasa politik menganggap dirinya yang paling hebat. Banyak orang, ketika belum menjadi presiden, mencintai rakyat, dan setelah menjadi presiden, menindas rakyat. Sejarah berulang kali mengulangi hal yang sama sampai sekarang. 

Tuhan bosan melihat perpolitikan umat manusia. Siapakah engkau? Engkau hanya hidup beberapa puluh tahun, dilahirkan telanjang tanpa pakaian untuk hidup beberapa puluh tahun kemudian mati, dikuburkan, dan tubuhmu dimakan ulat. Engkau hanyalah manusia. Tuhan bosan melihat kesombongan manusia. Yesus lahir, Allah menjadi manusia, Yesus mati dipaku di kayu salib, kemudian masuk ke dalam kemuliaan. 

Ia berbeda dibanding semua pemimpin politik yang begitu angkuh dalam kuasa. Ia merendahkan diri, rela sedemikian dihina, maka Allah mempermuliakan Dia. Bersyukur kepada Allah, bahwa kita memiliki Tuhan. “Aku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Allah menjadi manusia. Anak Allah yang tunggal.” Yesus dilahirkan sebagai Tuhan, tetapi tidak dilihat sifat ketuhanan-Nya. 

Sampai akhirnya melalui iman, barulah kita menemukan, bahwa yang begitu hina seperti Allah, yang mati seperti yang mulia, yang sedemikian dipermalukan setia pada kuasa, yang begitu lemah sebenarnya mempunyai kuasa yang terbesar. Dari kelembutan, Tuhan menyatakan kekuasaan; dari dipermalukan, Tuhan menyatakan kemuliaan; dari kebodohan, Tuhan menyatakan kebijaksanaan. 

Ini yang tersimpan di dalam surat Paulus kepada jemaat Korintus pasal pertama. Allah memakai yang dianggap bodoh oleh manusia untuk menyatakan kebijaksanaan-Nya yang tertinggi. Allah memakai yang dianggap lemah bagi manusia untuk menyatakan kuasa-Nya yang terbesar. Allah memakai yang dipermalukan manusia, untuk menyatakan kemuliaan terbesar-Nya di alam semesta. Salib-Nya, salib-Nya, selamanya mulia. Yesus berbeda dengan Iblis. Meskipun Iblis bukan Allah, ia ingin menjadi Allah. 

Akhirnya, ia dilemparkan menjadi setan. Yesus adalah Allah yang rela menjadi manusia, akhirnya diangkat lebih tinggi dari semua manusia. Inilah dua jalan yang berlawanan. Yesus bukan saja menjadi Penebus Gereja, tetapi juga menjadi Teladan Gereja. Karya Kristus jangan hanya dimengerti sebagai penebusan untuk menyelamatkan kita saja. 

Itu memang yang paling penting, itulah jiwa Injili, itulah jiwa Reformed. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Yesus juga turun dari sorga menjadi teladan karakter yang suci, baik, anggun, hormat, rela berinkarnasi, serta menyangkal diri dan merendahkan diri. Itulah sifat seperti Tuhan. Kiranya kita berkata, “Aku ingin seperti Engkau, ya Allah. 

Aku ingin serupa dengan Kristus. Bagaimanapun rendah dan hinanya, akhirnya akan dimuliakan Tuhan.” Alkitab berkata, “Ia adalah Tuhan kita, Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal.” Kalimat Pengakuan Iman Rasuli dilanjutkan dengan dua frasa lagi, yaitu: 
1) Dikandung oleh Roh Kudus dan 
2) Dilahirkan dari anak dara Maria. 

Kelahiran Yesus bukan memalukan. Kelahiran Yesus tampak paling hina, di palungan, tidak ada pakaian, dalam keadaan yang sangat miskin. Tidak ada orang pada hari ini, yang ketika lahir tidak langsung diberi pakaian yang sudah dipersiapkan oleh orang tuanya sebelumnya. 

Hanya Yesus yang saat kelahiran-Nya tiba, orang tuanya tidak sempat, dan tidak punya uang, lalu memakai lampin untuk membungkusnya, seperti yang dikatakan oleh malaikat. Yang terlihat paling hina, remeh, miskin, akan menaklukkan orang paling berkuasa di seluruh dunia. Banyak orang kaya takluk kepada Yesus Kristus yang terlihat begitu miskin. “Aku percaya kepada Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung oleh Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria.”  
Yesus sebagai Tuhan, menjadi teladan terbaik bagi kita. Kita jangan belajar ikut kepada setan. Kita semua harus belajar teladan dari Yesus Kristus. Mati dulu baru ada kebangkitan; lemah dulu baru ada kekuatan; miskin dulu baru ada kemakmuran; siksaan dulu baru ada kemuliaan; berdarah dulu baru ada mahkota. Inilah ordo atau urutan Kristologis. Kristus berbeda dengan setan. 

Setan, kemuliaan dulu lalu dipermalukan; naik dulu baru dijatuhkan; merebut kuasa dulu baru dilucuti. Kristus sebaliknya. Ia menjadi Teladan dan Guru bagi umat manusia sampai selamanya. Segala kemuliaan bagi Allah. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (6) 

Butir kedua Pengakuan Iman Rasuli memiliki empat frasa: “Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal; Tuhan kita; yang dikandung dari Roh Kudus; Lahir dari anak dara Maria.” Pernyataan pengakuan iman ini merupakan keunikan iman Kristen yang berbeda tajam dibandingkan dengan apa yang dipercayai banyak agama, karena kita bukan hanya percaya kepada Allah yang Esa, tetapi juga kepada Anak-Nya yang Tunggal. 

Keempat frasa ini memiliki keunikan yang tidak ada dan tidak cocok dengan pikiran manusia, tidak pernah diucapkan agama lain, karena di sini dikatakan bahwa Manusia Yesus adalah Tuhan, sekaligus Kristus. Ketika menggabungkan Yesus dengan Kristus, kita telah menyatakan sifat ilahi dan sifat manusiawi ke dalam satu Pribadi yang tidak dapat dipisahkan. Kristus yang diurapi di dalam kekekalan lahir menjadi Yesus yang mengunjungi dunia ini. 

Allah yang tidak tampak menjelma menjadi manusia yang bertubuh, berdaging, dan berdarah. Allah Pencipta yang kekal, mutlak, dan tak tampak mengunjungi dunia ciptaan yang fana, relatif, dan kelihatan. Kristus diurapi Allah menjadi Nabi, Imam, dan Raja. Sebagai Nabi, Ia menjadi Jurubicara Allah membicarakan firman Allah. Ia bukan diciptakan, Ia sendiri Allah dan Firman. Ialah Nabi di atas segala nabi yang unik dan tidak ada bandingannya. Sebagai Imam, Ia menjadi satu-satunya Pengantara yang adalah diri Allah yang menjadi manusia di tengah manusia berdosa yang harus mati dengan Allah Sang Pemberi hidup yang suci. 

Sebagai Raja, Ia dilahirkan di palungan, bukan di istana. Ia dicopot kuasa-Nya, dilahirkan dengan begitu hina, rendah, dan dipermalukan. Sekitar empat puluh tahun yang lalu saya berkhotbah Natal di Nanyang University Singapura, tentang Yesus yang lahir sebagai Raja, yang mengambil dari ucapan Yesus sebelum Ia mati, “Aku lahir dan datang menjadi raja, agar Aku bersaksi tentang kebenaran” (Yoh. 18:37). 

Raja yang paling hina, dalam palungan, dihakimi, dianiaya, akhirnya membuktikan bahwa Ia sebenarnya Raja di atas segala raja. Yesus adalah Tuhan di atas segala yang dipertuhan. Yesus adalah Raja, Yesus adalah Tuhan, maka Yesus lebih tinggi dari semua, tetapi melalui cara lebih rendah dari semua. Inilah sebabnya kita memanggil Yesus sebagai Tuhan. 

Kita telah membicarakan bagaimana Tuhan yang asli turun dari sorga, dilahirkan menjadi raja, justru pada saat tuhan palsu muncul di dunia. Dengan kesombongannya, ia minta semua orang memanggilnya: tuhan. Hal sedemikian tidak disukai oleh Allah. Jika ada negara, kerajaan, politik, rezim, yang dengan rendah hati mengutamakan Allah sebagai Tuhan, memperlakukan manusia sebagai sesama, dan mengenal Yesus sebagai Kristus, mustahil tidak diberkati Allah. 

Ini terbukti di dalam sejarah, tidak bisa disangkal. Saat pemimpin merebut kedudukan dan kemuliaan Allah, maka Allah akan meninggalkannya dan memberinya malapetaka, agar ia tahu bahwa ia hanyalah manusia. Mengapa Nebukadnezar makan rumput seperti lembu? Mengapa Herodes mati dimakan cacing? Mengapa Belsyazar direbut kekuasaannya? Semua itu karena mereka telah menjadi arogan. Ini adalah dalil sejarah yang bisa kita lihat dengan jelas melalui Alkitab dan sejarah. 

Yesus Kristus sebagai Tuhan berbeda dengan Kaisar Agustus, yang setelah dilantik oleh senat Romawi menjadi kaisar, Agustus menjadi arogan. Ia mau semua penduduk di semua wilayah Romawi mengakuinya sebagai kurios (tuhan, penguasa, pemilik) atas diri, hidup, kebebasan, istri, anak, dan harta setiap warga kekaisaran Romawi. Saat manusia menyebut diri tuhan, maka Allah di sorga mengirim Tuhan yang asli ke dunia. Yesus itulah Tuhan, bukan melalui kuasa politik atau militer, tetapi melalui kerelaan merendahkan diri, turun ke dunia, diremehkan, dihina, lahir di Betlehem, dan mati di atas kayu salib. 

Allah berkata, “Engkau merendahkan diri sampai turun ke dunia, lahir di palungan, maka Engkau dimuliakan sampai ke tempat yang tertinggi.” Ini berbeda sekali dengan setan yang aktif mau yang tertinggi, maka ia dijatuhkan. Secara aktif Yesus merendahkan diri, maka Ia ditinggikan. Ajaran ini sangat penting dalam membangun karakter Kristen, di mana Yesus menjadi teladan kita. Yesaya 42 berkata, “Inilah hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepada-Nya Aku berkenan.” Saat diri-Nya di dalam kesulitan, Ia tidak pernah kecewa atau putus asa. Ketika manusia dalam kesusahan, Ia tidak memutuskan buluh yang terkulai, tidak memadamkan sumbu yang pudar nyalanya. 

Kristus berkarakter tertinggi, selain menyelamatkan kita menjadi milik-Nya, Ia juga menjadi teladan yang paling sempurna bagi kita. Manusia yang dahulu tidak mengenal Kristus, setelah diberkati dan digerakkan oleh Roh Kudus, menerima Kristus sebagai Juruselamatnya, maka mereka akan menyesali apa yang pernah mereka lakukan kepada Kristus. 

Lalu dengan kesedihan mendalam dan dengan sukarela mohon pengampunan Tuhan, lalu mengakui, “Engkaulah Tuhanku.” Pada akhirnya nanti tidak ada bibir yang tidak menyebut Yesus itu Tuhan, tidak ada lutut yang tidak akan bertelut di hadapan Yesus sebagai Tuhan. Ini dicatat di dalam Filipi 2:11. Pada awalnya, saya tidak mengerti bagaimana orang atheis atau orang-orang yang melawan Yesus bisa dan mau mengaku Yesus adalah Tuhan. 

Akhirnya, Roh Kudus menolong saya mengerti bahwa ada tiga macam “dunia” yaitu: a) dunia malaikat, b) dunia manusia, dan c) dunia setan dan kaum yang binasa. Ketiga dunia ini akan menyebut Yesus: Tuhan. Para malaikat berkata, “Engkaulah Tuhan, Sang Pemenang.” Manusia yang diselamatkan berkata, “Engkaulah Tuhan, Sang Penebusku. Aku menaati Engkau sebagai Tuhanku.” Setan dan manusia yang tidak diselamatkan akan berkata, “Engkau Tuhan, Sang Hakim yang adil dan patut dipuji. 

Aku berdosa dan patut dihukum.” Butir kedua menjadi poros yang memengaruhi semua butir yang lain, karena tanpa menerima Kristus, kita tidak mengenal Allah; tanpa Anak tidak ada Bapa. Nasibmu dalam kekekalan bergantung pada sikapmu kepada Kristus. Para kaisar sepanjang sejarah bersikap arogan, menganggap diri penerima mandat sorgawi. 

Orang Jepang memanggil kaisarnya sebagai “Putra Matahari” yang diturunkan matahari dari sorga menjadi raja dan tuhan di dunia. Arogansinya merebut kemuliaan dan status Allah Sang Pencipta, menganggap diri orang yang begitu tinggi. Saat itu Hirohito memerintahkan kapal terbang-kapal terbangnya berperang di Pearl Harbour, Honolulu. Maka Amerika Serikat terpaksa terlibat dalam 

Perang Dunia II di Asia Pasifik. Tadinya Kongres Amerika Serikat sudah memutuskan tidak mau terlibat Perang Dunia II. AS menghindari berperang, dan jika perlu hanya membantu secara finansial atau membangun kembali negara-negara yang kalah perang. Jika AS tidak menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki, mustahil Jepang menyerah. 

Saat itu AS tidak ada bom atom. Ini semua rencana dan intervensi Allah yang menakutkan. Orang Jerman menganiaya orang Yahudi, maka mereka lari ke AS. Pada saat itu, AS baru melakukan Manhattan Project untuk membuat bom atom melalui dalil Einstein, yaitu E=mc2, di mana Energi (E) sama dengan massa (m) dikalikan kecepatan cahaya (c) yang dipangkatduakan. Sebuah bom atom yang beratnya tidak sampai 500 kg, ledakannya bisa membinasakan 100.000 orang. Bom seperti ini belum pernah ada. 

Bom TNT tidak mempunyai kekuatan daya rusak seperti ini. Maka akibat bom atom barulah Perang Dunia II bisa selesai. Jika tidak, sulit dibayangkan kehancuran yang dialami bumi kita. Sebelum Perang Dunia II, Hirohito mengajar rakyatnya tiga doktrin: a) Kaisar Jepang satu-satunya ilah sejati yang hidup di dunia; b) Tiongkok harus dihancurkan dulu, sesudah itu semua sumber daya alamnya akan berlimpah dipakai mendukung pasukan Jepang; dan c) Jepang menghancurkan Eropa dan mewakili ilah dunia menguasai umat manusia. 

Allah tidak senang, lalu mengintervensi dan menghancurkan Jepang. Saat itu, Hirohito disekutui oleh Hitler dan Musolini. Mereka tidak tahu Jepang begitu jahat dan ambisius mau menghancurkan dan menguasai seluruh negara, termasuk Jerman dan Italia, agar mereka dapat merajalela berkuasa. Ketika Alexander Agung mengalahkan Persia, ia tercengang melihat istana Persia yang lima ratus kali lebih besar dari istananya di Yunani. 

Ia heran mengapa ia bisa mengalahkan kerajaan yang begitu besar. Semua kerajaan satu per satu hancur kecuali Alexander Agung, karena ke mana saja ia berperang, ia membebaskan perbudakan, membawa bahasa Yunani yang akan Allah pakai untuk mempersiapkan datangnya era Perjanjian Baru. Ketika seseorang menerima Kristus sebagai Juruselamat, ia tidak lagi menyebut kaisar sebagai tuhan, tetapi menyebut Kristus sebagai Tuhan. 

Pada saat Yesus dilahirkan, malaikat mengabarkan kepada para gembala di padang belantara berita sukacita bagi seluruh bangsa. Artinya, keselamatan jangan dimonopoli dan diikat oleh patriotisme sempit bangsa Israel. Kristus sebagai Juruselamat bukan dimonopoli nasionalisme radikal orang Yahudi. Injil bagi segala bangsa, ini tujuan Allah yang tidak berubah dari kekal sampai kekal. Di dalam Kitab Kejadian, Allah berjanji, “Abraham, keturunanmu akan menjadi berkat bagi segala bangsa” (Gal. 3:9; Kej. 12:3). 

Kata “keturunanmu” di sini berbentuk tunggal, berarti hanya menunjuk kepada satu orang yang akan menjadi berkat bagi segala bangsa, yaitu Yesus Kristus, yang bisa melepaskan kita dari kutuk Hukum Taurat. Dialah satu-satunya pengharapan umat manusia. Yesus tidak diikat dan dimonopoli dalam kesempitan satu bangsa saja, di mana dalam Injil Lukas, malaikat berkata, “Yang dilahirkan menjadi Juruselamat segala bangsa.” Dan hingga di Kitab Wahyu tertulis, “Dengan darah-Nya sendiri Ia membeli dari segala bangsa, suku, dan bahasa” (Why. 5:9). 

Mereka dibeli dengan darah-Nya, lalu diberikan kepada Allah Bapa. Ini berita dari Kitab Kejadian hingga Kitab Wahyu yang sepanjang ribuan tahun tidak berubah. Maka, ketika orang Yahudi mulai menjadi sempit dan mau memonopoli anugerah Allah dan penebusan Kristus, mereka ditolak oleh Tuhan. Tuhan Yesus berkata, “Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku, Aku menyertaimu sampai akhir zaman.” Saya sangat paham, sadar, dan mengalami sendiri, betapa Injil yang saya layani selalu diberkati luar biasa, jauh lebih dari kebudayaan apa pun. 

Gereja yang tidak memperhatikan pelayanan pengabaran Injil pasti membunuh diri dan dibuang Tuhan. Gereja diberkati Tuhan, karena memperluas segala pelayanan dan bidang, khususnya pengabaran Injil. Sebelum Kristus datang kembali, Injil harus dikabarkan ke semua negara dan benua. Ini kehendak Tuhan! Kini kita akan mendalami tiga istilah di sini, yaitu: 
1) Anak, 2) dilahirkan, dan 3) Tunggal. 

Kita selalu memikirkan “Yesus Kristus, Anak Allah yang Tunggal” dan sering kali sulit mengerti, apalagi saat bersaksi tentang Kristus kepada agama yang memercayai bahwa Allah tidak diperanakkan dan tidak memperanakkan. Ia ada pada diri-Nya sejak kekal sampai kekal, tidak perlu ada pribadi lain. Secara logika pandangan sedemikian memang mudah dimengerti, tetapi Alkitab berkata, “Yesus Kristus, Anak yang dilahirkan Allah, yang Tunggal adanya.” 

Pertama, Anak, berarti Ia memiliki esensi atau substansi yang sama dengan Allah Bapa. Manusia mustahil melahirkan singa; dan kucing mustahil melahirkan sapi. Ayah bersifat hidup yang unik dan diturunkan kepada anak dengan sifat hidup yang sama. 

Yang disebut “anak” memiliki ciri khas, esensi, atau substansi yang persis sama dengan ayahnya. Di sini istilah “Anak” membedakan kekristenan dari semua agama mana pun. Agama lain ada yang menyebut raja sebagai “anak sorga” atau “anak ilah”. Tetapi ilah mereka adalah ilah mitos, bukan Allah sejati seperti yang dicatat Alkitab. 

Para kaisar Romawi menganggap diri salah satu anak dari dewa atau dewi mitologi mereka. Iman seperti itu tidak bisa dipertanggungjawabkan atau dibandingkan dengan Alkitab. Kristus dilahirkan Allah Bapa, sebagai Allah Anak yang Tunggal. Allah Bapa bernama Yehovah. Yehovah adalah Allah yang ada dan cukup pada diri-Nya sendiri, dari kekal sampai kekal, maka Allah itu Tunggal. Lalu bagaimana Allah ini memperanakkan? Apakah ada istri, bersetubuh dengan-Nya, sehingga melahirkan Anak? 

Kita tidak boleh menggunakan konsep ciptaan lalu dikenakan kepada Pencipta. Allah itu Pencipta, maka kita tidak boleh memikirkan tentang Dia di dalam kategori atau mengikuti dalil ciptaan. Istilah Anak di sini menunjuk kepada satu aspek penting, yaitu: Anak memiliki sifat hidup yang sama dengan Bapa. Ketika seseorang melihat Anak Allah yang Tunggal, maka kita langsung mengetahui bahwa Dia adalah Anak dan Dia adalah Allah. 

Anak manusia berarti ia sungguh-sungguh manusia. Saya adalah manusia, sekaligus anak manusia. Yesus adalah Anak Allah dan sekaligus Allah. Bedanya, Allah dan Anak-Nya tetap Satu Allah, sedangkan manusia dan anaknya menjadi dua manusia. Hal ini berbeda karena Pribadi Allah bersifat Roh. Dikatakan, seperti Bapa memiliki hidup di dalam diri-Nya sendiri, demikian pula Anak memiliki hidup dalam diri-Nya sendiri (Yoh. 5:26). 

Kedua, dilahirkan. Bukankah Anak dengan sendirinya pasti dilahirkan? Kelahiran Yesus unik, karena Yesus dilahirkan tanpa persetubuhan. Inilah keunikan istilah “kelahiran” ketika Alkitab berkata, “Allah melahirkan Anak-Nya, tidak ada hubungan dengan persetubuhan dua jenis kelamin.” Allah itu Roh dan Ia Pencipta. 

Sang Pencipta melahirkan Anak dalam naungan-Nya sendiri. Inilah keistimewaan yang tidak ada di dalam dunia biologi. Origen, seorang Bapa Gereja, berkata ini namanya “eternal generation” (kelahiran dalam kekekalan). Maksudnya, sebelum segala sesuatu diciptakan, hanya ada Allah Tritunggal. Allah Anak diizinkan Allah Bapa untuk dilahirkan dari-Nya sebagai Pribadi yang ada di luar diri Pribadi Pertama. Itu yang disebut “dilahirkan”. 

Allah Anak dilahirkan secara kekekalan. Hal sedemikian sulit dimengerti dan diterima, karena kita berpikir, sebelum Pribadi Pertama melahirkan Pribadi Kedua, maka Pribadi Kedua itu belum ada. Tidak demikian cara berpikirnya. 

Dunia berpikir, Allah Bapa melahirkan Kristus, maka Bapa ada terlebih dahulu, dan setelah melahirkan baru ada Anak. Ini adalah konsep manusia. Seorang theolog dan apologet Italia Abad Pertengahan berkata, “Kristus bukan baru ada setelah Ia dilahirkan. Jika sebelum dilahirkan Kristus belum ada, maka Bapa itu Bapanya siapa? Bapa disebut dan menjadi Bapa karena adanya Anak. Oleh karena itu, Bapa menjadi Bapa pada saat Anak menjadi Anak. 

Bapa ada dalam kekekalan, Anak juga berada dalam kekekalan. Allah sudah ada dan tidak berawal, demikian pula Anak.” Maka dalam Yohanes 1:1 dituliskan, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Tidak ada dikatakan, “Sebelum mulanya…” Permulaan Allah di dalam Yohanes 1:1 lebih mula daripada permulaan ciptaan di Kejadian 1:1. 

Allah menghendaki sebelum menciptakan segala sesuatu, Pribadi Kedua keluar dari-Nya sebagai Anak Tunggal yang dilahirkan. Anak Allah tidak dikatakan “diciptakan” karena penciptaan dari tidak ada menjadi ada, sedangkan “dilahirkan” dari ada yang di dalam keluar menjadi ada yang di luar. Pada mulanya sebelum dunia diciptakan, Kristus sudah beserta Allah dan diri-Nya Allah. 

Bapa disebut Bapa, berarti secara reaktif Ia menghadap Anak, Anak disebut Anak berarti secara reaktif Ia menghadap Bapa. Jadi Allah menjadi Allah Bapa dan Allah Anak, melalui kelahiran Kristus dalam kekekalan. Ini rahasia yang sangat luar biasa. 

Sebelum lahir, di dalam sudah ada eksistensi yang mendahului tindakan lahir. Lalu apologet itu memberi contoh suatu obor yang berapi besar. Ada satu obor. Lalu dia membawa obor kedua yang belum ada apinya, lalu menyalakannya dari obor pertama. Sekarang ada dua obor. Api yang di obor kedua sebenarnya adalah api dari obor pertama. 

Api di obor kedua “keluar” dari api obor pertama. Anak keluar dari Bapa, sebelum keluar bukannya tidak ada, tetapi ada dan beserta di dalam Allah. Seperti yang dikatakan dalam Yohanes 1:1. Anak ini akan berinkarnasi ke dalam dunia ciptaan-Nya. Yesus Kristus dalam kekekalan ialah Pribadi Kedua yang keluar dari Pribadi Pertama, hingga dalam Pengakuan Iman Athanasius, Yesus Kristus ialah Allah yang keluar dari Allah, api yang keluar dari api, cahaya yang keluar dari cahaya. Ia bersifat ilahi karena tadinya tersimpan dalam diri Allah, sekarang sudah dilahirkan keluar menjadi Anak yang Tunggal. 

Ketiga, Tunggal. Istilah “Tunggal” membedakan dan mengistimewakan Kristus dari semua makhluk lain yang dicipta dan berkembang biak. Tuhan Yesus satu-satunya yang dilahirkan sebagai Anak yang bukan saja bukan ciptaan, juga tiada bandingannya. Sedangkan, Roh Kudus keluar dari Bapa. Anak keluar dari Bapa melalui kelahiran, sementara Roh Kudus bukan keluar melalui kelahiran ataupun penciptaan. 

Roh Kudus bukan dilahirkan dan juga bukan diciptakan. Roh Kudus keluar dari Bapa sebagai suatu tindakan ilahi. Istilah “Tunggal” di sini berarti mustahil ada pribadi lain yang sama seperti Dia. Roh Kudus pun tidak sama dengan Yesus Kristus, karena Kristus Tunggal. Itu berarti tiada yang lain yang pernah dilahirkan Allah. 

Bagaimana dengan orang Kristen yang sudah dilahirbarukan? Alkitab berkata, kita dilahirkan secara ciptaan, yang sudah jatuh ke dalam dosa, lalu dipanggil kembali dengan Injil dan dilahirkan kembali. Yesus dilahirkan secara kekekalan, bukan diciptakan. Anak Allah adalah prototype (teladan sulung) bagi orang Kristen yang dilahirkan kembali. Terpujilah Tuhan. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
 “Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (7) 

Setiap kali Tuhan campur tangan di dalam sejarah, Ia ingin agar manusia tahu bahwa Dialah Allah. Selain Dia tidak ada ilah lain. Di zaman Musa, Allah berkata kepadanya bahwa kuasa-Nya melampaui kuasa raja. Di zaman Daniel, Allah pun memberi tahu warga Babel bahwa kuasa-Nya melampaui kuasa raja di sana. 

Saat kaisar Romawi menyebut diri sebagai tuhan, maka Allah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal menjadi Tuhan bagi umat manusia. Alkitab menyatakan bahwa Kristus adalah Anak Tunggal Allah. Banyak kaisar menganggap diri mereka sebagai anak dewa. Dewa-dewi Romawi diambil dari kebudayaan Yunani, kehidupan moral mereka sangat kacau, lebih buruk dari manusia. Ada iri hati, perselisihan, perzinahan, sampai pembunuhan. 

Mereka menganggap kaisar, yang sebagai anak tuhan, berkuasa melebihi sesamanya. Sekitar 300 tahun sebelum Kekaisaran Romawi dibangun, tahun 753 SM, di Kerajaan Makedonia, Alexander Agung pun menyebut dirinya sebagai anak dewa. Ibunya berkata bahwa ia telah bersetubuh dengan dewa lalu melahirkan Alexander. 

Allah mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal, dilahirkan di dunia menyatakan kepada manusia bahwa Anak-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus, saja yang adalah Tuhan. Ada agama yang memiliki 360 juta dewa. Ada agama yang juga menyatakan bahwa allahnya tidak dilahirkan dan tidak melahirkan. Yesus, Anak Tunggal Allah, telah dinubuatkan sebelumnya di dalam Perjanjian Lama. 

Meski di dalam Perjanjian Lama hampir tidak ditemukan istilah “Anak Allah” tetapi di beberapa bagian Perjanjian Lama terselubung tentang hal ini, seperti pada Amsal 30:4, “… Siapa yang telah menetapkan ujung bumi? Siapa namanya dan siapa nama anaknya?” Di sini terselubung berita tentang Allah dan Allah Anak. Di awal Perjanjian Baru, wahyu tentang Anak Allah lebih jelas lagi diberitahukan. 

Malaikat Gabriel datang kepada Maria dan berkata, “Yang akan engkau lahirkan akan disebut sebagai Sang Kudus, Anak dari Allah yang Mahatinggi.” Sang Kudus dan Anak dari Allah yang Mahatinggi adalah dua dari tujuh nama yang malaikat berikan kepada Yesus. Malaikat memberitahukan Yusuf bahwa anak yang dilahirkan akan diberi nama Yesus, Imanuel. Malaikat berkata kepada para gembala bahwa anak yang dilahirkan malam itu disebut Tuhan, Kristus, dan Juruselamat. Malaikat juga berkata kepada Maria bahwa Anak yang akan dilahirkan akan disebut Sang Kudus, Anak Allah yang Mahatinggi. 

Sampai pada zaman Bapa-bapa Gereja, Origen memperkembangkannya menjadi konsep diperanakkan dalam kekekalan. Jika Yesus Anak Allah dan Allah itu Bapa dari Yesus, siapakah ibu-Nya? Allah bukan manusia, maka tidak bertubuh dan tidak perlu beristri. Allah itu Roh, maka ketika kita memikirkan tentang Allah, janganlah kita menggunakan konsep manusia kepada diri Allah, karena Allah adalah Pencipta, bukan ciptaan. 

Segala sesuatu diciptakan, hanya Yesus diperanakkan. Itu berarti Yesus memiliki esensi yang sama dengan Bapa. Yesus ialah Anak Allah, maka hidup Yesus sama dengan hidup Bapa. Yohanes 5:26 berkata, “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.” Kalimat ini hanya muncul satu kali. Allah bukannya memakai eksistensi lain untuk menjadi fondasi bagi eksistensi-Nya, tetapi Allah ada pada diri-Nya sendiri dan kekal. 

Dan hidup yang ada pada diri-Nya sendiri dan kekal ini yang disebut sebagai Allah. Ketika Yesus lahir ke dunia, Allah berkata, “Sebagaimana Allah dalam diri-Nya sendiri memiliki hidup, Ia juga memberikan kepada Anak-Nya dalam diri-Nya ada hidup pula.” Hidup Bapa adalah hidup yang ada dalam diri-Nya sendiri, sementara hidup Anak itu diberikan Bapa. 

 Apakah hidup Anak adalah hidup yang untuk selamanya? Jika di dalam diri-Nya ada hidup, masih perlukah diberikan lagi? Hal ini berhubungan dengan perbedaan sifat ilahi dan sifat manusia. Anak keluar dari Bapa, sehingga sebelum Bapa memperanakkan Dia, Ia ada di dalam Bapa. Yohanes 17 mengatakan, “Bapa ada di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” Yesus berkata, “Milik-Mu adalah milik-Ku, dan milik-Ku adalah milik-Mu. 

Aku dan Bapa adalah satu.” Bapa dan Anak ada selamanya. Di dalam kekekalan Mereka sama-sama ada. Bapa memperanakkan Anak dalam kekekalan. Origen berkata, “Yesus diperanakkan Bapa di dalam kekekalan.” Tidak bisa dikatakan Bapa ada dahulu baru ada Anak, karena jika Bapa ada terlebih dahulu baru ada Anak, maka sama halnya engkau memakai hidup manusia yang dicipta lalu diletakkan di atas diri Allah. 

Allah itu kekal, dalam diri Allah tidak ada unsur ciptaan, maka tidak ada urutan siapa yang lebih dahulu maupun siapa yang terakhir. Istilah Origen untuk ini: generasi kekal (eternal generation). Di Abad Pertengahan, seorang apologet menafsirkan Pengakuan Iman Athanasius. Allah diperanakkan Allah, terang diperanakkan terang, atau hidup diperanakkan hidup. Dengan ilustrasi yang sangat sederhana dan pemikiran yang sangat agung ia menjelaskan kondisi Sang Anak yang Kudus yang kita percaya. 

Ia berkata, “Ada satu obor, yang disebut obor pertama. Saat obor kedua mendekati obor pertama, api dari obor pertama menjalar ke obor kedua. Maka obor kedua ikut menyala. Kita mengatakan obor pertama yang pertama kali menyala, lalu menjalar ke obor kedua. Ia berkata, api obor kedua sebenarnya sudah ada sebelumnya di dalam obor pertama. Maka saat ia menjalar ke obor kedua, sebenarnya ia sudah ada terselubung dalam obor pertama.” Demikian juga hidup Allah. 

Bapa dalam diri-Nya ada hidup, diberikan kepada Anak, dan sama halnya dalam diri-Nya ada hidup. Kita tidak bisa berkata, ada Bapa dahulu baru ada Anak. Tuhan tidak berada di dalam kerangka dan ikatan kronologi waktu. Allah adalah Tuhan Sang Pencipta, dan waktu pun Ia ciptakan. Di dalam kekekalan tidak ada waktu. Setelah Allah menciptakan waktu baru ada permulaan waktu. 

Allah di dalam kekekalan memperanakkan Anak; Bapa dan Anak di dalam kekekalan ada bersama-sama. Sulit bagi kita untuk mengerti hal ini. Dengan pengertian di atas, maka bisa disimpulkan barulah kita mengerti adanya Bapa jika ada Anak, karena sebelum ada Anak, tidak ada relasi Bapa-Anak. Dengan demikian tidak bisa dikatakan ada Bapa terlebih dahulu baru ada Anak. Demikian pula halnya ada Anak karena ada Bapa. 

Eksistensi Anak ada, maka Bapa ada; eksistensi Bapa ada, maka Anak ada. Pada saat Allah memperanakkan Anak-Nya, barulah kita mengerti bahwa ada Bapa yang memperanakkan Anak-Nya. Konsep tentang Anak Allah ini harus melampaui waktu dan dilihat dari esensi Allah. Di dalam kekekalan, Bapa dan Anak ada bersama-sama. Dalam dunia ciptaan Allah telah menyatakan karya yang ajaib. 

Allah berkata, “Engkau Anak-Ku, hari ini Aku memperanakkan Engkau.” Hari ini adalah “sekarang”-nya kekekalan, kini yang bersifat kekal. Maka kita harus membedakan dua hal ini: diciptakan atau diperanakkan. Yang diciptakan bukan diperanakkan; yang diperanakkan bukan diciptakan. Demikianlah Yesus adalah Anak Tunggal Bapa. 

 Ada tiga hal yang bisa kita lihat, yaitu: 1) Ia memiliki hidup yang sama dengan Bapa, karena Ia adalah Anak; 2) Ia sama sekali berbeda dari semua makhluk yang diciptakan, karena segala yang lain itu diciptakan, sementara Yesus diperanakkan. Ini memberikan perbedaan kualitatif; dan 3) Tunggal, berarti tidak ada bandingnya, tidak ada seorang pun bisa disebut sebagai anak tunggal Allah, karena hanya Dialah Anak Allah yang Tunggal. Inilah iman kita. 

Selain Dia, tidak ada lagi Tuhan. Para raja, majikan, penguasa bukanlah Tuhan. Yesuslah satu-satunya Tuhan dalam dunia ciptaan ini, yang sendiri-Nya tidak dicipta. Kita semua dicipta, Yesus diperanakkan. Roh Kudus memiliki sifat ilahi dan kekal. 

Dalam Ibrani 9:14 dikatakan, “Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.” Di seluruh Alkitab, hanya satu kali saja di sini disebutkan Roh Kudus sebagai Roh yang kekal. 

Allah kekal, Kristus kekal, Roh Kudus juga kekal. Roh Kudus kekal dan bukan diciptakan. Yesus dalam kekekalan diperanakkan, maka Yesus kekal dan tidak berawal. Yesus dari dahulu sebelumnya sudah ada, sejak dalam kekekalan Ia sudah ada. Mikha 5:1 mengatakan, “Hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.” Kristus bukan hasil dari waktu dan tidak bermula. 

Ia diperanakkan dalam kekekalan, maka Ia kekal. Inilah yang dinyatakan oleh Ibrani 9:14. Alkitab tidak berkata Roh Kudus ialah Roh yang tunggal, maka Roh Kudus bukan diperanakkan. Allah yang ada dengan sendiri-Nya dan Anak yang diperanakkan dalam kekekalan. Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak. Kita harus sepenuhnya waspada memakai istilah ini. 

Alkitab berkata, Allah ada dengan sendiri-Nya, Yesus diperanakkan dalam kekekalan, Roh Kudus bukan dicipta dan juga bukan diperanakkan, Roh yang keluar dari Bapa dan Anak, yaitu Roh Bapa dan juga Roh Anak. Maka Roh Kudus ialah Roh Allah, Roh Kudus ialah Roh Yesus, Roh Kudus ialah Roh Kristus, Roh Kudus ialah Roh yang diutus dari Bapa dan Anak. Yang diciptakan, dilahirkan, diutus, memiliki eksistensi kekal dari Bapa; Anak diperanakkan dalam kekekalan, Roh Kudus diutus Bapa dan Anak. Theologi ini sangat agung. 

Yesus ialah Anak Allah, Yesus juga adalah Allah. Anak Allah adalah Allah, Allah memperanakkan Allah. Manusia memperanakkan manusia. Tetapi manusia memperanakkan manusia menjadi dua manusia. Tetapi Yesus ialah Anak Allah, dan Yesus adalah Allah, yang esa, hanya satu. Bapa ialah Roh, Anak ialah Roh, Roh Kudus ialah Roh. 

Allah Bapa Pribadi pertama, Allah Anak Pribadi kedua, Allah Roh Kudus Pribadi ketiga. Bukan tiga Allah, melainkan satu Allah. Tiga Pribadi, Satu Hakikat, itulah Allah Tritunggal. Orang Muslim berkata, “Allah tidak dilahirkan dan tidak melahirkan. Ia Esa.” Mari kita melihat dari pemikiran seperti ini: satu titik itu satu. 

Begitu titik itu digeser, ia akan membentuk garis. Ketika garis digeser akan membentuk bidang. Jika bidang digeser akan membentuk ruang. Maka kita melihat adanya: titik, garis, bidang, dan ruang. Ketika sudah menjadi bidang, maka titik itu hilang. Ketika titik sudah menjadi satu bidang, ia bukanlah titik lagi. Jika titik itu ada, maka ketika kita ingin membesarkan titik itu, kita akan kesulitan untuk mengetahui sebenarnya berapa luas titik itu. 

Bidang juga tidak ada, karena jika bidang itu memiliki ketebalan sehingga ia menjadi bidang, maka ia bukan lagi bidang, melainkan ruang yang sangat tipis. Maka, kesimpulannya, yang ada adalah: ruang. Dengan pemikiran setara, di dalam konsep kita Allah yang Esa itu tidak ada, karena dalam konsep pemikiran kita, jika kita mau mengerti Allah yang bukan ruang, maka itu pun juga tidak ada. 

Hanya Allah yang sejati ada, pasti dalam ketiga hal: Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus, barulah merupakan Allah Sejati yang sungguh ada. Di Perjanjian Lama ada ruang yang 1 x 1 x 1 = 1, yaitu ruang yang panjang, lebar, dan tingginya sama, yaitu Ruang Mahakudus. Di Perjanjian Baru, dalam Kitab Wahyu, Kota Allah digambarkan panjang dan lebar dan tingginya sama, yaitu 1.400 mil. Ruang Mahakudus adalah tempat Allah bertakhta. 

Sama kuasa, sama mulia, sama kekal, sama berotoritas mengatur segalanya. Satu yang kekal, satu yang diperanakkan dalam kekekalan, satu yang diutus ke dalam sejarah. Inilah Allah Tritunggal, inilah Allah yang sejati. Ketika memasuki Bait Allah, Yesaya melihat Allah duduk di atas takhta-Nya dan kemuliaan-Nya memenuhi tempat itu. 

Para serafim berdiri di sana mengelilingi Allah dengan masing-masing memiliki enam sayapnya. Dua sayap menutupi mukanya, berarti tidak menyatakan diri; dua sayap menutupi kakinya, berarti ia tidak menyatakan proses kemuliaan; dan dua sayap untuk melayang-layang, berarti mereka dengan rajin melayani Tuhan dan memuliakan Tuhan. 

Mereka saling berseru, “Suci! Suci! Suci!” Allah yang kekal memperanakkan Anak dalam kekekalan, lalu Bapa dan Anak mengutus Roh Kudus. Allah yang kita sembah adalah Allah Tritunggal. Anak yang diperanakkan dalam kekekalan adalah Raja dan Penguasa alam semesta, Ia adalah Juruselamat Gereja-Nya. 

Allah ialah Kepala Kristus, dan Kristus adalah Kepala Gereja. Semua ordo (urutan otoritas) di alam semesta dibentuk di dalam Kristus. Inilah wahyu Tuhan, penyingkapan rahasia Tuhan kepada manusia. Wahyu adalah Tuhan membuka tudung rohani, sehingga kita bisa melihat apa yang sesungguhnya ada di dalamnya. 

Sebelum tudung rohani itu dibuka, kita tidak tahu apa yang ada di dalam. Ketika Roh Kudus mewahyukan kebenaran, kita baru mengerti. Dari semua misteri Tuhan, misteri yang terbesar adalah ketika Allah menyatakan diri-Nya dalam tubuh. Inilah yang disebut sebagai inkarnasi, Allah menjadi manusia.  

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (8) 

Kristus mewujudkan kehendak Allah Bapa dengan turun dari sorga ke dunia sebagai satu-satunya Pengantara antara Allah dan manusia. Karya-Nya begitu banyak, sehingga kita butuh banyak waktu untuk membicarakannya. Dalam versi aslinya Pengakuan Iman Rasuli hanya menggunakan tiga kali istilah credo (aku percaya). Objek iman kita hanya Allah Tritunggal. 

Tiga Pribadi bukan tiga Allah, tetapi satu Allah. Inilah objek iman yang benar. Allah rela mewahyukan diri-Nya kepada manusia yang Ia pilih agar mereka boleh mengenal diri-Nya dalam jalur dan konsep yang benar, akurat, dan lengkap. Percaya Yesus sebagai Tuhan, merupakan hal yang berbeda dengan semua konsep agama, filsafat, dan kebudayaan. 

Yesus turun ke dunia pada saat pertama kali ada seorang manusia menyebut dirinya “tuhan” dan menuntut semua kaum yang ditaklukkannya harus mengakui bahwa mereka milik kaisar. Pada saat itu kaisar berkata, “Akulah tuhanmu yang menguasai hidupmu, kebebasanmu, nasibmu, dan segala harta bendamu.” Ketika manusia berani meninggikan diri seperti Allah dan mengklaim diri sebagai pemilik sesamanya dan segalanya, Allah di sorga berkata, “Tidak!” Tuhan atas umat manusia adalah Allah sendiri. 

Penguasa segalanya ialah Sang Pencipta. Kristuslah Tuhan yang asli. Ketika kaisar menyebut diri tuhan, maka Yesus turun ke dunia. Galatia 4:4 mencatat, “Tetapi setelah genap waktunya, Yesus turun.” Semua theolog menafsirkan saat Yunani sudah matang, saat Romawi sudah menjajah banyak tempat, lalu lintas sudah cocok dan seragam di seluruh Eropa, maka itulah waktu yang tepat untuk Kristus lahir. 

Bagi saya, memang hal itu benar, tetapi tidak lebih penting daripada ketika tepat waktunya manusia berani menyebut diri “tuhan”. Kristus turun sebagai Tuhan yang asli dan membuktikan yang lain itu palsu. Khususnya tiga tahun terakhir ini, saya terus menyelidiki relasi sejarah dan intervensi Tuhan. Pada saat sejarah berjalan, dan Tuhan melihat sesuatu tidak beres, Ia campur tangan. Tetapi kita pun melihat sebaliknya, pada saat sejarah berjalan menuju kebaikan, setan campur tangan. 

Di dunia memang ada dua keturunan yang saling bertentangan, yaitu keturunan perempuan dan keturunan ular. Yesus berkata, “Roh Kudus akan datang memimpinmu masuk ke dalam seluruh kebenaran.” Bagi saya, kalimat ini bersifat progresif, berarti selain kebenaran yang pernah engkau tahu dalam sejarah, masih ada kebenaran yang akan datang di Hari Tuhan. Segala kebenaran yang sudah ada dalam sejarah dan yang akan datang digabungkan, barulah itu menjadi kebenaran yang utuh. 

Mengapa disebut Yesus dan Kristus? Malaikat berkata kepada Yusuf, “Ambillah Maria menjadi istrimu, dan engkau akan mendapat seorang anak. Beri Ia nama Yesus, karena Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa.” Kata “Yesus” sama dengan “Yosua”, yang berarti “Allah menyelamatkan”. Sedangkan “Kristus” berarti “Yang Diurapi”. Alkitab mengatakan bahwa urapan hanya diberikan kepada orang-orang pilihan. Di dalam kekristenan, yang diurapi disebut pendeta atau penginjil, sedangkan yang tidak diurapi disebut anggota biasa. 

Dalam Perjanjian Lama, ada dua jabatan yang harus diurapi: raja dan imam, yaitu dengan menuangkan minyak ke atas kepalanya. Pengurapan diberikan kepada orang yang dipilih, bukan atas kemauan orang itu sendiri. Allah memilih raja dan memanggil imam sebagai pelayan-pelayan-Nya di bumi. Kehendak Allah lebih penting daripada ambisi dan kemauan pribadi manusia. Ketika Allah mengurapi seseorang, ada rencana-Nya sebelum dunia diciptakan. 

Raja dan imam diurapi, maka Saul diurapi, Daud diurapi, semua raja diurapi. Tetapi pengurapan ini dilakukan dengan syarat yang ketat. Orang Israel bisa memiliki raja, karena ada satu suku, yaitu suku Yehuda yang ditetapkan Allah untuk menghasilkan para raja. Yehuda adalah anak Yakub yang keempat. Yehuda tidak lebih dikasihi Yakub ketimbang Yusuf. 

Pada saat muda, Yusuf diberi pakaian warna-warni yang membuat iri saudara-saudaranya. Tanpa diketahui ayahnya, Yusuf dijual menjadi budak ke Mesir. Ia menolak godaan untuk berzinah, lalu dibenci dan dimasukkan ke dalam penjara. Tetapi Allah mengetahui semua itu. Yusuf tidak seharusnya dipenjara, maka penjara menjadi tempat Allah menambah modal politik bagi Yusuf, sehingga ketika keluar dari penjara, ia menjadi Raja Muda Mesir. Kristus harus menjadi manusia, agar di antara Allah dan manusia ada Pengantara. 

Saya percaya Kristus diurapi dalam kekekalan. Di antara kekekalan dan sejarah ada satu titik temu antara Allah dan manusia, antara sorga dan bumi, antara yang mutlak dan yang relatif, antara yang suci dan yang berdosa. Allah yang Mahasuci menjumpai para pendosa melalui Kristus. Para pendosa bisa bertemu Allah melalui Kristus. Kristus menjadi titik mula dari semua ciptaan. 

Melalui-Nya, karena-Nya, dan bagi Dialah segala sesuatu diciptakan. “Anak-Nya yang Tunggal”, Yesus Kristus, ialah Anak Allah yang Tunggal. Itu berarti, Anak itu hanya satu dan memiliki hidup yang sama kualitasnya dengan Bapa. Jika ayah-ibu memiliki hidup seperti apa, maka natur anaknya pasti sama. Inilah arti anak. 

Anak menerima hereditas, kromosom, DNA, sesuai dengan ayah dan ibunya, dan dari situ keturunan tidak berubah hingga saat ini. Sejarah tidak pernah membuktikan adanya suatu spesies yang bisa berubah menjadi spesies lainnya. Buku On the Origin of Species, yang ditulis oleh Charles Darwin, tidak pernah memberitahukan hidup berasal dari mana, kecuali pada alinea terakhir dari tulisan lebih 300 halaman, ia mengakui, “Kehidupan yang pertama seharusnya datang dari nafas Allah sendiri.” Sebenarnya Hegel telah membahas tentang paradoks pengembangan dialektis.Kemudian d’Holbach membahas Materialisme Mekanik. 

Darwin membahas perubahan dari spesies ke spesies lainnya. Dan, Karl Marx, mau menggabungkan semua ini untuk menunjang teorinya. Marx berkata, “Sebagai ungkapan terima kasih karena teorimu sangat menunjang teoriku, maka aku mengirimkan Das Kapital sebagai hadiah untukmu.” Sayangnya, Darwin tidak mau menerimanya. Allah mau hidup memiliki jenis melalui keturunan, dan yang diturunkan harus sejenis dengan hidup yang menurunkan. Tuhan tegaskan jenis yang sama melahirkan anak untuk keturunannya. Alkitab berkata, “Yesus Anak Allah,” berarti Yesus memiliki hidup Allah. 

Karena Allah Bapa ialah Allah sebagai Bapa, Allah Anak ialah Anak yang juga Allah, karena Allah memperanakkan Allah. Yesus dilahirkan Allah Bapa, Yesus ialah Anak Allah, maka Yesus ialah Allah. Jadi Allah memperanakkan Allah, ini merupakan hal yang wajar, logis, dan mutlak benar. Manusia adalah manusia, maka anak manusia adalah manusia. Ini mudah kita mengerti. Namun, Allah adalah Allah, maka Anak Allah adalah Allah, menjadi sulit diterima. 

Manusia melahirkan manusia, maka menjadi dua manusia. Allah memperanakkan Allah Anak, tetapi mengapa tetap hanya satu Allah? Allah adalah Roh, sementara manusia itu materi. Allah menciptakan manusia dalam keadaan paradoks di mana materi mengurung atau mengandung roh di dalamnya, sehingga di antara roh dan materi terdapat dua zat yang berbeda, tetapi menyatu di dalam satu oknum. Sedangkan hal ini tidak terjadi pada Allah. 

Allah adalah Roh, Allah tidak memiliki sesuatu yang bersifat berbeda yang kemudian mengurung Roh-Nya atau berada di dalam Roh-Nya. Maka, Allah memperanakkan Allah, tetapi tetap merupakan satu Allah. Kita merasa kesulitan dan seolah kebenaran ini dipaksakan masuk ke logika kita. Allah melampaui logika manusia, sehingga kita tidak boleh menggunakan logika yang dicipta Allah untuk mengikat Allah. Allah memperanakkan Yesus, Anak Allah. 

Pernyataan ini bukan untuk membedakan satu atau dua Allah, tetapi untuk membuktikan bahwa Ia memiliki sifat hidup ilahi. Bagaimana sifat hidup Allah, maka sifat itu akan diberikan kepada Anak, sehingga Anak memiliki sifat hidup yang sama. Di dalam Yohanes 5:26 dikatakan, “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.” Sebagai Anak, Yesus masih memerlukan satu langkah lagi. 

Yesus masih harus lahir di dunia menjadi Anak Manusia. Jadi, di dalam kekekalan, Yesus memiliki hidup pada diri-Nya sendiri sebagai Allah, tidak perlu diberi; tetapi ketika menjadi manusia, berinkarnasi dalam tubuh yang bersifat materi, yang membatasi ke-Roh-an-Nya sebagai Anak Allah yang kekal, Anak Manusia yang bernama Yesus juga memiliki hidup pada diri-Nya sendiri seperti Allah memiliki hidup pada diri sendiri. 

Yesus Anak Allah, berarti Yesus memiliki hidup ilahi, hidup pada diri-Nya sendiri, hidup yang kekal. Ia bukan memiliki sifat hidup kekal dalam dunia melampaui materi dan ciptaan, tetapi Ia pernah turun ke dunia hingga yang turun ini adalah Dia yang tadinya di atas. Ia adalah Anak Allah yang turun menjadi Anak Manusia. 

Maka, sebagai Anak Manusia, Ia dikaruniai hidup seperti itu. Maksudnya, tidak ada yang lain yang seperti Yesus. Kita telah selesai membicarakan istilah “Anak”. Kini kita mau masuk ke dalam istilah “dilahirkan”. Yesus ialah Anak Tunggal yang dilahirkan. Ia dilahirkan, untuk membedakan Dia dari semua ciptaan. Tidak ada pribadi lain, kecuali Yesus, yang dilahirkan dari Allah. Berarti, tidak ada manusia yang dilahirkan dari Allah, kecuali mengikut Yesus mendapat kelahiran baru dari Roh Kudus. 

Aslinya kita dicipta. Setelah kita dilahirbarukan oleh Roh Kudus, barulah Roh Kudus memberikan hidup yang baru kepada kita. Yesus satu-satunya Pribadi di seluruh alam semesta yang tidak perlu dicipta. Ia dilahirkan, itu berarti tidak dicipta. Itu berarti Yesus adalah manusia yang tidak pernah dicipta oleh Allah, karena Ia sendiri adalah Allah, yang setara dengan Allah Bapa, dan tidak perlu ada melalui tindakan rencana kehendak Allah mencipta. 

Maka, Yesus adalah Allah, Ia adalah Anak Allah, yang melampaui atau melintasi penciptaan; Ia dilahirkan. Kini kita masuk ke istilah yang ketiga, yaitu “Tunggal”. Itu berarti Yesus memiliki kedudukan yang terunik; sama seperti Roh Kudus memiliki kedudukan yang terunik. Satu-satunya Anak, tidak dicipta dan tunggal, yaitu Yesus. Roh Kudus pun tidak berbagian dalam status ini. Roh Kudus tidak dicipta, tidak dilahirkan, tetapi keluar dari Allah. 

Roh Kudus adalah Pribadi Ketiga yang sendiri-Nya juga adalah Allah, memiliki esensi ilahi, tidak dicipta dan tidak dilahirkan, tetapi keluar dari Bapa dan Anak. Maka Ia disebut Roh Allah. Roh Kudus keluar dari Kristus, sehingga disebut Roh Kristus. Barang siapa tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. Dengan demikian Yesus menjamin kita memiliki status di dalam diri-Nya, karena melalui Roh Kudus melahirbarukan dan memperanakkan kita, barulah kita disebut anak-anak Allah. 

 Yesus dilahirkan Allah secara pribadi, Ia satu-satunya; tetapi kita dilahirkan melalui Roh yang diberikan Kristus kepada kita, sehingga kita mendapat kelahiran Roh Kudus, bukan langsung dilahirkan Bapa. Yesus, Anak kelahiran Allah yang Tunggal, Anak memiliki hidup yang sama, kelahiran bukan dicipta, tunggal berarti tidak ada bandingnya. Roh Kudus keluar dari Allah Bapa dan Allah Anak. 

 Yesus lahir menjadi manusia untuk menebus dosa manusia, menjadi Pengantara. Yesus memakai istilah Allah agar para murid-Nya mengerti bahwa Ia bukan manusia biasa. “Dan barang siapa yang ikut Aku harus memakan daging-Ku, minum darah-Ku, jika tidak, tidak ada hidup kekal di dalamnya.” Kalimat ini sulit diterima logika manusia, sulit dicerna secara ide dan rasio manusia, maka Yesus dibunuh. Yesus adalah manusia paling paradoks di dalam sejarah. 

Filsuf Denmark, Søren Aabye Kierkegaard, berkata, “Ia adalah satu-satunya Pribadi Paradoks yang berhasil.” Ia berkata, kalimat yang tidak bisa dimengerti melalui rasio, tidak bisa diterima melalui logika, tetapi tidak melawan logika atau membentur rasio, karena bersifat suprarasio atau supralogika. Yesus satu-satunya yang berlawanan dengan semua pemikiran orang yang menganggap diri bijak, sehingga akhirnya Ia harus mengorbankan diri-Nya. 

Delapan ratus tahun setelah Tuhan Yesus naik ke sorga, orang mulai memikirkan siapa Dia, mengapa Dia bisa menenangkan laut, tetapi Ia hanya seorang manusia biasa. Ini manusia yang perlu makan, uang-Nya didukung wanita miskin. Wanita di Galilea mengikuti Dia, melihat-Nya melakukan mujizat, memberi makanan dan uang untuk menunjang hidup Yesus. 

Namun, Tuhan Yesus tidak perlu berterima kasih kepada mereka, karena Yesus tahu ini semua pemberian dari Allah. Segala yang dilakukan-Nya supranormal. Akhirnya, mereka yang mengobservasi Yesus, termasuk adik-adik-Nya dan perampok yang disalib di samping-Nya, mengakui Yesus sebagai Tuhan. 

Melalui empat ratus tahun perdebatan tentang Allah Tritunggal dan Kristologi, akhirnya manusia menemukan bahwa Yesus ialah Tuhan, dan ini dicantumkan di dalam Pengakuan Iman Rasuli, hingga tujuh ratus lima puluh tahun. Hingga abad ke-8 baru lengkap menjadi Pengakuan Iman Rasuli yang sempurna, tetapi di dalamnya banyak kalimat yang dianggap kalimat gila. Saya percaya Allah menjelma menjadi manusia, percaya Orang ini tidak ada dosanya, percaya Ia mati mengganti dosa kita, percaya Ia sudah mati bangkit lagi. 

Di dalam empat ratus tahun, kekristenan telah menaklukkan sepertiga manusia menjadi Kristen dan memanggil, “Engkau Tuhanku!” Ketika orang Yahudi berkata, “Yehovah adalah Tuhanku,” kepala mereka dipenggal. Konstitusi Romawi menyatakan kaisar adalah Tuhan. Maka banyak orang Yahudi yang menentang, dipenggal kepalanya, sampai darah berlumuran di Yerusalem. 

Akhirnya, gubernur Yerusalem gemetar tidak berani membunuh lagi, dan orang Yahudi di Yerusalem dan Yudea boleh memanggil Yehovah sebagai Tuhan dan tidak usah memanggil kaisar sebagai Tuhan. Kebijakan ini berjalan berpuluh-puluh tahun hingga ada Seorang yang bukan Yehovah dipanggil Tuhan, yaitu orang Nazaret yang bernama Yesus. 

Kaisar marah lagi, dan membunuh semua orang Kristen. Pada saat orang Romawi membunuh orang-orang Kristen, orang Yahudi senang, karena Yesus dipandang sebagai bidat. Mereka tidak sadar, kekristenan dalam beberapa abad memenangkan sepertiga populasi manusia, karena kekristenan membawa pengharapan bagi kaum miskin. 

Saat itu kekristenan memberitakan bahwa baik tuan maupun budak, baik kaya maupun miskin, baik pria maupun wanita, baik Yahudi maupun kafir, semua mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah. Sampai akhir abad keempat, Agustinus, salah seorang Bapa Gereja yang pemikirannya paling tajam dalam sejarah, menulis On the Trinity, maka barulah mulai menjadi jelas. 

Ketika Agustinus melihat kekristenan mau dihancurkan, ia menulis salah satu buku terpenting dalam kekristenan, The City of God. Ketika ia menulis, seluruh dunia berusaha menghancurkan kekristenan dan ia mulai sadar, barang siapa terus mementingkan kekayaan dan kekuasaan dunia, ia mungkin jauh dari Kerajaan Allah. 

Tetapi di dalam On the Trinity ada pemikiran yang ia tulis yang menjadi kesulitan di kemudian hari, yaitu tentang dari mana adanya Roh Kudus. Ia menuliskan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak, yang delapan ratus tahun kemudian menimbulkan perselisihan dan perdebatan besar.  

Pada abad ke-11, ketika doktrin Roh Kudus diperdebatkan, Gereja langsung terpecah menjadi dua. Mereka yang percaya Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak, mengikuti Agustinus, menjadi Gereja Katolik Roma. Mereka yang percaya Roh Kudus keluar dari Bapa saja, tidak ada bagian dari Anak, menjadi Gereja Ortodoks Timur, yang saat ini ada di Yunani, Rusia, dan Suriah. Ini perpecahan besar pertama kali dalam sejarah gereja setelah Kristus naik ke sorga. Vatikan menetapkan percaya Roh Kudus dari Bapa dan Anak, tetapi Ortodoks Timur percaya Roh Kudus tidak perlu dari Anak. 

Dalam istilah theologi, ini disebut filioque (berarti and the Son), yaitu Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak. Ajaran ini diterima oleh para Reformator, seperti Martin Luther dan Johannes Calvin. Maka, Roh Kudus disebut Roh Allah, Roh Kekal, Roh Kebenaran, Roh Yehovah, juga disebut Roh Yesus, Roh Kristus, dan Roh Anak. Menurut Agustinus, Bapa dan Anak menjadi Sumber Roh Kudus. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Dan kepada Yesus Kristus, AnakNya Yang Tunggal, Tuhan Kita.” (9) 

Iman merupakan suatu hal yang paling mendasar dan universal. Tidak ada agama yang kredonya lebih singkat, tepat, agung, dan sempurna dibandingkan dengan tiga butir tentang Allah di dalam Pengakuan Iman Rasuli. 

Yesus dilahirkan sebagai Tuhan atas manusia pada saat kaisar pertama Romawi mengangkat diri sebagai tuhan dan menganggap seluruh warga kekaisarannya sebagai miliknya. Ia mengklaim hidup, kebebasan, kekayaan, dan segala milik warganya sebagai miliknya. Mereka yang tidak memanggilnya sebagai tuhan dipenggal kepalanya. 

Yerusalem dan Yudea menjadi satu-satunya bangsa yang diberi kelonggaran untuk boleh tidak menyebut kaisar sebagai tuhan. Tetapi tidak lama kemudian, kelahiran Yesus mengubah situasi ini. Kini manusia Yesus yang dipanggil sebagai Tuhan. Maka pembunuhan berjalan lagi dan ratusan ribu orang Kristen dibunuh karena imannya. Tetapi hal ini tidak dapat menghentikan mereka untuk percaya kepada Yesus. Dalam lima puluh tahun sejak Yesus lahir, sepertiga warga di dunia Barat percaya kepada Yesus. Dalam seratus tahun sejak Yesus lahir, di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi banyak yang menjadi orang Kristen. 

Iman Kristen begitu kuat dan besar pengaruhnya sampai Kekaisaran Romawi diguncangkan. Dalam sekitar tiga ratus tahun, Kekaisaran Romawi roboh ideologinya, dan hampir semua orang menjadi percaya Yesus adalah Tuhan. Supremasi tuhan yang diangkat manusia dengan memakai kuasa militer dan kekerasan untuk menaklukkan sesamanya telah runtuh. 

Tetapi Tuhan yang diutus dari sorga, rela menyangkal diri, menyerahkan nyawa, mengorbankan diri, dan memberikan hidup-Nya menjadi penebusan bagi manusia, menjadi Tuhan selamanya. Yang menjadi Tuhan adalah Allah yang menjadi manusia, Tuhan yang menjelma menjadi daging, Sang Pencipta yang masuk ke dunia ciptaan-Nya. 

Allah hadir dalam sejarah, Firman masuk dalam sejarah. Inilah titik temu antara yang kekal dan yang sementara, yang tak tampak dan yang tampak. Allah yang menjelma menjadi manusia menjadi jaminan ada jalan untuk manusia kembali kepada Allah. Telah dibahas sebelumnya, Ia disebut Anak karena memiliki hidup sejenis dengan Allah. Allah memperanakkan Allah, sama seperti manusia melahirkan manusia. 

Seorang manusia melahirkan seorang manusia menjadi dua manusia, tetapi Allah memperanakkan Allah tetap hanya satu Allah. John Locke, filsuf besar Inggris, memberikan pengertian tentang hal yang melampaui kategori rasional dan irasional, yaitu suprarasional. Suprarasional menerobos dan melampaui kategori rasional dan irasional. Orang yang terkurung logikanya tidak bisa memakai iman Kristen yang Tuhan wahyukan secara suprarasional. 

Dengan penerobosan dari atas, maka Allah memberikan kemungkinan beriman, sehingga kita tidak lagi terkurung di dalam benteng dan ikatan rasional-irasional. Sebelum Yesus lahir, pengertian yang tertinggi saat itu adalah filsafat Yunani. Yunani telah menemukan rasio, logika, silogisme, metode deduksi-induksi, dan paradoks. 

Ini adalah pemikiran-pemikiran agung yang melampaui kebudayaan yang muncul berikutnya di Latin, Jerman, Prancis, dan lain-lain. Meskipun demikian, orang Yunani tidak bisa melampaui ikatan logika yang menjadikan kebudayaannya sangat mementingkan rasio. Di atas dan melampaui rasio hanya mungkin dipahami melalui wahyu Tuhan dalam Alkitab. Sistem Pengakuan Iman Rasuli telah memiliki kemungkinan melampaui semua itu. 

Orang Yunani Kuno menyelidiki bahwa manusia meneliti dan mempelajari alam, mempelajari dalil-dalil alam, mencari asal-usul, dan mengerti kausalitas alam. Dari situ ditemukan ilmu-ilmu alam. Jika mereka ditanya, “Apa itu alam?” mereka akan menjawab, “alam itu seperti ini, dari dulu, sekarang, dan selamanya begini, tidak berubah.” Itulah static nature (konsep alam yang statis). Manusia ada di dalam alam, bagian dari alam, peneliti alam, dan penemu ilmu-ilmu alam. Dalam hal ini, alam mengurung dan membatasi manusia. 

Inilah konsep orang Yunani. Kedatangan Tuhan Yesus ke dunia merupakan sesuatu yang lebih tinggi daripada logika orang Yunani. Yesus menerobos dari supra-alam masuk ke dalam alam. Pengakuan Iman Rasuli mengekspresikan kesadaran yang Tuhan berikan kepada manusia, percaya bahwa di luar alam ada Sang Allah yang adalah Pencipta, Khalik langit dan bumi, dan yang mengirim Kristus turun berinkarnasi. 

Di sini perbedaan penyelidikan sistem logika orang Yunani dibandingkan dengan pencerahan Kristus melalui inkarnasi dari supra-alam masuk ke alam. Ini adalah perbedaan sistem tertutup vs. sistem terbuka. Dalam pikiran Yunani, ilmu pengetahuan didapat melalui metode sistem tertutup yang mencoba menjelaskan tentang alam. 

Sedangkan Tuhan Yesus memberikan penerobosan, memakai sistem terbuka untuk mengerti. Pada abad ke-20, seorang filsuf pengetahuan yang terkenal, Thomas Kuhn, berkata tentang pergeseran paradigma (paradigm shift), yaitu perubahan paradigma yang dulunya memakai sistem tertutup sekarang menjadi sistem terbuka. 

Sejak era pra-Socrates sampai era Pencerahan, semuanya menjelaskan alam semesta menggunakan sistem tertutup, sedangkan Alkitab mengandung sikap terbuka, yaitu melihat alam semesta bukan ada pada dirinya sendiri. Sorga memuliakan Allah, menceritakan segala karya agung Allah. Seluruh alam semesta memamerkan rencana, desain, dan hikmat Allah Sang Pencipta. Hal ini dilakukan bukan melalui proses rasio mengerti alam, tetapi melalui iman mengenal Allah yang di atas alam. 

Di sini, kita bukan melalui rasio mengerti alam, tetapi melalui iman mengenal Allah yang mencipta dan di atas alam. Kita mengerti alam memakai sistem tertutup dan mengenal Allah memakai sistem terbuka. Kristus ialah Allah yang menjadi manusia, maka titik temu antara Allah dan manusia ada pada diri Kristus. Di titik awal, Allah menciptakan alam semesta, lalu berproses ribuan tahun hingga akhirnya Kristus akan datang untuk kedua kalinya. 

Di sepanjang garis yang menghubungkan titik alfa (titik awal) dan titik omega (titik akhir) ada titik inkarnasi. Titik inkarnasi berarti titik temunya yang kekal dan yang fana, yang tak tampak dan yang tampak, Pencipta dan ciptaan. Melalui cara Allah menjadi manusia melalui hikmat-Nya yang dijanjikan kepada manusia, dikerjakan dengan kuasa-Nya, dan melalui karya Roh Kudus, maka Pribadi Kedua bisa hadir dalam sejarah, lahir menjadi manusia berdaging dan berdarah. Yesus dilahirkan melalui anak dara Maria, Roh Kudus menaungi Maria. 

Maria seorang wanita di antara ciptaan Allah, seorang gadis sederhana, berumur belasan tahun. Roh Kudus menaunginya, berarti Allah datang ke dunia memilih seorang perawan. Inilah campur tangan Allah secara langsung dalam sejarah. Agama-agama, melalui imajinasi dan usahanya, bertujuan membawa pendosa ke sorga. 

Pada hari manusia membangun Menara Babel, Allah berkata, “Mustahil! Aku akan mengacau-balaukannya.” Motivasi membangun Menara Babel yaitu untuk memasyhurkan dan memuliakan pendosa, maka Allah mengacaukan bahasa mereka sehingga mereka tidak mengerti satu sama lain, dan akibatnya mereka terserak ke seluruh dunia dengan bahasa yang berbeda-beda. Ketika manusia mau memuliakan diri, Allah mengacaukan bahasa mereka; ketika manusia mau memberitakan nama Yesus ke seluruh dunia, Allah membuat mereka bersatu dalam bahasa, sehingga perkataan para rasul dimengerti mereka semua. 

Jika gereja terus memuliakan Tuhan dan hatinya bersatu untuk Tuhan, Tuhan akan mempersatukan dan memberikan kekuatan. Roh Kudus mau mempersatukan gereja-Nya demi memuliakan nama-Nya, membawa Injil-Nya, dan menobatkan manusia. Roh Kudus berkarya di dunia dengan satu tujuan: memuliakan Kristus. Roh Kudus bekerja dalam hati dan mengayomi seseorang, lalu mendorong, memberinya pencerahan, agar muncul dalam hatinya kasih kepada Kristus, dan akhirnya Kristus diam di dalam dirinya. 

Sebelumnya, Kristus pernah dilahirkan sebagai seorang bayi melalui anak dara Maria yang dinaungi Roh Kudus. Inilah kuasa dan mujizat Tuhan yang belum pernah terjadi, namun pernah diucapkan oleh Nabi Yeremia. “Aku akan mengerjakan suatu peristiwa yang baru, yaitu wanita memelihara pria.” Ketika Adam dicipta, Adam, pria yang harus menjadi kepala wanita, menjaga, memelihara, dan melindungi istrinya. 

Saya menafsirkan kalimat Yeremia “wanita memelihara pria” adalah ketika Yesus harus dilahirkan melalui rahim seorang wanita. Wanita akan memelihara dan melindungi seorang pria. Yesus dilindungi dan dipelihara oleh anak gadis yang masih sangat muda. Ini penggenapan nubuat Nabi Yeremia. Inilah yang disebut Imanuel, Allah beserta kita. Sebenarnya, nubuat tentang Yesus sudah diberikan ribuan tahun sebelum Yesus dilahirkan, ketika Allah berkata kepada ular, “Keturunan wanita ini akan bermusuhan dengan keturunanmu. 

Keturunanmu akan meremukkan tumitnya, tetapi keturunannya akan meremukkan kepalamu.” Inilah nubuat pertama tentang peperangan rohani yang akan terjadi dari awal hingga akhir. Keturunan si ular akan meremukkan tumit keturunan Adam, tetapi melalui keturunan wanita akan meremukkan kepala ular. Namun, Alkitab dengan jelas berkata, semua keturunan pria dan tidak ada keturunan wanita. Memang, kita semua dilahirkan wanita, tetapi tidak pernah disebutkan sebagai keturunan wanita. 

Satu-satunya kali dikatakan keturunan wanita ditujukan pada peristiwa inkarnasi. Wanita bisa melahirkan anak karena berhubungan seksual dengan pria, lalu sperma pria bertemu dan membuahi sel telur, sehingga menjadi janin. Tetapi Maria tidak bersetubuh dengan siapa pun. Satu-satunya kemungkinan yaitu Roh Kudus menaunginya, maka ia mengandung anak laki-laki.  

Pada saat Abraham diberikan nubuat, “Istrimu tahun depan pada hari ini akan melahirkan,” ia langsung menerimanya, karena ia adalah seorang yang beriman kepada Tuhan, sehingga karena imannya ia diterima dan dibenarkan. 

Abraham tidak pernah meragukan firman Tuhan. Tetapi pada saat malaikat berkata kepada Abraham, Sara di belakang tirai tertawa, ia anggap tertawanya lumrah, karena ia telah berusia 90 tahun sehingga tidak mungkin bisa melahirkan anak. Ia sudah berhenti haid, sudah tidak lagi datang bulan, sudah puluhan tahun mandul, mengapa ada malaikat goblok tidak pernah belajar bisa mengatakan saya akan melahirkan. Malaikat berkata, “Sara, kau tertawakah?” Ia terkejut dan segera menjawab, “Tidak.” Malaikat menegaskan, “Jangan bohong. Engkau sudah tertawa. 

Sekarang Aku katakan, engkau tidak percaya, tetapi itu tetap akan terjadi.” Ketika kuasa Tuhan mau melaksanakan mujizat, itu tidak tergantung engkau percaya atau tidak. Tuhan melakukan hal ini sekali lagi pada tubuh Elisabet, istri Zakharia. Anak yang dilahirkan dinamakan Yohanes Pembaptis. 

Dari dalam rahim ibunya, ia telah menerima Roh Kudus. Kemudian Tuhan berkata kepada Maria setengah tahun sesudahnya, “Hai wanita yang bahagia, engkau akan mengandung.” Ia tahu hal ini tidak masuk akal, tidak logis, di luar paradigma manusia. Ia berkata, “Hatiku mengagungkan Tuhanku, dan rohku bersukacita karena Juruselamatku.” Maria langsung memuji Tuhan, rela menerima tugas yang begitu memalukan. 

Begitu besar anugerah, tetapi juga begitu pedih dan dibenci orang lain. Di sini terpukulnya theologi Katolik, yang mengatakan bahwa Maria mengandung Yesus tanpa berdosa, setelah Yesus lahir ia tetap perawan. Alkitab berkata, setelah ia mengandung anak pertama, masih ada adik-adik Yesus, yang berarti dilahirkan oleh Maria. Setelah Roh Kudus menaungi Maria dan Yesus dilahirkan, Maria bersetubuh dengan Yusuf lalu melahirkan anak-anak lainnya. Katolik ingin menjadikan Maria suci selamanya, tidak pernah disentuh pria. Enam bulan sebelumnya, Elisabet melahirkan Yohanes Pembaptis. Lalu enam bulan berikutnya, Maria mendapat tugas yang sama, melahirkan Yesus. Bedanya, Elisabet disetubuhi suaminya, Zakharia, tetapi anak dara Maria, yang belum pernah berhubungan seks, bisa melahirkan, yang membuktikan bahwa Allah menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. 

Sedangkan Elisabet yang sudah tua tetapi rahimnya bisa diisi karena berhubungan seks dengan suaminya membuktikan bahwa Allah bisa membangkitkan yang sudah mati. Rahim yang sudah mati dibangkitkan lagi. Itulah kuasa Allah, itu iman. Iman Abraham pada Allah juga sama dalam hal ini. Allah menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada, dari yang tidak mungkin mempunyai akan mempunyai anak. Allah membangkitkan dari mati menjadi hidup, berarti Abraham percaya bahwa Ishak akan dibangkitkan kembali jika sudah disembelih, bahwa Tuhan mungkin membangkitkan. Kalimat ini terambil dari Ibrani 11, Allah menciptakan menjadi ada dari yang tidak ada; Allah membangkitkan yang sudah mati. 

Hal ini diulang kembali oleh Tuhan khususnya dalam melahirkan Yohanes Pembaptis dan Yesus. Maria yang baru berusia belasan tahun pergi mencari Elisabet, dari Nazaret ke Yerusalem. Itu membutuhkan perjalanan kaki dua hingga tiga hari. Ketika bertemu dengan Elisabet, terjadi peristiwa yang sangat ajaib, bayi dalam kandungan Elisabet meloncat. Ia berkata, “Ketika ibu dari Tuhanku datang, janin dalam kandunganku meloncat,” karena Yohanes bersukacita menyadari bahwa Yesus yang akan ia layani sekarang datang mengunjunginya. Ini membuktikan Yohanes sejak di dalam rahim sudah dipenuhi Roh Kudus. 

Satu-satunya orang selain Tuhan Yesus yang dipenuhi Roh Kudus sejak dalam rahim ibunya hanyalah Yohanes Pembaptis. Ketika Elisabet hamil tua, dan Yesus masih kecil dalam rahim Maria, ketika Maria bertemu Elisabet dan bayi dalam rahim Elisabet meloncat, dikatakan, “Ibu dari Allahku datang” (Yun.: theotokos = ibu dari Allah). Hal ini dicatat dalam Injil Lukas, yang mengakibatkan orang Katolik berkata bahwa Maria ialah ibunya Allah. Seumur hidup saya tidak terlalu suka memakai istilah ini di dalam khotbah saya, karena istilah ini dapat menimbulkan salah pengertian yang sangat besar, yang bisa dipikirkan bahwa Allah (Yesus) hanyalah anak dari seorang wanita manusia, dan Allah (Yesus) di sorga sekarang masih mempunyai ibu, seorang manusia yang bernama Maria. 

Ini pemikiran yang tidak beres, yang dapat membuat iman Kristen menjadi kacau balau. Bagi saya, istilah Maria sebagai ibunya Allah hanya ketika Maria mengandung. Yesus di dalam rahimnya sudah bersifat ilahi, sehingga untuk sementara Maria disebut sebagai ibunya Allah. Ini bukan berarti bahwa Allah memerlukan seorang ibu. Allah Tritunggal tidak memerlukan seorang ibu. Ini hanya membuktikan bahwa seorang wanita yang masih gadis mengandung dan melahirkan Yesus, dan Yesus sudah bersifat ilahi sejak dari dalam rahim. Hal ini penting untuk mencegah kepercayaan Kristologi yang salah, yaitu Yesus baru bersifat ilahi saat Ia dibaptiskan. 

 Ada pandangan bahwa ketika Roh Kudus turun ke atas-Nya, barulah sifat ilahi Yesus datang kepada-Nya, lalu Ia menjadi Kristus dan melakukan tugas Mesianik selama tiga setengah tahun. Mereka mengatakan bahwa pada saat Yesus dipaku di atas salib dan berseru, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” sifat ilahi-Nya hilang atau meninggalkan-Nya dan Ia kembali menjadi manusia biasa. Ini semua tafsiran yang salah dari ajaran Gnostisisme, khususnya Cerinthus. 

Cerinthus sebenarnya mengajarkan bahwa Allah Bapa membiarkan-Nya menanggung dosa manusia dan tidak lagi memelihara dan kasihan kepada-Nya. Salib Yesus adalah satu-satunya tempat yang saya sebut sebagai kondisi vacuum (hampa) kasih. Tuhan Yesus sudah memiliki sifat ilahi sejak dalam rahim Maria. Yohanes Pembaptis menerima gerakan Roh Kudus sejak dalam rahim Elisabet. Berarti, sebelum lahir Yesus sudah bersifat ilahi. Ini bukti keilahian Kristus. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” (10) 

Kita adalah keturunan Adam dan Hawa. Adam dan Hawa mewakili umat manusia dan telah memberontak kepada Tuhan, maka seluruh umat manusia berada di dalam dosa—dilahirkan dalam dosa, hidup dalam dosa, dan nantinya akan mati dalam dosa. Hanya Kristus yang tidak demikian. Ia bukan dilahirkan karena persetubuhan antara laki-laki dan perempuan, tetapi dilahirkan karena naungan Roh Kudus atas seorang anak dara. Ia tidak membawa sifat dosa masuk ke dunia. Yesus Kristus tidak berdosa, maka Ia dapat menjadi Juruselamat dan menggantikan orang berdosa menerima hukuman murka Allah. 

 Allah telah memakai tiga cara dalam menciptakan, yaitu: 1) Adam, tanpa laki-laki dan tanpa perempuan; 2) Hawa, dengan laki-laki tanpa perempuan; 3) kita, dengan laki-laki dan dengan perempuan. Dan kini cara 4) Yesus Kristus, tanpa laki-laki hanya memakai perempuan. Ini adalah pilihan Allah. 

Di dalam kekekalan, Allah telah memperanakkan Kristus, tetapi Yesus dilahirkan ke dunia di tengah-tengah umat manusia. Maria mendengar malaikat berkata kepadanya, “Kau akan melahirkan seorang anak laki-laki, namanya ialah Anak Allah yang kudus.” Kelahiran Kristus adalah kelahiran Sang Kudus, kelahiran Tuhan di dalam dunia. 

Allah menjelma menjadi manusia dan Firman menjadi daging merupakan hal yang ajaib. Maka di Kitab Yeremia, Allah berkata, “Aku mau melakukan hal yang baru, yaitu perempuan memelihara (LAI: merangkul) laki-laki” (Yer. 31:22 – Ibr.: sâbab artinya memeluk, melingkari, menjaga, melindungi, menyelimuti). Kita tidak mengerti kalimat ini, kita hanya pernah membaca di Kejadian 3, bahwa akan datang keturunan perempuan yang akan berseteru dengan si ular, sehingga peperangan rohani tidak dapat dihindarkan.  

Yang berseteru dengan setan bukan keturunan laki-laki, melainkan keturunan perempuan. Kita semua keturunan laki-laki bukan perempuan. Dikatakan bahwa Abraham melahirkan Ishak, Ishak melahirkan Yakub, dan seterusnya. Ini semua keturunan laki-laki, tetapi Allah berkata keturunan perempuan akan berseteru dengan keturunan ular. Semua keturunan laki-laki adalah orang yang berdosa. Sang Kudus tidak boleh menjadi keturunan laki-laki; Ia disebut sebagai keturunan perempuan. 

Allah telah menaruh-Nya dalam kandungan anak dara Maria. Seorang anak dara yang belum pernah menikah, melalui rahimnya memelihara anak laki-laki yang mau dilahirkan. Seorang perempuan yang tidak menikah mustahil melahirkan anak laki-laki, karena pada perempuan hanya ada kromosom XX, dan tidak mengandung unsur Y. Sedangkan laki-laki kromosomnya XY. Maka tanpa laki-laki, yang berkromosom XY, tidak mungkin lahir seorang laki-laki yang juga berkromosom XY. Tetapi Allah menaruh seorang anak laki-laki dalam kandungan perempuan. 

Kejadian 3, Yeremia, dan Roma mencatat keturunan perempuan atau keturunan anak dara. Galatia 4:4 mengatakan, “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Kristus, Sang Kudus, Anak Allah, datang dari Yang Kekal, menjadi Anak Manusia, dilahirkan melalui Maria. Inilah empat kalimat pertama dalam Kristologi, “Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita; yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria.” Kalimat kelima, “Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” Setelah Yesus lahir, titik terpenting selanjutnya adalah kematian-Nya. 

Yesus dilahirkan demi kematian-Nya. Ibrani 2:14 mencatat, “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, agar oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut.” Jika Yesus Allah dan bukan manusia, Ia mustahil mati. Dengan kematian-Nya barulah Ia dapat masuk ke alam maut, mengalahkan Iblis si penguasa maut melalui kebangkitan-Nya dari kematian, yang membuktikan bahwa Ialah Allah yang tidak sepatutnya mati. Kita semua bisa dan sepatutnya mati, karena upah dosa adalah maut. 

Yesus tidak sepatutnya mati dan sebetulnya memang tidak bisa mati. Perbedaan Yesus dengan kita adalah: kita berdosa dan sepatutnya mati, tetapi kita tidak mau mati; sedangkan Yesus tidak berdosa dan tidak sepatutnya mati, tetapi Ia dengan sengaja datang ke dunia dengan bersalutkan darah dan daging agar Ia bisa mati. Inilah kasih Tuhan. Roma 5:8 mengatakan, “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, saat kita masih berdosa.” Kasih Allah membuat Kristus meninggalkan sorga dan datang ke dunia. 

Oleh karena kasih Allah, Kristus bersalutkan darah dan daging, agar Ia sama seperti kita. Kristus mati karena kasih-Nya kepada kita yang sudah berdosa dan yang akan menerima upah dosa yaitu maut. Ia tidak berdosa, tetapi rela mati menggantikan kita. Inilah kasih Allah yang sekali lagi dinyatakan kepada kita. Mengapa di dalam Pengakuan Iman Rasuli harus disebutkan Ia menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus? Apakah Pilatus punya jasa? Tidak. Yesus dijual oleh Yudas, baru Ia bisa disalibkan. Apa karena jasa Yudas? Tidak. 

Motivasi Yudas menjual Yesus karena ia menginginkan 30 keping perak. Yudas menjual Yesus karena Yudas serakah akan uang. Yesus melihat banyak orang serakah akan uang, maka Ia sengaja datang ke dunia, agar orang serakah berbagian dalam kematian-Nya. Yudas bukan berjasa karena telah menjual Yesus, tetapi Yesus datang ke dunia lalu dijual Yudas menyatakan bahwa ia sangat jahat. Hukum Taurat diberikan kepada manusia untuk menunjukkan pelanggaran manusia sebagai dosa. 

Munculnya Taurat dan hadirnya Yesus dalam sejarah menyatakan dosa umat manusia. Jika Yesus tidak turun ke dunia, Yudas mustahil menjual-Nya, maka yang menjual Yesus tidak berjasa, malah menyatakan kejahatannya sendiri. Tuhan tahu ada orang yang tidak taat dan akan memberontak kepada-Nya dan mau menjual-Nya. Semua dosa inilah yang membuat Kristus turun dari sorga ke bumi. Meski Petrus tiga kali menyangkal Yesus, ia berbeda dengan Yudas; ia tidak merasa berbagian atau berjasa, tetapi ia menangis dan bertobat, serta minta pengampunan dari Tuhan. Yesus menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Kalimat ini sangat penting dalam 

Pengakuan Iman Rasuli, karena dalam Pengakuan Iman Rasulihanya ada dua nama yang dicantumkan: anak dara Maria dan Pontius Pilatus. Tujuannya untuk memberitahukan bahwa di kemudian hari manusia akan terbagi menjadi dua kelompok: (1) mereka yang bersandar pada anugerah keselamatan Tuhan dan mendapat belas kasihan-Nya; (2) mereka yang bersandar pada kuasanya dan tidak takut bersalah pada Tuhan. 

Maria sungguh bersandar pada keselamatan Tuhan, “Hatiku memuliakan Tuhan, jiwaku bersukacita karena Juruselamatku.” Maria mengakui bahwa ia berdosa dan memerlukan Penebus dan Juruselamat. Tetapi, Pilatus sebaliknya, ia tidak merasa berdosa, tidak membutuhkan kebenaran, tidak mengakui Yesus itu Raja, serta tidak merasa bahwa dirinyalah yang patut dihakimi. Pilatus sebagai hakim menjadikan Yesus sebagai terdakwa. Pilatus menyangkali kebenaran. 

Saat Pilatus menghakimi Yesus merupakan pemutarbalikan terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Yang seharusnya Hakim atas umat manusia menjadi terdakwa, yang seharusnya dihakimi malah menjadi hakim. Anak Allah dihakimi pendosa. Pada saat Pilatus duduk di kursi hakim, dengan kualifikasi apa ia menghakimi? Ia adalah seorang pejabat Romawi, tetapi sekaligus pendosa. Sama seperti ada hakim-hakim yang hari ini mengira diri mereka layak menghakimi orang lain. Pengadilan seharusnya menuntut keadilan, tetapi tempat yang paling melanggar keadilan justru pengadilan. 

Banyak kasus di dunia ini, asalkan ada uang, yang benar bisa menjadi salah, yang salah pun bisa dibenarkan. Di dalam sejarah, yang paling tidak adil adalah ketika Pilatus mencuci tangannya dan berkata, “Aku tidak bersalah,” lalu menyalibkan Yesus. Dalam Pengakuan Iman Rasuli, ada nama Pilatus untuk memberi tahu seluruh umat manusia bahwa Yesus sungguh telah masuk ke dalam sejarah. Di dalam zaman Maria, Yesus telah dilahirkan dan di dalam zaman Pilatus, Yesus telah disalibkan. 

Pengakuan Iman Rasuli harus memasukkan nama Pilatus, untuk memberitahukan bahwa Allah kita bukan menikmati kesenangan sendiri di dalam sorga dan tidak memperhatikan kita, tetapi Ia justru Allah yang mengetahui apa kebutuhan kita dalam penderitaan di dunia, maka Allah kita dengan sendirinya datang ke dunia bertubuh darah dan daging. Pengakuan Iman Rasuli berkata, “Ia menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” Dalam bahasa Mandarin, kata menderita dan mati mempunyai pengertian yang sama. Saat Anda berkata seseorang menderita, berarti mungkin sekali orang itu sudah mati. 

Yesus menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, berarti pada akhirnya Ia mati di atas salib. Kalimat kelima, “yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,” kalimat keenam, “disalibkan.” Pilatus tidak mau menyalibkan Yesus. Tiga kali Pilatus berkata, “Aku tidak menemukan kesalahan apa pun dari orang ini.” Lalu ia mencuci tangannya dan berkata, “Aku tahu Ia orang yang bersih, dan jika aku tidak bisa menemukan kesalahan-Nya, aku tidak boleh memvonis-Nya.” Mulutnya sendiri mengaku Yesus tidak bersalah. 

Tetapi orang-orang Yahudi berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Pilatus bertanya kepada mereka, “Lalu bagaimana aku harus memperlakukan Yesus?” Orang Yahudi menjawab, “Bebaskan Barabas dan salibkan Yesus.” Pilatus tahu bahwa kekuatan massa sulit dilawan. Yesus berkata kepada Pilatus, “Secara khusus Aku datang dilahirkan untuk menjadi Raja dan bersaksi demi kebenaran.” Pilatus menjawab Yesus, “Apa itu kebenaran?” Pilatus tidak mau Kristus, Raja, dan kebenaran. Yang ia mau adalah kuasa diri sendiri untuk melakukan apa pun seturut dengan kehendaknya. 

Dengan kuasanya Pilatus mau membebaskan Yesus, tetapi ia tidak berdaya. Pilatus mau membebaskan Yesus, tetapi yang mau membunuh Yesus ribuan jumlahnya. Yesus mau dibunuh oleh orang-orang yang menyembah Allah. Hari ini banyak orang yang datang ke gereja untuk menyembah Yesus, tetapi mungkin tanpa sadar akhirnya mereka mau membunuh Yesus. Ketika Musa turun dari atas gunung membawa kedua loh batu, di tengah perjalanan ia mendengar banyak sekali suara di bawah. 

Lalu ia bertanya kepada asistennya, Yosua, “Suara apa itu?” Meskipun Yosua seorang jenderal, tetapi dalam hal seperti ini ia menjawab kurang jelas. Ia berkata, “Itu suara peperangan.” Musa berkata, “Bukan. Itu adalah suara penyembahan dan puji-pujian.” Di lingkungan gereja tertentu banyak yang berkata, “Percayalah kepada Yesus, maka kau bisa menjadi kaya dan berhasil.” Maka banyak orang kemudian datang percaya kepada Tuhan. Siapa Allah mereka? Bukan Tuhan Allah, tetapi berhala dalam hati mereka, yaitu mau kaya. Ketika turun dari gunung, mereka melihat Israel sedang menyembah sebuah patung lembu yang terbuat dari emas, dan bahkan dibuat Harun. 

Banyak orang berkata, ”Sekarang aku ke gereja untuk menyembah Tuhan, mendengarkan pendetanya berkhotbah.” Jika pendetanya salah iman, mereka pun akan ikut menjadi salah. Anda bertanya, “Kepada siapa aku harus percaya?” Tuhan yang disebutkan Musa ialah Dia yang menurunkan Taurat dan bersikap ketat terhadap manusia berdosa. Sedangkan Tuhan yang disampaikan Harun ialah yang diwakili patung seekor lembu. 

Kaum Israel menyerahkan emas mereka kepada Harun, lalu ia membuat seekor lembu dari emas-emas mereka, dan berkata, “Inilah Tuhan yang membawa kalian keluar dari Mesir.” Seturut namanya, orang Yahudi sepertinya masih menyembah Tuhan, tetapi Tuhan yang sejati bukan patung lembu, maka mereka sebenarnya menjadikan yang lain itu menggantikan Tuhan. Musa berkata kepada Yosua, “Suara itu bukan suara peperangan, itu suara pujian dan penyembahan.” 

Agama Kristen merupakan agama yang menyanyi, dan di dalam kekristenan banyak musik yang agung. Allah sejati ialah Allah yang mati disalibkan bagi kita, tetapi yang disembah kelompok Karismatik ekstrem adalah ilah yang menjadikan mereka kaya, lancar, berhasil, dan sebagainya. Allahnya Musa tidak tampak. Musa naik ke gunung empat puluh hari dan tidak turun-turun, maka kaum Israel menjadi kacau. Harun berkata, “Lembu inilah tuhan yang membawa kalian keluar dari Mesir. Sembahlah dia.” Maka mereka pun memuji dan menyembah tuhan lembu itu. \Melihat keadaan seperti ini, maka Musa marah, lalu melemparkan kedua loh batu itu. Saat itu Allah pun marah. 

Pada saat Allah berkata kasih, banyak orang menjadi wakil Allah menyampaikan kasih-Nya. Tetapi pada saat Allah murka, jarang sekali hamba Tuhan yang mau mewakili Allah murka. Saat Allah murka, Harun dan Yosua tidak tahu, hanya Musa yang tahu. Saat Musa melempar kedua loh batu itu, Allah tidak marah kepada Musa. Betapa besar dosa memecahkan kedua loh batu yang di atasnya ada tulisan tangan Allah sendiri, tetapi Allah tidak marah, karena kemarahan Musa adalah kemarahan Allah juga. 

Allah dan Musa sama-sama murka. Inilah kemarahan suci. Ini kemarahan yang diperkenan Allah. Sukacita, cinta kasih, ataupun kemarahan Allah haruslah menjadi fondasi emosi kita, karena saat Allah murka, jarang sekali ada pendeta yang berani turut murka. Mereka takut tidak disenangi orang lagi, tetapi Musa tidak peduli. Ia menghancurkan kedua loh batu dan berkata, “Tuhan, umat-Mu telah meninggalkan Engkau. Mereka menyembah lembu emas dan berkata bahwa mereka sedang memuji Tuhan. 

Tuhan, Engkau sudah melihatnya.” Tuhan berkata, “Musa, beri tahu mereka, bunuhlah mereka yang menentang Aku.” Musa datang ke tengah mereka, “Kalian telah menentang Tuhan, tidak lagi menyembah-Nya, tetapi menyembah dan memanggil lembu emas sebagai Tuhan. Sekarang Allah telah murka, kalian harus bunuh saudaramu sendiri.” Suku Lewi akhirnya membunuh sekitar tiga ribu orang yang menentang Tuhan. 

Setelah membunuh mereka, maka surutlah murka Allah dan Ia berkata, “Lewi, Aku memilihmu menjadi hamba-Ku. Kalian tahu marah bersama dengan Tuhan.” Allah ialah Allah yang Kasih, tetapi kasih Allah ialah kasih yang membenci kejahatan, cemburu, dan tidak mengizinkan kita sembarang memakai emosi untuk tidak setia kepada-Nya. Perjanjian Lama memperlihatkan banyak orang yang harus dibunuh, barulah surut murka Allah. 

Tetapi di Perjanjian Baru, Allah berkata, “Kekudusan-Nya untuk menggenapi keselamatan dan kasih-Nya mau memberikan hidup.” Pada saat Taurat diturunkan, tiga ribu orang mati; pada saat Roh Kudus turun, tiga ribu orang diselamatkan. Inilah perbandingan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Allah itu kudus dan murka Allah harusnya ditimpakan atas kita, karena kita para pendosa. Upah dosa adalah maut, maka kita seharusnya mati, tetapi pada saat Yesus menggantikan kita di atas salib, mengalirkan darah, dan mengorbankan nyawa-Nya, mati bagi kita, maka sekali lagi kasih Allah dinyatakan kepada kita. Melalui kematian Kristus, kasih Allah dinyatakan. 

Pengakuan Iman Rasuli berkata, “Ia menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan; turun ke dalam kerajaan maut, pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati.” Hari Yesus disalibkan merupakan hari yang tergelap dalam sejarah, Sang Kebenaran sudah mati, Sang Kudus telah mati. Setiap kali orang Kristen mengenang salib, ia bukan memikirkan betapa banyaknya penderitaan, tetapi Siapa yang telah mati. Setiap orang akan mengalami kematian satu kali. 

Suatu hari nanti saya akan mati, engkau pun akan mati. Jika kita tidak bisa menghindari kematian, kita pun tidak perlu takut kematian. Apakah kita bisa dengan berani menghadapi kematian? Dengan iman kita mengalahkan kematian. Ini semangat yang harus dimiliki setiap Kristen. Kitab Mazmur berkata, “Allah melihat kematian orang kudus itu bernilai dan berharga.” Kematian Sang Kudus sangat bernilai. Kematian orang suci sangat berharga dan terhormat bagi Tuhan Allah. Allah sangat menghargai orang suci yang dibunuh karena penganiayaan. 

Jika ini diucapkan Tuhan, kematian Sang Kudus yang terbesar pasti menjadi kematian paling berharga. Siapakah Sang Kudus yang paling besar? Yesus Kristus. Hari itu merupakan hari paling gelap. Yesus disalibkan di atas salib, bahkan matahari pun tidak bersinar, seluruh bumi menjadi gelap dan bergetar hebat, kuburan pun terbuka. Ada sebagian umat kudus yang bangkit, masuk ke kota kudus. Yesus disalibkan pukul sembilan pagi, jam tiga sore Ia menundukkan kepala dan mati. 

Dalam waktu enam jam, di atas Bukit Golgota telah terjadi tujuh mujizat. Mujizat yang terbesar terjadi pukul dua belas tepat di mana seluruh bumi menjadi gelap, bumi bergetar, kuburan terbuka, orang-orang mati bangkit, dan tabir Bait Allah terbelah dua dari atas ke bawah. Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Lalu Yesus berkata, “Genap sudah.” Ia pun meninggal. 

Hari Kristus disalibkan merupakan hari yang paling gelap dalam sejarah, karena melalui kematian-Nya Allah menaruh terang yang paling terang. Jika Yesus tidak mati, sekarang tidak ada yang namanya orang Kristen, tidak ada satu pun orang berdosa yang diampuni, tidak ada Kabar Baik, dan tidak ada gereja atau umat kudus. Jika Kristus tidak mati, kita semua akan masuk ke dalam neraka. Dengan kematian-Nya, jalan keselamatan disediakan. 

Butir 2 : PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” (11) 

Butir kedua Pengakuan Iman Rasuli merupakan bagian yang terpanjang dan terpenting dari seluruh Pengakuan Iman Rasuli dan yang membedakan agama Kristen dari agama-agama lainnya, yakni iman kepada Allah Tritunggal. Kita masih secara khusus memperhatikan kalimat “menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus”. 

Pontius adalah kota asal Pilatus. Menurut catatan, Pilatus akhirnya tinggal di Switzerland, yang sekarang kita kenal sebagai negara Swiss, negara Protestan, penghasil arloji, tape recorder, dan kamera terbaik. Negara ini kecil, tetapi mementingkan mutu lebih daripada jumlah. Selain meniru Jerman, Jepang pun meniru Swiss. Jerman, Swiss, dan negara-negara Skandinavia (Denmark, Finlandia, Norwegia, dan Swedia) semuanya merupakan negara-negara Protestan yang sangat penting. 

Swiss menuntut kualitas, maka arloji terbaik dan mesin yang sangat baik berasal dari Swiss. Negara-negara Reformasi dan Pascareformasi telah menghasilkan hal-hal yang sangat bermutu berdasarkan satu ayat, bahwa mengerjakan apa pun adalah di hadapan dan dilihat Tuhan. “Saya melihat segalanya dari takhta Tuhan dan akan mengerjakannya seperti dilihat Tuhan dari takhta-Nya.” Jika ini menjadi pedoman hidup setiap kita, maka hidup kita menjadi hidup yang bermutu. 

Pada saat Tuhan melihat kita mengerjakan segalanya sesuai kehendak-Nya, maka ketika kita berjumpa dengan-Nya, Ia akan berkata, “Engkau hamba-Ku yang baik dan setia, masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan Tuanmu.” Saat Yesus diadili, ini merupakan sindiran yang sangat menempelak kebudayaan manusia, karena Yesus diadili dalam pengadilan, yang seharusnya merupakan tempat manusia mewujudkan dan melaksanakan keadilan bagi seluruh masyarakat. Manusia mewujudkan keadilan dengan mendirikan suatu lembaga, yaitu pengadilan. 

Pengadilan, mulai dari desa, kota, pengadilan negeri, pengadilan tinggi, sampai mahkamah agung, adalah perwujudan keadilan. Tetapi, sejarah membuktikan bahwa tempat yang paling melecehkan dan menghujat keadilan adalah pengadilan tertinggi. Tuhan dari sorga melihat. Manusia dicipta menurut peta teladan Allah, manusia diberi konsep tentang sifat Allah yang suci, adil, dan bajik adanya. 

Ketiga hal inilah intisari hukum Taurat yang tercantum dalam Sepuluh Hukum. Maka, melalui hukum Taurat, kita tahu bahwa Allah itu suci, adil, dan baik. Manusia diciptakan menurut peta teladan Allah, sehingga manusia dapat membayangkan peta teladan Allah dan merenungkan sifat ilahi. Tetapi, agama tidak terlalu banyak mengajarkan tentang ketiga sifat ilahi seperti yang tercantum dalam Taurat. 

Di dalam surat Roma, Paulus mengatakan bahwa di dalam Taurat tersimpan ketiga sifat ini: Allah adil, suci, dan baik adanya. Maka, manusia yang diciptakan menurut peta teladan Allah seharusnya juga melaksanakan ketiga sifat ini, yang membuktikan bahwa kita dicipta oleh Tuhan. Manusia harus menjalankan keadilan, kesucian, dan kebajikan. Keadilan berarti sama rata terhadap diri dan sesamanya. “Saya tidak lebih baik, lebih tinggi, lebih pintar darimu, saya tidak boleh punya hak istimewa yang melebihimu.” Superioritas melanggar keadilan. 

Inferioritas juga melawan keadilan, tetapi menganggap sama terhadap diri dan sesama, tidak menganggap diri sebagai penguasa atas sesama kita, tidak menganggap sesama sebagai budak kita, karena itu semua melawan keadilan dalam interaksi antarpribadi. Barang siapa sama terhadap diri dan sesama, ia seorang yang manusiawi. Pengadilan diperlukan karena negara mau melaksanakan keadilan dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. 

Tanpa keadilan, masyarakat akan kacau, kejahatan tidak ada hukuman, orang baik tidak dapat hidup aman dan mendapat pujian yang selaras atau dorongan yang seharusnya. Maka, melalui pengadilan melaksanakan keadilan, masyarakat menjadi tertib dan baik. Tetapi justru di sinilah sindiran terbesar, di mana ada pengadilan tertinggi, di sana ada pelanggaran keadilan yang terjahat. Maka, Alkitab berkata, tidak seorang pun yang tidak berdosa, karena sekalian kita sudah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. 

Keadilan, kesucian, kebaikan, dan kasih merupakan perwujudan kemuliaan Allah. Seorang yang adil, baik, dan suci, saat melakukan keadilan, kebajikan, dan kesucian, ia memuliakan Tuhan. Tuhan dimuliakan melalui sifat-sifat ilahi yang dilaksanakan manusia. Namun, pada saat Pilatus mengadili Yesus, ini merupakan sindiran terbesar, suatu refleksi yang memancarkan ketidakadilan yang terkejam dan paling menakutkan yang pernah terjadi dalam sejarah manusia. 

Saat di mana manusia melakukan keadilan, hal yang paling mustahil dicapai dan yang dinyatakan sebagai kerusakan terbesar, penghinaan, dan pelecehan keadilan yang terkejam terjadi, yaitu saat Yesus diadili Pilatus. Sejarah mencatat, Socrates dituduh dengan dua kesalahan: 1) atheis dan 2) penghasut atau perusak moral pemuda. Socrates divonis sebagai orang atheis karena ia tidak percaya kepada para dewa Yunani. Saat ia menyatakan diri tidak lagi percaya para dewa Yunani, karena sesungguhnya ilah itu seharusnya hanya satu, tidak tampak, dan di sorga, maka mereka menyatakan ia atheis. 

Bagi Yunani, ilah yang tertinggi namanya Zeus (atau Jupiter). Sedangkan, bagi Socrates, ilah tertinggi itu roh, tak tampak, esa adanya, dan ada di tempat Mahatinggi (yaitu sorga). Saya percaya Socrates dipengaruhi para pedagang Yahudi yang merantau ke Yunani. Saat mereka pergi berdagang ke berbagai negeri, mereka sekaligus memperkenalkan Allah Yehovah di sorga, yang adalah Roh, dan Pencipta langit dan bumi. Kalimat “Pencipta langit dan bumi”, pertama kali diperkenalkan oleh orang Kristen melalui Pengakuan Iman Rasuli. Tanpa Pengakuan Iman Rasuli pengertian “penciptaan” tidak jelas dan kacau balau. 

Dalam Pengakuan Iman Rasuli, penciptaan mencakup segala sesuatu: langit, bumi, dan segala isinya. Dalam Pengakuan Iman Nicea lebih lengkap lagi, yaitu dengan menambahkan yang tampak dan yang tidak tampak, yang berwujud sebagai pribadi atau benda, semua yang tampak dan tidak tampak sama-sama diciptakan Allah. Inilah perbedaan kebudayaan Yunani dengan konsep iman Kristen. Dalam kebudayaan Yunani, dunia memang begitu dari dahulu sampai selamanya tidak berubah. 

Tetapi orang Kristen pertama kali berkata, “Tidak, ini dahulu tidak ada, tetapi Allah menciptakan dari tidak ada menjadi ada, barulah ada langit dan bumi.” Allah Pencipta langit dan bumi. Dengan konsep yang revolusioner ini, iman Kristen bersumbangsih di dalam konsep penciptaan. Konsep penciptaan ada dalam Perjanjian Lama. Kejadian 1:1 berkata, “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” Lalu, dikembangkan dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus berdoa, “Tuhan dari langit dan bumi.” Ia bukan saja menciptakan, juga menjadi Tuhan. Jadi, sekarang kita melihat: ciptaan itu dunia fisika dan Pencipta itu metafisika. Pencipta bukan ada dalam dunia ciptaan, tetapi melampaui segala ciptaan-Nya. Allah itu transenden. “Dunia” di atas dunia, di balik dunia, melampaui dunia yang tampak, itulah tempat Tuhan. 

Demikianlah, pertama kali “dipisahkan” yang tampak dan yang tidak tampak, sehingga manusia harus memiliki iman terbuka untuk menuju kepada dunia yang tidak tampak. Namun, yang disebut tidak tampak justru tampak bagi orang Kristen, karena orang Kristen melihat melalui iman. Iman melihat melalui roh. Maka, melalui iman kita menerobos batasan fisika yang menutup kita di dalam dunia materi, menuju dunia yang tidak tertutup, tidak terbatas, yaitu dunia roh. Allah ada dalam dunia roh. 

Ia adalah Allah yang hidup. Maka, kita memiliki open system, sistem terbuka iman Kristen. Ketika Allah menyatakan diri melalui Sepuluh Hukum Taurat, dari dunia yang tampak kita mulai melihat dunia yang tidak tampak, bahwa dunia yang tampak memerlukan keadilan, karena Allah itu adil. Kita bermoral, perlu kesucian, karena Allah suci. Dalam dunia tampak, kita memerlukan kebajikan, karena Allah bajik. Semua sifat ilahi yang dinyatakan dalam dunia tampak, kita menjadi wakil Tuhan, karena kita peta teladan Tuhan yang melaksanakan sifat-sifat moral Tuhan dan menyatakan kemuliaan Tuhan dalam dunia. 

Tuhan Yesus lahir di zaman Maria dan mati di zaman Pilatus. Ini membuktikan Kristus adalah manusia dalam sejarah, berkurun waktu dan tempat. Kelahiran, kehidupan, kematian, dan kebangkitan Kristus bukanlah cerita mitos Yunani, tetapi merupakan fakta sejarah yang konkret. Yesus benar-benar hidup sebagai manusia. Inilah inkarnasi. Tuhan Yesus pernah datang memasuki sejarah dan melalui hidup-Nya, Kristus mengubah sejarah, agar melalui diri-Nya manusia bertemu dengan Allah yang tidak tampak. 

Inkarnasi Kristus menjadi titik temu antara Allah yang tidak tampak dan manusia yang tampak; antara kekekalan dan kesementaraan; antara anugerah Allah yang kekal dan manusia yang berdosa. Melalui kelahiran-Nya, Firman ada di tengah kita. Melalui kematian-Nya di atas salib, dosa diselesaikan dengan menggantikan kita yang seharusnya mati. 

Pada saat Pilatus mengadili Tuhan Yesus, terjadi ketidakadilan yang paling puncak dan kejam dalam sejarah. Ketika Tuhan Yesus diadili Pilatus, Allah turun sampai titik terendah dan pendosa naik sampai ke puncak tertinggi. Ini adalah dua arah yang berbeda: Yang di atas bersedia turun ke bawah, dan yang di bawah mau naik ke atas setinggi-tingginya. Pilatus dengan gengsi dan angkuh mengadili Yesus yang rendah hati dan rela berkorban. 

Yang tertinggi turun ke titik terendah dan yang terendah naik ke titik tertinggi. Yesus dari sorga berinisiatif turun ke dunia; Pilatus pendosa yang memberanikan diri berinisiatif naik ke takhta untuk menghakimi Yesus. Sama-sama berinisiatif, tetapi Pilatus menganggap dirinya utusan dan wakil Kekaisaran Romawi yang lebih tinggi dari semua kerajaan lain, sehingga ia merasa berhak mengadili dan menghakimi siapa pun, sementara Yesus berinisiatif merendahkan diri-Nya. Di sini kita melihat kontras dari kedua orang ini. 

Dengan melihat kepada Yesus, belajar kebenaran dan sifat ilahi-Nya, yaitu merendahkan, mengosongkan, dan menyangkal diri, kita belajar untuk melihat Yesus sebagai teladan manusia. Ia berhak dan patut berkata, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan; sebab kuk yang Kupasang itu enak, dan beban-Ku pun ringan.” Tetapi Pilatus telah mengangkat diri lebih dari yang seharusnya, sehingga ia berani menjatuhkan hukuman kepada Tuhan Yesus. 

Padahal, sebelum ia menjatuhkan hukuman, ia sudah merasa bahwa tidak seharusnya Tuhan Yesus dihukum, karena: 1) Ia tidak menemukan kesalahan apa pun yang Yesus perbuat. Sampai tiga kali ia berkata, “Aku tidak menemukan kesalahan apa pun pada orang ini.” Namun, mereka berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Di tengah keadaan terjepit dan terkunci, ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena ia mewakili Romawi harus menyelesaikan semua pengaduan yang tidak adil, yang harus ia adili. 2) Malam sebelumnya, Tuhan sudah memberikan mimpi kepada istri Pilatus, maka istrinya mengutus seorang untuk membawa berita kepada Pilatus, “Jangan engkau mengurus Yesus, karena tadi malam aku bermimpi orang ini benar, jangan jatuhkan hukuman atas-Nya.”

Dalam dua keadaan yang sulit ini, ia tidak tahu harus berbuat bagaimana. Akhirnya, ia memakai caranya sendiri. Pilatus berkata, “Hari ini Hari Paskah, rakyat banyak ada di Yerusalem. Izinkan aku melepaskan satu orang. Kalian mau siapa yang kulepaskan: Barabas atau Yesus?” Ia berpikir, meskipun mereka membenci Yesus, mustahil mereka membenci Yesus lebih daripada mereka membenci penyamun sekelas Barabas. 

Richard Niebuhr pernah berkata, “Yesus terlalu mementingkan kemanusiaan, seperti belas kasihan dan keadilan, tetapi tidak mau menjalankan Taurat, maka Pilatus hanya menjadi alat untuk menyingkirkan dan membantai Tuhan Yesus.” Pilatus sendiri tidak ada niat seperti itu. Ketika ia terjepit di tengah situasi seperti itu, ia pikir ia cukup pandai dengan membawa Barabas keluar. Pasti mereka lebih membenci Barabas. 

Tetapi di luar dugaannya, semua orang berteriak, “Barabas! Kami mau Barabas! Lepaskan Barabas!” Pilatus tercengang, ia kaget dan tidak menyangka, manusia lebih suka perampok dibandingkan Yesus yang melakukan banyak kebajikan, menyembuhkan orang, dan ke mana-mana memberitakan Kerajaan Sorga. Maka Pilatus terpaksa berkata, “Jika demikian, apa yang harus kulakukan kepada Yesus orang Nazaret ini?” “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Pilatus melihat tidak ada kemungkinan melawan massa yang sedemikian radikal dan ekstrem. 

Maka ia mengeluarkan surat berkata, “Sekarang aku setuju apa yang kalian mau. Ambillah surat ini, lakukan, cambuklah, dan salibkan Yesus.” Lalu Pilatus mencuci tangannya, “Dosa ini tidak ada padaku.” Tetapi bisakah? Tidak. Ia mengambil keputusan saat menjabat sebagai gubernur Romawi. Maka, Pengakuan Iman Rasuli menulis, “Ia menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” Sebagai orang berdosa yang tidak takluk kepada Tuhan, dirinya sudah masuk ke dalam jebakan dan masih tidak sadar. Sejak awal ia menginginkan kedudukan yang tinggi. Secara inisiatif ia mau menjadi seorang yang bisa memerintah dan mengadili Yesus. 

Alkitab berkata, “Berbahagialah mereka yang merendahkan diri, celakalah mereka yang meninggikan diri.” Bagaimanapun setan meninggikan diri, akhirnya dicampakkan turun dari sorga. Sejak awal Yesus merendahkan diri, maka akhirnya diberikan nama di atas segala nama. Setelah Pilatus menyerahkan Yesus untuk disalibkan, Yesus dicambuk, lalu memikul salib menuju Golgota. Kayu yang dipakai itu kasar dan berat. 

Seturut peraturan bahwa yang memikul harus orang yang divonis mati, Yesus dianggap sebagai pendosa besar, maka Ia pun disuruh memikul salib-Nya. Sebelumnya, Yesus pun sudah dicambuk hingga darah-Nya terus mengalir di sekujur tubuh-Nya, lalu kini ditimpa salib kayu yang berat. Menurut legenda, Yesus berjalan ke Golgota dan sampai separuh perjalanan Ia sudah tidak kuat dan terjatuh dan salib itu menimpa diri-Nya. 

Menurut legenda, Yesus jatuh tujuh kali. Baru setelah itu mereka menyuruh seorang memikul salib-Nya, namanya Simon dari Kirene. Legenda berkata Yesus jatuh tujuh kali, karena terlalu berat. Di bawah pemerintahan Pontius Pilatus dan Romawi, yang ada hanya kekejaman, bukan perikemanusiaan. Maka Simon Kirene terpaksa memikul salib, mungkin dalam hatinya ia benci sekali, “Karena Engkau aku sampai tidak bisa mengerjakan yang lain, mesti memikul salib-Mu menggantikan-Mu.” 

Tetapi catatan sejarah ada kalimat seperti ini, “Sambil memikul salib, sambil memandang Yesus yang seluruh badan-Nya penuh dengan luka, wajah-Nya penuh dengan sukacita, damai, dan kasih. Meski seluruh badan-Nya terluka, Yesus dengan tenang rela menanggung dosa manusia, rela menanggung murka Tuhan, menggantikan kita untuk Tuhan adili.” Ada juga yang berkata, “Setelah Simon melihat Yesus dipaku, ia begitu sedih dan menangis, karena ia tahu bahwa orang ini baik.” Ada juga yang mencatat bahwa akhirnya ia menjadi Kristen. 

Tuhan memakai segala cara menobatkan manusia. Ada yang awalnya membenci Yesus, termasuk perampok yang ada di atas salib, memaki-maki Tuhan Yesus, tetapi akhirnya Tuhan Yesus bekerja. Setelah mendengar kalimat pertama, “Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka kerjakan.” Maka perampok yang satu ini mulai sadar. “Apa yang saya buat saya tidak tahu.” Lalu ia mengingat, “Apa Tuhan mau mengampuni saya?” Ia mulai merasa Injil dan kuasa Kristus membawanya kembali. 

Kalimat kedua Tuhan Yesus menjawab pertanyaannya, “Yesus, pada hari Engkau kembali menggenapi Kerajaan-Mu, ingatlah aku.” Yesus menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, bukan hari itu, tetapi hari ini. Aku berkata kepadamu, hai perampok, hari ini juga engkau dan Aku ada dalam perjamuan bersama dalam Kerajaan Allah di Firdaus.” Inilah penghiburan terbesar bagi seorang pendosa. Karena Yesus dipaku di atas salib, maka titik temu sorga dan bumi menjadi titik temu kebahagiaan dengan penderitaan. 

Yesus memberikan kebahagiaan terbesar bagi dunia, dan Ia sendiri harus menerima penderitaan terberat di atas salib. Ini paradoks yang secara lahiriah kita tidak mengerti, tetapi secara batiniah kita tahu. Alkitab berkata, melalui Dia, yang membelah tirai yang memisahkan antara Ruang Suci dan Ruang Mahasuci dalam Bait Allah, maka jalan yang baru, yang benar, dan yang hidup bagi kita telah Yesus tempuh. 

Melalui tirai yang diwakili tubuh-Nya, tubuh yang terpaku dan mengalirkan darah. Tirai yang penuh dengan darah domba yang disembelih menjadi korban menggantikan dosa, membuat tirai itu robek menjadi dua dari atas sampai bawah. Di saat itu tercatat memerlukan 300 orang baru bisa memasang tirai dalam Bait Allah. 

Pemisahnya yaitu dosa kita dan pemecahnya yaitu tubuh Kristus. Karena dosa, kita ditolak dan diceraikan Allah, tetapi karena kematian Kristus kita semua diterima Allah. Inilah Injil, inilah Kerajaan Allah, keselamatan, anugerah pengampunan dosa yang sudah direncanakan dan ditetapkan Bapa, digenapi Yesus, dan disodorkan Roh Kudus dalam hati setiap kita. Kiranya Tuhan memberkati dan menjadikan kita orang-orang yang sungguh mengasihi Tuhan. 

Butir 2 :PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” (12) 

Manusia dicipta Allah menurut peta teladan-Nya, lebih tinggi dari semua makhluk karena manusia memiliki sifat-sifat Allah sendiri. Di dalam dasar hati manusia ada sifat keadilan, kebenaran, dan kasih. Tetapi semua akhirnya menyeleweng dan tercemar oleh dosa. Distorsi atau pencemaran ini sudah masuk ke dalam agama, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan, politik, keuangan, masyarakat, dan segala aspek kehidupan manusia. 

Maka para politisi salah menjalankan keadilan, para pendidik salah mengajarkan kebenaran, para agamawan salah melaksanakan kehendak Allah. Ketika menghakimi Yesus, Pilatus bertanya, “Jadi Engkaukah raja?” Yesus menjawab, “Engkau yang mengatakan Aku raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, agar Aku memberi kesaksian tentang kebenaran.” Maka Pilatus terkejut dan berkata, “Apa itu kebenaran?” Sesudah berkata demikian, keluarlah ia menemui massa Yahudi itu. 

Sikap ini mencerminkan kerusakan sifat manusia. Tentang kebenaran, manusia sebenarnya mempunyai konsep, keinginan mengenal, dan pertanyaan tentang kebenaran. Namun sayang, manusia tidak menginginkan jawaban yang benar. Pilatus tidak siap untuk menerima kebenaran. Setiap orang menganggap dirinya benar dan tidak siap mendengarkan jawaban dari Sang Kebenaran itu sendiri. Yesuslah satu-satunya manusia di sepanjang sejarah yang pernah berkata, “Akulah Jalan, dan Kebenaran, dan Hidup.” Tidak ada filsuf yang pernah berkata, “Akulah kebenaran.” 

Jika Pilatus sungguh mengerti makna ucapan Yesus, “Akulah kebenaran,” Pilatus tentu akan berlutut dan berkata, “Jika demikian, berilah aku jawaban.” Yang berdosa berdiri di hadapan dan mengadili Sang Kebenaran, Yang Tidak Berdosa. Ini suatu perlawanan dan penghinaan terhadap kebenaran. Yang seharusnya menghakimi, sekarang dihakimi; yang seharusnya dihakimi, sekarang menghakimi. Tuhan Yesus telah melakukan suatu keharusan, yaitu Ia diadili dan dihina oleh para pendosa. Ketika Pilatus bertanya, “Apa itu kebenaran?” 

Pilatus bersikap menghina kebenaran, karena ia tidak bersedia mendengar jawabannya. Di dalam sejarah Yunani dan Romawi, ada tiga aliran filsafat yang terpenting dan meluas di dalam dunia cendekiawan, yaitu: Stoicism, Epicureanism, dan Scepticism. Epicureanism mencari segala kebahagiaan yang bisa diterima manusia. Stoicism mencari kebajikan melalui penyiksaan diri (asceticism) yang berusaha agar tubuh ditekan dan jiwa dilepaskan; melalui kebajikan mereka mengikuti perjalanan yang ditunjuk dalam ajaran Stoicism. 

Kaum Stoa mencari kebajikan, Kaum Epikurean mencari kesukaan. Dan ada satu lagi di era yang sama, yaitu sekitar tahun 400 SM sampai sekitar tahun 400 M, yang berkembang pesat dengan mengatakan, “Aku tidak tahu apa itu kebenaran, keadilan, kesukaan, dan kebajikan,” yaitu ajaran Scepticism. Scepticism meragukan segala sesuatu. Mereka hanya memiliki keinginan tanpa jawaban. Saya menduga Pilatus selalu skeptis, tidak memiliki kepastian. Itu sebab, perkataan Pilatus, “Apa itu kebenaran?” mencerminkan kebiasaan pendosa yang tidak sungguh-sungguh mau mencari kebenaran. 

Kita mempunyai kebutuhan dan keinginan, tetapi tidak memiliki kepastian dan keseriusan menantikan jawaban. “Saya tahu di dunia ada dan perlu kebenaran, tetapi saya tidak sanggup mengatasi kesulitan di dalam sifat diri saya sendiri.” Misalnya semua orang yang merokok tahu bahwa rokok tidak baik, tetapi tahu tidak baik hanya satu fungsi dari hidup, yaitu fungsi tahu, fungsi rasio. Fungsi rasio selalu lebih tinggi dari fungsi melaksanakan. Yang tahu rokok tidak baik, tidak memiliki kekuatan mentransformasi dari pengetahuan bahwa dosa itu tidak baik menjadi suatu kemampuan untuk melawan dosa. Inilah kelemahan dunia. 

Kita semua mengerti secara rasio apa itu baik dan jahat, tetapi tidak mampu mengubah pengertian tersebut menjadi suatu kekuatan untuk menolak yang tidak baik dan melakukan yang baik. Ada orang yang sadar dan menyesali dosanya. Ada yang sadar dan menyesal karena ditangkap, bukan karena dosanya. Ada beberapa dasar keberadaan dan tingkat pengertian setiap pendosa: (a) Instinctive understanding, secara naluri saya tahu apa itu baik dan tidak baik; (b) Educational understanding, karena dididik maka saya tahu apa itu baik dan tidak baik; dan (c) Religious understanding, dari khotbah dan pengajaran agama saya tahu apa itu baik dan tidak baik. Tetapi pengetahuan saja tidak cukup. 

Pengetahuan masih membutuhkan pekerjaan penerangan Roh Kudus. Ini hal yang sangat penting. Roh Kudus datang untuk menyadarkan manusia akan dosa, keadilan, dan penghakiman (Yoh. 16:8). Dalam terjemahan lain, Roh Kudus mengakibatkan pendosa menegur diri akan dosa yang ia perbuat, keadilan yang ia tolak, dan penghakiman Tuhan yang seharusnya ia terima. Pada saat Pilatus menghakimi Tuhan Yesus, ia menjadi seorang yang melawan, karena seharusnya Yesuslah yang menghakimi dia. 

Kelahiran Tuhan Yesus adalah fakta sejarah yang membuktikan bahwa Allah mewujudkan kasih-Nya kepada manusia dan hadir dalam kesengsaraan dan kesulitan hidup manusia. Ia turun ke dunia agar kita mengerti betapa dalam kasih-Nya di dalam kerelaan-Nya datang dan mengalami penderitaan. “Engkau mau datang bersimpati dan berbagian di dalam kesengsaraanku. Aku bersyukur kepada-Mu karena kasih-Mu.” Simpati berarti memiliki perasaan bersama. Itu menjadikan yang menderita tahu bahwa ia tidak sendiri. 

Yesus sama seperti kita, pernah diumpat, ditolak, difitnah, disingkirkan, dan dijadikan marginal (orang buangan) dalam masyarakat. Ketika memikirkan tentang apa yang pernah dialami Yesus, kita bersyukur ada Tuhan yang mau seperasaan dengan kita, pernah masuk ke dunia mengalami apa yang kita alami. Inilah kasih Tuhan yang menghibur kita. Pada saat diadili Pilatus, Tuhan Yesus tenang dan tidak membalas, seperti domba yang dibawa ke pembantaian, dengan tenang menyerahkan diri di hadapan Allah. 

Tuhan Yesus lahir di masa Maria dan mati di masa Pilatus. Ini adalah fakta sejarah. Ini perbedaan iman Kristen dari semua mitologi. Alkitab berkata bahwa dalam segala hal Ia sama seperti kita. Dalam segala hal, Yesus masuk ke dunia ciptaan, hidup di tengah manusia, dan dicobai dalam segala hal. Ibrani 4:15 mengatakan, “Sama seperti kita, Ia telah dicobai hanya tidak berbuat dosa.” Frasa ini menjadi Pembeda Kualitatif (qualitative difference) antara Yesus dan semua manusia lain di sepanjang sejarah sejak penciptaan hingga Hari Tuhan. 

Tuhan Yesus sama seperti kita, dicobai Iblis. Pekerjaan Iblis ada tiga yang terbesar, yaitu: (a) melawan Tuhan; (b) menjatuhkan manusia dalam dosa; dan (c) menuduh umat suci agar dibenci Allah. Alkitab berkata, semua kelemahan manusia akibat jatuh dalam dosa, dapat disimpulkan hanya ke dalam tiga wilayah, yaitu: (a) keinginan daging, (b) keinginan mata, dan (c) keangkuhan hidup (1Yoh. 2:16). Ketiga hal ini dilakukan Iblis untuk mencobai Yesus. 

Pada saat Yesus dicobai, roti mewakili keinginan daging. Jika seseorang sudah sangat kelaparan, makanan menjadi pencobaan yang sangat besar. Selama empat puluh hari Yesus tidak makan, sekalipun kemungkinan besar Ia tetap minum. Karena Alkitab berkata, “Akhirnya laparlah Yesus.” Tidak dikatakan, “Hauslah Yesus.” 

Artinya, mungkin Ia minum. Alkitab tidak mengajarkan, bahwa berpuasa tidak boleh makan dan minum. Musa, Elia, dan Yesus berpuasa 40 hari dan tidak dikatakan selama 40 hari itu mereka tidak minum. Juga ditulis, “Sesudah itu mereka lapar,” tidak dicatat mereka haus. Seluruh pikiran berdasarkan prinsip Alkitab: hidup manusia bukan bersandarkan roti saja, tetapi bersandarkan pada setiap firman yang keluar dari mulut Tuhan. 

Berpuasa karena kita mau lebih banyak berdoa, lebih dekat kepada Tuhan, lebih bersandarkan kuasa dari atas, maka tidak bersandar pada dunia. Berpuasa berarti bersandar pada Tuhan. Yesus juga menjadi teladan bagi kita. Yesus berpuasa selama 40 hari. Setelah Ia lapar, Iblis langsung datang. Banyak orang setelah terjepit, sampai tidak ada jalan keluar, baru mulai memikirkan tentang Allah. Ini tidak benar. 

Kerohanian seseorang itu baik jika dalam kecukupan, kesukaan, kekayaan, dan kelancaran, selalu bersyukur kepada Tuhan. Kita harus selalu mengucap syukur, maka setiap Minggu kita bisa memuji, “Puji Tuhan! Haleluya!” Pada saat kita menderita kelaparan, kemiskinan, dan sakit penyakit, Iblis akan berkata, “Di mana Tuhan? Jika Tuhan mengasihimu, kenapa Ia membiarkan engkau menderita?” Iblis membuatmu meragukan keberadaan Allah dan tidak lagi percaya kepada-Nya. 

Dalam kesendirian dan kesakitan, akankah kita langsung berpendapat setan penyebabnya? Protestan tidak demikian. Jika sakit, mungkin karena dosa, mungkin karena latihan dari Tuhan. Dengan demikian, kita tidak sembarangan mengambil keputusan memvonis dari Tuhan atau setan. Dengan perasaan takut kepada Tuhan, engkau berkata, “Susah, senang, sakit, sehat, mati, dan hidup, seluruh hidupku milik Tuhan. 

Aku tetap percaya dan taat kepada Tuhan.” Tuhan terkadang memimpinmu melampaui fenomena dan dunia yang tampak, maka sekalipun tidak tampak kita mesti tahu ini. Tuhan membiarkanmu susah bukan berarti Tuhan membuangmu, tetapi Tuhan sedang melatihmu agar dalam kesusahan engkau bisa bangkit berdiri. Tuhan mampu dan berhak melakukan apa pun atas hidup kita, karena Ia Pemilik kita, tetapi Ia juga ingin kita belajar berdiri bertahan di tengah angin topan dan ombak besar. 

Seorang jenderal terkenal abad ke-20, Douglas MacArthur - yang memimpin pasukan AS melawan Jepang pada PD II - menulis suatu doa, A Father’s Prayer (Doa Seorang Ayah), yang isinya, “Tuhanku, aku berdoa bagi anakku. Jangan biarkan ia lancar, senang, enak, dan penuh kedamaian. Sebagai seorang ayah, aku mendoakan ya Tuhan, berilah anakku ombak besar dan angin topan yang menakutkan dalam hidupnya. Tetapi, aku berdoa, jangan biarkan ia jatuh dan tenggelam dalam ombak dan angin topan. 

Berilah ia kekuatan agar bisa tetap berdiri dengan teguh dan menolong temannya yang sedang tenggelam.” Ketika saya berusia 18 tahun membaca doa agung Jenderal MacArthur ini, saya sangat terharu dan terpengaruh, karena saat membacanya, saya merefleksikannya pada hidup saya sendiri. Akhirnya saya mendapatkan kesimpulan, “Puji Tuhan! Ketika kecil, hidupku tidak terlalu enak, tidak terlalu kaya, tidak terlalu lancar, tidak terlalu sehat, selalu sakit dan lemah. 

Tetapi melalui kesulitan, sakit penyakit, kemiskinan, dan kesengsaraan, aku dapat berdiri dan bersandar pada Tuhan untuk teguh, menjadikanku seorang yang kuat, tahan banting, tahan lapar, dan tahan susah.” Di usia muda, saya tidak mengerti makanan bergizi. Saat itu jika bisa hidup satu hari, sudah bersyukur kepada Tuhan. Jika makan, saya maunya cepat-cepat, sup dituang ke nasi, lalu dituang ke mulut, lalu pergi berkhotbah ke sana sini. Makan enak kita hidup, tetapi makan tidak enak pun kita tetap hidup. 

Saya berusaha bekerja terus lebih berat daripada orang lain. Pada usia 77 tahun, saya masih berkhotbah sekitar tiga ratus kali setahun dan tetap tampak sehat. Saya jarang sakit. Kemarin malam saya baru berpikir, sedari umur 16 sampai sekarang sudah memimpin ratusan konser, tetapi tidak pernah satu kali pun memerlukan conductor cadangan. Baru saya sadar, betapa besar pemeliharaan Tuhan bagi orang yang lemah ini. 

Pernah beberapa kali saya harus berhenti berkhotbah karena sakit keras, tidak bisa naik mimbar, maka orang lain yang naik menggantikan saya. Mencari orang menggantikan saya berkhotbah mungkin lebih mudah daripada mencari orang menggantikan saya sebagai conductor. Tetapi sekarang ada rekan Pdt. Dr. Billy Kristanto, Rebecca Tong, dan Eunice Tong, lalu masih ada para musikus yang lain, sehingga jika diperlukan ada orang lain yang bisa menggantikan. Sampai saya sudah tua, baru Tuhan siapkan orang lain menggantikan saya. 

Dari masa ke masa, Tuhan membangkitkan lagi lebih banyak orang. Tuhan Yesus di bawah Pontius Pilatus sengsara dan dijatuhi hukuman, Ia harus disalibkan dan mati. Kematian bagi manusia itu wajar, karena semua manusia berdosa. Sekalian kita telah berdosa dan kekurangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Roma 6:23 menyatakan, “Upah dosa adalah maut, tetapi anugerah Allah adalah hidup yang kekal dalam Yesus Kristus, Tuhan kita.” Lalu, Ibrani 9:27 menyatakan bahwa setelah mati kita akan dihakimi. 

Inilah tiga kalimat yang penting. Semua orang berdosa, harus mati, dan dihakimi. Penginjilan memberi tahu bahwa kita orang berdosa, harus mati dan dihakimi, tetapi Yesus datang ke dunia, mati bagi kita, agar kita mendapat hidup kekal. Kematian itu hal yang umum. Tetapi Yesus satu-satunya yang tidak berdosa namun harus mati. Alkitab berkata, Ia mati menggantikan kita. Yang mati untuk menggantikan orang lain hanya satu, Yesus Kristus. Semua manusia lain mati, karena semua memang berdosa sehingga semuanya harus mati. Yesuslah satu-satunya yang mati sekalipun tidak berdosa. 

Paulus berkata, “Ia yang tidak berdosa dimatikan ganti kita yang berdosa.” Petrus berkata, “Ia yang benar menggantikan kita yang tidak benar.” Mereka mengerti, bahwa Kristus mati sebagai substitusi (pengganti). Yesus tidak berdosa, menggantikan kita yang berdosa, maka Ia mati di atas salib. Ini melawan dalil yang biasa, ini paradoks. Dalil biasa berkata, “Yang berdosa harus mati.” Paradoks berkata, “Mati sekalipun tidak berdosa.” Yesus yang tidak berdosa harus mati, karena penggantian. Ia mewakili dan menggantikan kita. 

Ia menempati kematian kita karena Ia tidak berdosa dan rela mengasihi kita. Keselamatan yaitu Yesus mati menggantikan dan menempatkan diri di tempat kita, sehingga hukuman itu tiba ke atas-Nya dan tidak tiba atas kita. Lihatlah Anak Domba Allah yang mengangkut dan menanggung dosa seluruh dunia. Inilah kematian Yesus. Itu alasan di Alkitab ada berita salib, karena orang Kristen tahu, tidak ada yang dapat kembali kepada Bapa, diperdamaikan dengan Allah, jika Yesus tidak mati di atas salib. 

Status kematian Yesus berbeda dari kematian semua manusia. Yesus berbeda dari semua manusia, karena mereka semua sudah berbuat dosa, maka mereka harus mati. Tuhan Yesus satu-satunya yang tidak berdosa tetapi rela mati karena menggantikan kita. Ada Allah yang begitu mengasihi kita, yang bersedia mati menggantikan kita. Ia menerima hukuman, murka, dan penghakiman Allah. 

Ketika Yesus mati di atas salib, ucapan yang paling mengerikan Ia teriakkan kepada Allah, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Allah dan para malaikat di sorga pun tidak menjawab. Meninggalkan satu pertanyaan tanpa jawaban dalam sejarah. Sebenarnya Allah mau Tuhan Yesus yang mengeluarkan kalimat itu lalu kita yang menjawabnya. Jawabannya harus dari kita, “Allah meninggalkan Engkau, karena Engkau telah menggantikanku memikul dosaku.” 

Butir Kedua: PENGAKUAN IMAN RASULI 
Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati...(13) 

Penyaliban adalah hukuman yang paling tragis di dalam sejarah. Setiap pemerintahan pasti memikirkan cara-cara untuk menakuti rakyatnya. Sejak dahulu kala hingga saat ini, hal seperti ini tidak pernah berubah. Ini merupakan kuasa yang Allah berikan kepada pemerintah, yaitu memberi hadiah kepada mereka yang melakukan kebajikan dan menghukum mereka yang melakukan kejahatan. 

Setiap manusia memiliki kemungkinan berbuat salah, setiap manusia memiliki kemungkinan untuk hidupnya kacau, maka mereka yang tidak hidup seturut dengan hukum pasti harus dihukum. Dibutuhkan penghakiman dan hukuman yang benar agar masyarakat bisa kembali hidup tenteram, dan mereka yang berambisi liar tidak bisa terlalu sembarangan. Roma 13 berkata, “Siapa yang melakukan kebajikan akan mendapat hadiah, siapa yang melakukan kejahatan pasti akan dihakimi, karena ini merupakan kuasa yang Allah berikan kepada pemerintah.” Tetapi pemerintah sendiri bisa melakukan kesalahan. Ketika melaksanakan keadilan, sering kali kita melakukan kesalahan. 

Yang salah kita anggap benar, yang benar kita anggap salah. Maka, di pengadilan banyak kejadian peradilan yang salah. Pengadilan merupakan tempat yang terpenting untuk kita menuntut keadilan, tetapi hal yang paling tidak adil sering kali terjadi di pengadilan. Maka, kita melihat banyak sekali kasus salah vonis terhadap seseorang dan mereka ini mustahil mempunyai kekuatan untuk membela diri. 

Seorang sastrawan Rusia yang penting, Leo Tolstoy, pernah menulis novel tentang seorang yang divonis seumur hidup dan dibuang ke suatu tempat karena mereka mendapati bahwa ia membunuh. Mereka membuangnya ke Siberia yang suhunya beberapa puluh derajat di bawah nol. Ia tidak memiliki pakaian yang cukup, maka puluhan tahun ia harus menderita kedinginan. Tetapi ia memberi tahu orang-orang, “Bukan aku! Aku tidak membunuh siapa pun.” 

Pemerintah tidak mau tahu dan tetap membuangnya ke Siberia. Ia berada di Siberia selama enam puluh tahun. Ketika ia berusia 84 tahun, tiba-tiba ada seseorang mengetuk pintu selnya dan masuk, lalu berkata, “Silakan berpakaian rapi, sekarang ada berita penting yang mau disampaikan.” Setelah ia berpakaian lengkap, orang itu berkata, “Pemerintah mengumumkan bahwa engkau tidak bersalah. 

Pembunuhnya bukan engkau, maka hari ini engkau dibebaskan.” Ketika ia mendengar berita itu, perasaannya sangat kacau. Pertama, sekarang aku sudah bersih, karena sudah dibuktikan bahwa aku tidak bersalah. Kedua, setelah meninggalkan penjara, ke mana aku akan pergi? Ini Siberia, jarak ke Moskow lebih dari 8.000 km. Mustahil aku bisa kembali ke sana. Aku tidak punya uang untuk kembali. Aku bebas, tetapi aku ada di Siberia, mungkin aku akan mati kelaparan atau mati kelelahan. Maka ia sangat susah. Ketiga, sekalipun aku bisa menempuh 8.000 km kembali ke Moskow, siapa yang masih mengenalku? Sanak keluargaku dan banyak teman-temanku mungkin sudah meninggal, dan orang yang masih mengenalku mungkin tinggal beberapa. 

Dan mereka yang sudah seusiaku juga mustahil bisa memberi aku makan. Maka, untuk apa lagi aku hidup di dunia ini? Hidupku sudah dihabiskan seluruhnya, aku sudah dipisahkan dari istri dan anakku selamanya, sekarang aku tidak tahu di mana mereka. 

Maka, ketika orang tua ini akan meninggalkan penjara, di satu sisi ia bersukacita, tetapi di sisi lain ia sangat susah. Ia terus menangis dan menangis. Ketika di usia 20 tahun saya membaca novel ini, setelahnya saya sangat bersusah hati. Mereka yang tidak bersalah namun dipenjarakan, siapakah yang bisa menolong atau menyelesaikan kesulitan mereka? 

Di dunia banyak hal yang tidak adil, tetapi dari semua itu, ada satu yang paling tidak adil, yaitu pengadilan dan penghakiman Pontius Pilatus terhadap Yesus, Seorang teragung di dalam sejarah, yang berkeliling ke mana-mana mengajarkan kebenaran, melakukan kebajikan dan mukjizat yang tidak bisa dibandingkan dengan siapa pun di sepanjang sejarah. 

Yesus harus ditangkap dan dihakimi oleh Pilatus karena bangsa Yahudi dan para pemimpin agamanya, termasuk para kaum Farisi, tidak dapat menerima Yesus yang membuka dan menegur semua dosa dan kesalahan mereka. Mereka mendendam dan memutuskan untuk membunuh-Nya. Namun, mereka begitu munafik dan licik, maka mereka memakai tangan orang lain untuk membunuh-Nya. 

Mereka menganggap Yesus harus mati karena telah melanggar Hukum Taurat, tetapi hukum Romawi berbeda dengan Hukum Taurat, maka sebetulnya Yesus tidak melakukan kesalahan apa pun di hadapan hukum Romawi. Tiga kali Pilatus mengumumkan bahwa ia tidak menemukan kesalahan apa pun pada diri Yesus, tetapi orang-orang Yahudi berteriak, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Ini merupakan kebencian yang menimbulkan ketidakadilan. 

Hal seperti ini tidak aneh, karena Alkitab mencatat bahwa Yusuf pun dipenjarakan tanpa ia berbuat kesalahan. Apakah Allah tidak melihat penderitaan umat-Nya? Apakah Allah tidak tahu bahwa mereka tidak bersalah? Melalui penderitaan, Allah melatih seseorang agar kelak punya keberhasilan besar. Jika tidak dipenjarakan selama 26 tahun, Nelson Mandela (dari Afrika Selatan) mustahil menjadi presiden yang penting dari Afrika. 

Seluruh dunia menghormatinya dan ia pun dianugerahi Penghargaan Nobel. Allah mengizinkan Yusuf, Yohanes Pembaptis, Mandela, dan Ahok dipenjara. Bukan Allah tidak melakukan apa-apa atau tidak adil, tetapi karena ada rencana besar Allah yang tidak mungkin manusia mengerti. Yesus dihakimi merupakan hal yang paling tidak adil selama ribuan tahun sejarah. Ia dihakimi di bawah Pilatus, seorang yang kafir, berdosa, dan menentang Allah. 

Bukan karena ia berhak menghakimi Yesus, Sang Kudus, Anak Allah, tetapi hal itu boleh terjadi atas seizin Allah. Yesus harus mati baru bisa menggantikan kita menerima hukuman atas segala dosa kita. Yesus harus mati dan bangkit kembali untuk menyatakan kuasa-Nya, barulah manusia berpengharapan. Seperti yang dikatakan Yesaya 53:10, “Tuhan berkehendak meremukkan dia … sebagai korban penebus salah.” Yesus menggantikan kita, maka kita diselamatkan. Yesus dihukum, maka kita mendapat damai sejahtera. 

Yesus dicambuk, maka kita disembuhkan. Hukuman salib yang ditemukan orang Romawi sangat mengerikan. Ketika para perampok, pembunuh, atau pelanggar hukum Romawi divonis hukuman salib, maka mereka akan dibawa ke suatu gudang untuk memindahkan keluar kayu berat, ditaruh di atas pundak mereka, dan harus mereka pikul sampai ke atas Bukit Golgota. Sesampainya di atas, mereka menggali lubang, lalu salib ditaruh di atas tanah, dan si penjahat ditaruh di atas salib itu. Mereka merentangkan kedua tangannya, dengan paku-paku besar kedua tangannya dipaku, lalu kedua kakinya pun dipaku, kemudian diikat tali. 

Setelah kukuh, mereka pun mengangkat dan menegakkan salib itu dan ditancapkan di atas lubang yang tadi dibuat. Setelah salib itu ditancapkan, maka berat dari seluruh badan orang itu akan menumpu pada beberapa lubang paku itu. Banyak dari mereka akan berteriak histeris di sana dan mengutuki para penyalibnya. 

Perlahan-lahan mereka mengalirkan darah setetes demi setetes. Ada yang satu hari, ada yang tiga hari baru mati. Sejarah mencatat, yang terlama tujuh hari baru mati. Saat darahnya pelan-pelan mengalir, tekanan darahnya pun akan berubah, jantungnya akan melemah, suhu badannya akan naik, dan ada yang langsung pingsan, ada yang langsung mengigau, ada yang mengutuki orang-orang. 

Salib merupakan salah satu hukuman paling mengerikan dalam sejarah. Mau turun tidak bisa, mau segera mati juga tidak bisa, maka tiap detik dilewati dengan sangat menderita. Di Nazaret pernah terjadi suatu pemberontakan terhadap Romawi. Pasukan Romawi pun mengepung Nazaret dan menangkap semua pemberontak itu, lalu mereka menyalibkan seratusan orang pada saat yang bersamaan. Mereka disalibkan seperti lampu jalan di kedua sisi sepanjang jalan dari suatu kota lain sampai ke Nazaret. 

Saat itu Yesus berusia sekitar 11 tahun. Sekalipun tidak dicatat oleh Alkitab, namun sejarah mencatat, bahwa pada saat masih kecil Yesus dengan mata kepala sendiri melihat keadaan seratusan orang yang disalibkan itu. Meski masih kecil, dalam hati-Nya tentu Ia berpikir, kelak kematian-Nya akan seperti itu. Maka, di tahun berikutnya di Yerusalem, saat Ia berdiskusi dengan kaum Farisi dan para ahli Taurat, mereka semua terkagum-kagum dengan begitu mendalamnya Ia memahami Alkitab. 

 Allah mengutus Kristus datang ke dunia ini. Ia memahami semua hal. Ia pernah menyaksikan dan kemudian mengalami sendiri bagaimana disalibkan. Tetapi, Alkitab berkata, dengan kerelaan-Nya Ia menaati kehendak Bapa-Nya. Ibrani 10 berkata, “Engkau telah menyediakan tubuh bagiku. … Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” Yesus bersyukur kepada Allah karena telah menyiapkan tubuh bagi-Nya, karena tanpa inkarnasi menjadi manusia, mustahil Ia mati bagi kita. 

Kematian Yesus itu aktif dan penuh kerelaan, itulah kerendahan hati dan ketaatan-Nya. Suatu hari menjelang kematian-Nya, Yesus mengumpulkan para murid-Nya. Yohanes 13:1 berkata, “Yesus sudah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi para murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.” Yesus pun bangkit dan mencuci kaki para murid-Nya. Demikian rendah hati-Nya, demikian Ia ingin sekali menjadi teladan. 

Saya percaya bahwa Ia pun mencuci kaki Yudas. “Yudas, Yudas, meski engkau akan mengkhianati Aku, sekarang Aku sebagai teladan memberitahu kamu, Aku datang ke dunia bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani, bahkan engkau pun Kulayani.” Bagaimana perasaan Yudas saat itu? Alkitab tidak mencatat. Petrus berkata, “Oh Tuhan, bagaimana mungkin Engkau mencuci kakiku?” Yesus berkata, “Jika seseorang telah dibersihkan tubuhnya, ia tidak perlu lagi mencuci seluruh tubuhnya, ia hanya perlu membersihkan kakinya.” 

Apakah makna kalimat ini? Yesus mau mengatakan, jika engkau sudah diselamatkan, Allah telah mengampuni dosamu, engkau sendiri harus melalui jalan yang bersih, kakimu harus berjalan dalam kebenaran Tuhan. Aku datang ke dunia menjadi manusia, Aku datang melayani manusia, Aku mencuci kakimu. Jika kau bukan milik-Ku, Aku tidak membersihkanmu dan engkau pun tidak suci. Petrus berkata, “Oh Tuhan, jika demikian biar Engkau bersihkan sekujur tubuhku.” Yesus berkata, “Tubuhmu sudah dibersihkan, Aku hanya perlu membersihkan kakimu saja.” Kemudian sebelum Perjamuan Kudus diadakan, Ia makan bersama murid-Nya dan menaruh sedikit makanan ke atas piring Yudas, lalu berkata kepada Yudas, “Yang engkau ingin lakukan, lakukanlah sekarang.” 

Apa yang ingin disampaikan kepada kita melalui ucapan ini? Yudas mengkhianati Yesus bukan rencana Allah, tetapi rencana Yudas. Maka Yesus berkata, “Yang engkau ingin lakukan, lakukanlah sekarang.” Setelah Yudas mendengar ucapan ini, ia pun berdiri dan meninggalkan tempat itu mencari mereka yang mau membeli Yesus. Yudas menjual Yesus dengan harga 30 keping perak. Yesus berkata kepada murid-Nya, “Kalian menyebut Aku, Tuhan dan Guru, dan memang demikian. 

Sekarang Aku yang adalah Tuhanmu dan Gurumu, Aku mencuci kaki kalian, menjadi teladan bagimu. Demikian juga kalian harus meneladani Aku, kalian harus saling mencuci kaki.” Pada hari itu Yudas telah menjual Yesus. Yesus dihakimi enam kali dalam semalam di beberapa tempat, dan tidak ada sedikit pun makanan ataupun minuman yang masuk ke mulut-Nya, sampai keesokan harinya pukul sembilan Ia dibawa ke atas Golgota, dan disalibkan di sana. Penyaliban yang Yesus alami berbeda dengan semua orang yang disalibkan. 

Orang Yahudi yang disalibkan banyak. Orang Romawi tidak menyalibkan warganya sendiri, karena warga Romawi ialah warga tingkat atas, yang juga memandang diri jauh lebih tinggi daripada bangsa-bangsa lain, maka mereka menindas bangsa-bangsa lain. Mereka tidak akan menyalibkan warganya sendiri. Yesus orang Yahudi sekaligus bukan warga Romawi, maka mereka menyalibkan-Nya. Sejarah tidak mencatat sudah berapa banyak orang yang telah mati disalibkan. Tetapi Yesus berbeda dengan semua orang yang disalibkan. Hanya orang yang melakukan kesalahan besar yang harus disalibkan. 

Jika tidak begitu berat, tidak perlu disalibkan, tetapi dicambuk. Cambuk juga merupakan bentuk hukuman di banyak negara. Inggris dan negara-negara Persemakmuran (seperti Malaysia dan Singapura) masih melaksanakan hukuman cambuk. 

Di negara-negara Persemakmuran, cambuknya sangat panjang dan punya peraturan: (a) Saat dicambukkan kali yang pertama harus mengeluarkan darah. Jika dicambuk dan tidak berdarah, artinya yang mencambuk itu tidak setia kepada negara. Maka, kekuatan mereka harus sangat cukup agar saat mencambuk, kulit si terhukum pecah dan darahnya mengalir. Para pencambuk ini pasti harus dilatih dengan ketat. Saat cambuk itu diangkat, ia harus menyiapkan tenaganya lagi sebelum mencambuk kali selanjutnya, demikian seterusnya; (b) Cambuknya tidak boleh mengenai kepala dan leher, hanya boleh mengenai punggung, dan harus dengan penuh kekuatan. Jadi, saat cambuk diangkat, kulitnya pun akan pecah dan darahnya pun mengalir. 

Dicambuk satu kali, lukanya perlu beberapa minggu baru bisa pulih. Jika hukuman lebih berat, ada yang harus dicambuk bahkan sampai 10 kali. Tetapi, hukuman cambuk Romawi tidak demikian. Cambuk Romawi tidak panjang, tidak sampai 90 cm. Maka, antara satu cambukan dan cambukan berikutnya sangat cepat dan leluasa. Tiap cambuk ada tujuh cabang dengan panjang yang sama, di mana di setiap cabang ada tujuh kaitan. Maka, sebuah cambuk punya 49 kaitan. Sekali mencambuk menghasilkan 49 lubang atau luka. Demikianlah darah terus mengalir. Lalu, berapa kali yang terbanyak untuk hukuman cambuk? Maksimal 40 kali cambukan. 

Jika seseorang dicambuk 40 kali, di sekujur tubuhnya ada hampir 2.000 luka yang terjadi dan bisa dikatakan seluruh tubuhnya mengalirkan darah. Setelah tahu akan hal ini, saya pun meneliti pelukis Barat yang melukis tentang keadaan Yesus saat dicambuk. Saya melihat tidak seorang pun yang sungguh mengerti kondisi seseorang yang dicambuk. Karena Yesus dicambuk 40 kali, berarti Ia hampir mendapat 2.000 luka. Ini hukuman yang sangat berat. Apakah orang yang sudah dicambuk masih harus disalibkan? Apakah orang yang disalibkan itu juga dicambuk? Fakta sejarah membuktikan tidak demikian. 

Orang yang dicambuk belum tentu disalibkan dan orang yang disalibkan mungkin juga tidak pernah dicambuk. Salah satu hukuman itu saja sudah sangat menderita, tetapi Yesus bukan hanya menderita amat sangat dengan dicambuk, Ia pun kemudian harus disalibkan. Maka, penderitaan Kristus itu ganda. Mungkin sepanjang sejarah, hanya Yesus saja yang mengalami dua macam hukuman ini. Maka, Paulus berkata, jika ada orang yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah orang itu. 

Jika kita mau mengasihi Tuhan, kita harus terlebih dahulu memahami penderitaan Kristus yang terluka dan menderita demi kita. Jika tidak, mustahil kita bisa mengasihi Tuhan. Kita disembuhkan karena bilur-bilur di seluruh tubuh-Nya. Ia dihukum agar kita mendapat damai sejahtera. Yesus berdiri di posisi kita yang seharusnya menerima hukuman. Itu sebab, Yesus ketika disalibkan berseru dengan keras, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Pertanyaan ini bukan mau jawaban Tuhan. 

Pertanyaan ini mau kita sendiri yang sadar dan memberikan jawaban. “Oh Tuhan, Engkau disalibkan demi aku, Engkau disalibkan demi menanggung hukuman yang seharusnya kutanggung.” Pada saat kita sungguh mengerti penderitaan Tuhan dan sungguh merasakan kasih-Nya, barulah kita bisa datang kepada Tuhan dan berkata, “Oh Tuhan, ampunilah aku, selamatkanlah aku, biarlah kasih-Mu sampai kepadaku, karena Anak-Mu Yesus Kristus telah mati bagiku.” Yesus menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus. Ia sudah disalibkan dan mati demi kita. Pengakuan Iman Rasuli mencatat semuanya dan telah merangkumkan semua nubuatan tentang penderitaan dan apa yang Yesus alami. Maka, sepanjang sejarah setiap orang yang percaya kepada Kristus, dari dalam hati mereka akan timbul suatu pengakuan yang diungkapkan melalui kata-kata ini. 

Butir 2 :PENGAKUAN IMAN RASULI
“Yang menderita sengsara dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut.” (14)

Yesus Kristus mati dan dikuburkan. Kristus yang muncul dalam sejarah merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi. Iman Kristen didirikan berdasarkan peristiwa yang pernah terjadi di dalam waktu dan tempat, karena Allah menciptakan waktu dan tempat sebagai wadah untuk segala yang bersifat materi. Oleh karena itu, manusia ditempatkan di dalam waktu dan tempat. Berbeda dengan dunia roh, seperti malaikat, setan, dan semua yang sudah meninggal, mereka tidak lagi memiliki waktu dan tempat. Dari dunia waktu dan tempat, mereka telah terlepas dan masuk ke dunia roh yang tidak tampak dan non-material. Karena Allah mengasihi dan mau menebus kita yang ada di dalam dunia yang dibatasi dalam waktu dan tempat, Yesus dari dunia sana datang ke dunia sini.
Ia masuk ke dunia sini untuk membuktikan bahwa Ia sangat peduli dan memperhatikan hidup kita di dunia ini. Sang Pencipta sendiri turun ke dunia ciptaan; Sang Khalik langit dan bumi sendiri turun ke dunia dan lahir di palungan, lalu mati di atas salib, di masa Maria hidup dan Pilatus berkuasa. Dalam kurun waktu dan tempat, Kristus lahir, berinkarnasi masuk ke dalam dunia, Roh menjadi daging, Allah berbalut tubuh yang berdarah dan berdaging.
Pencipta masuk ke kurun ciptaan. Ini adalah fakta Allah peduli kepada manusia. Tuhan hadir di antara umat manusia, mengintervensi sejarah, dibuktikan karena inkarnasi sungguh terjadi. Jika tidak ada inkarnasi, Allah Sang Pencipta tidak mempunyai relasi dengan manusia ciptaan-Nya. Jika tidak ada inkarnasi, manusia mustahil menembus keterbatasan alam semesta menuju dunia yang tidak tampak dan tidak terbatas, “dunia” Sang Pencipta.
Kelahiran dan kematian Yesus adalah fakta yang mengaitkan dunia yang hidup dan yang mati. Ini mengandung beberapa butir yang penting, yaitu: 1) Titik Penciptaan menjadi permulaan, 2) Titik Inkarnasi menjadi pertemuan, 3) Titik Kebangkitan menjadi transformasi, dan 4) Titik Akhir sebagai eskaton atau akhir segala sesuatu. Jika Yesus tidak dilahirkan di dunia, tidak ada seorang pun yang tahu siapa Allah. Manusia hanya dapat mengenal Allah melalui spekulasi dan imajinasi, yang akhirnya hanya menjadi sebuah agama antroposentris. Inkarnasi Tuhan Yesus menjadi jaminan bahwa Tuhan peduli akan dunia ini, Ia memperhatikan manusia dan mau memberkati kita dari sorga. Yesus dipaku di atas salib, berarti Ia mengalami semua kesulitan yang pernah dialami manusia, sampai titik tertinggi, sehingga Ia pun harus mati. Jika Yesus tidak lahir, tidak ada relasi antara manusia berdosa dan Allah. Jika Yesus tidak mati, tidak ada dosa yang bisa ditebus oleh seorang pengganti. Yesus menjadi Pengganti yang tidak berdosa mewakili kita yang berdosa; Yang tak bersalah menanggung segala kesalahan kita; Yang mustahil mati menjadi yang bisa mati menggantikan kita. Menurut Ibrani 9:27, tiap orang ditetapkan mati satu kali.
Tuhan menetapkan dalil: hanya manusia yang hidup dalam kesucianlah yang tidak menemukan kematian, tetapi mereka yang hidup dalam dosa, upahnya maut. Galatia 1:4 mencatat, “Kristus menyerahkan diri bagi kita menurut kehendak Allah.” Hanya satu kali istilah kehendak Allah dikaitkan dengan kematian manusia, artinya tidak ada kematian yang disebut sebagai kehendak Allah, karena Allah bukan menciptakan manusia untuk mati. Tuhan Allah dari sejak dunia belum dijadikan telah menetapkan rencana-Nya melalui anugerah dan rahasia keselamatan bahwa hidup yang kekal itu menjadi bagian manusia. Allah menciptakan manusia untuk menjadi pewaris hidup yang kekal.
Kita semua tahu mati tidak baik dan kita semua tidak ingin mati, tetapi kita harus mati karena penetapan Tuhan. Allah merencanakan dan menetapkan, bahwa setiap orang harus mati satu kali, karena kita adalah pendosa dan upah dosa itu maut. Kita semua keturunan Adam yang telah diwakili oleh Adam yang gagal, yang tidak taat kepada Allah dan harus mati. Penetapan ini berlaku untuk semua manusia. Pada saat dilahirkan, kita sudah ditetapkan akan menuju kematian. Kematian ditetapkan karena dosa. Dosa merupakan kuasa perusak terbesar, suatu daya yang mematikan hidup, yang membuat kita dari keadaan hidup berproses menuju keadaan mati, karena upah itu sedang bergerak dalam diri kita melalui kuasa kematian.
Kematian kita bukanlah kehendak Allah, tetapi penetapan Allah. Allah berkehendak kita tidak boleh mati, maka di antara penetapan Allah bahwa kita harus mati, di tengahnya ada kebebasan manusia yang menyeleweng dari kehendak Allah. Karena kita mau bebas, akhirnya kita tidak taat kepada Tuhan (melanggar, melawan, dan menantang kehendak Allah), akhirnya kita mati. Tetapi berdasarkan kehendak Allah juga, kita tetap dipelihara dan disimpan melalui semacam anugerah keselamatan. Anugerah keselamatan itu yang membuat kita boleh kembali kepada-Nya, menerima Kristus dan keselamatan yang sudah Ia genapkan sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.
Jika kematian Yesus adalah satu-satunya kematian dan hanya satu ini yang direncanakan Allah, kematian Yesus sangat bermakna untuk mengubah nasib manusia. Jika Yesus tidak mati, tidak ada orang yang hidup. Jika Yesus tidak dibelenggu, tidak ada orang bebas. Jika Yesus tidak dibuang, tidak ada orang yang diterima. PIR berkata, “Ia menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus.” Yesus mati disalibkan. Tidak ada hukuman mati yang lebih keji, bengis, dan kejam dibanding kematian yang ditentukan Kekaisaran Romawi, yaitu dipaku di atas salib, dan Yesus mati bukan melalui cara atau alat lain selain dipaku di atas salib. Ini kekejaman yang tak terbayangkan. Yesus rela, taat, sampai mati. Di dalam Filipi 2:11-14, dinyatakan bahwa Ia rela mati di atas salib. Ketika Tuhan Yesus melalui kerelaan-Nya disalibkan, rencana Allah menyelamatkan umat manusia tergenapi.
Hukuman Romawi yang paling keras hanya ada dua macam: dicambuk dan disalibkan. Hukuman cambuk Romawi dilakukan maksimal 40 kali. Sebuah cambuk mempunyai tujuh cabang, tiap cabangnya tujuh kaitan besi. Sekali dicambuk membuat 49 lubang (mengeluarkan daging) hingga darah mengalir terus. Maka, 40 kali cambukan hampir dua ribu lubang, yang sakitnya luar biasa. Ini hukuman yang sangat kejam. Disalibkan, di mana manusia digantung, diikat, dan dipaku di atas kayu, lalu diangkat seperti menancapkan tiang bendera pada lubang yang sudah disediakan. Saat salib dinaikkan, berat tubuh tergantung di tiga lubang. Selain Yesus dicambuk 1.960 lubang di seluruh badannya yang terus mengalirkan darah, masih ada tiga tempat: di atas kayu yang kasar kedua tangan-Nya masing-masing dipakukan, lalu kedua kaki-Nya disalingtindihkan baru dipakukan dengan paku yang paling panjang.
Pada saat Pilatus tidak sanggup lagi mengendalikan diri, ia memikirkan cara melepaskan Yesus, yaitu mengganti Yesus dengan Barabas. Ia sama sekali tidak menduga bahwa mereka semua berkata, “Lepaskan Barabas! Kami mau Barabas dibebaskan!” Pilatus sadar, ia tidak mempunyai cara lain untuk mengendalikan rakyat. Ia lupa dirinya gubernur dan hakim, sehingga ia malah bertanya dan minta kepada orang Yahudi, “Jika kau mau Barabas, bagaimana aku harus menghadapi Yesus?” Sang gubernur meminta-minta kepada rakyat, berarti politik tidak mampu dikuasai manusia. Mereka memberi nasihat kepada Pilatus, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Pilatus tidak ada cara lain lagi, tidak ada pengharapan untuk mengubah situasi, tidak ada cara untuk menenangkan orang Yahudi dan membebaskan Yesus. Tetapi ia tidak mau Yesus disalib, ia justru berkata, “Serahkan Yesus untuk dicambuk.” Tidak dikatakan, “Disalibkan.” Tetapi Yesus harus menerima kedua-duanya. Inilah sengsara yang menakutkan, kekejaman yang sangat mengerikan, tidak pernah ada orang menderita seperti Yesus.
Yesus dicambuk, lalu dipaku di atas salib, dan masih dapat mengatakan Tujuh Perkataan. Ucapan terakhir sama seperti ucapan pertama dalam Tuhan Yesus menyebut Allah sebagai “Bapa”-Nya. Tetapi pada ucapan keempat, Ia menyebut Allah sebagai “Allah-Ku”. Ucapan pertama, “Ya Bapa, ampunilah mereka karena apa yang mereka perbuat mereka tidak tahu.” Ucapan terakhir, “Ya Bapa, Kuserahkan jiwa-Ku dalam tangan-Mu.” Mulai dengan Bapa, diakhiri dengan Bapa. Tetapi di tengahnya menyebut, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Ucapan pertama dan terakhir adalah relasi Anak dan Bapa. Bapa mengutus Anak ke dunia, agar barang siapa yang percaya kepada-Nya jangan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Maka, Anak berbicara dengan Bapa. Ini urusan antara Anak dan Bapa, karena pengutusan. Tetapi, ucapan keempat terjadi karena Allah Bapa ialah Pribadi Pertama, sedangkan Allah Anak ialah Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal. Mungkinkah Allah meninggalkan Allah? Kita tidak tahu. Ini sangat misterius, sulit ditebak, dan melampaui makrifat manusia. Maka, Luther setelah membaca, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Setelah meditasi tiga jam, ia berdiri dan memukul meja dengan keluhan, “Siapa yang dapat mengerti ‘Allah meninggalkan Allah’?” Lalu, ia tidak sanggup berpikir lagi.
Sekarang, saya beri jawaban apa yang kurang dimengerti Luther. Allah Bapa meninggalkan Allah Anak, kita tidak mengerti. Tetapi Allah meninggalkan manusia, kita bisa mengerti. Saat Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Ia berbicara sebagai manusia, bukan sebagai Anak Allah. Ibrani 4, segala sesuatu sama dengan kita, berdaging, berdarah, tersendiri. Yesus ditinggalkan Allah dalam status manusia, bukan dalam status Anak Allah (Pribadi Kedua Allah Tritunggal). Yesus sebagai manusia ditinggalkan Allah, maka Ia berteriak. Ia menanggung dosa kita. Di atas salib tidak ada wadah untuk kasih, dalam diri Yesus tidak ada tempat kasih yang bisa masuk. Allah mengasihi Anak-Nya, tetapi sekarang Ia adalah manusia, manusia yang menanggung dosa manusia yang lain, menjadi substitusi bagi semua manusia yang lain. Allah mencintai Yesus, namun pada saat Yesus menanggung dosamu, kasih Allah tidak bisa sampai kepada Yesus, karena murka, kutukan, penghakiman Allah atas dosa kita terlebih dahulu masuk dalam diri Yesus. Salib Yesus merupakan tempat yang vakum kasih.
Pertanyaan Yesus bukan dijawab Tuhan, malaikat, atau orang lain, tetapi harus dijawab hanya oleh setiap pribadi yang dosanya Ia tanggung. Kita harus menjawab dari pribadi kita masing-masing, menjawab dengan keinginan kita yang mengerti firman Tuhan, dan berkata, “Tuhan Yesus, saya yang menjawab, saya tahu sayalah yang mengakibatkan Engkau dibuang Allah.” Yesus tahu kenapa Ia dibuang Allah, tetapi Yesus mau kita ikut tahu. “Lihatlah domba Allah yang mengangkut dosa seluruh dunia.” Yesus sedang memikul dosa kita, sehingga Yesus dibuang Allah. Ketika Yesus mati, dunia tidak bisa terima, alam semesta guncang, dan matahari menjadi gelap. Alkitab berkata, sejak pukul dua belas siang seluruh bumi dinaungi kegelapan, dan saat itu Yesus berkata, “Allah-Ku, Allah-Ku, kenapa Engkau meninggalkan Aku?” Ada seorang penyair berkata, kenapa jam dua belas saat matahari paling panas terik, menjadi gelap seluruh bumi? Karena matahari pun malu, tidak tahan melihat di dunia terjadi orang yang tidak adil dan kurang ajar membunuh manusia terbaik di dunia. Keadaan memberikan substitusi seperti ini, penggantian yang benar untuk mengganti kita yang tidak benar, hanya oleh karena itulah baru ada keselamatan. Matahari tidak lihat, Allah seperti meninggalkan dunia yang kurang ajar, yang sudah tidak lagi menghormati Tuhan, membiarkan Anak-Nya mati sedemikian rupa.
Hari itu hari menjelang Sabat, tidak boleh membiarkan jenazah tinggal tetap digantung di atas salib. Maka, semua jenazah yang ada di atas salib harus diturunkan. Sedangkan, kedua perampok belum mati, sulit mati, karena mereka mengalirkan darahnya dari lubang paku setetes demi setetes, bukan mengalir dengan cepat. Menurut sejarah, banyak yang baru mati setelah dua sampai tiga hari disalibkan. Jarang sekali ada orang yang disalib lalu mati pada hari itu juga. Mereka menunggu, makin lama makin tersiksa, darah berkurang terus, tekanan darah terlalu tinggi, hingga tubuh menjadi sangat hangat, dan detak jantung menjadi cepat sekali. Itulah penderitaan orang yang di atas salib. Maka, jika belum mati, seorang yang disalibkan tidak bisa diturunkan secara paksa. Mereka tunggu sampai jam tiga, Yesus berseru dengan suara keras, “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan mati. Sedangkan, kedua perampok makin lama makin lemah, makin sulit bernapas, tetapi masih terdengar ucapan mengutuk musuhnya. Pada saat matahari terbenam, pukul enam sore, adalah mulainya hari Sabat, sehingga tidak boleh ada mayat di atas salib karena baru dapat diturunkan setelah Sabat selesai. Oleh karena itu, diperintahkan untuk mematikan orang yang belum mati di salib, dengan cara memotong kakinya dengan pedang yang besar. Sesudah kakinya dipotong, darah akan dengan cepat keluar seperti air terjun dari kedua kaki mereka, membasahi Golgota. Dua penjahat itu berteriak, dalam siksaan terbesar, mereka mati. Lalu, tentara melihat Yesus tidak bergerak. Untuk membuktikan Ia mati, mereka menusuk rusuk Yesus dengan tombak, keluar gumpalan darah dan cairan air. Ini membuktikan Ia sudah mati, karena plasma dan cairan darah-Nya sudah terpisah. Di tahun 1940, ada dokter di Inggris yang menyelidiki apa artinya keluar gumpalan darah dan air terpisah. Mereka akhirnya memberikan konklusi, jantung Yesus sudah pecah karena terlalu sedih. Ini pengumuman yang tidak pernah dilakukan, dunia medis mengambil konsensus bahwa Yesus terlalu sedih sampai jantung-Nya pecah dan plasma dengan cairan darah terpisah, mengalirlah gumpalan-gumpalan. Maka, mereka berkata, “Tidak usah dipotong kaki-Nya, Ia sudah mati.”
Sekarang kita akan membahas dua hal. (1) Kematian Yesus yang paradoks. Yesus berseru dengan suara keras, “Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” Orang yang bisa berteriak dengan suara keras takkan langsung mati. Menurut kedokteran, orang bisa berteriak berarti napasnya masih kuat, ia masih bisa bertahan lama. Tetapi Alkitab berkata, setelah Yesus berteriak langsung menundukkan kepala, lalu mati. Ini merupakan suatu peristiwa paradoks dan membuktikan apa yang pernah diucapkan Yesus sebelumnya, “Tidak ada orang yang merebut hidup-Ku dan mengambil nyawa-Ku, tetapi Aku sendiri bebas menyerahkan nyawa-Ku. Jika Aku berhak menyerahkan nyawa-Ku atas kemauan sendiri, Aku berhak mengambilnya kembali.” Yesus berseru dengan suara keras menyerahkan nyawa-Nya, ini membuktikan Ia mati secara aktif, bukan pasif. Orang mati secara pasif karena tidak bisa tahan lagi, tidak bisa lagi mempertahankan atau memegang hidupnya, harus menyerah. Setiap orang mati secara pasif, tetapi Yesus tidak. Ia berteriak lalu kemudian Ia melepaskan napas yang terakhir, mati secara aktif. Galatia 1:4 menuliskan, Kristus menyerahkan nyawa-Nya karena kehendak Allah. Ini karena Yesus berkata, “Aku menyerahkan nyawa-Ku. Jika Aku berhak menyerahkan nyawa, Aku berhak pula untuk menerima nyawa itu kembali.” Inilah hal pertama yang kita harus mengerti.
(2a) Ketika Yesus mati, kaki-Nya tidak dipatahkan, bukan karena tentara Romawi lupa memotong kaki-Nya, tetapi karena Allah sendiri yang menetapkan bahwa tulang Yesus tidak boleh patah. Sekitar seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, sudah tertulis di dalam Kitab Mazmur, bahwa satu tulang pun tidak boleh dipatahkan. Orang dan perwira Romawi pasti tidak membaca atau mengerti ayat itu. Ini membuktikan dunia ada di tangan Allah. Yesus sudah mati terlebih dahulu dan tidak dipatahkan kaki-Nya, maka diturunkan. Tuhan mau Kristus datang ke dunia mengganti dosa kita, tetapi tidak ada pematahan tulang Anak Allah yang Tunggal ini. (b) Jasad Yesus sesudah mati ada yang memelihara. Yusuf dari kota Arimatea sudah membeli sebidang tanah di Yerusalem. Tanahnya di pinggir benteng kota Yerusalem. Lalu, Yusuf ini punya relasi yang baik dengan tentara Romawi, gubernur, pembesar di Israel, seorang yang pintar dan bermartabat. Ketika Yusuf Arimatea melihat Yesus sudah mati, ia mendatangi Pilatus dan berkata, “Tolong, berikan mayat Yesus kepadaku, aku yang akan atur.” Pilatus langsung berkata, “Aku berikan kepadamu,” lalu memberikan jasad Yesus kepadanya. Semua ini rencana Allah. Semua nubuatan Perjanjian Lama tentang Mesias satu per satu digenapi, tidak ada celah sedikit pun, karena Tuhan yang mengatur nasib seluruh dunia, khususnya Anak-Nya yang Tunggal.
Hari itu mayat Yesus diturunkan lalu dikuburkan. Pada saat Yesus diturunkan dan mau dikuburkan, Tuhan sudah menyiapkan kuburan-Nya. Ada pendeta yang begitu khawatir bagaimana setelah tua dan mati. Saya anjurkan jangan, tidak usah banyak berpikir tentang kematian. Jika hidupmu sungguh sesuai kehendak Tuhan, kematianmu sudah ada rencana yang Tuhan siapkan bagimu. Dilahirkan secara anugerah, mati pun akan secara anugerah. Yesus tidak pernah memikirkan, “Jika Aku mati dikuburkan di mana, lalu uang pensiun-Ku berapa.” Yesus cuma tahu menjalankan kehendak Allah, sisanya semua diatur Tuhan. Yusuf seorang yang dapat kepercayaan besar Pilatus, ia meminta dan Pilatus langsung memberikan kepadanya. Kelancaran bukan direncanakan manusia, tetapi Allah.
Pada saat Yesus mau dikuburkan, terjadi suatu peristiwa. Seorang tua, Nikodemus, datang berunding dengan Yusuf. Ia mau membeli rempah sekitar 45 kg untuk membungkus jasad Yesus. Hari itu jasad Yesus diturunkan sebelum matahari terbenam dan dibungkus dengan baik. Ini membuktikan Ia sungguh sudah mati. Ini semua terjadi dalam rencana Allah. Yesus dikuburkan di kuburan orang kaya, kuburan yang tadinya disiapkan bagi dirinya. Yusuf Arimatea bukan membuat kuburan untuk disewakan atau vila untuk ditinggali sendiri, ia membuat kuburan dekat pintu gerbang Yerusalem. Ternyata, Yesus mati lebih dahulu, dan ia meminta jasad-Nya ditaruh di kuburannya. Ini semua rencana Allah yang telah membuat keindahan untuk kematian Yesus.
Mereka yang mengantar dan mengiringi kematian Yesus ada tiga orang yang penting. Sebelum Yesus diadili, Maria di Betania sudah memakai minyak narwastu yang dituangkannya ke kaki Yesus. Yesus berkata, “Jangan mencelanya. Ia sedang menyiapkan kematian-Ku.” Jadi, Maria Betania dipakai Tuhan mengurapi Sang Nabi-Raja-Imam. Tuhan pun memakai Nikodemus dan Yusuf Arimatea untuk menguburkan Yesus.

Butir 2 :PENGAKUAN IMAN RASULI 
“Yang menderita sengsara dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati, dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut.” (15)

Setiap manusia yang hidup tidak memiliki pengalaman mati. Yang hidup tidak pernah mati, yang mati tidak bisa hidup kembali. Maka pembicaraan tentang kematian adalah rahasia yang mustahil dimengerti oleh para filsuf, disadari oleh para rohaniwan, diuraikan oleh para sastrawan, atau dibahas oleh para budayawan. Kematian merupakan misteri terdalam dan tersulit dimengerti oleh rasio dan inteligensi manusia.
Ketika Allah menciptakan manusia dan memberikan kehidupan kepadanya, Ia memberikan peringatan, “Jika engkau melanggar perintah-Ku, di hari engkau makan buah terlarang, engkau akan mati.” Ketika kalimat itu diucapkan kepada Adam, ia mustahil mengerti dan menyadari apa artinya “mati”. Kata “mati” yang keluar dari mulut Allah ini melampaui baik pengetahuan maupun kapasitas rasio dan pengalaman manusia. Adam hanya dapat mendengar kata tersebut tanpa mampu mengertinya. Sampai pada saat ia makan pun, Adam belum dapat mengerti, tetapi ia mulai merasa sedang menuju kematian.
“Kematian” dalam pikiran Tuhan memiliki tiga lapisan arti: (a) Berhentinya fungsi organ tubuh. Ini adalah arti yang terdangkal. (b) Terpisah dari hidup Allah. Ini arti yang lebih dalam. Pencipta hidup ialah Sumber Hidup. Allah ialah Sumber hidup, Allah mempunyai hidup pada diri-Nya sendiri, yang melampaui semua ciptaan. Hanya Allah ialah Sang Pencipta, sehingga hidup yang ada pada Allah lebih tinggi dari segalanya. Pada saat manusia melanggar perintah, memakan buah pohon terlarang, akibatnya terpisah dari Sumber Hidup. Itu artinya, “Di hari engkau makan, engkau akan mati.” Berarti, saat itu manusia akan hidup tersendiri tanpa relasi dengan Allah yang sejati. (c) Ditinggalkan Tuhan selamanya dan akhirnya dibuang ke neraka. Ini kematian yang kedua kalinya.
“Mati” memiliki arti yang hanya terkandung dalam firman Allah, yang dipaparkan melalui iluminasi Roh Kudus kepada setiap orang. Firman bukan saja berbicara tentang seluruh kebenaran Tuhan Allah, tetapi Firman itu sendiri pernah datang menjelma menjadi manusia, bersalutkan darah dan daging, dan mengalami segala pengalaman manusiawi. Tetapi bedanya, Ia tidak berdosa. Alkitab mengatakan bahwa hal itu terjadi agar Ia secara khusus dapat mengalami kematian dan melenyapkan kuasa kematian itu dan penguasanya, yaitu Iblis. Yesus rela berdarah dan berdaging seperti kita untuk mewakili kita mati melunaskan tuntutan dosa, karena upah dosa itu maut. Inilah kandungan kasih Allah yang terbesar sehingga Yesus rela mati disalibkan. Semua kematian manusia adalah akibat dosa, hanya kematian Yesuslah yang merupakan kematian karena kehendak dan rencana Allah. Di dalam Yesaya 53:5 dinyatakan, “Allah telah menetapkan untuk menindas-Nya dan menimpakan seluruh dosa kita ke atas diri Yesus.” Maka, Yesus mati menerima hukuman dan kutukan dosa yang seharusnya hanya ditimpakan kepada para pendosa. Galatia 1:4 mencatat, “Kristus telah menyerahkan diri-Nya karena kehendak Allah untuk menggantikan kita.” Karena kematian merupakan rahasia besar, maka jika Allah tidak mewahyukan kebenaran-Nya melalui firman-Nya dan tidak mengirimkan Roh Kudus untuk memberikan pencerahan kepada kita, tidak ada seorang pun yang dapat mengerti apa artinya mati dan bagaimana caranya melepaskan diri dari kuasa kematian. Hal ini dicantumkan dalam Alkitab dan dirumuskan dalam Pengakuan Iman Rasuli.
Peristiwa Yesus mati merupakan fakta sejarah. Sejarah, dimulai sejak Allah menciptakan alam semesta, dan langit dan bumi mulai berproses, sampai nanti berakhir pada hari Yesus datang kembali menggenapi sejarah umat manusia. Mereka yang selamat akan diberikan hidup yang kekal beserta Tuhan selamanya. Yang tidak menerima Yesus akan dihukum selamanya. Sebelum Yesus disalibkan, pemerintah Pontius Pilatus telah menyerahkan Yesus untuk dicambuk, lalu dibawa untuk disalibkan di Bukit Golgota. Sesudah Yesus mati, beberapa jam kemudian Yusuf dari Arimatea mendatangi Pilatus dan meminta jasad Yesus. Maka Alkitab menyatakan bahwa Pilatus memberikan jasad Yesus kepada Yusuf dari Arimatea untuk dikuburkan. Pada saat Yesus hidup, Herodes memperalat agama untuk mendapat faedah politis. Menjelang Yesus mati, orang dan pemimpin agama Yahudi memperalat politik untuk mendapat faedah bagi agama mereka. Melalui saling memperalat seperti ini, Yesus akhirnya disalibkan.
Pilatus tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan diri dan mengalahkan suara orang Yahudi. Ketika ia berusaha melepaskan Yesus, ia memilih seorang yang paling jahat dan dibenci orang Yahudi, lalu meminta mereka untuk memilih antara Barabas dan Yesus. Tetapi aneh, mereka berkata, “Barabas!” Pilatus tidak berdaya. Ia masih berusaha bertanya, “Apa yang harus kulakukan kepada Yesus?” Mereka menjawab dan berseru-seru, “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Maka ia menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan. Yesus diperintahkan untuk memikul salib-Nya sendiri ke Golgota, lalu disalibkan. Pilatus tidak berdaya menolong Yesus, karena ia telah masuk ke dalam jerat orang Yahudi yang memperalat dia untuk membunuh Yesus. Oleh karena itu, ia sangat membenci orang Yahudi. Pada saat ia merasa tidak dapat menolong lagi, maka ia memasang tulisan “Yesus dari Nazaret, Raja orang Yahudi” di bagian kepala salib Yesus.
Golgota ada di persimpangan jalan, di mana semua yang ingin ke Yerusalem harus melewati Golgota. Mereka yang datang dari jauh dan melalui Yerusalem dapat melihat tulisan di atas salib Yesus itu. Pilatus sengaja memakai tulisan itu untuk mempermalukan orang Yahudi. Maka, para imam memprotes Pilatus atas peletakan tulisan itu, tetapi Pilatus berkeras, “Apa yang kutulis tetap tertulis.” Mereka pulang dengan kecewa, karena semua bangsa yang melalui Yerusalem akan membacanya. Meski tampaknya Pilatus tidak berdaya terhadap orang-orang Yahudi itu, tetapi akhirnya ia memakai cara ini untuk membuat orang-orang Yahudi itu tidak berdaya terhadapnya.
Hari itu hari Sabat, sehingga tidak boleh ada orang mati yang tetap tergantung di salib. Maka kedua perampok di kanan kiri Yesus dipotong kakinya, sehingga darah mengalir turun dengan deras lalu mati. Tetapi beberapa jam sebelum matahari terbenam, tentara Romawi mau tahu Yesus masih hidup atau sudah mati, maka mereka menusukkan tombak ke rusuk Yesus. Pada saat ditusuk, keluar gumpalan darah yang terpisah dari cairan darahnya. Menurut seorang ahli medis dari Inggris, hal ini terjadi menunjukkan jantung Yesus pecah karena terlalu sedih. Maka akhirnya tidak satu pun tulang-Nya dipatahkan. Hal ini menggenapi nubuat Mazmur yang sudah tertulis sekitar seribu tahun sebelumnya.
Yesus mati tanpa memikirkan kepentingan diri atau merencanakan hari depan-Nya sendiri, karena Allah sudah mengatur semuanya. Banyak orang penuh kekhawatiran, tetapi Yesus mengajarkan, “Jangan khawatir akan makanan dan mati hidupmu, karena Bapamu di sorga memelihara engkau.” Selama puluhan tahun ini saya belajar bagaimana hidup bersandar kepada Tuhan, bagaimana hidup tanpa perlu khawatir. Bagi saya, ada dua hal yang sedikit saya lakukan, yaitu khawatir dan iri hati. Kedua hal ini tidak pernah ada gunanya bagi hidup manusia. Tidak pernah karena khawatir hidupmu akan menjadi lebih baik. Tidak pernah karena iri hati membuat hidupmu lebih bernilai. Orang yang iri hati, menurut Alkitab, merusak dan menghancurkan tulangnya sendiri. Iri hati tidak pernah menolong seseorang, melainkan hanya membunuh yang bersangkutan, sehingga hidupnya lebih tidak bernilai, karena kuasa kematian beredar di dalam hidupnya sendiri. Saat kita hidup, kesulitan apa pun seharusnya menimbulkan dan memberikan inspirasi kepada kita. Alkitab berkata kepada kita, “Berimanlah dan jangan khawatir.”
Menurut psikologi, kekhawatiran terbesar akan berubah menjadi kecemasan total (Jerman: der Angst), yang berarti kekhawatiran di mana eksistensi kita menjadi tidak ada. Kaum Eksistensialis memakai istilah ini dalam arti bahwa jika kita khawatir barang kita diambil, kesehatan kita dirusak, rumah kita dimasuki maling, itu hanyalah kekhawatiran yang masih bisa dibicarakan. Tetapi kekhawatiran total terbesar, yaitu anxiety, tidak bisa dijelaskan lagi apa yang dikhawatirkan. Di dalam teori psikologi, ini disebut sebagai khawatir hilangnya eksistensi akibat ditelan oleh non-eksistensi. Eksistensi akan berubah menjadi tidak ada. “Aku tahu dan aku punya perasaan karena aku sekarang ada. Tetapi, jika suatu saat tiba-tiba aku berubah menjadi tidak ada, aku tidak tahu apa itu tidak ada, karena aku yang bisa khawatir sekarang sedang ada. Aku yang ada belum pernah tahu dan belum pernah mengalami apa itu tidak ada.”
Jika kematian datang, ia akan menelan eksistensi hidup, sehingga hidup menjadi mati; ada menjadi tidak ada; sesuatu yang sama sekali belum pernah aku alami. Pada saat aku sekarang sedang berpikir dan bisa khawatir, itu menandakan aku masih ada. Dalam bahasa Jerman, die Existenz (keberadaan) dan das Dasein (ada) itu sangat berbeda. “Ada” dan “Yang Ada” dan “Merasa Ada” semuanya berbeda. Jika aku yang ada ini, karena kematian tiba menjadi tidak ada, aku belum pernah mengalaminya. Karena aku tidak pernah mengalami apa itu tidak ada, maka dalam eksistensi aku tidak bisa lari, aku ketakutan itu datang.
Apakah kematian hanya berarti tidak ada? Kita tidak mengerti apa arti “tidak ada”, khususnya hubungannya dengan Ada yang menjadi sumber ada, yaitu bagaimana hubungan dengan Allah. Oleh karena itu, barang siapa yang memiliki kekhawatirantotal(anxiety), ia belum sadar. Inilah hal dahsyat yang membuatnya tidak memiliki semacam kesadaran dan pengertian untuk menganalisis dan memberi pengetahuan apa yang akan terjadi. Inilah manusia.
Yesus pernah datang ke dunia, dari ada yang hidup mengalami kematian yang tidak ada, untuk mewakili kita. Kematian Yesus merepresentasikan yang dari ada menjadi tidak ada, menggantikan orang lain yang harus menjadi tidak ada. Yesus sendiri mengalami kematian, sehingga Ia sendiri berkata kepada Allah Bapa, “Jika boleh cawan ini lalu dari pada-Ku. Tetapi, bukan kehendak-Ku yang jadi, melainkan kehendak-Mu terjadilah” (Mat. 26:39). Cawan yang Yesus ingin singkirkan bukanlah ketakutan akan kematian, karena jika Yesus takut mati, pasti Ia tidak rela turun dari sorga ke dunia. Jika Yesus memang tidak mau mati, Ia mustahil menjelma menjadi manusia. Pada saat Ia menjelma menjadi manusia, datang di dunia, justru Ia bersukacita, rela, dan bersyukur kepada Allah. Di dalam Mazmur 40, “Engkau telah menyediakan tubuh bagi-Ku.” Berarti Ia bersyukur. Pada saat kematian-Nya tiba, berbeda dengan orang-orang yang ketakutan dari ada menjadi tidak ada, kekhawatiran total yang tidak bisa dibandingkan dengan kekhawatiran biasa, karena kekhawatiran total tidak bisa menunjukkan apa yang ditakuti.
Epikuros berkata, “Tidak usah takut mati, karena mati belum datang. Jika mati sudah datang, tidak usah takut mati juga, karena mati sudah lewat.” Cara berpikir paradoks Epikuros ini secara dangkal menghindarkan manusia dari kekhawatiran akan kematian. Yesus berbeda. Kita tidak tahu jika mati itu bagaimana, sedangkan Yesus sudah siap mati menggantikan kita. Ia tidak khawatir dan tidak takut. Ketika Yesus menuju Yerusalem pada masa Paskah, Ia tahu di sana berbahaya, di mana Ia akan ditangkap, diikat, dihakimi, dan dibunuh, mati disalibkan. Tetapi Ia tetap berjalan menuju Yerusalem. Semua melihat dengan takut, murid-murid-Nya melihat dengan tercengang. Yesus berjalan menuju kematian-Nya, menuju yang tidak ada, dan Ia tidak takut sama sekali. Ini contoh terbaik bagi kita.
Di makam Benjamin Franklin ada sepuluh dalil penting, dan dalil terakhir yang tertulis, “Belajarlah dari kematian Sokrates dan Yesus Kristus.” Yesus berkata, “Anak Manusia harus berjalan terus ke Yerusalem, dan di hari yang ketiga, semua catatan tentang hidup-Nya akan terlaksana di sana.” Setelah Yesus disalibkan, Ia tidak khawatir. Ia berkata, “Aku menyerahkan nyawa-Ku ke dalam tangan-Mu, ya Bapa,” lalu Ia menundukkan kepala dan menghembuskan napas yang terakhir. Kemudian Yusuf Arimatea mendatangi Pilatus meminta jasad-Nya dan diberikan, karena ia seorang anggota Sanhedrin (seperti parlemen dan mahkamah agama orang Yahudi) yang dikagumi bangsanya sendiri dan disegani penjajah.
Setelah tubuh Yesus diturunkan dari salib, Yusuf Arimatea dan Nikodemus, yang tiga setengah tahun lalu pernah mencari Yesus, mendekati tubuh-Nya lalu membungkusnya dengan sekitar 45 kilogram rempah-rempah dan obat-obatan untuk memumikan jasad-Nya. Dengan kain yang hampir 50 meter panjangnya mereka membungkus tubuh Yesus dari kepala hingga kaki, lalu dimasukkan ke kuburan. Yusuf Arimatea membeli sebidang tanah di pinggir pintu gerbang Yerusalem lalu membuat taman di dalamnya dan di tengah taman itu dibuatnya suatu kuburan yang merupakan lubang yang dalam yang memakai batu besar untuk menutup pintunya. Perlu paling tidak tujuh orang untuk bisa menggerakkan batu itu.
Selama tiga setengah tahun Yesus tidak pernah meributkan nafkah-Nya atau memikirkan jika Ia mati akan dikuburkan di mana. Ia tidak pernah memiliki uang untuk membeli kuburan. Bapa sudah menyiapkan semua bagi-Nya. Sekarang banyak pendeta selalu ketakutan jika ia mati, anak istrinya makan apa, jika sudah tua, uang pensiun berapa, anaknya dipelihara siapa; tidak habis khawatir tentang kehidupan sendiri. Yesus tidak pernah satu kalimat membicarakan, jika Ia tua dan sudah pensiun hidup-Nya bagaimana. Memang seharusnya gereja menjaga dan memelihara hamba Tuhan, istrinya, dan keturunannya dengan baik, apalagi saat mereka tua dan pensiun. Tetapi jangan lupa bahwa hamba Tuhan pun harus bersandar kepada Tuhan, tidak usah terlalu mengkhawatirkan tentang apa yang akan terjadi.
Yesus tidak khawatir apa pun, dan pada saat Ia mati, Allah mengerjakan dua hal besar: (a) Tidak mengizinkan tulang-Nya dipatahkan Kekaisaran Romawi. Mereka tidak tahu dan tidak pernah membaca ayat itu, tetapi Allah menjaga agar Yesus tidak dipatahkan tulang-Nya. Padahal kedua perampok itu dipatahkan tulangnya. Ini berarti kaum kafir pun ialah hamba Tuhan tanpa mereka sadari. Mereka dipakai Tuhan untuk toleran dan sabar hingga tidak mematahkan tulang-Nya. Jika kita sungguh bersandar dan menjalankan kehendak Tuhan, meski kita tidak sanggup mengerjakan segala yang kita perlukan, tetapi saat diperlukan, Tuhan bisa memelihara kita melalui malaikat yang tidak tampak atau kaum kafir agar kita tidak dipermalukan. (b) Menyediakan kuburan yang terbaik. Ini adalah kuburan baru yang belum pernah dipakai satu orang pun. Peristiwa penguburan Yesus adalah peristiwa yang penting. Dalam 1 Korintus 15:3-4 dicatat, “Yesus mati, dikuburkan, dan telah dibangkitkan merupakan catatan yang tidak boleh tidak ada.” Kita harus tahu Yesus betul-betul dikuburkan. Jika Yesus tidak dikuburkan, kita tidak akan tahu apakah kisah kematian Yesus mitos atau fakta. Kelahiran-Nya ada tempatnya, yaitu Betlehem, ada palungannya, orang yang mengasuh-Nya, Yusuf dan Maria, wanita yang dinaungi Roh Kudus, maka hingga kematian-Nya juga harus bisa dipertanggungjawabkan, harus dikuburkan, ada tempat di mana Ia dikuburkan. Ini faktanya, ada tanahnya, kronologinya, dan tempatnya. Hal ini menyatakan bahwa intervensi Tuhan dalam sejarah sungguh terjadi.
Alkitab mencatat bahwa ada beberapa wanita yang melihat tempat Ia dikuburkan sebelum mereka pulang. Kalimat ini menyatakan beberapa kebenaran Tuhan yang ajaib sekali. Para wanita ini disiapkan Allah untuk mengerti, menjalankan, dan mengetahui kuburan Yesus di mana. Tuhan menciptakan pria berbeda dengan wanita. Jika pria sudah menetapkan sesuatu, ia tidak peduli lagi jika dalam penetapan dan rencananya tersebut banyak celah dan kelemahan yang ia tidak ketahui. Tetapi wanita diberikan perasaan yang halus, sempurna, dan perinci. Pria mementingkan hari depan dan hal-hal yang besar, wanita tidak mau melupakan hari yang lampau dan meneliti sudut-sudut yang kecil. Adanya wanita membuat kebudayaan manusia lebih indah, membuat komik lebih teliti dan detail.
Alkitab mencatat Maria dan Maria yang lain tidak mau pulang sampai mengetahui di mana jasad Yesus dikuburkan. Jika tidak ada para wanita yang tahu Yesus dikuburkan di mana, di hari ketiga tidak ada orang yang pagi-pagi sudah mendatangi kuburan mencari jasad Yesus. Tuhan memakai para wanita itu dengan teliti mau mengetahui secara detail sehingga mereka melihat di mana Ia dikuburkan. Pada hari ketiga, mereka kembali lagi, langsung mereka tahu tempatnya dan baru mereka sadar, bahwa kuburan itu ada dan sekitarnya sama, tetapi hari itu di kuburan-Nya sudah tidak ada orang, Yesus sudah bangkit.
Yesus pernah dikuburkan di mana, harus dicatat. Kuburan itu suatu realitas, sama seperti Betlehem itu suatu realitas. Yesus dilahirkan di Betlehem, lahir di tempat yang bisa diselidiki. Yesus dikuburkan juga sama, suatu tempat yang bisa diselidiki. Yesus mati dan dikuburkan. Yesus dikuburkan berarti keselamatan-Nya menjamin, karena keselamatan dari orang yang tidak bertubuh tidak terjamin. Ia disalibkan, mati, dan dikuburkan. Ini catatan yang penting. Melalui dikuburkan di sana dan ketiga wanita itu tahu tempatnya di sana, akhirnya mereka dapat memberitahukan Petrus dan para murid yang lain, “Kami sudah bertemu dengan-Nya, kami tahu Ia dikuburkan di sana.”
Para imam kepala berkata, “Jika Ia bangkit, kita tidak boleh membiarkan orang-orang menjadi percaya bahwa Ia bangkit. Katakan saja bahwa jasad-Nya hilang dicuri para murid-Nya. Kami akan memberimu uang, asal kalian menutup mulut dan tidak mengatakan Yesus bangkit.” Ketika Yesus mati, Ia berbeda dengan semua orang mati yang lain, Ia dikuburkan di kuburan yang diketahui tempatnya di mana, dan pagi-pagi benar para wanita itu mendatangi lagi kuburan itu dan melihat sudah tidak ada jasad-Nya. Maria mulai menangis, karena ia tahu itulah kuburan Yesus.
Sebenarnya setan sudah memakai uang orang Romawi dan orang-orang Yahudi untuk menutupi fakta bahwa Yesus sungguh-sungguh dikuburkan di sana dan sudah bangkit. “Beri tahukan saja bahwa jasad-Nya dicuri orang.” Mereka mau menyangkali fakta bahwa Yesus bangkit, tetapi Tuhan tidak mengizinkan.

Tags