Latest News

Showing posts with label Allah-Tritunggal. Show all posts
Showing posts with label Allah-Tritunggal. Show all posts

Monday, January 28, 2019

KEILAHIAN YESUS MELALUI KARYA-NYA

KEILAHIAN YESUS MELALUI KARYA-NYA - Pdt. Dr. Stephen Tong

KEILAHIAN YESUS MELALUI KARYA-NYA (st). Yesus Kristus adalah wujud dari Allah yang tidak nampak, merupakan cahaya Ilahi yang tidak nampak. Allah adalah terang yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia, namun terang itu bercahaya melalui kehidupan Kristus yang terlihat. Yesus sendiri memproklamirkan, barangsiapa melihat Aku, bukan melihat Aku, melainkan melihat Bapa yang mengutus Aku. Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada dipangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya. Kapankah Yesus Kristus menyatakan Bapa-Nya? Saat Dia inkarnasi: Allah menjadi manusia, manusia bisa menyaksikan Dia, kemuliaan Allah nampak di atas diri-Nya. Hari ini, di dalam persekutuan saya pribadi dengan Allah, saya khusus memperhatikan catatan Alkitab tentang hal memandang Yesus. Memang Alkitab banyak berbicara tentang hal memandang, tetapi yang Allah pertama-tama tuntut dari manusia adalah memandang Anak-Nya. Yesus Kristus, Domba yang disembelih itu. Pada saat Musa meninggikan ular tembaga, dia berharap, orang-orang yang telah digigit ular mau menengadah pada ular tembaga itu, agar mereka terhindar dari maut. Demikian juga dengan seluruh umat manusia yang sudah berdosa, mereka perlu menengadah, memandang pada Yesus, agar bisa terlepas dari maut dan dosa.

Maka inti dari PL adalah mengajak kita memandang kepada Allah Anak, yang akan datang menjadi manusia. Sampai di awal PB, sebelum Yesus keluar memberitakan Injil, Roh Allah memenuhi Yohanes pembaptis. Maka pada saat Yohanes memberitakan Injil, dia mengintisarikan seluruh PL ke dalam satu statement: Lihatlah, Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia. Siapakah Kristus? Dia, yang diutus Allah. Kristus diutus untuk apa? Menjadi domba yang menggantikan dosa kita. Apa sebabnya? Karena Dia akan mati bagi dosa-dosa manusia. Apakah hasil yang ingin Dia capai? Menyelesaikan masalah dosa di seluruh dunia. Ketika Paul Tillich berbicara tentang Martin Luther, komentarnya, Martin Luther adalah seorang reduksionis yang agung di dalam sejarah Jerman. Karena Martin Luther membaca banyak buku, dan dia sanggup mengintisarikan hal-hal yang penting ke dalam beberapa statement saja. Saya pribadi mengira, Yohanes pembaptislah reduksionis yang sungguh-sungguh agung. Perkataan Yohanes pembaptis selalu begitu orisinil dan begitu kreatif. Dia meninggikan dua berita yang paling penting: “Bertobatlah kamu, karena Kerajaan Allah sudah dekat”, “Lihatlah Anak Domba Allah, yang mengangkut dosa dunia.” Kedua berita ini adalah fokus yang paling dalam dari kehendak Allah.

Yohanes tidak mengajak orang untuk memandang dirinya, dia juga tidak menarik perhatian orang terhadap dirinya, tapi ia ingin memusatkan seluruh fokus pemandangan gereja hanya pada diri Yesus, yang telah menjadi Domba penghapus dosa manusia. Pada saat Yesus memanggil murid-murid-Nya, mereka bertanya, di manakah kami akan tinggal? Jawaban Yesus sederhana sekali: datang dan lihatlah! Pada saat murid-murid mengikut Yesus, yang mereka pikirkan adalah soal tempat tinggal, sama seperti hari ini, banyak orang mau menjadi penginjil, tapi yang mereka pikirkan adalah: di manakah kami akan tinggal? Apa yang akan kami makan? Berapa besar honor yang diberikan kepadaku? Yesus tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu, Dia hanya berkata, datang dan lihatlah! Seumur hidup saya mengikut Yesus Kristus, adalah untuk menyaksikan, Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang bagaimana. Waktu Filipus bertemu dengan Natanael, dia berkata, kami telah menemukan Dia, yang disebut oleh Musa dalam Kitab Taurat dan para nabi. Sekarang datanglah sendiri dan saksikanlah Yesus Kristus! Pada waktu seseorang datang ke hadapan hadirat Tuhan, menyaksikan kemuliaan-Nya, maka segala ketidakpercayaan yang ada pada dirinya akan lenyap dengan sendirinya.

Kerohanian kita dimulai dari pertemuan kita dengan Kristus, kerohanian kita bertumbuh adalah karena terus menerus menyaksikan kelimpahan Yesus Kristus. Setelah perempuan Samaria bertobat dan diselamatkan, dia kembali ke kotanya dan bersaksi: datang dan lihatlah! Apa yang dilihat? Dia, yang membongkar dosa-dosa yang kuperbuat dalam seumur hidupku. Saat Pilatus menghakimi Yesus Kristus, dia merasa heran, mengapa pemimpin-pemimpin agama membawa orang yang sebaik Dia kehadapanku untuk dihakimi? Dia tahu, dirinya tidak menemukan dosa yang telah Yesus lakukan. Sehingga tiga kali dia mengatakan, aku tidak menemukan kesalahan-Nya. Yesus tidak takut untuk dilihat, diselidiki olehmu. Tatkala kau sungguh-sungguh melihat Dia, kau akan tergerak dan membuka pintu hatimu. Maka Pilatus membawa-Nya kehadapan massa dan berkata, pandanglah orang ini! Hanya kehidupan Yesus Kristus saja, cukup membuat seumur hidup kita tidak habis-habisnya memandang Dia. Pandanglah orang ini! Di dalam bahasa latinnya adalah “ecce homo” behold this man. Pada abad ke-19, David Friedrich Strauss (1808-1874), seorang teolog Jerman menulis riwayat hidup Yesus dengan judul “Pandanglah Orang Ini”. Bukan saja demikian, pada waktu Petrus tua, di dalam suratnya Petrus juga menuliskan, di atas gunung yang kudus, kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya. Apa yang tertulis di dalam 1Yohanes, yang kita baca pada hari ini? Apa yang telah ada sejak semula, yaitu Dia yang sejak semula bersama-sama dengan Allah, Firman Hidup yang sudah ada sejak kekal, pernah datang ke dunia ini. Selama hidup-Nya di dunia ini, kami mendengar tentang Dia, kami telah menyaksikan tentang Dia. Dengan telinga kami sendiri, kami mendengar sabda-Nya, dengan mata kami sendiri, kami menyaksikan Dia, dan dengan tangan kami sendiri, kami menjamah Dia. Kata-kata seperti itu, tidak terdapat di bagian lain di Alkitab. Apakah yang akan Yohanes ungkapkan? Yohanes ingin membagikan pengalamannya, Firman itu pernah secara real, hidup di tengah-tengah manusia. Tao yang diajarkan oleh Confusius, adalah sesuatu yang tidak bisa terpisah sedetikpun dengan manusia, hanya saja tidak bisa dipahami, juga tidak tahu di mana dia berada. Sampai menjelang ajalnya, Confusius tetap tidak tahu bagaimana memahami Tao ini, maka katanya, kalau pagi hari saya mendengar Tao, sore harinya matipun rela.

Tao yang diajarkan Lao Tze adalah, saya tidak mengetahui dia, tapi Tao yang bisa diutarakan pastilah bukan Tao yang kekal dan nama yang boleh disebut pastilah bukan nama yang immortal. Sebab itu, saya tidak tahu namanya, hanya menyebutnya sebagai yang besar, yaitu Firman. Tetapi apakah Tao itu, Lao Tze sendiri tidak dapat menjelaskannya. Tatkala filsafat Barat dan kebudayaan Timur tidak bisa memahami apa itu Tao, Yohanes mengucapkan perkataan ini: sekarang aku menyampaikan tentang Dia, yang bersama-sama dengan Allah, yang telah ada sejak semula, yaitu Firman yang kekal itu kepadamu. Tao yang berada di dalam filsafat Timur maupun Barat, adalah ideologi yang direka oleh rasio manusia yang dicipta. Tetapi Tao yang dibahas di dalam Alkitab, adalah kebenaran yang menciptakan rasio, menjadi manusia yang berdarah daging, menyatakan diri kepada manusia. Ini adalah sumber dan cara yang sama sekali berbeda. Seumur hidup kita di dunia ini, kalau kita tidak merenungkan, tidak menyelidiki, tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri akan fakta sejarah: Firman yang menjadi manusia, maka hidup kita sia-sia adanya. Di sini juga mencakup mata kita sendiri menyaksikan Dia. Di dalam bahasa Inggrisnya, istilah yang dipakai untuk menyaksikan adalah gaze bukan see. Bukan hanya itu saja, bahkan kami pernah menjamah Dia dengan tangan kami sendiri. Apakah artinya? Tao bukanlah sesuatu nun juah di surga sana, tinggi dan sulit dimengerti. Tao yang diajarkan dalam kekristenan adalah kebenaran yang beserta kita, yang dekat, menjalin hubungan dengan kita, dan yang hidup ditengah-tengah kita. Biarlah di dalam seumur hidup kita ini, kita selalu merasa interest untuk merenungkan, mengenal Yesus, bahkan semakin memahami hubungan yang Dia jalin dengan kita.

Di dalam sejarah, terdapat banyak orang yang amat sangat agung, tetapi Bernard Ramm, seorang teolog mengatakan, kalau semua orang-orang agung itu dijajarkan, bagaikan gunung adanya, namun Yesus, bagaikan gunung Everest, yang menjulang tinggi di langit, tidak terbandingkan. Menurut saya, perbandingannya tidak seperti itu, karena itu hanyalah perbandingan manusia. Perbandingan Kristus dengan semua orang agung adalah perbandingan antara Allah dan manusia, perbandingan secara kualitas bukan perbandingan secara kuantitas. Sebab itu, ketika Yesus hidup sebagai manusia, hidup-Nya mengandung substansi keilahian. Kalau demikian, apakah pernyataan sifat ilahi yang adalah di dalam hidup Yesus?

1. Kesucian-Yesus

Dia lahir di dunia, dengan statusnya sebagai yang kudus dari Allah, Dia hidup di tengah-tengah dunia yang berdosa, di tengah-tengah masyarakat yang penuh dengan dosa. Dia adalah wakil dari Allah yang kudus, yang menyatakan diri secara konkrit di tengah-tengah manusia. Inilah tanda yang pertama dari keilahian Kristus di dalam hidup-Nya.

Apakah perbedaannya dengan kita? Kita menuntut kekudusan. Mengapa kita menuntut kekudusan? Karena kita menemukan, untuk menjadi kudus itu sulit adanya, tapi kita merindukan kekudusan, kita berhadap menjadi kudus. Karena kita menyadari: diri kita tidak kudus, kita adalah manusia yang najis. Tetapi Alkitab memberitahukan kepada kita, bahwa Yesus Kristus adalah dirinya yang kudus itu. Hal ini sungguh nyata di dalam kehidupan-Nya. Ibrani 4, Dia sama seperti kita: kita mempunyai tubuh jasmani, Dia juga mempunyai tubuh jasmani. Ibrani 2, kita memiliki tubuh yang berdarah daging, Dia juga memiliki tubuh yang berdarah daging. Dalam Ibrani 4, Dia sama dengan kita, telah dicobai di dalam pelbagai hal, hanya saja tidak berbuat dosa. Statement apakah yang terpenting di dalam etika orang Tionghoa? Kita harus menuju kepada Summum Bonum; kebajikan yang terakhir dan yang tertinggi. Tetapi mungkinkah kita mencapainya? Confusius mengatakan, siapakah yang bisa tidak melalukan dosa? Kalau kita bisa memperbaiki kesalahan kita, maka tidak ada kebajikan yang lebih tinggi daripada pertobatan. Sebab itu, kebajikan yang tertinggi adalah pertobatan seseorang yang berdosa. Seseorang bertobat, berarti dia pernah berbuat dosa. Tetapi kehidupan Yesus Kristus adalah kehidupan yang sama sekali tidak berdosa, sebab itu, kekudusan hidup-Nya adalah pernyataan sifat ilahi di dalam diri-Nya. Apakah peringatan Yesus yang terberat tentang moral? Yohanes 9 “Siapakah di antaramu yang bisa membuktikan bahwa kau bersalah?” Tidak pernah ada seorang yang mempunyai kehidupan seperti itu. Mengapa Sidharta Gautama menikah? Orang tuanyalah yang mengatur pernikahan baginya, agar dia tidak terus menerus berdosa. Bagaimana dengan pendiri-pendiri agama yang lain? Dia, yang mengizinkan orang mengawini beberapa wanita, sendirinya mengawini belasan wanita, salah seorang di antaranya adalah wanita yang dia rebut dari anaknya. Di dalam sejarah manusia, tidak pernah ada seorangpun yang seperti Yesus Kristus. Dialah satu-satunya orang yang benar-benar suci.

Mengapa saya percaya kepada Yesus? Saya adalah seorang yang amat tidak suka menjadi orang Kristen. Waktu saya berusia tujuh belas tahun, saya berharap kekristenan cepat-cepat punah. Orang yang paling saya benci adalah pendeta dan penginjil. Sampai hari ini, masih ada sebagian pendeta dan penginjil yang masih amat saya benci. Justru karena saya membenci pendeta dan penginjil, maka Tuhan menangkap saya menjadi pendeta, itulah yang disebut balasan. Saya tidak beranggapan, kalau kau adalah seorang pendeta, maka kau pasti adalah orang baik. Karena kita bukanlah percaya kepada pendeta, melainkan percaya Yesus. Hanya Yesus Kristuslah satu-satunya orang yang mutlak suci dan sempurna.

2. Keadilan dan Kebenaran-Yesus
Yesus Kristus adalah satu-satunya yang adil dan yang benar. Apakah yang dimaksud dengan keadilan dan kebenaran (bahasa Inggris: righteousness, bahasa Yunani: Dikaiosune)? Diakaiosune mempunyai lima tingkatan. Yang akan kita bahas adalah “fairness”. Waktu Yesus Kristus menjadi manusia di dunia, Dia bisa menerima orang yang paling berdosa, tetapi Dia menolak dosa yang sekecil apapun. Dia tidak takut kepada mereka yang berkedudukan tinggi, tetapi Dia tidak menghina mereka yang paling rendah. Inilah pernyataan dari seorang yang sungguh-sungguh adil. Hari ini, banyak orang tidak melalui kehidupan seperti ini: kalau melihat orang yang mempunyai kedudukan berbuat salah, mereka tidak berani berbicara. Kalau melihat orang kaya berbuat salah, masih saja menjilat-jilat dia. Kalau melihat orang miskin berbuat kesalahan yang kecil, langsung dihardiknya. Tidak demikian dengan Tuhan kita. Kita orang yang najis, yang berpenyakit kusta datang kepada-Nya, Yesus Kristus menumpangkan tangan atas dirinya, mendekati dia. Karena kesucian-Nya adalah kesucian yang tidak bisa luntur, yang tidak akan lenyap hanya karena gangguan-gangguan yang ada. Kesucian yang bisa luntur adalah kesucian yang pasif, yang dimiliki oleh golongan orang-orang Farisi. Maka ketika orang yang berpenyakit kusta berjalan di jalanan, mereka tidak boleh tidak jujur, mereka harus terang-terangan berseru, najis, najis, aku adalah orang najis. Waktu orang-orang mendengar teriakan itu, banyak dari mereka yang menyingkir, karena takut tertular. Karena Taurat mengajarkan, tidak boleh mendekat pada orang yang najis. Karena ketika kita dekat dengannya, kita akan menjadi najis. Bukan demikian dengan kesucian Yesus Kristus, kesucian-Nya bukanlah kesucian yang bisa luntur, melainkan kesucian yang bisa mempengaruhi orang lain menjadi suci, kesucian yang aktif.

Kesucian-Nya ditambah dengan keadilan dan kebenaran-Nya, maka Dia bisa menjadi harapan bagi orang berdosa. Dia bukan datang untuk menghakimi dosa manusia, melainkan menyelamatkan manusia lepas dari kuasa dosa. Yesus bukan datang untuk menghina orang-orang yang hina, malah Dia sendiri lahir di tempat yang paling hina, membiarkan orang menghina-Nya. Maka Dia adalah orang yang paling bisa memahami kepedihan hati orang-orang yang dihina dan diremehkan. Adakah orang yang seperti Yesus, lahir di palungan, meminjam kandang binatang, dan mati dengan meminjam kuburan orang lain? Tatkala Dia mendapati raja Herodes bersalah, kata-Nya: beritahukan kepada serigala itu. Waktu Dia bertemu dengan ahli Taurat yang mengenakan pakaian imam, yang kelihatan alim, kata-Nya, celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang munafik. Tatkala anak-anak kecil yang dianggap tidak tahu apa-apa disuruh pergi, kata-Nya, biarlah anak-anak itu datang kepada-Ku. Karena orang-orang seperti inilah yang berada di dalam kerajaan Allah. Akhir-akhir ini, terjadi kekacauan di beberapa tempat di Indonesia, suatu organisasi menulis surat petisi, mohon pemerintah memecat menteri agama. Pemerintah merasa sangat tidak senang akan kelakuan mereka. Tatkala organisasi ini melakukan sedikit aksi, banyak gereja dan sekolah teologia ketakutan setengah mati, sampai tidak mau ikut apapun. Ada orang bertanya, bagaimana pendapat saya? Saya balik bertanya, mengapa kamu tidak ikut? Katanya kita harus mempunyai hikmat. Saya beritahukan kepadamu, banyak orang yang merasa takut, menganggap dirinya lebih berhikmat daripada orang lain. Saya tidak bermaksud menyetujui tindakan kaum ekstrimis itu, karena saya percaya, di dalam situasi dan kondisi seperti ini, siapapun yang menjabat menteri agama, akan sama mengalami kesulitan. Pada saat orang Kristen perlu angkat bicara, dia harus berani, tetapi pada saat tidak perlu angkat bicara, dia harus tutup mulut. Salah satu keindahan dari kekristenan adalah: tegar dan berani. Pada saat diperlukan, Yesus Kristus maju dengan berani, sampai ditangkap, bahkan disalibkan sekalipun, Dia tidak melarikan diri. Pada waktu Dia akan ditangkap, kata-Nya kepada orang-orang yang menangkap-Nya, kalau Akulah orang yang akan kalian tangkap, biarkanlah orang-orang ini pergi. Dia tidak menginginkan seorangpun berbagian di dalam penderitaan-Nya itu. Pada waktu wanita yang berzinah ditangkap itu dibawa kehadapan-Nya, tanya-Nya, tidakkah mereka menghukummu? Aku juga tidak menghukum kamu. Yesus tidak mengatakan bahwa dia tidak berdosa, karena kata-Nya mulai hari ini, janganlah berbuat dosa lagi. Aku datang bukan untuk menghukum, melainkan untuk menyelamatkan manusia lepas daripada dosa. Lihatlah, betapa tidak fairnya orang-orang itu: yang melakukan zinah adalah dua orang, tetapi mereka melepaskan si pria dan menangkap si wanita yang lemah. Masyarakat berlaku begitu tidak adil, tapi mereka ingin menerapkan keadilan sesuai dengan Taurat, bukankah itu merupakan sesuatu yang sangat ironis? Yesus Kristus tidak mau berbagian di dalam hal meluruskan keadilan dengan ketidakadilan.

Pada waktu Yesus Kristus menanggung dosa-dosa kita, Dia adalah yang kudus itu sendiri, waktu Dia harus menerima vonis yang paling tidak adil, Dia menanggungnya dengan segala kerelaan. Dengan status-Nya sebagai yang suci, Dia naik ke atas kayu salib, Dia tidak mengucapkan sepatah kata yang mempersalahkan manusia atau menggerutu kepada Allah, juga tidak mengucapkan sepatah kata yang mengutuki musuh-musuh-Nya. Alkitab mengatakan, Dia tidak mengucapkan kata-kata yang mengecam. Orang mengutuki Dia, Dia mendoakan mereka. Orang menyalibkan Dia, Dia berdoa: “Bapa ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu, apa yang mereka perbuat”. Sungguh tidak pernah ada seorangpun yang seperti Yesus. Setelah kau sungguh-sungguh menyaksikan seluruh kehidupan Yesus, maka mau tidak mau kau harus memilih: membuang-Nya atau berlutut dan menyembah-Nya. Kau menganggap-Nya sebagai pendusta, atau kau menyembah Dia seraya berkata, Kau adalah Allah! Mulai hari ini, aku mau mengikut Engkau. C.S. Lewis, sastrawan Inggris, yang tadinya seorang ateis, kemudian bertobat menjadi orang Kristen, menulis sebuah buku, yang menjelaskan tentang Yesus, menuliskan satu kalimat, yang saya anggap sebagai kalimat yang sangat agung, sangat menantang, sangat memberikan inspirasi di dalam buku tersebut: If Jesus is not God, then Who is He? Belum pernah ada orang yang seperti Dia, suci tanpa berdosa, adil dan berani. Yesus adalah yang kudus dari Allah, yang adil dari Allah, sebab itu, saya percaya Yesus Kristus.

3. Kebajikan-Yesus
Yesus adalah yang mutlak bajik. Tidak ada niat yang jahat di dalam pemikiran-Nya, tidak terdapat caci maki dan kutukan di dalam mulut-Nya, sikap-Nya tidak menghina, tidak menunjukan ketidaksabaran. Dalam hidup ini, kalau kita diberi kesempatan untuk berkumpul dengan orang-orang agung, adalah anugerah Tuhan yang besar sekali. Kalau seseorang terus menerus menemukan kebaikan orang lain, dia pasti sedang dan terus bertumbuh. Jangan membiasakan diri dalam memperhatikan kekurangan orang lain: bagaimanapun baiknya dia, sayang, dia masih mempunyai kekurangan. Bagaimanapun hebatnya dia, dia masih mempunyai kekurangan, kau tidak tahu, tapi aku tahu. Orang yang selalu melihat kekurangan orang lain, dirinya sendiri pasti mempunyai kekurangan yang besar. Kalau dengan sikap seperti ini kau memandang Yesus, kau pasti akan kecewa, karena kau pasti tidak akan menemukan sedikit cata cela, noda di atas diri-Nya. Dia adalah dirinya kebajikan yang mutlak.

Immanuel Kant, filsuf Jerman berkata, manusia perlu terus menuntut akan kebajikan yang tertinggi. Kebudayaan, pendidikan, pengetahuan, masyarakat, harus mengutamakan moral, membina hati nurani, mempopulerkan pendidikan. Tapi menurut dia, orang genius tidak perlu dididik, sedangkan orang yang tidak berguna, dididik pun tidak ada gunanya, kita perlu mendidik mereka yang biasa-biasa saja, supaya mereka terus bertumbuh. Manusia harus terus maju. Orang bertanya, maju menuju ke mana? Jawabnya, menuju pada Summum Bonum; The highest goodness, yaitu kebajikan yang disebut-sebut Confensius. Kalau ada orang bertanya kepada Immanuel Kant, apa itu Summum Bonum? Dia hanya menjawab, orang Nazareth yang berada di dalam sejarah itu, sudah berada pada titik itu. Dia enggan mengucapkan nama Yesus, namun di dalam hatinya dia tahu satu hal, tidak pernah ada orang yang hidupnya sebajik Yesus. Yesus bukan hanya diri-Nya kesucian, diri-Nya keadilan dan kebenaran, Dia juga diri-Nya kebajikan.

Tetapi mengapa pada waktu orang muda itu datang kepada Yesus dan berkata, Guru yang bajik, Yesus malah menyangkalinya? Saksi Yehova membengkokkan arti dari ayat itu. Mereka menggunakan Yesaya 9:5, untuk mengatakan bahwa Yesus adalah Allah yang perkasa bukan Allah yang Mahakuasa, jadi menurut mereka, Yesus adalah Allah kecil, Allah Bapalah Allah besar. Mereka juga menggunakan jawaban Yesus terhadap orang muda itu untuk menyangkal bahwa Yesus adalah yang bajik. Orang muda itu berlutut dan berkata, Guru yang bajik. Apa jawab Yesus? Apakah Dia menjawab, terima kasih, Aku tidak patut menerimanya. Tidak! Yesus tidak pernah mengatakan tidak patut menerima atau maaf, karena Dia adalah Allah, kata-kata seperti itu tidak perlu diucapkan dalam hidup-Nya. Orang muda itu berkata, Guru yang bajik. Bagaimana jawab Yesus? Apakah Dia mengatakan, Aku tidak bajik? Tidak! Yesus menanyakan mengapa kau menyebut aku bajik? Yesus tidak berkata, kau tidak boleh menyebut Aku yang bajik, Dia juga tidak mengatakan, Aku memang tidak bajik, tetapi tanya-Nya, mengapa kau menyebut Aku yang baik? Yang bajik hanya satu, yaitu Allah. Sebab itu, Saksi Yehova mengatakan, bukankah Yesus tidak mengakui diri-Nya adalah bajik? Cara penafsiran itu berbahaya sekali. Karena tidak menafsirkan ayat dengan prinsip total.

Kalau kita menggunakan prinsip total, bagaimana kita menjelaskan ayat itu? Hanya Allahlah yang bajik. Sudahkah kau tahu bahwa Aku ini adalah Allah? Mengapa kita harus menjelaskan seperti itu? Karena waktu itu, soal Yesus adalah Allah, kecuali murid-murid sedikit mengetahui hal itu, orang lain belum mengetahui hal itu. Karena sebelum saat-Nya tiba, Yesus tidak menginginkan banyak orang tahu bahwa Dia adalah Anak Allah. Sampai saat-Nya tiba, murid-murid baru memproklamirkan keilahian-Nya dengan penuh kuasa. Tetapi sebelum saat-Nya tiba, perkara ini hanya dibukakan kepada para murid, tidak dibukakan kepada orang lain. Tapi karena orang itu menyebut Yesus sebagai Guru yang bajik, maka Yesus menanyakan, mengapa kau menyebut Aku sebagai seorang yang bajik? Sudahkah kau tahu, bahwa Aku adalah Allah? Jika ya, sekarang Aku akan mengujimu: kau berkata, sejak kecil kau sudah melakukan Taurat. Intisari Taurat adalah kasih. Mengasihi Allah dan mengasihi manusia adalah dua arah dari kasih. Jika kau sungguh-sungguh mengasihi Allah, dan kau tahu bahwa Aku adalah Allah, tanda dari seorang yang mengasihi Allah, dan tanda dari seorang yang mengasihi sesama adalah berkorban untuk menggenapkan orang lain. Sebab itu, dengan status sebagai Allah, Yesus memberikan dua ujian yang penting, Aku memerintahkan kau, laksanakan! Akhirnya dia gagal; tidak lulus. Juallah milikmu untuk menolong orang miskin, itu adalah tanda kau sungguh-sungguh mengasihi sesama. Sungguhkah dia bisa melaksanakannya? Dia gagal, tidak lulus. Jadi, orang muda itu adalah lulusan Taurat, bisa menghafal Taurat, tetapi di hadapan Yesus Kristus, dia adalah seorang penginjil yang gagal total. Dia lulus dalam pengetahuan, tetapi sama sekali tidak lulus dalam fakta pemahaman rohaninya. Kiranya Tuhan mengasihani kita. Perkataan Yesus tidak berarti Dia menyangkali diri-Nya adalah yang bajik, melainkan Dia ingin membimbing seluruh dunia mengetahui, bajik yang sesungguhnya adalah Allah, sebab itu, Yesus Kristus mempunyai sifat ilahi.

4. Kesejatian-Yesus
Yesus Kristus adalah diri-Nya yang sejati. Dunia ini penuh dengan kepalsuan: banyak orang mengakui dirinya berkebudayaan, sebenarnya hanya memoles kelakukannya, supaya terlihat indah, akibatnya, orang yang semakin berkebudayaan, perkataan semakin muluk-muluk, namun yang dipikirkan di dalam hatinya justru semakin najis. Di Hong Kong, ada seorang yang sengaja bekerja di pabrik. Untuk apa? Dia ingin membentuk persekutuan buruh pabrik, memberitakan Injil kepada mereka. Jadi dia perlu mengetahui apa topik pembicaraan mereka, bagaimana kebiasaan hidup mereka? Maka setelah dia menyelesaikan studinya di Amerika, mempunyai title yang tinggi sekali, sebenarnya di abisa mendapat honor yang sangat tinggi, tetapi demi memberitakan Injil kepada para buruh, dia sengaja bekerja sebagai buruh di pabrik tenun, mendapatkan honor yang minim sekali. Setiap hari memperhatikan bagaimana hidup para buruh itu, mempersiapkan diri untuk menginjili mereka. Beberapa tahun kemudian, dia memahami dan mulai menginjili. Suatu hari, dia berkata kepada saya, orang-orang yang di kalangan atas, bahasanya sangat sopan, tapi hatinya berbisa sekali. Sedangkan para buruh, bahasanya kasar luar biasa, tapi hatinya bersih sekali. Kata-kata mereka kotor dan kasar tetapi hati mereka begitu bersih. Waktu mereka memaki orang, tidak memakai tedeng aling-aling, perkataan kotor macam apapun keluar dari mulutnya, bagaikan seorang ibu yang memaki anaknya: babi, anjing, tetapi sangat mengasihi anaknya. Waktu rekan mereka menghadapi kesulitan, sebagian dari honor mereka, akan mereka keluarkan untuk membantunya. Kalau tidak ada Allah yang mengubah karakter kita, kebudayaan dan pendidikan hanya bisa mengubahmu menjadi orang yang makin hari makin munafik.

Orang yang paling munafik, mungkin adalah mereka yang berada di kalangan agama. Ketika Yesus di dunia, orang yang menerima teguran paling keras adalah pemimpin agama, celakalah kamu, hai kamu orang Farisi, ahli Taurat yang munafik! Di dalam syair Shakespeare terdapat kalimat: banyak dosa yang terselubung di balik jubah agama. Yang nampak dari luar adalah aktivitas keagamaan, tetapi di dalamnya tersimpan banyak dosa. Tidak heran, waktu Yesus di dunia, Dia paling tidak segan-segan menegur para pemimpin agama. Apa yang Yesus tegur? Kepalsuan! Sopan santun yang palsu, rendah hati yang palsu, kerohanian yang palsu, kasih yang palsu, pernikahan yang palsu, semua itu tidak berguna. Tuhan kita paling membenci hal-hal yang palsu. Apa sebabnya? Karena Dia adalah diri-Nya yang sejati. Istilah yang paling penting di dalam seluruh kebudayaan Ibrani adalah sejati. Orang Ibrani sungguh-sungguh telah menerima wahyu yang sejati dari PL, tetapi mereka menolak Yesus Kristus. Akibatnya, kebudayaan Ibrani yang paling mementingkan kesejatian, justru membentuk orang yang paling palsu. Kasihan bukan?

Dua perkataan keras yang Yesus sampaikan kepada orang Ibrani:
1. Bapamu bukanlah Abraham, tetapi iblis.
2. Aku memberitahukan kepadamu, tapi karena itulah kamu berniat membunuh Aku.

Kedua perkataan yang keras itu telah merobek kedok palsu orang Ibrani. Karena itu, Yesus hanya mempunyai satu jalan, naik ke atas kayu salib. Setelah Yesus dengan berani merobek kedok mereka, dan harus menghadapi kesulitan salib, apakah Dia melarikan diri? Tidak. Dengan berani Dia berjalan menuju Yerusalem, dengan berani Dia naik ke bukit Golgota, dengan berani Dia disalibkan. Ini merupakan pernyataan yang penting dari diri-Nya yang sejati itu.

Jika kita mau jujur, dan mau sungguh-sungguh rendah hati, kita harus mengakui satu hal, kalau sampai hari ini, kita masih belum mau percaya kepada Yesus adalah sama sekali tidak beralasan. Kita tidak punya alasan apapun untuk tidak percaya kepada Yesus. Kalau sampai hari ini, kau masih belum percaya Yesus adalah karena sengaja menentang Tuhan, maka satu jalan yang tersedia, jalan kebinasaan, jalan yang kau pilih sendiri bagimu. Tidak ada orang yang seperti Yesus, Tuhan yang kudus, Tuhan yang adil dan benar, Tuhan yang bajik, Tuhan yang sejati, demi mengasihi kita, Dia datang ke dalam dunia, beserta dengan manusia. Lihatlah Anak Domba Allah, yang mengangkut dosa dunia, berkatalah kepada Tuhan, ya Tuhan Yesus, aku menerima Engkau, aku percaya kepada-Mu, Firman-Mu memberitahukanku, kehidupan-Mu memberitahuku, Kau adalah Allah.KEILAHIAN YESUS MELALUI KARYA-NYA - 

Pdt. Dr. Stephen Tong.
Source : https://teologiareformed.blogspot.com/2019/01/keilahian-yesus-melalui-karya-nya-pdt.html#

IMAN DARI ALLAH TRITUNGGAL

IMAN DARI ALLAH TRITUNGGAL
                                               
“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.”  (Efesus 2:8)

IMAN DARI ALLAH TRITUNGGAL(st). Ketika ada pendeta berteriak: “Asal Anda beriman, Anda sembuh!” Iman seperti apa yang ia pikirkan? Ada orang belum Kristen yang berkata: “Saya percaya,” maka ia segera minta Tuhan menyembuhkan. Apakah ia akan sembuh? Apakah karena seseorang beriman, maka Tuhan berkewajiban menyembuhkan? Apa itu iman? Apakah karena seseorang mengaku beriman kepada Tuhan, maka Tuhan berhutang untuk harus menyembuhkan dia? Banyak orang Kristen berbicara tentang iman, menganggap diri sudah mengerti tentang iman, tetapi ketika ditanya secara mendalam dan teliti, mereka sulit memberikan jawaban yang akurat sesuai dengan kebenaran firman Tuhan. Saya berharap banyak orang Kristen yang bukan sekedar berbicara tentang iman tanpa mengerti iman itu apa dan berasal dari mana. Apakah iman berasal dari manusia, atau iman berasal dari Tuhan? Apakah asal kita yakin, iman itu muncul dengan sendirinya? Ataukah harus Allah yang mendorong dan melahirkan iman?

Sepintas kita membaca Alkitab, sepertinya dituliskan bahwa: “Karena imanmu, maka hal itu terjadi.” Apakah itu berarti iman berasal dari orang berdosa? Setelah Adam jatuh ke dalam dosa, apakah keturunannya otomatis mempunyai iman? Atau jika tidak demikian, dari mana iman itu berasal?

Orang Reformed menekankan bahwa: “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Roma 10:17). Lalu, bagaimana dengan orang yang belum pernah ke gereja, orang bukan Kristen, orang yang sama sekali belum pernah mendengarkan firman Tuhan? Apakah mereka bisa memiliki iman? Apabila kita sembarangan menjawab, kita sangat mungkin akan terjebak oleh pikiran kita sendiri dan tidak kembali kepada firman Tuhan. Ada orang yang mengatakan bahwa theologi Reformed itu sesat, karena berpikir menurut pikiran mereka sendiri yang mereka anggap benar, sehingga yang berbeda dari mereka pasti salah. Orang mengatakan: “Stephen Tong sesat!” atau mengatakan: “Stephen Tong tidak mempunyai Roh Kudus.” Tetapi mereka juga bingung, mengapa orang yang sesat dan tidak ada Roh Kudus bisa mempertobatkan begitu banyak orang kaya, orang pandai, bahkan orang yang begitu kompleks pemikirannya, menjadi orang yang setia kepada firman Tuhan dan mau belajar firman Tuhan dengan baik. Mereka menjadi goncang dan takut sekali jika berhadapan atau berdiskusi tentang kebenaran Firman. Kalau seseorang menganggap diri benar, padahal ia tidak benar, lalu bisa digoncangkan oleh orang yang dianggap tidak benar olehnya, itu berarti ada harapan untuk dia bisa kembali. Tetapi kalau dia sudah tidak goncang dan membiarkan itu semua, maka ia tidak mungkin untuk bisa kembali.

Ada sekelompok orang yang ketika mendengar berita dari theologi Reformed, ia mulai merasakan perbedaannya. Dan hal itu mendorong mereka untuk mulai mempelajari firman Tuhan dengan serius dan intensif sekali. Akhirnya mereka mulai menyadari kebenaran firman Tuhan yang begitu indah. Ketika seseorang mau taat pada Firman, mau belajar dan rendah hati mengikuti kebenaran Firman, maka ia akan diubahkan. Orang-orang di Berea menjadi lebih pandai dari jemaat lainnya karena mereka bertekun menyelidiki firman Tuhan. Orang-orang mulai menyadari bahwa selama ini mereka hanya dipengaruhi oleh pendeta mereka, tanpa mereka sendiri secara serius belajar firman Tuhan. Akhirnya, dangkalnya dan sedikitnya mereka belajar firman Tuhan, menyebabkan mereka tidak mempunyai cukup waktu dan modal untuk secara serius menyelidiki firman Tuhan. Dan yang menyedihkan, banyak pendeta yang sendirinya juga sangat dangkal dan tidak cukup studi untuk bisa mempelajari firman Tuhan secara serius dan mendalam, sehingga tidak mampu memberikan interpretasi firman Tuhan yang akurat dan mendalam kepada jemaatnya.

Saya rindu ada orang-orang Kristen yang mau setia belajar firman Tuhan, yang membaca secara teratur dari Kejadian hingga Wahyu beberapa kali di dalam hidupnya. Saya percaya ada orang-orang yang mau setia kepada Firman dan mau sungguh-sungguh taat pada Tuhan. Banyak pendeta yang banyak berbicara tentang Roh Kudus yang dia sendiri justru paling tidak mengerti tentang Roh Kudus. Banyak orang suka pemberitaan firman Tuhan disesuaikan dengan keinginannya. Kalau berita firman Tuhan begitu keras dan berlawanan dengan keinginan dan pikirannya, maka ia marah dan ia meninggalkan gereja itu. Ia mencari gereja lain, bukan karena kebenaran, tetapi karena cocok dengan dirinya. Inikah iman Kristen? Inikah yang disebut sebagai kepercayaan atau beriman kepada Kristus?

Iman sepertinya adalah satu hal yang sederhana, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Iman itu mengalahkan dunia. Iman itu mengakibatkan setan gemetar. Iman itu menjadikan semua yang terbatas harus tunduk pada yang tak terbatas, sehingga yang terbatas itu menjadi hina, kecil, remeh, dan terlihat kekurangannya. Ini bukan hal yang menyenangkan bagi manusia berdosa. Iman adalah suatu penerobosan.

Ada dua ekor ayam yang masih di dalam cangkangnya dan hampir menetas. Anak ayam yang pertama berkata pada yang kedua, bahwa dunia ini begitu sempit, gelap, dan pengap. Dan ayam kedua menyetujui pernyataan itu. Namun, kemudian tiba waktu ayam pertama menetas, maka ia secara naluri mencucukkan paruhnya ke cangkangnya, dan pecahlah cangkangnya. Maka kini ia melihat dunia yang begitu luas, yang terang, dan penuh warna-warni, segar luar biasa. Ia mengatakan itu kepada ayam kedua, dan kini ayam kedua tidak bisa menerima pernyataan ayam pertama. Ia beranggapan bahwa ayam pertama sudah menjadi gila, karena tidak tahan di dalam kondisi yang begitu sulit. Menerobos kulit itulah suatu penerobosan. Itulah iman.

Iman adalah penerobosan akan semua keterbatasan kita. Keterbatasan keluarga, keterbatasan orang tua, keterbatasan kemampuan kita, keterbatasan pengetahuan, keterbatasan pendidikan, keterbatasan suku, budaya, dan berbagai hal lain yang membuat kita tidak bisa menaati dan mengerjakan rencana Allah yang besar di dalam dan melalui diri kita. Ketika kita bisa menerobos keluar, melewati yang terbatas, dan masuk ke dalam kekekalan, kita baru bisa melihat sesuatu yang melampaui dunia terbatas ini.

Iman dari Allah

Lalu iman itu berasal dari mana? Apakah dari dalam diri manusia berdosa itu sendiri? Atau apakah iman itu tumbuh di dalam diri kita? Jika tumbuh, seharusnya ada bibit yang ditanam, yang menjadikan iman itu bisa bertumbuh. Dari mana bibit iman itu? Dalam hal ini, theologi Reformed berbeda total dari pandangan theologi yang lain. Theologi Reformed ingin kita betul-betul masuk dan mengerti kebenaran firman Tuhan. Jika orang mengatakan bahwa iman berasal dari tekad manusia itu sendiri, berarti manusia berdosa tidak membutuhkan pertolongan dari luar. Ini bukan ajaran Alkitab.

Tuhan Yesus berkata kepada perempuan itu, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel” (Matius 8:10). Sepintas sepertinya iman itu berasal dari manusia itu sendiri. Dan sepertinya, pujian Tuhan Yesus menunjuk kepada kekuatan dan kemampuan manusia itu. Sebenarnya tidak demikian. Orang ini telah berkali-kali mendengarkan berita Firman dari Tuhan Yesus sendiri. Sangat mungkin ia bukan baru hari itu mengenal Yesus. Maka konsisten dengan apa yang dinyatakan oleh Alkitab, sebenarnya imannya datang dari pendengaran akan Firman. Ia telah mendengar Firman, dan kini iman itu telah bertumbuh dan mulai nyata keluar. Dari hal ini, kita bisa mempelajari hal utama:

Iman berasal dari Tuhan Allah. Di dalam surat Efesus 2:8, dikatakan: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.” Secara lebih jelas dapat dikatakan, bahwa kita diselamatkan karena anugerah dan melalui iman. Tuhan Allah menurunkan anugerah-Nya kepada kita, dan manusia yang menerima anugerah itu menyatakan iman. Dan iman ini adalah pekerjaan Tuhan Allah juga. Iman itulah yang kemudian menyelamatkan kita.

Iman Natural dan Iman Keselamatan

Lalu, apakah itu berarti terjadi kerjasama antara Allah dan manusia dalam hal keselamatan? Allah memberikan anugerah, dan manusia memberikan iman, barulah ada keselamatan. Konsep ini tidak benar, karena iman itu pun juga berasal dari Allah. Dan jika iman itu berasal dari Allah, apakah itu berarti saya boleh tidak beriman? Karena toh iman itu juga dari Allah, sehingga saya boleh merasa bahwa saya tidak diberi iman. Jadi, saya juga bisa merasa saya tidak mendapat anugerah dan tidak mendapat iman, sehingga saya boleh saja tidak beriman. Alkitab mengatakan tidak demikian. Tuhan sudah memberikan “bibit iman” di dalam setiap pribadi manusia. Ini yang disebut sebagai iman natural (natural faith), yang dibedakan dari iman yang menyelamatkan (saving faith). Ketika seseorang dicipta, di dalam dirinya ditanam benih iman. Sehingga di titik awal, manusia itu sudah mengetahui secara samar bahwa Allah itu ada. Dan di dalam dirinya juga telah diberikan anugerah secara umum, yang dikenal sebagai “anugerah umum” (common grace). Anugerah umum ini telah diberikan kepada manusia secara keseluruhan, tidak peduli Kristen atau tidak Kristen. Maka anugerah dan iman keduanya berasal dari Allah, itu semua adalah pemberian Allah.

Tetapi kini kita melihat satu langkah lebih lanjut. Ketika kita diselamatkan, Tuhan memberikan kepada kita anugerah yang khusus (special grace). Anugerah ini memberikan iman yang bukan merupakan jasa manusia. Bukan suatu kapasitas atau kemampuan manusia yang membuat manusia bisa diselamatkan. Itu semuanya hanya mungkin dilakukan melalui pemberian Tuhan Allah. Iman ini adalah iman keselamatan (saving faith).

Pemberian dan Penindasan Iman

Apakah karena manusia memiliki kualifikasi atau keistimewaan tertentu, sehingga Allah memberikan iman itu kepadanya, dan tidak memberikan kepada yang lain? Tidak. Tidak ada kualifikasi apapun pada manusia yang membuat Allah berhutang untuk harus memberikan anugerah dan iman. Semua itu semata karena kedaulatan dan belas kasih-Nya. Lalu, mengapa Tuhan menggunakan kedaulatan-Nya sehingga ada orang yang bisa menerima anugerah dan iman, sementara ada orang lain yang tidak? Orang yang tidak menerima anugerah harus menanggung hukuman karena telah menindas anugerah dan kebenaran natural yang telah diberikan kepadanya. Ini konsep penting di dalam theologi Reformed yang membutuhkan pemikiran dan ketekunan untuk bisa mengertinya. Dia tidak beriman bukan karena tidak diberi iman, karena iman itu sudah diberikan secara umum kepadanya, tetapi ia telah menindasnya. Murka Allah justru turun ke atas orang-orang yang tidak beribadah dan telah menindas kebenaran ini. Inilah kefasikan dan kelaliman manusia. Apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. “Sebab apa yang tidak nampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada pikiran melalui karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” (Roma 1:18-19). Allah adalah pencipta. Ia mencipta dunia ini dengan hikmat dan kebenaran-Nya. Ketika kita manusia menindas hal ini dalam diri kita, kita mulai melawan iman, melawan kebenaran, melawan suara Allah yang berfirman kepada kita. Akibatnya kita akan berhadapan dengan penghakiman-Nya. Maka kita harus menyadari bahwa iman itu berasal dari Allah. Anugerah dan iman yang dari Allah (Bapa) boleh membawa kita kepada keselamatan. Inilah konsep asal usul iman yang pertama. Nanti kita akan melihat juga bahwa iman berasal dari Yesus Kristus dan Roh Kudus

“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.” (Ibrani 12:1-2)


IMAN DARI ALLAH TRITUNGGAL. Kita telah belajar mengenai iman berasal dari Allah Bapa. Kini kita melihat aspek kedua, yaitu iman berasal dari Yesus Kristus. Yesus Kristus yang menciptakan iman dan Yesus Kristus yang menyempurnakan iman di dalam sepanjang hidup kita mengikuti Dia. Di dalam Ibrani 12:1-2 dituliskan bagaimana kita memandang kepada Yesus sebagai sumber iman, Yesus yang mengadakan dan menggenapkan iman, dan Dia kemudian menjadi teladan bagi kita. Dia sendiri mengabaikan penghinaan, tekun memikul salib, dan akhirnya menggantinya dengan sukacita yang disediakan bagi Dia, serta sekarang duduk di sebelah kanan Allah. Saya ingin memberikan dua butir berkenaan dengan tema ini.

1. Memandang pada Yesus

Memandang Tuhan Yesus karena Dia adalah yang mengadakan dan yang menggenapkan iman. Di dalam terjemahan lain dituliskan: “He starts, He creates faith and He accomplishes and He guides us until the end.” Dia yang menciptakan iman, dan Dia yang memimpin kita serta menggenapi iman itu dalam diri kita. Ia yang memulai dan Ia juga yang mengakhiri. Dia yang mengadakan dan menyempurnakan, Dia yang menciptakan dan yang menggenapi. Iman berasal dari mana? Ayat yang kita baca menyatakan bahwa iman berasal dari Kristus. Ada orang belum percaya yang diberitahu bahwa jika ia percaya akan sembuh, maka ia pasti sembuh. Lalu ia mengatakan, “Ya, saya percaya.” Ia berharap segera sembuh. Percaya ini berasal dari mana? Kalau percaya ini sekedar dari dirinya sendiri, dan ia sendiri yang mau percaya, maka itu pasti bukan iman Kristen. Iman yang pertama-tama harus berasal dari Bapa, dan kemudian kita melihat bahwa iman itu harus dimulai dan diakhiri di dalam Kristus. Yang mengadakan iman dan yang menyempurnakan iman adalah Kristus sendiri.

2. Yang menyempurnakan iman

Kristus bukan hanya memulai iman, tetapi Ia juga yang menggenapkan dan menyempurnakan iman. Bukan hanya memandang kepada Kristus sebagai sumber dan awal iman, tetapi juga di dalam Dia kita mengakhiri dan menggenapkan iman kita. Maka tidaklah salah jika para murid Kristus meminta kepada Kristus untuk menambahkan iman kepada mereka, karena mereka kurang iman. Iman bukan disempurnakan oleh diri kita sendiri, apalagi melalui semua yang kita kerjakan menjadi jasa iman. Memohon kepada Kristus untuk ditambahkan iman, atau sesuai dengan tema kita, yaitu agar iman kita boleh disempurnakan, adalah doa yang benar. Tidak ada seorang pun yang sempurna imannya.

Di dalam hidup, terkadang saya merasa begitu sulit bekerja dengan orang yang tidak beriman. Semua terlihat begitu negatif, semua menjadi tidak mungkin, semua sulit dikerjakan, semua seolah-olah sia-sia. Saya telah menjadi yatim sejak usia tiga tahun dan hingga saat ini saya sangat jarang mengatakan sesuatu itu sulit, sesuatu tidak bisa dikerjakan, atau tidak mungkin. Saya selalu mencoba belajar bersandar pada Tuhan dan mohon Tuhan memberikan kekuatan dan pencerahan untuk menolong saya melakukan itu. Bukan berarti saya mengabaikan kesulitan yang ada. Saya sangat menyadari banyak hal sangat sulit. Namun, kita harus belajar bisa mengalahkan kesulitan dengan kekuatan yang Tuhan berikan kepada kita. Ini yang disebut iman. Jika kita adalah orang Kristen, maka kita harus belajar beriman dengan benar. Sayang kalau kita mengaku sebagai orang Kristen tetapi setiap hari hidupnya tidak beriman, lalu menertawakan orang yang beriman.

Iman bukan nekat, tetapi iman juga bukan pengecut. Di dalam banyaknya kesulitan kita bisa belajar menerobos keluar. Menyelesaikan dan melewati setiap kesulitan, betapapun besarnya, adalah iman. Kita sering kali menyanyikan bahwa iman memberikan kemenangan, tetapi kehidupan kita sendiri penuh dengan kekalahan. Benarkah kita percaya pada Kristus? Benarkah iman kita di dalam Kristus adalah iman yang menyempurnakan? Iman yang memberikan kemenangan? Jika kita percaya bahwa iman kita memberikan kemenangan, kita bisa menerobos kesulitan-kesulitan yang kita hadapi. Itu berarti kita percaya kepada Allah yang betul-betul memberikan kekuatan kepada kita.

Ada orang yang mengatakan pada saya beberapa tahun lalu bahwa GRII tidak mungkin mendapatkan izin bangunan. Saat itu saya diam saja, hanya berdoa kepada Tuhan. Sekarang terbukti siapa yang benar siapa yang salah. Yang benar adalah Tuhan, yang salah adalah orang yang tidak percaya. Kita yang bersandar pada Tuhan, kita akan melihat kebenaran itu. Saya ingin menjadi pemimpin suatu gerakan yang beriman, tetapi itu tidak mudah. Iman bukan berasal dan bersumber dari manusia, tetapi dari Tuhan. Dan iman yang diberikan kepada seseorang selalu dianggap sebagai suatu mimpi yang tidak mungkin dilakukan.

Kita perlu belajar dari Abraham, ketika diberitahu, ia setia dengan apa yang Tuhan katakan. Setiap kali diberitahu satu kalimat, ia segera memegang satu kalimat itu. Inilah iman yang sejati. Abraham sangat berbeda dengan istrinya. Istrinya mencurigai kebenaran perkataan Tuhan. Ia menertawakan firman Tuhan. Ia menganggap apa yang dikatakan Allah tidak mungkin, karena tidak sesuai dengan pikiran dan pengalaman manusia. Mana mungkin Abraham tahun depan akan bisa memiliki anak jika Sara sudah tidak mengalami ‘datang bulan’ lagi? Itu sesuatu yang tidak mungkin. Apa yang Tuhan katakan adalah sesuatu yang tidak mungkin. Maka istri Abraham menertawakan apa yang Allah katakan. Tetapi ketika Allah menegur, ia menyangkal dan tidak mau mengakui. Ini sikap yang tidak benar. Sudah tidak mau percaya, tidak beriman, masih menyangkal.

Mungkin dalam beberapa aspek, kita bisa juga bersikap seperti Sara. Bukan hanya tidak percaya apa yang Allah katakan, tetapi juga menertawakannya, dan sekaligus menyangkal ketika Tuhan menegur kita. Mungkinkah di dalam sebuah negara yang mayoritas masyarakatnya bukan Kristen bisa mendapatkan izin untuk mendirikan sebuah gereja yang besar? Mungkin dalam pikiran banyak orang, itu adalah sesuatu yang mustahil. Tetapi bagi Tuhan itu mungkin. Orang beriman akan berkata: mungkin! Bilakah waktunya? Memang kita semua tidak tahu, tetapi itu tetap mungkin. (Kini kita tahu bahwa gedung ini sudah terealisasi dan berdiri dengan megah, didedikasikan kepada Tuhan dalam Kebaktian Dedikasi pada tanggal 20 September 2008 yang lalu, di Jl. Industri, Kemayoran, Jakarta, red.). Iman memiliki banyak sekali varian dan aspek. Ada iman yang menyelamatkan, iman bahwa Tuhan memelihara kita, atau iman di dalam menghadapi kesulitan, dan lain-lain.

Seorang Inggris, George Müller memelihara anak-anak yatim piatu yang ditinggalkan oleh bapak dan ibu mereka, atau anak dari pelacur yang tidak mau memelihara mereka, atau anak orang yang terlalu miskin sehingga tidak sanggup lagi memelihara mereka. Anak-anak terbuang ini ia terima dan pelihara. Dalam kondisi yang paling berat, ia pernah memelihara 1.000 anak yatim piatu. Ia harus memberi makan seluruh anak-anak itu. Ia sendiri bukan seorang yang kaya raya. Terkadang ia tidak tahu dari mana ia memperoleh roti untuk memberi makan anak-anak tersebut. Tetapi ia sungguh beriman kepada Tuhan. Ia hanya berlutut dan memohon kepada Tuhan agar Tuhan masih berkenan memberi makan anak-anak ini. Kita terkadang memelihara dua anak saja sudah sulit luar biasa. Bisa kita bayangkan betapa susah dan sulitnya George Müller ketika harus mengasuh dan memelihara 1.000 orang anak setiap hari. Suatu hari petugas dapurnya memberitahukan kepadanya bahwa sudah tidak ada makanan sama sekali. Ia tidak tahu bagaimana memberi makan anak-anak untuk makan siang mereka. Jika pukul 12 siang bel dibunyikan dan anak-anak berlarian ke ruang makan, apa yang akan diberikan kepada mereka? George Müller ketika mendengar hal itu, ia masuk ke kamarnya, berlutut dan berdoa kepada Tuhan: “Tuhan berikanlah makanan kepada anak-anak ini, aku beriman kepada-Mu.” Tetapi bagaimana? Jika diberikan tepung, saat itu sudah pukul 10 pagi, tidak mungkin ada waktu untuk membuat roti. Tetapi ia tetap beriman. Ia keluar dari kamar, dan memerintahkan untuk tetap membunyikan bel tepat pukul 12 siang. Ketika pegawainya bertanya, apa yang akan diberikan nanti ketika anak-anak sudah di ruang makan, maka George Müller menjawab: “Tuhan akan menyediakan.” Mungkin pegawai itu akan keluar dan berkata kepada teman-temannya, “Wah, orang tua itu susah diajak bicara. Mustahil kita membunyikan bel makan pukul 12 siang sementara kita tahu persis bahwa sama sekali tidak ada makanan yang bisa kita suguhkan. Tapi memang kita tidak bisa bicara dengan orang tua itu.” Ketika pukul 12 siang, pegawai itu benar-benar membunyikan bel dan ia ingin melihat bagaimana caranya George Müller akan menghadapi anak-anak yang kelaparan sambil tidak ada makanan sama sekali. George Müller masuk ke ruang makan, anak-anak juga sudah masuk ke ruang makan, dan mereka dengan tertib lalu berdoa. Namun, mereka heran karena tidak ada makanan yang tersuguh di meja makan. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk. Beberapa kereta membawa roti berhenti di depan rumah itu. Orang yang menghantar menanyakan apa benar ini rumah George Müller dan betul-betul merupakan rumah panti asuhan. Setelah dikonfirmasikan, maka ia memberitahukan bahwa ia diminta seorang kaya untuk mengantar roti itu tepat pukul 12 siang ke rumah itu. Maka seluruh anak itu bisa makan sampai kenyang. George Müller berlutut dan berdoa: “Tuhan, Engkau adalah Allah yang hidup!”

Jangan ikut-ikut cara George Müller jika saudara bukan orang yang beriman sungguh di dalam Kristus, nanti engkau akan mengalami hal yang menakutkan. Engkau harus memupuk imanmu berpuluh-puluh tahun di hadapan Tuhan sampai kekuatan yang sedemikian dahsyat bisa mengalahkan semua godaan setan, dan hidup sepenuhnya untuk kemuliaan Tuhan dan tidak mempermalukan Tuhan. Allah adalah Allah yang lebih tinggi dari setan. Ketika George Müller tua dan orang bertanya kepadanya tentang rahasia kekuatan imannya dan bagaimana ia bisa percaya kepada Tuhan dengan begitu riil, ia menjawab: “Saya tidak mempunyai rahasia apa-apa. Yang saya tahu hanya percaya kepada-Nya sepenuhnya di dalam doa saya. Saya membaca Firman-Nya lebih dari 100 kali dari awal sampai akhir. Saya mengetahui bahwa Firman dan janji Tuhan itu sungguh dan dengan itu aku tidak membutuhkan rahasia apapun, kecuali berlutut dan berbicara kepada Bapaku.” Iman itu sungguh, iman itu riil. Jikalau saudara dibesarkan dalam kondisi tidak beriman, saya rindu generasi ini menjadi generasi yang beriman.

Indonesia ini negara apa? Indonesia ini mau ke mana? Jika anak-anak muda lebih suka berkelahi dan tawuran, yang tua lebih suka korupsi dan berbuat curang; theologi yang baik tidak dimengerti, musik yang bermutu tidak dimengerti, iman yang benar tidak dimengerti, firman Tuhan tidak dimengerti, seni yang baik tidak dimengerti, lalu seluruh bangsa ini mau menjadi apa? Saya rindu menggarap suatu generasi yang betul-betul mau beriman, yang mau theologi yang baik, yang mau mengerti musik yang baik, hidup yang baik. Untuk itu saya tidak mengenal lelah, saya tidak mau menyerah, dan saya tidak mau berkompromi. Saya tidak akan mundur ketika saya harus berhadapan dengan kesulitan. Saya mau beriman dan bersandar kepada pimpinan Allah, taat pada Firman-Nya, dan terus maju sampai hari ini. Siapa di antara Anda sekalian yang mau beriman? Siapa yang tidak bersandar pada uang, atau tidak menggarap ambisi pribadi, melainkan mau beriman dan taat kepada Tuhan? Kiranya kita boleh selalu bergumul dan beriman untuk mau menggenapkan rencana Tuhan Allah yang telah direncanakan di dalam sorga, agar boleh digenapkan di bumi ini, karena ada orang-orang yang bersandar dan beriman kepada-Nya.

“Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.”  (1Kor. 12:7-11) 

IMAN DARI ALLAH TRITUNGGAL. Di dalam 1 Korintus 12:7-11 ini, kita melihat bahwa Roh Kudus memberikan berbagai karunia kepada umat Allah, kepada setiap orang percaya. Ini yang kemudian dikenal sebagai karunia Roh Kudus. Setiap orang percaya dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Karunia Roh diberikan “seperti yang dikehendaki-Nya” yaitu seturut kehendak Roh Kudus, bukan menurut kehendak kita, doa kita, ataupun ambisi kita. Karunia Roh Kudus hanya berasal dari Roh Kudus dan atas kehendak Roh Kudus. Di sini dinyatakan bahwa Roh Kudus yang memberikan iman kepada umat-Nya. Ayat ini adalah satu-satunya ayat yang menyatakan bahwa iman berasal dari Roh Kudus, dan sekaligus satu-satunya ayat yang menyatakan bahwa iman adalah karunia.

Allah Tritunggal dan Iman

Allah Bapa memberikan iman dasar; Allah Kristus memberikan iman keselamatan; dan Allah Roh Kudus memberikan iman pelayanan sebagai karunia. Allah Bapa menanamkan iman kepada kita sehingga kita bisa mengetahui adanya Tuhan Allah dan Dialah yang memberikan anugerah kepada manusia. Melalui Kristus, kita mengetahui bahwa Allah menciptakan kita dan menyelamatkan kita dengan Kristus mati dan bangkit bagi kita. Melalui iman yang ditanamkan oleh Roh Kudus, kita percaya kepada Tuhan dan bersandar kepada-Nya sambil berani melakukan banyak hal yang dianggap sulit atau tidak mungkin bagi orang lain. Jikalau ketiga macam iman yang diberikan oleh Allah Tritunggal ini ada di dalam diri kita, maka kita akan menjadi orang Kristen yang sungguh-sungguh beriman. Orang Kristen yang sungguh-sungguh beriman adalah orang yang tidak menghasilkan iman dari diri sendiri yang berdosa, tidak mengandalkan diri yang hanya ciptaan ini, melainkan yang mendapatkan imannya dari Allah Tritunggal - Dialah satu-satunya dan yang paling berhak memberikan iman yang benar kepada manusia. Hal ini mengungkapkan apa yang dikenal sebagai theologi yang theosentris, yaitu theologi yang berpusat pada Allah, yaitu iman dimulai dan didasarkan pada Allah sendiri. Theosentris berarti berpusat pada Allah, bukan pada diri. Ada dua macam agama, yaitu agama yang dari Allah dan agama yang dari manusia; demikian juga ada dua macam gereja, yaitu Gereja yang dari Allah dan gereja yang dari manusia.

Jika ada manusia yang pandai, mempunyai banyak uang, dan kemampuan manajemen mendirikan gereja, maka gereja itu menjadi gereja yang antroposentris, yaitu gereja yang berpusat pada manusia, bukan pada Allah. Gereja yang berpusat pada manusia akan selalu mengandalkan kekuatan manusia, mengandalkan orang pandai, orang kaya, atau orang-orang yang mempunyai pengaruh sosial atau politik di masyarakat. Gereja yang berpusat pada Allah adalah Gereja yang mengandalkan kuasa Allah, anugerah Allah, pimpinan Allah, dan berjalan berdasarkan gerakan Roh Kudus yang memimpin seluruh Gereja-Nya untuk memuliakan Allah, bukan diri.

Demikian juga ada dua macam theologi, yaitu theologi yang berpusat pada Allah (theologi theosentris) dan theologi yang berpusat pada manusia (theologi antroposentris). Theologi antroposentris menggunakan pendekatan psikologis untuk menjelaskan Alkitab, memakai pengalaman manusia untuk menafsirkan Alkitab, dan memakai rasio manusia untuk membuat tafsiran Alkitab. Diri manusia menjadi pusat, kemudian memperalat firman Tuhan dan memanipulasi firman Tuhan agar sesuai dengan pengalaman, rasio, dan pergumulan manusia yang salah. Theologi theosentris berdasarkan pada wahyu Tuhan, percaya penuh akan kebenaran firman Tuhan - bahwa Alkitab tidak mengandung kesalahan, dan percaya pada Allah yang memberikan Firman.

Iman Palsu

“Siapa yang percaya kepada Tuhan Yesus pasti diselamatkan.” Benarkah pernyataan ini? Pernyataan ini baru benar sebagian karena firman Tuhan mengatakan, “Barangsiapa ditarik oleh Bapa akan datang kepada Kristus.” Barulah kalimat berikutnya adalah kalimat yang di atas. Di sini kita melihat perlunya mengerti kebenaran firman Tuhan secara penuh.

Saat ini, ada begitu banyak orang yang mengajarkan iman yang berpusat pada manusia. Mereka berkata, “Asal percaya saja, nanti engkau pasti sembuh.” Banyak orang senang mendengar pengkhotbah seperti Benny Hinn, Reinhard Bonnke, dan lain-lain, yang berbicara tentang iman yang berbeda dari ajaran Alkitab. Iman yang bukan kembali kepada Allah dan kebenaran-Nya, tetapi kepada keinginan dan kepentingan manusia. Kalau saya mau berkhotbah seperti ini, tentu pendengar saya akan menjadi jauh lebih banyak, karena lebih menyenangkan bagi manusia. Akan tetapi saya harus taat kepada Allah dan Firman-Nya, karena ini bukan untuk kepentingan ataupun kenikmatan manusia. Theologi sejati adalah theologi yang theosentris bukan antroposentris. Theologi sejati menyenangkan Allah bukan manusia. Saat ini, semua yang menyenangkan Allah tetapi merugikan dan tidak menguntungkan manusia, dibuang.

Saluran Iman

Dengan jalur apakah Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus memberikan iman kepada kita?

Pertama, iman datang dari pendengaran. Ini prinsip Alkitab yang pertama. Di dalam Roma 10:17, “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Khotbah tentang Kristus yang menyatakan kerahasiaan Kristologi adalah khotbah yang paling penting untuk menimbulkan iman. Orang yang sungguh-sungguh memberitakan Firman dengan benar, berkatnya besar sekali dari Tuhan. Tetapi orang yang terus-menerus mengkhotbahkan berkat yang besar, mungkin akan mendapat pukulan yang berat sekali dari Tuhan. Jikalau engkau memberitakan tentang Kristus dan terus memuliakan Kristus, maka tidak mungkin Roh Kudus tidak bekerja untuk mendukung engkau. Di mana ada seorang pemuda, seorang hamba Tuhan, seorang pengkhotbah, yang membicarakan Kristologi dengan sungguh-sungguh, di situ Roh Kudus mengurapi, memenuhi, mendampingi, memberi kekuatan, mengesahkan, dan mengkonfirmasikan apa yang dikhotbahkan, karena Roh dikirim untuk itu. Oleh karena itu, anak muda tidak boleh takut bersaksi tentang Kristus.

Saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan pada usia 17 tahun dan selalu bersaksi. Saya menggunakan sekitar 20% dari pendapatan saya untuk membeli dan membagikan traktat penginjilan, serta 40% untuk pelayanan pekerjaan Tuhan. Suatu waktu ketika menginjili di kereta api, saya takut menginjili seorang polisi yang galak sekali wajahnya. Saya takut ia marah, tetapi akhirnya saya memberanikan diri. Saya katakan, “Pak, silahkan percaya kepada Tuhan Yesus.” Sambil menerima traktat, Ia menjawab, “Oh, terima kasih.” dan tersenyum. Saya baru tahu orang galak kalau tersenyum manis juga. Itu membuat saya lebih berani membagikan traktat kepada orang lain. Saya bersyukur Tuhan terus memberkati saya hingga saat ini, semakin banyak orang yang menghadiri khotbah penginjilan yang saya kerjakan setiap tahun. Puji Tuhan! Jika engkau betul-betul mengabarkan Injil, betul-betul memberitakan Kristus, betul-betul mencintai Tuhan dan jiwa sesama, maka Tuhan akan memberkati. Orang beriman akan sungguh-sungguh meninggikan Kristus. Jika orang meninggikan diri, Tuhan tidak akan memberkati dan orang lain akan melihat bahwa motivasinya tidak beres.

Kedua, iman datang dari tuntutan doa yang sungguh-sungguh. Murid Tuhan Yesus berkata, “Tuhan, iman kami tidak cukup, tambahkanlah iman kepada kami.” Itu berarti doa yang meminta iman tidaklah salah. Banyak orang berdoa minta uang, minta kekayaan, minta kesembuhan, minta kesuksesan, tetapi jarang sekali yang berdoa meminta iman, minta mengerti kehendak Tuhan, dan minta diberi kekuatan untuk menjalankan kehendak Tuhan. Doa yang baik adalah berdoa untuk kemuliaan Tuhan, kerajaan Tuhan, kehendak Tuhan, dan kebesaran nama Tuhan. Doa untuk diri sendiri cukup satu kalimat saja yaitu, minta makanan yang secukupnya untuk hari itu. Itu saja tidak ada yang lain. Iman datang dari mana? Iman datang dari permohonan doa yang sungguh - permohonan untuk mau mengenal Allah, mau mengerti kehendak-Nya dengan benar, minta kekuatan untuk mengerjakan kehendak-Nya dengan benar, itulah permohonan yang benar. Tidaklah salah seseorang berdoa meminta iman.

Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semua yang lain akan ditambahkan kepadamu. Saya jarang berdoa untuk kesehatan saya, terus terang saya jarang berdoa untuk keamanan diri saya. Saya tidak pernah berdoa minta uang, minta kesehatan, ataupun minta keamanan, tetapi saya berdoa minta agar firman Tuhan dapat saya jelaskan dengan baik, minta agar Injil dapat dikabarkan, minta agar banyak pemuda menyerahkan diri, minta agar Tuhan memberkati orang yang memberitakan Injil dengan berani, serta minta agar Tuhan memberkati dan menolong para misionaris. Saya berdoa agar saya dapat menjalankan kehendak-Nya dan hanya kehendak-Nya sajalah yang jadi.

Ketiga, iman datang dari ujian. Mereka yang mengalami ujian iman akan menjadi lebih berharga daripada emas yang murni. Kalimat ini muncul dua kali, pertama di Perjanjian Lama yaitu, kitab Ayub: “Setelah aku diuji, aku akan menjadi seperti emas murni.” Lalu di Perjanjian Baru yaitu, surat Petrus: “Tidak tahukah kamu, imanmu setelah diuji akan lebih berharga dari emas yang murni?” Dalam dua perjanjian ini, secara konsisten dikatakan bahwa iman diperkuat bagaikan emas yang diuji, makin dibakar dan dicairkan, semakin murni.  Pada mulanya iman kita tidak murni karena banyak si “aku” dan “keuntunganku”, tetapi akhirnya iman bisa menjadi murni. Pemurnian ini hanya dapat dilakukan oleh Tuhan. Jika kita melayani bagi kepentingan diri kita sendiri, bagi kemuliaan kita, profit kita, keluarga kita, maka kita tidak bisa dipakai oleh Tuhan. Jika kita melayani bagi kemuliaan Allah dan bagi Kristus, maka pelayanan kita akan diperkenan oleh Tuhan.

Iman datang dari ujian. Setelah diuji melalui api, maka cairan yang kotor dapat dibuang sehingga emas menjadi semakin murni. Ketika Sadrakh, Mesakh, dan Abednego diperintahkan untuk menyembah berhala yang dibuat dari emas, mereka berada di dalam ujian. Jika mereka menolak, maka dapur api yang sedemikian panas menanti mereka. Ini adalah ujian. Akhirnya, bukan saja tidak mati, tetapi ketika mereka keluar, sama sekali tidak ada bau terbakar ataupun bekas api. Hal ini membuat saya kagum. Banyak orang saat ini masih berbau hangus ketika baru keluar dari ujian, sehingga semua orang tahu bahwa dia baru saja susah. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego berbeda, mereka tidak ada bau terbakar sama sekali. Banyak orang berpuasa tapi membuat orang lain tahu bahwa dia sedang susah dan mengharuskan orang lain ikut susah. Sudah lelah, tidak terlihat lelah; sudah susah, tidak terlihat susah, sudah menderita tidak terlihat menderita, inilah sikap orang Kristen. Orang yang melayani Tuhan dengan beriman tidak bisa dilelehkan oleh api, karena “api” mereka lebih dari itu. Setelah melampaui ujian, aku menjadi lebih murni dari emas murni. Inilah kesaksian Alkitab.
PENUTUP: IMAN DARI ALLAH TRITUNGGAL
Di sorga nanti, yang paling keras bukanlah berlian, melainkan orang Kristen yang pernah dilatih, yang pernah pikul salib, yang pernah dianiaya, yang pernah diumpat, difitnah, ditekan, maupun disalah mengerti. Ketika semua ujian sudah dilewati namun ia masih tetap berdiri tegak, maka saat itulah ia akan melebihi berhala. Berhala dibuat dari emas yang dicairkan dan akhirnya menjadi cair oleh api. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego tidak bisa dicairkan oleh api, karena mereka jauh lebih keras dari api yang mau membakarnya. Jika demikian, mengapa kita mau menyembah apa yang bisa dicairkan? Maukah engkau menjadi manusia beriman? Iman yang sejati adalah iman yang lebih keras dari berlian, platinum, ruby, atau batu apapun. Iman yang sudah teruji lebih kuat, lebih tinggi, lebih bernilai, dan lebih berharga daripada emas murni. Siapakah mereka? Mereka adalah orang beriman yang sudah lewat ujian.

Maka, pertama, iman datang dari Firman; kedua, iman datang dari tuntutan doa yang sungguh-sungguh; dan ketiga, iman yang mengalahkan ujian. Kiranya kita boleh menjadi orang yang beriman. 

Stephen Tong
Source : https://teologiareformed.blogspot.com/2018/06/iman-dari-allah-tritunggal.html#

Tags