Latest News

Showing posts with label Dosa Manusia. Show all posts
Showing posts with label Dosa Manusia. Show all posts

Tuesday, January 29, 2019

DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN


DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN. Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK), yang dilangsungkan setiap tahun sekali, sebenarnya bersifat theologis sehingga dapat memberikan prinsip-prinsip theologi Kristen, khususnya berdasarkan pada theologi Reformed, untujk memperkuat orang Kristen.

Saya telah mencermati begitu banyak theologi dari aliran-aliran berbeda yang tidak mempunyai kekuatan cukup untuk: (1) mempertahankan iman orang Kristen sepanjang sejarah; (2) melawan arus-arus di luar gereja yang sedang menggerogoti dan meruntuhkan iman orang Kristen; serta (3) mengerti bidat-bidat dan kesalahan-kesalahannya dengan suatu konsistensi yang sempurna.

Di dalam theologi Reformed kita melihat ada unsur-unsur yang sedemikian ketat. Itu sebabnya kami mengambil keputusan mengadakan seminar-seminar semacam ini untuk dapat memperkuat para pemimpin gereja dan orang-orang Kristen awam, khususnya yang berniat melayani Tuhan dari setiap gereja.

Mungkin gereja Saudara bukan gereja Reformed, tetapi theologi Reformed bisa memberikan perlengkapan dan persiapan yang cukup bagi Saudara, sehingga ketika Saudara pulang ke gereja Saudara sendiri, gereja Saudara akan bisa dikuatkan untuk berjuang demi kebenaran.

Tema-tema yang penting telah lewat, bertahun-tahun kita seolah-olah mengerjakan hal yang rutin. Setiap tahun, paling sedikit tiga hari, ada ceramah-ceramah dengan topik-topik yang berbeda, yang belum pernah diulangi sampai sekarang.

Tema kali ini adalah tema yang berat sekali, karena merupakan tema yang sangat serius, yaitu Dosa, Keadilan dan Penghakiman. Oleh sebab itu, saya memberikan ceramah ini dengan hati yang berat dan sikap yang serius. Saya tidak main-main dan tidak akan sekedar menarik minat pendengar menurut pasar seperti yang sekarang sedang melanda Kekristenan. Ini bukan free market in Christianity (pasar bebas di dunia Kekristenan), tetapi ceramah-ceramah ini bertujuan membawa seluruh zaman kembali kepada standar yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Itu sebabnya saya minta Saudara memperhatikan setiap bagian ini dengan baik.

Pdt. DR. Stephen Tong.

PENDAHULUAN: DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

FAKTA KEBERADAAN DOSA

Sejak berabad-abad yang lalu sampai sekarang, manusia tidak bisa terlepas dari tiga kebutuhan masyarakat yang belum pernah dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Adanya tiga hal ini membuktikan bahwa masyarakat dan kebudayaan manusia tidak terlepas dari beberapa hakikat yang begitu konsisten dan tidak berubah.

1. Rumah Sakit - Penderitaan

Dalam kemajuan masyarakat dan kebudayaan yang bagaimanapun, manusia tidak bisa menghindarkan perlunya rumah sakit dan tempat-tempat untuk memberikan kekuatan kepada manusia atau untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang berada di dalam penderitaan. Ini berarti penderitaan tidak pernah berubah. Ilmu pengetahuan terus bertambah, namun penderitaan tetap ada di dalam masyarakat manusia. Penderitaan merupakan suatu entitas yang tidak berubah dari dulu sampai sekarang.

2. Penjara – Dosa

Sejak dahulu sampai sekarang kita melihat penjara tidak pernah mungkin dihapuskan dari masyarakat. Bukan saja demikian, kita malah melihat bahwa walaupun teknologi dan ilmu pengetahuan semakin maju, serta pendidikan semakin merata, jumlah penjara tidak berkurang. Ini membuktikan bahwa dosa adalah unsur kedua yang tidak pernah berubah.

3. Kuburan – Kematian

Sejak dahulu sampai sekarang, tidak peduli berapa banyak kemajuan manusia, kuburan tidak bisa dihapuskan dari dunia ini. Ini berarti kematian juga tidak pernah berubah.

Dosa, penderitaan, dan kematian merupakan tiga fakta yang terus dipaparkan di hadapan kita. Ini membuat kita berpikir:

“Jika manusia begitu hebat, mengapa harus ada rumah sakit untuk memberikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan?”

“Jika manusia begitu pandai, mengapa harus disediakan penjara demi mengikat kebebasan mereka?”

“Manusia begitu pintar, tetapi mengapa akhirnya harus masuk ke dalam lubang kubur?”

Ketiga hal ini, dosa, penderitaan, dan kematian, menjadi fakta yang bersaksi bagi hal-hal yang kita sebut sebagai isi firman Tuhan, kebutuhan manusia yang paling pokok, dan kebenaran yang harus diterima di dalam iman manusia.

HUBUNGAN DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN

Dosa, keadilan, dan penghakiman merupakan tiga hal yang saling terkait satu sama lain. Pada waktu seseorang berbuat dosa, ia perlu dihakimi. Waktu menghakimi orang berdosa, perlu keadilan. Keadilan perlu dilaksanakan, supaya dosa tidak dihukum kurang atau tidak dihukum lebih.

Kalau menghukum dosa lebih dari seharusnya, berarti yang dihukum tidak mendapatkan keadilan, yang menghukum juga tidak menjalankan keadilan. Jikalau hukuman tidak mencapai yang seharusnya, berarti dia juga tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya. Itu sebabnya keadilan menjadi suatu standar untuk menilai moral dan etika seseorang.

Waktu Saudara dikatakan telah berbuat kesalahan, maka Saudara telah dianggap melanggar suatu standar. Lalu mungkin Saudara bertanya, salahnya di mana? Mengapa saya dikatakan salah? Saya bersalah terhadap standar yang bagaimana? Dengan demikian, standar itu bukan saja menjadi suatu standar atau kriteria untuk menghakimi, melainkan seharusnya juga menjadi suatu pokok dan prinsip di mana hidup dan kelakuan kita harmonis dengan segala relasi.

AGAMA SEBAGAI STANDAR EKSISTENSI DAN RELASI

Istilah untuk agama dalam bahasa Latin adalah religere, yang berarti relasi atau hubungan. Dengan demikian, antara saya dan saya sendiri ini merupakan suiatu keadaan eksistensi diri sendiri.

1. Relasi antara Diri dan Diri

Kalau saya memakai bahasa eksistensialis, maka ini adalah keberadaan pada dirinya keberadaan dan keberadaan terhadap dirinya keberadaan (being in itself dan being to inself). Ini relasi pertama, “aku dengan aku” Cintailah dirimu, hormatilah dirimu.

Pertama, Saudara harus mempunyai self-respect atau self-esteem, mengukur diri, menilai diri dengan baik. Itu merupakan suatu hikmat yang seharusnya. Dengan demikian, aku mempunyai hubungan pertama dengan aku.

Kedua, jika aku mempunyai ukuran yang cocok untuk memberikan evaluasi dan penilaian yang cocok kepada diriku, berarti aku memperlakukan diriku dengan benar dan adil. Tetapi, Saudara-saudara, begitu banyak orang menghina diri, sehingga ia memperlakukan diri tidak sesuai dengan seharusnya. Tetapi ada juga semacam orang yang menganggap diri terlampau tinggi (over-evaluate oneself). Di dalam psikologi, memberikan penilaian lebih tinggi terhadap diri itu disebut superiority complex. Dengan demikian, Saudara memperlakukan diri dengan tidak adil.

Untuk memperlakukan diri Saudara dengan adil atau dengan tidak adil, Saudara memerlukan suatu ukuran. Ukuran itu sendiri harus disebut sebagai keadilan terhadap relasi diri sendiri.

Diri berelasi dengan diri, diri menilai diri, diri mengukur diri, harus melalui suatu standar, dan standar itu sebenarnya adalah standar apa? Hal ini perlu kita pikirkan.

2. Relasi antara Diri dan Manusia Lain

Jika apa yang saya senangi, saya lakukan kepada orang lain, ini merupakan suatu penilaian antara “diriku” dan “orang lain” yang setimpal atau seimbang. Ini suatu keharmonisan, sesuai dengan penilaian manusia yang konsisten dengan satu ukuran. Tetapi ada hal yang Saudara lakukan, tetapi Saudara tidak memperbolehkan orang lain melakukannya; atau Saudara mengampuni diri, tetapi jika hal yang sama berlaku pada orang lain, Saudara tidak mengampuni; itu berarti Saudara tidak memperlakukan orang lain sebagaimana seharusnya. Itu adalah suatu relasi antara diri Saudara dan orang lain yang tidak adil atau tidak sama.

Kalau ada seseorang yang suka membongkar hati Saudara, memancing Saudara untuk mengeluarkan segala sesuatu, ketika selesai Saudara juga meminta dia mengeluarkan isi hatinya, jika dia tidak mau, jangan jadi kawannya. Orang yang sedemikian telah memperlakukan orang lain dengan suatu standar yang berbeda. Ini berarti relasi kedua sudah tidak adil.

3. Relasi antara Diri dan Allah

Yang perlu dipikirkan bukan saja hubungan antara aku dan aku sendiri, bukan saja hubungan antara aku dan orang lain, tetapi juga yang ketiga, hubungan antara aku dan Tuhan Allah. Dengan cara dan standar bagaimanakah kita harus berdiri di hadapan-Nya dan dengan cara dan standar bagaimanakah saya harus menghadapi pengukuran yang dilakukan oleh Dia sebagai Subyek dan saya sebagai obyek. Karena pengukuran dan kriteria semacam itulah yang mengakibatkan saya harus dihukum di bawah penghakiman-Nya. Dan penghakiman Allah pasti berdasarkan keadilan Allah, dan keadilan Allah pasti sangat berbeda dengan konsep keadilan manusia, sehingga hubungan saya dengan Tuhan Allah harus diperbaiki.

Oleh karena itu, yang kita rasa adil, tetapi tidak sesuai dengan keadilan

Di dalam konsep Allah, harius kita ubah dans esuaikan dengan keadilan Allah, sehinhga pada suatu hari kita bisa hidup sesuai standar yangd itetapklan opleh Allah, dsan bukan ditretapkan oleh kita. Dengan demikian hubungan universal ini baru bisa harmonis.

Diri Saudara dengan diri Saudara sendiri harus mempunyai suatu keadilan sebagai pokok dan patokan kebenaran. Diri Saudara dengan dengan orang lain juga harus mempunyai suatu pokok dan patokan sehingga ada keadilan dan kebenaran. Diri Saudara dengan Tuhan Allah juga harus memiliki suatu penyesuaian, sehingga keadilan Allah dapat Saudara mengerti dan dijadikan patokan hidup untuk memperbaiki seluruh etika. Itulah moral Saudara. Itulah yang disebut sebagai suatu keadilan pokok atau keadilan yang asasi.

FUNGSI RASIO MANUSIA

Manusia berbeda dengan segala binatang. Manusia diberi rasio, sehingga manusia dapat menganalisa, menjalankan fungsi rasionalnya, dan merasionalkan segala sesuatu dengan cara deduksi, induksi, silogisme, atau dengan cara-cara logika yang lain, sehingga kita menemukan kemungkinan menerima kebenaran.

Di sini Aristoteles menemukan hal yang membedakan manusia dari segala makhluk lain. The thing whiuch differentiates man from all other kinds of beings is that we are rationbal. We are given reasonsing power. Hal yang membedakan manusia dari segala makhluk lain adalah sifat rasional kita. Kita telah dikaruniai dengan kemampuan rasio. Kita diciptakan dengan kemungkinan rasio. Hal ini sudah dibahas sebelumnya dalam Iman, Rasio dan Kebenaran, yang merupakan bagian pertama dari tema ini. Sekarang kita akan masuk ke dalam bagian yang kedua dengan tema Dosa, Keadilan, dan Penghakiman.

Bagian pertama khusus untuk memaparkan kepada kaum intelektual bahwa kemungkinan iman tidak membunuh rasio. Bagian kedua ini membeberkan kepada kita, yang juga mempunyai potensi dasar yang kedua, yaitu sifat hukum, bahwa kebenaran Allah menjadi ukuran mutlak untuk menghakimi dosa manusia.

Sebagaimana rasio yang diciptakan oleh Tuhan harus menaklukkan diri ke bawah kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan Allah, demikian juga sifat hukum yang diberikan Tuhan, yang ditanamkan di dalam potensi kita, juga harus ditaklukkan ke bawah keadilan dan kebenaran Tuhan. Dengan demikian barulah kita dapat mengetahui bagaimana hidup sesuai dengan, dan berjalan di dalam, kehendak Tuhan Allah. Dengan demikian, kita baru akan melihat apakah yang disebut dengan kebenaran dan keadilan yang pokok ini.

BAB 1 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

KEADILAN DAN KEBENARAN (1)

EPISTEMOLOGI PENCARIAN KEADILAN DAN KEBENARAN

Apakah arti “keadilan”? Apakah sebenarnya “kebenaran yang merupakan sifat keadilan” ini? Mari kita perhatikan satu hal: semua agama, baik Buddhisme, Hinduisme, Konfusianisme, Zoroasterisme, Shintoisme, Yudaisme, Kekristenan maupun Islam, mempunyai semacam keberanian untuk mengklaim diri sedang menyadari dan mengabarkan kebnenaran. Pada waktu mengajar, setiap agama mempunyai suatu pra-anggapan bahwa mereka sedang mengajar “kebenaran”.

Kebenaran dari agama-agama itu selalu menjadi suatu pokok yang menjadikan mereka berani menuntut penganut agamanya untuk berjalan, bertindak, dan hidup sesuai dengan pokok yang diajarkan itu. Dengan demikian, setiap alim ulama atau pendeta atau biksu, setiap pemimpin di masjid, di kuil, atau di gereja, ketika mengajar, dia menganggap perkataannya, yang berdasarkan kitab dan iman yang dipercayainya, harus menjadi standar dan ukuran untuk menilai etika manusia.

Tetapi pertanyaannya, “Apakah suatu agama, yang dianggap mewakili kebenaranitu sendiri, berbeda atau sama dengan agama yang lain?” Jawabannya adalah tidak sama. Sehingga apa yang dianggap tidak benar di dalam agama tertentu belum tentu benar diterima oleh agama lain; apa yang dianggap tidak benar oleh agama yang satu, justru dianggap benar oleh agama yang lain. Kalau begitu, apakah ukuran-ukuran yang ada di dalam agama ini perlu diukur kembali? Sebab rasio dan potensi-potensi yang ada pada otak semua orang itu, pada saat dipaparkan, masing-masing mempunyai standar yang berbeda. Namun kita memakai rasio itu untuk mengukur kepercayaan dan teori orang lain, padahal pikiran dan rasio kita sendiri harus diukur. Kalau demikian, dengan apakah kita mengukur rasio kita?

Saudara mengukur meja ini 120 cm. Yang lain mengukur 121 cm. Yang lain lagi 119 cm. Ada juga yang mengatakan, semua tidak benar, hanya ukuran miliknya yang benar, 118 cm. Akhirnya Saudara bingung luar biasa. Pada waktu diperiksa ulang, Saudara baru tahu bahwa pengukur dari ukuran yang terpanjang terbuat dari karet yang sudah kendur. Maka, semakin ditarik, semakin panjang. Jadi, setiap kali dipakai mengukur, ukurannya selalu lebih 2 cm daripada sebelumnya. Sedangkan pengukur ukuran terpendek ternyata terbuat dari semacam kain, yang waktu dicuci menyusut, sehingga ukurannya menjadi lebih pendek.

Pada zaman dulu, untuk mencocokkan semua pengukur ini, kita harus pergi ke Prancis, ke suatu kota kecil yang bernama Sèvres. Di sana disimpan satu meteran yang diakui di seluruh dunia sebagai ukuran yang mutlak karena dibuat dari platinum, yang mempunyai angka penyusutan dan pemuaian yang sangat kecil, sehingga ketika diletakkan di dalam suatu ruang dengan kontrol suhu tertentru, tidak terjadi pemuaian dan penyusutan yang berarti.

Namun pada waktu AC sedikit terlalu atau kurang dingin, ada penyusutan atau pemuaian sebesar 0,000000001 atau 0,000000002 cm. Pada zaman sekarang, sistem atau metode untuk mengukur tidak lagi memakai meteran standar platinum itu, tetapi memakai sinar laser. Dengan mengukur panjang gelombang sinar laser, ukuran satu meter dapat ditetapkan. Dengan menyalakan sinarnya, langsung dapat diketahui ukuran satu meter. Dengan demikian, kemutlakan bukan ada pada Saudara, kemutlakan juga bukan ada pada saya, kemutlakan juga bukan ada di Prancis; namun kemutlakan ada pada sinar yang sangat boleh dikatakan hampir mutlak atau mendekati kemutlakan. Mutlak yang dengan dengan kemutlakan namanya mutlaknya mutlak. Karena sinar laser yang begitu tepat itu boleh kita andalkan, maka berhentilah semua perdebatan.

Itulah sebabnya Allah mengatakan, I am the Light. God is Light (Akulah Terang, Allah adalah Terang). Sebelum Isaac Newton, sebelum Hygin, sebelum Foucoult, sebelum teori emisi dan teori vibrasi Newton, dan sebelum teori kuantum dan teori relativitas dari Einstein, Alkitab sudah terlebih dahulu mengatakan God is Light. Allah itu Terang. Kalimat ini sangat agung, tetapi memberikan kepada kita satu kemungkinan, yaitu Allah yang mutlak, yang betul-betul mutlak. Kemutlakan yang betul-betul mutlak adalah Allah. Maka, kebenaran Allah-lah yang harus menjadi patokan untuk mengukur motivasi kita, karena Allah adalah Mutlak yang mutlak itu per se, maksudnya, mutlak yang mutlak itu sendiri. Hanya di dalam diri Allah ada kemutlakan yang mutlak itu sendiri. Maka Allah harus menjadi Subyek, bukan menjadi obyek.

Saya tidak memakai istilah subyektif atau obyektif, karena subyektif atau obyektif itu bersangkut paut dengan metodologi. Jika saya memakai istilah subyektivitas dan obyektivitas, itu bukan dalam konotasi metodologi, tetapi dalam pengertian esensi dari diri kebenaran itu. Kalau Allah adalah Diri Kebenaran itu, maka Allah harus menjadi Subyek Pengukur. Jika Allah adalah Diri Kebenaran itu, maka Allah layak untuk mengatakan siapa yang benar dan siapa yang tidak benar.

Pada saat Allah mengatakan siapa yang benar atau siapa yang tidak benar, siapa pun tidak berhak melawan atau berdebat untuk menolak atau naik banding kepada yang lebih tinggi daripada yang menghakimi. Tetapi karena tidak ada yang lebih tinggi daripada Allah, maka berhentilah di sana.

Dia adalah kebenaran per se, diri kebenaran itu sendiri, maka Dia menjadi Subyektivitas. Di dalam kebenaran ini, Dia satu-satunya yang memiliki kualifikasi untuk mengatakan siapa yang benar dan siapa yang tidak benar, Ini harus kita setujui terlebih dahulu.

Di sini kita melihat, kalau kebenaran itu memang ada, barulah kita berani mengatakan bahwa dosa itu adalah pelanggaran terhadap Allah.

Namun pada akhir abad ke dua puluh ini, kebenaran itu sudah dicairkan, sudah dilunakkan, dan sudah begitu direlatifkan. Kita melihat dalam masa Gerakan Zaman Baru (New Age Movement), segala ukuran etis yang relatif akan meniadakan atau menyingkirkan kemutlakan sebagai standar. Bila itu terjadi, maka manusia tidak akan menerima istilah dosa lagi.

Manusia paling benci jika diberi tahu, ”Kamu orang berdosa.” Ia akan melihat Saudara dengan pandangan yang seolah-olah ingin mengatakan, “Saya bukan orang berdosa”. Psikologi hanya menitik-beratkan teori-teorinya pada kelemahan-kelemahan manusia, tetapi tidak berani menuntut pertobatan. Ini karena di dalam psikologi tidak terdapat pengertian yang benar mengenai Injil, kecuali psikolog itu seorang Kristen yang patuh kepada Tuhan.

Oleh sebab itu, mari kita melangkah lebih lanjut:

Pertama, jikalau kita hanya mengenal manusia sebagai makhluk yang lemah saja, tetapi tidak mempunyai dosa, maka tidak mungkin kita menuntut mereka bertobat. Tetapi Tuhan Allah justru menuntut setiap orang bertobat. “Bertobatlah engkau!” Itulah sebabnya, di sini kita melihat iman Kekristenan dengan sendirinya telah memaparkan suatu kebenaran mutlak yang standar dan tidak berubah lagi sebagai subyektivitas yang akan menghakimi seluruh dunia.

Kedua, adanya tuntutan ini menjadikan Allah berhak untuk mengatakan dosa itu ada. Dosa dan keadilan merupakan dua hal yang berlawanan, tetapi keduanya tidak bisa terlepas dari relasi secara relatif. Maksudnya, yang benar akan menghakimi yang berdosa, dan berdosa berarti sudah melawan kebenaran. Di mana ada kebenaran di sana ia akan mengadili dosa yang melawan kebenaran. Di mana ada dosa, di sana ada perlawanan terhadap Keadilan dan Kebenaran yang sudah ada, yaitu Allah sendiri. Dengan demikian, relasi yang paling penting bukanlah relasi antara Saudara dan diri Saudara, bukan pula relasi antara Saudara dengan orang lain. Relasi yang paling utama dan paling pokok adalah relasi antara Saudara dan Tuhan Allah. Sadar atau tidak sadar, tingkah laku,perkataan, dan tindak-tanduk Saudara setiap detik sedang berhadapan dengan Tiuhan Allah. Sadar atau tidak, senang atau tidak, Saudara sedang bereksistensi di hadapan Tuhan Allah.

EKSISTENSI DAN REKLASI ANTAR MANUSIA

Seratus tahun yang lalu, Søren Aabye Kierkegaard, seorang filsuf Jerman, telah mengerti hal ini sedemikian tuntas, sehingga dia mendefinisikan eksistensi sebagai berikut: To “exist” in to be with oneself alone before God (“Berada” adalah ada seorang diri di hadapan Tuhan Allah). Jangan lihat ke sebelah Saudara, jangan lihat ke depan Saudara, jangan lihat ke belakang Saudara, jangan lihat kepada si pengkhotbah, jangan lihat ruangan atau aula; tetapi dengan suatu kesadaran yang sungguh, Saudara sedang duduk di hadapan Allah. Saudara sedang mendengar apa yang bersangkut-paut dengan relasi Saudara dan Tuhan Allah. Saudara sedang mendengar suatu ceramah yang akan mengubah hidup Saudara sehingga hidup Saudara lebih diperkenan oleh Allah, dan seluruh pikiran Saudara diubah menjadi suatu konsentrasai kepada relasi diri Saudara dan Tuhan Allah. Pasti hidup Saudara akan berubah.

To exist is to be with oneself alone before God. Saudara “berada” dengan diri Saudara sendiri di hadapan Tuhan Allah. Saudara tidak bisa menyembuynyikan diri. Saudara tidak bisa memakaikan topeng ke muka Saudara, karena di hadapan Allah, Saudara telanjang. Di hadapan Tuhan Allah tidak ada tutup apa pun yang bisa menutupi muka-Nya, sehingga tidak melihat Saudara, atau menutupi dosa Saudara, sehingga tidak diketahui oleh Tuhan Allah.

Relasi di dalam sifat relatif ini mengakibatkan kita tidak bisa melarikan diri dari keadilan dan penghakiman Tuhan Allah jika kita berbuat dosa dan terus hidup di dalam dosa. Di hadapan Tuhan Allah yang suci, manusia menjadi penangggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Sekali lagi., di hadapan Tuhan Allah yang suci dan mutklak adil, manusia menjadi seorang yang harus bertanggung jawab atas segala yang dilakukannya. Manusia diciptakan di dalam keadaan yang sangat serius.

Setiap kali kita memikirkan manusia, ada perasaan hormat di dalam hati kita karena manusia dsiciptakan menurut peta dan teladan Allah. Manusia diciptakan di dalam suatu eksistensi relatif, bukan eksistensi mutlak – We are not created in the state of being an absolute existence, but we are creates in the relative existence status. Di dalam status sedang berhadapan dengan Tuhan Allah, meskipun Saudara tidak melihat Allah, tetapi Saudara tidak bisa melarikan diri dari-Nya. Dan dalam hal ini kita melihat bahwa Ayub pada pasal terakhir baru sadar betapa khidmatnya, betapa seriusnya dia harus hidup di hadapan Allah.

Demikian juga kita melihat bagaimana Pemazmur pun di dalam Mazmur 23 menguraikan betapa baiknya Tuhan Allah, anugerah-Nya, “...aku tidak akan kekurangan, Ia menuntun aku ke air yang tenang....” dan seterusnya. Tetapi sampai pada ayat 4, dia baru sadar bahwa antara dia dan Allah berelasi secara eksistensi relatif (person to person relative relationship), suatu relasi relatif yang tidak bisa lepas antara pribadi dan pribadi. Ayat 4, “Aku tidak takut bahaya, sebab Engkau menyertai aku; gada-Mu dan tongkat-Mu menghibur aku.” Gada dan tongkat bukan saja untuk melawan musuh, tetapi juga untuk menghajar anak-anak-Nya. Ini suatu hal yang sangat mengejutkan, sekaligus menyadarkan bahwa “aku” hidup di hadapan Tuhan Allah.

BAB 1 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

KEADILAN DAN KEBENARAN (2)

PENGERTIAN KEADILAN DAN KEBENARAN

Setelah kita selesai berbicara tentang eksistensi dan relasi, kita masuki kepada apa yang disebut keadilan dan kebenaran. Saya menyebutkan dua istilah di dalam bahasa Indonesia ini sekaligus, karena di dalam bahasa Indonesia, kedua istilah ini hanya sanggup mengutarakan sebagian dari istilah aslinya. Istilah aslinya itu meliputi keadilan dan kebenaran.

Istilah keadilan bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah justice. Tetapi untuk istilah kebenaran, terjemahan bahasa Inggrisnya adalah truth. Padahal, istilah yang dipakai di dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama atau di dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru mempunyai arti yang lebih dalam daripada kedua kata Indonesia digabung menjadi satu. Bahasa Inggris pun masih kurang menjelaskan.

Terjemahan bahasa Cina dan Jepang lebih dekat dengan arti sesungguhnya di dalam Alkitab, yaitu istilah Yi. Yi mempunyai arti yang sangat cocok dengan apa yang diartikan baik dalam bahasa Ibrani maupun Yunani, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah righteousness.

Akar kata rightousness adalah right – benar. Tetapi waktu kita menyatakan, “You are right”, istilah right ini mempunyai arti yang lebih bersangkut-paut dengan tingkah laku daripada esensi tingkah laku itu sendiri. Tingkah laku itu lebih penting daripada apa yang disebut sebagai prinsip untuk mendorong tingkah laku itu sendiri. Dengan demikian rightousness berarti benar di dalam kelakuan. “You are right, you have done right, you doing right.” (Saudara berbuat benar), itu menjadi arti pokok dari rightousness. Tetapi dalam bahasa aslinya, artinya lebih dari itu.

Istilah benar atau adil di dalam bahasa Ibrani adalah tsadiq, lalu kata bendanya berbentuk tsedeq, yang artinya sama dengan istilah bahasa Yunani dikaios atau dikaiosune. Kata ini mempunyai arti lebih dari sekedar lurus atau benar saja, tetapi merupakan suatu esensi yang mendasari suatu hidup, sehingga dari hidup bisa mengalirkan semacam norma-norma etika yang benar.

Kebenaran yang berada di dalam hidup itu menjadi sumber dan fondasi, sehingga mengalir kelakuan dan perbuatan yang benar. Sikap hidup yang benar itulah yang menjadi pokok. Yang di dalam bahasa Ibrani disebut tsedeq sedangkan di dalam bahasa Yunani disebut dikaios atau dikaiosune.

Di dalam Alkitab, kebenaran Allah atau keadilan Allah ini paling sedikit mempunyai lima segi arti:

1. Yang lurus, yang ikhlas, yang tidak bengkok, dan yang benar.

Seorang yang benar adalah seorang yang mengerjakan segala sesuatu dengan lurus, tidak bengkok. Jika Saudara berkawan dengan seseorang, tetapi perkataannya tidak pernah jujur dan terus-menerus bengkok, sehingga Saudara sulit mengerti apa yang dia maksudkan, maka orang sedemikian bukanlah orang yang benar.

Orang yang benar itu tegak dan lurus, orang yang benar itu tegas, dan orang yang benar itu berjalan dengan tidak bengkok.

2. Yang menghadapi semua orang dengan prinsip sama rata.

Dia tidak akan menghadapi orang kaya dengan senyuman, tetapi menghadapi orang miskin dengan kemarahan. Dia tidak akan takut kepada orang berkuasa tinggi, dan marah atau galak sekali kepada rakyat kecil, karena orang yang demikian tidak mempunyai dikaios atau dikaiosune itu.

Jadi, seorang yang benar, selain apa yang dilakukannya itu tegak, jujur. Lurus pada waktu menghadapi pribadi yang lain, ia juga harus memandang setiap lapisan masyarakat secara rata.

Perjuangan Buddha Gautama Sakyamuni melawan Hinduisme berdasarkan pengertian yang kedua ini. Jadi Buddhisme melihat bahwa di dalam masyarakat perlu ada suatu unsur standar yang harus bersifat merata, sehingga dia bangkit melawan Hinduisme yang membagi masyarakat menjadi empat lapisan. Lapisan yang tertinggi seolah-olah keturunan dewa, sehingga mereka mempunyai hak istimewa. Kalau mereka kaya, wajar. Kalau mereka dihormati, wajar. Dari nama mereka, latar belakang suku mereka, Saudara harus menghormati mereka, tidak peduli mereka malas atau rajin, jujur atau tidak jujur, karena mereka dilahirkan sebagai keturunan bangsawan yang tinggi.

Tetapi mereka yang dilahirkan pada lapisan yang paling rendah, bagaimana pun kerasnya berjuang, tidak ada gunanya, karena nasib mereka sudah ditetapkan. Itu sebabnya, bila seorang bangsawan India, yang menurut Hinduisme ada pada lapisan tertinggi, sedang berjalan, lalu pakaiannya terkena bayangan dari lapisan terakhir yang paling rendah, itu berarti ia sudah mendapat kecelakaan. Mereka sangat menghina lapisan yang paling rendah. Sepatutnya mereka menjadi budak, tidak peduli setinggi apapun IQ mereka. Dengan keadaan pembedaan yang begitu menonjol, begitu tajam, masyarakat India tidak mungkin memiliki kemajuan yang berarti.

Buddha melawan hal itu. Setiap orang sama: kita harus memperlakukan setiap makhluk yang disebut manusia itu sama rata. Buddha menganggap setiap orang memiliki sifat Buddha di dalamnya. Asal manusia itu sadar dan insaf akan kebenaran, melakukan segala kebajikan sesuai dengan hukum itu, ia akan terus naik, bukan saja naik ke lapisan tertinggi dan masuk ke dalam dunia dewa, ia bahkan akan masuk ke dalam dunia Nirwana dan ia akan menghilangkan segala nafsu campuran, segala birahi, segala sesuatu yang telah membentuk endapan, yang dapat menurunkan manusia dari wilayah yang tinggi (rohani). Melalui penyulingan reinkarnasi dia tiba pada suatu tempat yang namanya Nirwana. Ini Buddhisme.

Saya bukan bermaksud untuk membicarakan Buddhisme, tetapi saya mengatakan kepada Saudara bahwa di dalam Buddhisme ada satu penerobosan, yaitu memikirkan tentang butir ke dua yang sedang kita bahas ini.

Di dalam Alkitab, pertama-tama, orang yang disebut memiliki kebenaran Allah atau keadilan Allah harus tegak, lurus, jujur, ikhlas – sincere and doing everything right, not crooked. Kedua, harus menghadapi sesama manusia dengan sama rata; jangan khusus menyenangi anak-anak yang elok, tetapi membenci dan mencaci maki anak yang hidungnya terlalu besar atau mukanya sedikit berparut. Seorang guru harus adil. Apabila seorang guru, seorang ayah, pemerintah atau seseorang di dalam masyarakat bisa memperlakukan orang lain dengan sama rata, orang itu disebut orang adil.

3. Yang menjadikan kebenaran sebagai intisari hidup.

Jika di dalam pemikiran dan watak seseorang ada prinsip dan kelimpahan pengertian kebenaran, orang itu disebut orang benar. Seorang yang benar adalah seorang yang mempunyai kebenaran firman Tuhan yang membekali, memberikan prinsip dan patokan sehingga apa yang dijalankan sesuai dengan intisari yang berada di dalam dirinya. The righteous man is a man who is doing everything according to the truth as a content of his personality. Ia mengisi pribadinya dengan kebenaran Tuhan. Maka, dari perbendaharaan kebenaran yang mengisi dirinya dengan kebenaran yang menjadi intisari hidupnya itu, ia tahu bagaimana ia harus memperlakukan dirinya di dalam aplikasi etika dan kelakuannya.

4. Yang hidup dalam kekudusan.

Ini merupakan sifat yang mendasari etika yang paling hakiki. Seorang yang benar adalah seorang yang membenci segala macam kenajisan. Seorang yang benar adalah seorang yang membenci segala bentuk motivasi campuran. Seorang yang benar adalah seorang yang berusaha untuk menyingkirkan diri dari segala noda, segala pencemaran, dan segala polusi yang akan merusak dan mengotori jiwanya. Orang yang sedemikian disebut orang yang benar dan adil.

Jadi orang yang benar dan adil adalah orang yang lurus dan jujur. Orang yang benar dan adil adalah orang yang tidak memandang bulu. Orang yang adil adalah orang yang mengisi hidupnya dengan kebenaran. Orang yang benar dan adil juga adalah orang yang mencintai kekudusan.

5. Yang senantiasa tegas dan tidak berkompromi dengan dosa.

Senantiasa memiliki ketegasan dan tidak mau berkompromi dengan dosa adalah sikap hidup orang yang benar dan adil. Jikalau Saudara melihat ada seorang hakim menjalankan lima prinsip ini, hakim itu pasti membereskan banyak hal di dalam masyarakat. Sekarang ini banyak hakim yang ahli melanggar hukum, tetapi tahu bagaimana supaya tidak bisa dihukum, itu namanya “profesor hukum”. Ahli hukum menjadi ahli mempelajari hukum, khusus belajar untuk melanggar hukum dan supaya tidak perlu dihukum. Jadi, hukum dipermainkan, diputarbalikkan oleh hakim-hakim yang bukan ingin menjalankan hukum dan keadilan, tetapi memakai topeng keadilan untuk mencari uang demi egoisme mereka. Dengan demikian, dunia ini semakin tidak mengenal hukum, semakin hidup di dalam dosa, dan pada akhirnya harus dihukum oleh Tuhan Allah.

Jika di dunia ini Saudara kecewa, itu menunjukkan Saudara perlu iman Kristen, sebab dengan iman Kristen, Saudara melihat bahwa Allah berada di atas semua hakim; Jaksa di atas segala jaksa; Raja di atas segala raja; Pemerintah di atas segala pemerintah; Nama di atas segala nama. Itulah penerobosan yang kita sebut sebagai iman.

Dengan memutar-balikkan kelima hal di atas, kita mengetahui keadaan masyarakat kita sekarang, yang mengaku teknologinya maju. Masyarakat sekarang adalah masyarakat yang bengkok, pura-pura, bertopeng dan munafik luar biasa. Betul tidak? Mungkin juga Saudara termasuk orang yang demikian.

Dunia sudah mengetahui bagaimana memperlakukan diri dengan hukum-hukum yang dipermainkan, dimanipulasi. Padahal ketika seseorang mempermainkan hukum, ia sebenarnya bukan mempermainkan hukum, tetapi sedang mempermainkan diri.

Pertama, dunia ini adalah dunia yang tidak adil, apalagi pada akhir-akhir ini perbedaan kaya dan miskin sudah begitu menonjol, jurang di antara keduanya sudah begitu besar. Ada yang satu tahun gajinya 1 miliar, ada yang dengan mudah bisa mendapat ratusan miliar, tetapi ada orang yang sampai mati belum cukup makan. Ada orang yang kerja setengah mati, tetapi kekurangan makan. Bukan saja tidak tidak dihormati, tetapi dihina hanya karena ia miskin. Orang yang memperoleh kekayaan dari segala macam cara dan perbuatan yang tidak benar tidak pernah diadili dan dinyatakan kesalahannya, tetapi terus dihormati hanya karena uangnya banyak. Inilah dunia yang tidak adil.

Kedua, kadang-kadang orang menganggap jika di dalam gereja banyak orang Kristen yang kaya, itu menyenangkan. Saya tidak terlalu senang, kecuali mereka sungguh-sungguh bertobat. Kalau tidak, bagi saya, orang yang paling kaya atau orang yang paling miskin, sama saja. Mereka hanyalah jiwa yang memerlukan darah Kristus saja. Malahan orang-orang kaya yang ada di gereja mengakibatkan banyak orang mengira bahwa kita hanya bersandar pada mereka saja, padahal kita harus menjalankan hukum dan keadilan Tuhan Allah.

Ketiga, dari prinsip ini, kita melihat dunia sekarang justru adalah dunia yang bukan saja tidak memiliki kebenaran, tetapi juga penuh dengan penipuan dan kebohongan. Kalimat Hitler yang terkenal adalah: “Berbohonglah seratus kali, maka yang kau katakan itu menjadi kebenaran.” Satu kali berbohong tidak meyakinkan orang, tetapi jika kebohongan itu diulangi seratus kali, ia akan dianggap sebagai kebenaran, demikian katanya. Saya tidak percaya bahwa kebenaran itu memerlukan “proses menjadi”, yang berarti kebenaran adalah suatu proses. Kebenaran tidak memerlukan “proses menjadi”.

Kebenaran dahulu adalah kebenaran, sekarang adalah kebenaran, dan selama-lamanya adalah kebenaran. Yang perlu proses adalah orang yang tidak mengerti kebenaran menjadi mengerti kebenaran. Dari tidak mengerti menjadi mengerti itu proses. Tetapi kebenaran itu sendiri tidak perlu proses. Kalau prinsip ini tidak Saudara mengerti, Saudara rugi.

Karena kebenaran itu tidak memerlukan proses, maka kita tidak percaya istilah “menjadi kebenaran”. Kebenaran tidak memerlukan proses “menjadi”.

Tuhan kita adalah Kebenaran yang tidak berubah. Kita yang harus berubah, yaitu dari tidak mengerti menjadi mengeri, dari kurang mantap menjadi mantap, dari tidak setuju menjadi setuju. Barangsiapa semakin dekat dengan kebenaran Allah, dia semakin tidak sembarangan berubah. Tetapi saya tidak berani membalikkan hal ini: Barangsiapa tidak pernah berubah, berarti dia dekat dengan kebenaran. Tidak demikian! Manusia mempunyai “dua kaki” tetapi tidak boleh Saudara balik, “maka semua yang berkaki dua pasti manusia.” Belum tentu demikian. Manusia memang berkaki dua, tetapi yang berkaki dua mungkin ayam, bebek, angsa, burung bangau atau yang lain. Jangan Saudara balikkan.

Allah itu Kebenaran. Ia tidak berubah. Tetapi untuk mengerti kebenaran memerlukan proses. Karena manusia berada di dalam proses belajar, dalam proses berubah, dan belajar makin mengerti kebenaran, maka akibatnya kita makin dekat dengan Dia.

Keempat, kita melihat masyarakat sekarang adalah masyarakat yang penuh kenajisan. Kenajisan-kenajisan yang sekarang diperindah, bagaikan racun-racun yang disalut gula. Waktu dimakan, Saudara hanya tahu manisnya, Saudara tidak sadar racunnya. Ada peribahasa yang mengatakan, obat yang baik selalu pahit. Memang tidak tentu semua yang pahit itu obat yang baik, tetapi obat yang baik selalu pahit. Setan berusaha membungkus racun dengan gula, sehingga Saudara tidak merasakannya. Yang Saudara rasakan hanyalah kemanisannya. Ini adalah penipuan. Demikianlah yang kita lihat di dalam dunia ini, kesucian sudah tidak ada, kebenaran tidak ada. Yang ada hanyalah dosa yang dibungkus dengan keindahan sehingga orang lain tidak sadar.

Kelima, dunia sekarang ini tidak ada lagi orang yang bersikap berani dan tegas dalam menghadapi dosa. Yang ada hanyalah kompromi, lalu memakai istilah “toleransi”, “sabar”. Istilahnya indah, tetapi semangatnya adalah berkompromi dengan dosa. Itu bukan kebenaran.

Alkitab memakai istilah yang begitu agung dan begitu besar. Istilah ini mengandung arti yang meliputi kelima lapisan yangmemberi kita suatu keadaan yang bersifat menyeluruh, yaitu: Allah kita itu adalah Allah yang adil. Dia adalah Allah yang suci. Dia adalah Allah yang jujur. Dia adalah Allah yang setia dan tidak berubah. Dia adalah Allah Kebenaran. Dia adalah Allah yang tidak berkompriomi dengan dosa. Dia adalah Allah yang memandang semua manusia sama rata, tidak pandang bulu.

Konsep Allah semacam demikian tidak ada pada agama di luar Alkitab, sampai suatu saat ada agama-agama lain yang dipengaruhi oleh Alkitab, baru mengutip ayat seperti ini ke dalam agama mereka. Saya berani mengatakan kalimat ini, karena istilah our God is righteous God tidak dapat Saudara temukan di dalam kitab suci agama apa pun sebelum Allah mewahyukan Alkitab ke dalam dunia. Jika Saudara mencari istilah tersebut di dalam Buddhisme, Hinduisme, Konfisianisme, Taoisme, Shintoisme, dewa-dewa dan mitologi orang-orang Yunani dan Romawi, Saudara tidak akan menemukannya.

Di dalam dewa-dewa itu, mereka ingin memperoleh keadilan. Sayangnya dewa-dewa itu bukanlah “Yang Adil” itu. Mereka bisa berbuat salah, iri, cemburu, membunuh, bahkan bisa merampas menantu untuk dijadikan istri sendiri. Miotologi-mitologi Yunani dan dewa-dewa yang berada di Olympus tidak mempunyai standar etika yang dapat menjadi teladan bagi umat manusia.

Oleh karena itu, orang-orang Yunani yang tidak puas dengan mitologi dan pelaksanaan agama mereka, akhirnya menampung konsep, dan menerima prinsip hanya ada satu Allah yang maha tinggi, yang adil. Perjanjian Baru khusus memberikan satu julukan kepada orang-orang seperti itu, yakni “orang ibadat”. Istilah “orang ibadat” itu jangan sembarangan ditafsirkan. Kalau dalam konteks Alkitab Saudara menafsirkan istilah “orang ibadat” sebagai orang yang takut pada Tuhan, orang yang suci, itu betul. Tetapi istilah ini dalam Perjanjian Baru secara khusus melukiskan suatu golongan orang, yaitu orang Yunani yang tidak puas lagi kepada agama Olympus mereka, sehingga akhirnya mereka berbalik.

Pada waktu mereka berdagang dengan orang Yahudi, mereka mendapat tawaran, “Kami orang Yahudi percaya kepada Allah yang mahatinggi, yang mahakudus, maha adil, mahatahu, kekal, yang adalah satu-satunya Allah yang benar.” Mereka mau percaya kepada Allah sedemikian, tetapi mereka belum mengenal Dia. Maka ketika mereka memberikan persembahan kepada dewa-dewa, mereka membuat lagi sebuah mezbah “Kepada Allah yang Tidak Dikenal”. Mereka takut kalau-kalau karena tidak mengenal-Nya, Allah itu tidak mendapat bagian persembahan, lalu marah kepada mereka. Maka mereka juga memberi persembahan kepada Dia supaya luput dari kemarahan. Dan siapakah Allah itu? Mungkin Allah itu lebih tinggi. Mungkin tidak lebih tinggi. Mungkin Allah orang Yahudi lebih tinggi. Mari kita beribadah kepada-Nya, hidup dalam keadilan. Orang yang mempunyai konsep demikian adalah orang-orang yang baru mengetahui bahwa yang disebut Allah yang tertinggi harus mempunyai sifat keadilan dan kebenaran yang mutlak.

Tetapi sebelum orang Yunani mengenal konsep ini atau sebelum orang Romawi mau menerima konsep ini, yaitu 1.500 tahun sebelum itu, Musa sudah menulis: “Tuhan adalah Allah yang adil. Tuhan adalah Allah yang benar.” Bahkan sebelum Musa pada zaman Abraham, sudah dikeluarkan satu ucapan, “Allah yang mahatinggi berkuasa di seluruh bumi, masakan Ia tidak mengadili dengan keadilan?” Allah yang harus menghakimi seluruh bumi, apakah Ia tidak menghakimi berdasarkan keadilan-Nya? Perkataan ini muncul 3.500 tahun yang lalu, dan ajaran ini muncul sebelum adanya ajaran Upanisad dalam Hinduisme, sebelum ada ajaran Sakyamuni dalam Buddhisme, sebelum ada ajaran Konfusianisme dalam Analect, dan sebelum ada pikiran-pikiran Tao Te Ching yang ditulis oleh Lao Tze, sebelum ada Shintoisme, sebelum ada agama-agama lain, Alkitab sudah menulis hal itu.

Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan mengadili seluruh dunia dengan keadilan yang ada pada-Nya. Puji Tuhan! Apakah Saudara percaya kepada Dia, dan di dalam iman kepada Dia, Saudara telah menggabungkan diri dengan keadilan Tuhan Allah? Iman Kristen bukan hanya suatu pengakuan atau acungan tangan atau pembaptisan. Iman Kristen adalah penggabungan diri Saudara yang mengaku diri Kristen melalui Kristus, menjadi satu dengan Allah, dan boleh menikmati perjanjian, boleh memiliki kemiripan dengan sifat-sifat ilahi yang menjadi patokan yang mutlak itu. Itulah iman Kristen. Christian faith means the union of yourself to God, your Creator, to participate in the divine nature of God. Christian faith means the submission of yourselves and your religiosity to the Creator of your religious nature, your reasoning power to the Source of the Truth, your nature opf law to the Source of Righteousness – God Himself which is the Absolute Truth.

Iman orang Kristen berarti penggabungan diri dan penaklukan diri kepada Sumber Kebenaran, Sumber Hukum, Sumber Pengetahuan. Sumber Keadilan, dan Sumber Kekudusan, sehingga diri Saudara yang tidak kudus sekarang dikuduskan, yang tidak adil kini diadilkan, sehingga terjalin relasi yang erat dengan Tuhan. Itulah iman Kristren.

Jangan Saudara menipu diri dengan mengatakan, “Saya sudah dibaptis. Saya sudah mendengarkan khotbah banyak orang.” Mungkin Saudara sudah banyak mendengar lelucon-lelucon, cerita-cerita, dongeng-dongeng, suka melihat entertainment-entertainment yang tidak ada artinya dari dukun-dukun Kristen di gereja Saudara. Kini gabungkanlah diri Saudara dengan iman kepada Allah Pencipta Saudara, dan kenalilah sifat-sifat-Nya, supaya dapat menjalankan, merealisasikan, dan menjadi reperesentatif (wakil) Tuhan kita.

BAB 1 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

KEADILAN DAN KEBENARAN (3)

TUJUH LAPISAN KEBENARAN ALLAH

1. Allah adalah Kebenaran

Allah adalah Kebenaran itu sendiri. Allah adalah Sumber dan Realita dari kebenaran itu sendiri. God is the Righteousness in Himself, the Righteousness per se. Allah adalah diri kebenaran itu sendiri. Jadi segala sumber, segala standar, segala kemutlakan pengukuran berada pada Dia. Dia adalah satu-satunya yang berhak mengadili seluruh dunia.

2. Kebenaran sebagai Sifat Manusia

Kebenaran juga adalah kebenaran yang ditaruh dalam diri manusia. Kita diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Ini berarti ada sifat kebenaran yang ditanamkan dalam hidup Adam. Setelah Allah menciptakan segala sesuatu, akhirnya ia menciptakan manusia, dan menaruh suatu sifat hukum keadilan dalam diri manusia, sehingga Adam diciptakan sebagai satu manusia yang tidak mungkin tidak harus mempertimbangkan keadilan. Hal ini sama seperti jika suatu hari Saudara memperlakukan orang secara tidak wajar, atau menghina seseorang, maka malamnya Saudara tidak bisa tidur. Mengapa? Karena Saudara memang sudah diciptakan seperti itu.

Suatu saat, ketika anak saya sedang sakit, saya mengira dia melakukan suatu kesalahan kecil, maka saya memarahinya. Ada satu kaset yang dimasukkan bukan ke kotak tempatnya, kotak itu diisi dengan kaset yang lain. Suatu kesalahan yang mungkin bukan karena disengaja. Dia mengatakan bukan dia yang melakukan. Dan dia marah, untuk membela dirinya, karena saya terlalu keras. Saya memang terlalu keras terhadap anak saya. Akhirnya, saya rasa, mungkin saya yang salah, karena saya telah memperlakukan nya dengan kurang benar. Kemudian saya mengelus-elus kepalanya, seolah-olah berkata, “Maafkan. Hari ini Papa sudah mau pergi ke Malang, pulang besok. Waktu papa pulang, kamu sudah pergi ke Singapore. Papa tidak tahu kapan kamu selesai diobati dan boleh pulang. Papa harap kamu baik-baik saja.” Dan dia juga merasa tidak enak. Dia sadar ada kemungkinan dia yang salah, bukan papanya yang salah. Saya juga merasa ada kemungkinan saya yang salah dan bukan dia yang salah. Tetapi saya belum pasti, maka saya belum minta maaf, dan karena dia juga belum pasti maka dia belum minta maaf. Pada waktu saya memeluk dia, saya merasa ada sesuatu yang harus dibereskan. Apakah itu? Itulah yang namanya keadilan.

Kalau dia merasa tidak salah, tetapi saya menganggapnya pasti salah, maka ini adalah fitnah yanmg tidak rela diterima dan tidak rela ditanggungnya. Dan saya berpikir, “Dia sedang sakit, mengapa harus dimarahi demikian, tetapi bagaimanakah kalau memang dia yang salah, lalu bersikeras berkata tidak?” Padahal bukan dia yang salah, bukan saya yang salah. Ada kesalahan yang terjadi tapi tidak diketahui siapa pelakunya sekarang.

Saya kira kita semua mempunyai pengalaman seperti itu. Ketika kita memperlakukan seseorang dengan marah, kita mengira kita akan mendapatkan suatu keadilan – melakukan kebenaran – setelah itu kita baru sadar bahwa itu kurang benar, maka kita merasa tidak enak. Pertimbangan-pertimbangan semacam itu membuktikan bahwa Saudara diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Keadilan dan kebenaran yang pokok dan sesungguhnya itu ada pada diri Allah itu sendiri, itu tidak ada yang dapat menawar, itu mutlak.

Adam yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah mempunyai original righteousness, mempunyai dikaios yang orisinil yang telah diciptakan dan dilekatkan ke dalam hati Adam.

Setelah manusia berbuat dosa, ia telah kehilangan standar. Itu berarti ia telah menjauhkan diri dari apa yang dituntut dalam hatinya kepada dirinya sendiri. Maka dia mungkin tidak sadar kalau dia harus diberikan suatu cermin dan cermin itu menjadi wakil dari sifat keadilan dan kebenaran Allah. Di dalam Taurat, itu disebut the righteousness of God is God’s law.

3. Kebenaran dalam Tuntutan Berbuat Baik

Kebenaran dan keadilan juga dinyatakan oleh Allah di dalam Taurat yang menuntut manusia berbuat baik. The law of Moses, the law of the Old Testament, the law of God is the manifestation in the writing form of the righteousness of God.

Dalam Roma 7, ada tiga istilah yang muncul, yaitu : (1) keadilan; (2) kebaikan; dan (3) kesucian. Jadi, firman Allah dalam bentuk hukum, khususnya Sepuluh Perintah, menyatakan Allah yang suci, Allah yang adil, Alah yang baik. Hukum Taurat itu menyatakan ketiga sifat ilahi ini, dan ketiga sifat ilahi ini menjadi suatu cermin pada waktu saya datang kepada Taurat. Waktu saya melihat cermin, saya baru tahu diri saya kurang kudus, kurang adil, kurang baik, yang secara keseluruhan berarti kurang ajar. Setelah saya melihat kekudusan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak kudus; setelah saya melihat kebajikan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak bajik; setelah saya melihat keadilan Allah, saya baru tahu bahwa saya tidak adil. Itulah fungsi Taurat.

Taurat diberikan bukan supaya kita menjadi sombong. Taurat diberikan supaya kita menjadi rendah hati. Taurat menyatakan dan memaparkan segala kerusakan kita supaya kita bertobat, bukan justru mewmbanggakan diri dengan mengatakan, “Kami memiliki Taurat, sedangkan Saudara tidak.”

Misalkan,saya sakit TBC, lalu ada satu orang sakit CTB, hampir sama, cuma dibalikkan hurufnya saja. Saya stadium empat, sudah mau “lulus” (meninggal), dia stadium tiga, sebentar lagi “lulus”. Lalu, waktu saya dirontgen oleh dokter, saya langsung membanggakan diri, karena saya sudah mencari dokter, sedangkan dia tidak. Dia batuk-batuk terus. Sedangkan saya, sambil batuk-batuk, masih bisa berkata, “Saya sudah dirontgen, lho.” Saya menyombongkan diri, karena di antara semua pasien, hanya saya yang dirontgen. Saya juga menyombongkan diri karena sudah mengeluarkan banyak uang untuk rontgen, padahal hasil rontgen itu bukan untuk menjadikan kita sombong, tetapi supaya tahu bahwa kita sudah berapa parah penyakit kita.

Allah memberikan Taurat kepada orang Yahudi bukan supaya orang Yahudi dapat menganggap diri lebih hebat, sebagai bangsa yang mendapat Firman Tuhan, dan menganggap bangsa lain itu anjing, tetapi supaya mereka tahu bahwa mereka sedang berada di bawah hukuman Allah. Tetapi orang Yahudi bukan saja tidak menjadi rendah hati, malah menjadi sombong. Ini kerusakan yang sudah betul-betul menjijikkan.

4. Kebenaran Manusia yang Tidak Sempurna

Meskipun manusia menyadari bahwa dirinya sendiri tidak bisa menjalankan Taurat, tetapi ia masih menyombongkan apa yang pernah dilakukan oleh dirinya [Topik ini sudah cukup jelas dan nyata di dalam kehidupan m,anusia sehari-hari, sehingga tidak perlu dibahas lebih lanjut].

5. Kebenaran-Keadilan Orang Farisi

Kebenaran-keadilan orang Farisi adalah keadilan dan kebenaran yang dilakukan oleh orang-orang yang berusaha menjalankan Taurat secara harfiah untuk menegakkan kebenaran diri untuk bisa diperkenan oleh Allah.

Orang Kristen tidak boleh menghina orang Farisi. Orang-orang Farisi itu adalah orang-orang yang hebat. Mereka memberikan perpuluhan dari penghasilan mereka untuk Tuhan. Kebanyakan orang Kristen zaman sekarang hanya omong kosong. Seperseribu pun tidak ada. Nanti kalau dipukul Tuhan baru jera. Bertobatlah semua yang belum memberikan perpuluhan. Banyak orang Kristen tidak senang dengan orang Farisi. Padahal orang Farisi itu berpuasa dua kali seminggu. Jika dibandingkan, orang Kristen sekarang kalah jauh dengan orang Farisi. Orang Farisi berkata, “Aku tidak berzinah” tetapi masih banyak orang Kristren mencari pelacur. Kristen macam apa? Lalu kita menghina orang Farisi sebagai orang yang berpura-pura dan munafik. Padahal orang Farisi mempunyai sifat keagamaan yang jauh lebih baik daripada mayoritas orang Kristen sekarang. Tetapi Tuhan Yesus tetap berkata, jikalau kebenaranmu tidak melampaui kebenaran orang Farisi, niscaya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Apa artinya? Kebenaran orang Farisi yang semacam itu pun tidak bisa menyelamatkan orang.

6. Kebenaran di dalam Kristus

Bagian ini adalah yang paling penting: kebenaran dan keadilan yang ada dalam Kristus sebagai Adam kedua. Allah sendiri sudah menyatakan secara konkret bagaimana seharusnya manusia hidup, yaitu melalui diri Yesus ketika Ia hidup di dunia. Ia menyatakan secara konkret. Ia mewujudkan apa itu kebenaran, yaitu kebenaran dan keadilan yang dimanifestasikan melalui inkarnasi Yesus Krisrtus. Waktu hidup di dunia, Ia menunjukkan bagaimana hidup yang adil, murni, suci, jujur, setia, dan tanpa kompromi terhadap dosa, tegas menghadapi iblis dan segala hal yang jahat. Yesus Kristus menjadi orang yang paling kontroveresial justru karena Ia melaksanakan keadilan dan kebenaran Allah secara paling nyata selama dalam sejarah. Pada waktu Kristus muncul, langsung semua pendiri agama lain menjadi suram. Bandingkan hidup Konfusius dengan hidup Kristus, bandingkan hidup Muhammad dengan hidup Kristus, bandingkan hidup Socrates dengan hidup Yesus Kristus, bandingkan hidup Tagore, Lao Tze, Plato, Aristoteles, dan semua filsuf dan ahli agama yang paling hebat dengan hidup Yesus Kristus. Orang langsung akan melihat bahwa Yesuslah yang disebut Yang Benar dari Allah (the Righteous One of God), yang kudus, yang sempurna dari Allah (the Holy One of God).

Maka saya berkata kepada Saudara, semua agama mengidamkan kebenaran dan keadilan yang begitu bagus. Itu hanya suatu mimpi, suatu konsep, suatu ide belaka, suatu pikiran idaman yang kosong dalam imajinasi manusia. Yesus Kristus bukan demikian. Yesus Kristus adalah inkarnasi Firman menjadi daging. Allah menjadi manusia. Ia sendiri datang menyatakan hidup. Seratus persen benar. Seratus persen suci. Seratus persen adil. Seratus persen tidak kompromi dengan dosa. Dia satu-satunya yang disebut The Righteous One of God. In the history He visited His creates people, come to be the example for His church, His followers, His disciples, and His believers. Yesus datang untuk menjadi teladan bagi setiap orang yang percaya kepada Dia dan mengikut Dia.

7. Kebenaran melalui Iman

Kebenaran yang akan diberikan melalui kematian dan kebangkitan Kristus kepada mereka yang menggabungkan diri di dalam Kristus, yaitu dibenarkan oleh iman. Ini doktrin yang begitu penting yang diperjuangkan oleh Martin Luther, justification by faith, justified through Jesus Christ. Kalau mau dikatakan lebih jelas, istilah bahasa aslinya harus diterjemahkan “dibenarkan melalui iman”. Berarti saya yang berdosa, sekarang tidak lagi dianggap oleh Allah sebagai orang berdosa. Saya yang berdosa, yang seharusnya diadili dengan keadilan Allah yang mahasuci, sekarang tidak lagi dihakimi tetapi divonis tidak perlu dihakimi, karena sudah dipindahkan dari status Adam menjadi status en Kristos, di dalam Kristus. Sehingga kebenaran dan keadilan itu sekarang dari Kristus ditambahkan kepada saya, diberikan kepada saya, yang percaya dan menerima Yesus Kristus, Di dalam Yesus Kristus, saya mendapatkan imputasi dari kebenaran Allah yang terdapat dalam Kristus, melalui kemenangan-Nya yangh diberikan kepada orang percaya, dan itulah artinya menjadi orang Kristen.

Di hadapan Tuhyan Allah, kita sebagai orang berdosa sudah selayaknya dijatuhi hukuman. Namun, di dalamn Kristus, yaitu ketika kita menggabungkan diri dengan Kristus dan segala jasa yang telah diperbuat-Nya melalui iman kepada-Nya, Allah memperhitungkan kita sebagai orang-orang yang dibenarkan, tidak lagi dijatuhi hukuman. Itulah yang disebut: the imputation of the righteousness of Christ on the sinners. You have been justified through faith in the Son of God. Saudara sudah dibenarkan melalui iman di dalam Anak Allah, Yesus Kristus. Inilah kebenaran dan keadilan.

Selanjutnya, kita akan melihat pelanggaran kebenaran mengakibatkan dosa menjadi suatu status dan suatu kondisi menakutkan yang menggerogoti manusia dan merusak masyarakat. Sudahkah Saudara dengan jelas dan sungguh-sungguh secara pribadi mempunyai relasi yang intim dengan Allah; dan sudahkah Saudara mengerti bahwa Saudara sudah mendapatkan imputasi kebenaran melalui Kristus oleh Tuhan Allah? Kalau belum, hendaklah Saudara berdoa baik-baik dan membuka hati untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat Saudara.

KEBENARAN YANG BERSIFAT KEADILAN

Jika kita mempelajari Roma 3:2-26, kita akan menemukan bahwa kata “kebenaran” yang dipakai di sini bukan terjemahan dari kata Yunani, aletheia (Inggris: truth) melainkan dua kata Yunani, dikaios, dikaiosune (Inggris: righteous, righteousness). Istilah kebenaran di sini bukan yang disebut kebenaran sebagai isi dari hal-hal yang benar dan merupakan suatu ketegasan untuk menghadapi segala dosa. Kebenaran ini adalah kebenaran yang bersifat positif dari Allah yang diberikan di dalam Kristus kepada semua orang yang percaya. Ayat 26 dapat juga diterjemahkan “untuk menunjukkan kebenaran-Nya yang adil itu untuk zaman ini, supaya jelas bahwa Ia adalah yang benar dan adil serta memberikan pembenaran kepada orang yang percaya kepada Yesus Kristus.”

Kita telah membahas tentang keadilan dan kebenaran Allah yang sebenarnya merupakan suatu atribut atau sifat mutlak dari Allah itu sendiri. Tetapi apa yang ada dalam hidup Allah itu sendiri, yang harus menjadi suatu standar moral, ditujukan kepada manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah.

Bukan saja demikian, setelah manusia jatuh dalam dosa, kebenaran serta keadilan Allah itu sekali lagi dinyatakan melalui wahyu khusus, yaitu Taurat yang didalamnya menampung sifat-sifat ilahi, yaitu sifat kekudusan, sifat keadilan, dan sifat kebajikan. Maka melalui pemberian Taurat, manusia bisa melihat bahwa kekurangan itu sudah terjadi, karena dengan adanya Taurat, maka kita diberitahukan dan dinyatakan sebagai seorang yang kurang suci, kurang adil, dan kurang bajik adanya.

Karena Taurat menyatakan sifat ilahi, maka kita mengetahui bahwa kita sudah menyimpang atau kurang dari apa yang dituntut Allah di dalam Taurat. Dengan demikian, Taurat mempunyai fungsi khusus untuk menyatakan kesempurnaan Allah di dalam keadilan dan kebenaran, dan sekaligus menyatakan kepada diri kita akan adanya kekurangan kita, yaitu tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan oleh Tuhan Allah. Tetapi penyataan kebenaran dan keadilan yang paling konkret dan paling sempurna adalah di dalam Firman Tuhan yang berinkarnasi ke dalam dunia, yaitu Yesus Kristus.

Maka Roh Kudus mengerjakan dua hal yang paling besar. Kedua-duanya bersangkut paut dengan menurunkan Firman dari sorga ke dalam dunia. Pertama, Roh Kudus mewahyukan firman yang kekal di dalam bentuk tulisan melalui ilham yang diberikan kepada para nabi dan rasul, sehingga di dunia ini ada Kitab Suci yang kita pegang sebagai Firman Tuhan. Kedua, Roh Kudus menurunklan Firman itu dengan cara menaungi Maria, anak dara yang belum mengenal atau belum bersetubuh dengan seorang pria, yang dipimpin oleh Tuhan menjadi tempat di mana Firman menjadi daging melalui proses inkarnasi. Dengan demikian, kelahiran Kristus menjadi suatu perwujudan Imanuel, yaitu Allah menyertai kita.

Di dalam Kristus terwujud segala kelimpahan dan kesempurnaan, kemutlakan dan kekekalan dari kekayaan kemuliaan Allah itu sendiri. Di dalam Kristus kita melihat bagaimana sebenarnya kebenaran dan keadilan Allah yang sejati, yang menjadi tuntutan terhadap orang berdosa. Dan di dalam Kristus kita juga melihat bagaimana seharusnya keadilan dan kebenaran asali, yang sudah hilang dari manusia sejak Adam berdosa. Bukan saja demikian. Kristus sendiri menjadi satu standar atau menjadi satu kriteria yang baru, sehingga manusia yang berdosa, kalau mau menuju hidup yang lebih bajik, mengetahui bahwa ia harus meneladani Yesus Kristus, Dan di dalam butir ini kita melihat manusia baru sadar bahwa itu merupakan suatu hal yang mustahil.

Manusia tidak mungkin hidup seperti Kristus, karena hidup seperti Kristus itu tidak dapat dicapai dengan sekadar melalui atau melakukan imitasi sampai pada taraf yang ada pada Yesus, tetapi diperlukan suatu pertumbuhan spontan menjadi suatu hidup yang baru. Itu sebabnya, mengapa Alkitab mengatakan, di dalam Kristus kita menjadi ciptaan baru, menjadi manusia baru (the new creation, the new being). Ini berarti tanpa Roh Kudus memperanakkan, tidak mungkin seseorang dengan menjalankan tuntutan agama dan melakukan imitasi (meniru) bisa hidup seperti Kristus.

Meskipun Kristus adalah standar yang Tuhan berikan kepada manusia, meskipun Kristus adalah teladan yang harus kita contoh, namun jangan pernah lupa, tanpa mempunyai titik tolak yang baru, yaitu hidup baru serta dijadikan anak Allah, tidak mungkin kita bisa meneladani Kristus. Di sini kita melihat perlunya penebusan, di mana kebenaran Allah harus ditambahkan terlebih dahulu kepada seseorang; orang yang berdosa harus berubah terlebih dahulu menjadi orang yang benar, baru ada hidup baru yang mulai bertindak menuju kelimpahan dan kesempurnaan di dalam rencana Allah. Sampai pada titik ini kita menemukan perbedaan antara Kekristenan dan semua agama.

Semua agama berusaha dengan kekuatan dari diri manusia sendiri (anthropocentric power) untuk berbuat baik, lalu dengan perbuatan baiknya menganggap diri sudah benar dan layak diterima oleh Tuhan. Tetapi Injil seratus persen mutlak menolak kemungkinan itu. Itulah sebabnya Injil kalau tidak diterima secara penuh, pasti dibenci oleh banyak orang yang membanggakan kebudayaan dan agama mereka. Ini menjadi suatu batu sandungan bagi mereka yang tidak rela menanggalkan segala kebajikan yang ada pada mereka untuk menerima Tuhan.

Di atas kita telah membahas bahwa kebenaran-keadilan, yang menjadi salah satu aspek dari apa yang disebut peta dan teladan Allah, yang diberikan oleh Tuhan pada permulaan, sudah kehilangan kemuliaan atau kehilangan kesempurnaan yang asli – the original righteousness is no more there – sehingga segala aspek hidup sudah dilanda oleh kenajisan dosa, sudah terkena distorsi dan polusi yang diakibatkan oleh dosa. Itulah sebabnya, tidak mungkin bagi manusia ingin kembali menjadi yang benar itu. Jika dari yang benar menjadi tidak benar sudah terjadi, maka dari yang tidak benar kembali kepada yang benar menjadi tidak mungkin.

Martin Luther memberikan pengertian semacam ini. Sebelum berbuat dosa, Saudara berada di suatu permukaan yang tinggi. Di atas permukaan yang tinggi itu, Saudara mempunyai kebebasan untuk bergerak seperti kelereng, dia boleh berputar-putar, berjalan-jalan, menggelinding terus di satu dataran yang sangat datar; tetapi ketika kelereng tersebut turun ke permukaan yang kedua, maka dengan kecepatan menurun ia bisa tetap bergerak bebas di permukaan yang kedua, dan kini ia tetap bisa bergerak di permukaan yang kedua ini. Tetapi, kelereng itu tidak mungkin kembali ke atas.

Demikianlah manusia yang sudah jatuh di dalam dosa, bagaimana pun mereka berusaha mau mengerti arti hidup benar sesuai dengan rencana Allah yang asli, mereka tidak mungkin mengerti. Maka, Martin Luther mengatakan bahwa seseorang yang mau mengerti peta dan teladan Allah di dalam status dirinya yang sudah merusakkan peta dan teladan Allah yang sebenarnya, sebenarnya sedang memikirkan, menebak, dan membayang-bayangkan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah ia mengerti dari permulaan. Ini menjadi satu ketidak-mungkinan untuk mengerti sampai pada waktu Kristus datang ke dalam dunia. Kristus menyatakan keadilan Allah, kebenaran Allah, dan memberikan contoh kepada orang berdosa, sekaligus menjadi standar untuk menghukum orang berdosa. Setelah itu, baru manusia tahu apa itu kebenaran dan keadilan Allah.

Hanya di dalam hidup Kristus, Saudara mengerti apa itu keadilan Allah. Hanya di dalam hidup Kristus, Saudara tahu apa itu hidup tanpa dosa. Tetapi heran sekali, keadaan yang begitu indah, begitu mulia, yang dinyatakan oleh Kristus sebagai suatu pernyataan dikaios dari Tuhan Allah (the Rightenousness of God), bukan saja tidak menggerakkan dan tidak mendorong orangYahudi untuk rendah hati, melainkan menjadikan mereka semakin marah dan benci. Mengapa? Di dalam perbandingan dengan Kristus, mereka langsung menyadari bahwa diri mereka terancam oleh kesempurnaan Kristus.

Maka jangan heran kalau Saudara hidup suci dan baik di satu tempat yang penuh ketidak-baikan, Saudara bukan saja akan tidak disenangi orang, Saudara bahkan akan dibenci dan menjadi sasaran kebencian orang lain. Turunnya Kristus dari sorga ke bumi telah memberikan satu contoh yang begitu pahit bagi setiap kita.

Tetapi mau tidak mau Allah sudah menurunkan Kristus ke dalam dunia, sehingga standar ini tidak mungkin disingkirkan oleh kebudayaan manusia, dan tuntutan Allah melalui kriteria Kristus ini tidak mungkin ditolak oleh manusia.

Satu-satunya kemungkinan adalah manusia berusaha menudungi dan menutupi diri dan menganggap Yesus tidak ada. Tetapi bagaimana pun Saudara berusaha menudungi diri, itu hanya mengakibatkan penambahan dosa di dalam diri Saudara sendiri. Sebagaimana peribahasa mengatakan, engkau boleh membenci matahari dan berusaha menutup matamu, lalu mengatakan, “Saya tidak melihat matahari, maka matahari tidak ada.” Tetapi matahari tidak akan menjadi tidak ada hanya karena engkau tidak melihat. Matahari tidak akan menjadi tidak ada hanya karena Saudara menutup kedua mata Saudara. Demikian juga, kebenaran Allah yang sudah diwujudkan oleh Kristus itu akan menjadi kriteria mutlak dalam menghakimi semua orang yang berbuat dosa, khususnya mereka yang pernah mendengar Injil Kristus tetapi menolaknya.

Kristus akan terus-menerus menjadi suatu kebenaran yang mungkin dibenci dan ditolak oleh manusia, tetapi tidak mungkin ditiadakan dari rencana Allah. Manusia menutup diri dan tidak mau menerima Kristus. Tetapi pada saat mereka bereaksi sedemikian, itu hanya membuktikan kebodohan mereka dan hanya menunda kewajiban mereka untuk penghakiman saja, tanpa bisa meniadakan segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah.

Penginjilan merupakan suatu hal yang serius sekaliu. Pada waktu Injil diwartakan kepada sekelompok orang, itu merupakan suatu kesempatan yang sangat serius. Pada saat itu Injil memberikan kuasa keselamatan kepada mereka yang menerima, sekaligus menjadi kuasa penghakiman bagi mereka yang menolak. Karena di dalam diri Kristus, kuasa keadilan, kebenaran, dan penghakiman, kekekalan dan kesementaraan, Allah dan manusia, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, semuanya terkumpul menjadi satu, sehingga orang yang mendengar Kristus atau mendengar tentang Kristus seharusnya memberikan respons yang sangat hati-hati di hadapan Tuhan Allah. Konsep seperti ini harus kita miliki sehingga kita tidak main-main dalam mendengarkan Firman Tuhan. Mengapa ada orang yang mengkhotbahkan firman dengan main-main atau memutar-balikkan firman? Itu karena mereka tidak mempunyai konsep seperti ini. Mengapa banyak orang mendengarkan khotbah dengan main-main? Itu karena mereka tidak mengetahui keseriusan yang sedemikian hebat yang menyangkut nasib mereka di dalam kekekalan.

John Calvin mengatakan, “Momen Injil dikabarkan adalah momen yang begitu serius sehingga setiap orang yang sudah mendengar Injil, kalau tidak menghakimi diri sendiri sesuai gerakan Roh Kudus, ia akan dihakimi oleh Allah untuk selama-lamanya.”

BAB 2 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

D O S A (1)

Kita telah membahas tentang “keadilan”, yang sebenarnya merupakan topik kedua. Tetapi saya membaliknya menjadi pembahasan pertama. Kini kita akan masuk dalam pembahasan mengenai “dosa”.

Dosa adalah istilah yang sedemikian penting, sedemikian serius, dan sedemikian berat, tetapi yang kini sudah dianggap ringan, khususnya oleh orang-orang abad kedua puliuh ini.

Para psikolog modsern berusaha melarikan diri dari pembahasan tentang dosa. Mereka berusaha mengerti manusia hanya sebagai makhluk yang tidak sempurna, di mana setiap pribadi, secara tidak sadar atau secara tidak dikehendaki, tergelincir ke dalam kelemahan-kelemahan yang bersifat kesalahan atau dosa itu.

Tetapi Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa ada perbedaan antar kelemahan dan dosa. Roma 5:6, 8, 10, menggunakan tiga istilah yang berbeda untuk mencerminkan status manusia di hadapan Allah, di hadapan diri, di hadapan Taurat, dan di hadapan Iblis.

Roma 5:6 mengatakan, “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita.” Ayat 8, “Ketika kita masih berdosa (atau bisa juga diterjemahkan “Ketika kita masih sedang ditaklukkan oleh dosa”), Kristus telah mati untuk kita.” Ayat 10 mengatakan, “Jikalau kita, ketika masih menjadi seteru Allah, telah diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak Allah, maka terlebih lagi kita, yang sekarang telah diperdamaikan dengan Allah, pasti akan diselamatlkan oleh hidup-Nya.”

Di dalam Roma 5:6 tercetus istilah pertama, lemah (weak), lalu di dalam ayat 8 tercetus istilah kedua, berdosa (sinners); kemudian dalam ayat 10 tercetus istilah ketiga, seteru (enemies). Ketiga istilah ini menyatakan status manusia di hadapan Taurat yang menjadi suatu perwujudan keadilan dan kebenaran Allah. Kita adalah orang yang tidak bisa menggenapi tuntutan Taurat, karena itu disebut lemah. Kelemahan ini adalah status pertama yang disebutkan oleh Tuhan. Status kedua kita adalah orang berdosa atau orang yang takluk di bawah kuasa dosa. Seperti yang dikatakan Paulus dalam Roma 7:14, “Kita sudah terjual di bawah kuasa dosa.” Dan ayat 10 mengatakan status ketiga yang lebih berat: kita menjadi seteru atau musuh Tuhan Allah.

Kelemahan perlu dimengerti, dosa perlu diampuni, dan musuh perlu diperdamaikan. Dengan demikian, kita tidak memahami manusia hanya sebagai yang mempunyai kelemahan sehingga hanya perlu diampuni dan diajar secara cukup. Pendidikan belum pernah secara tuntas membereskan persoalan manusia. Psikologi belum pernah secara tuntas membereskan masalah-masalah manusia. Hanya Injil, dalam kaitan dengan status kedua, yaitu pengampunan dosa dan perdamaian antara manusia yang berdosa dan Allah yang suci, yang memberikan jalan keluar yang tuntas kepada manusia di hadapan Tuhan Allah. Hal ini perlu kita perhatikan baik-baik.

DOSA DALAM PENGERTIAN ALKITAB

Apakah dosa itu? Istilah “dosa” sering muncul di dalam Alkitab, baik di dalam Perjanjian Lama maupunj Perjanjian Baru.

I. PERJANJIAN LAMA

1. Khatta’t

Istilah bahasa Ibrani ini, khatta’t berarti jatuh dan kurang dari standar Allah yang kudus (falling short of the standard of God). Jadi, Allah telah menetapkan suatu standar. Pada waktu kita memeleset (bukan meleset), kita turun dari standar yang ditetapkan oleh Allah, itu disebut khatta’t (dosa), sehingga baiklah kita mengerti istilah dosa, bukan dengan cara pandang dunia menurut pengertian hukum. Waktu berbicara tentang hukum berarti mereka secara tidak sadar sudah menyetujui bahwa fakta dosa sudah ada di dalam dunia. Perkembangan yang terakhir, baik di Sorbonne University di Paris sebagai sekolah yang terbesar dan terkenal di dunia bahasa Latin, maupun di beberapa sekolah yang terbaik di Amerika, seperti Harvard dan Yale University, menunjukkan bahwa mereka berusaha untuk mencairkan atau mengurangi konsep-konsep tentang keseriusan dosa. Meskipun demikian, mereka tidak mungkin menolak fakta bahwa dosa itu memang ada di dalam dunia. Berdasarkan pengertian yang serius akan fakta dosa, maka agama mempunyai tempat dan akar yang cukup kuat dan tidak mungkin dapat dicabut oelh kebudayaan manusia.

Dosa merupakan suatui fakta dan dalam pengertian hukum dunia merupakan pelanggaran terhadap sesuatu yang secara perjanjian bersama (konsensus) telah ditetapkan oleh ahli-ahli hukum sebagai patokan untuk mengatur hiodup sosial dan etika dalam masyarakat. Jikalau ahli-ahli hukum sudah menyetujui secara konsensus dan dicantumlkannya di dalam hukum suatu negara, maka apa yang dicantumkan itu menjadi standar negara itu. Barangsiapa berbuat sesuatu yang melanggar konsensus yang dicatat dalam hukum, itu disebut dosa. Di sini saya melihat kelemahan dari semua negara, semua hukum dari dunia ini, yaitu mereka hanya sanggup melihat dosa dari aspek yang paling rendah, yaitu kelakuan yang salah.

Sekali lagi, sekalipun dalam hukum, kesalahan yang terencana diganjar hukuman yang berbeda dengan kesalahan yang tidak terencana, tetapi tidak ada suatu hukum yang bisa langsung menghukum orang yang mempunyai niat atau rencana di dalam hati namun belum melakukannya secara riil. Maksudnya, sekalipun seseorang mempunyai hati yang ingin mencuri, tidak ada hukum di dunia yang boleh langsung memenjarakan dia, kecuali dia sudah melaksanakannya. Dengan demikian, di seluruh dunia, pengertian hukum dan keadilan hanya berkenaan dengan dosa dalam hal yang superfisial (yang tampak di permukaan). Dunia hanya mengerrti dan dan menetapkan bahwa suatu perbuatan adalah dosa jika itu dianggap melanggar suatu konsensus hukum.

Tetapi Alkitab tidak demikian. Alkitab berkata dengan jelas, “yang membenci seseorang, sudah membunuh.” (Matius 5:21-22). Di sini etika Kristen adalah etika yang melampaui perbuatan yang dilakukan secara riil. Etika Kristen merupakan etika yang langsung ditujukan kepada motivasi seseorang yang terbuka di hadapan Tuhan. Allah yang menembus hati sanubari manusia tidak hanya melihat perbuatan di luar, tetapi juga melihat motivasi di dalam.

Keadilan-kebenaran Allah menuntut keseluruhan hidup kita, mulai dari motivasi di dalam, segala rencana di dalam pikiran di dalam, mentalitas di dalam, sikap yang setengah di dalam setengah di luar, sampai perbuatan yang seluruhnya di luar. Semua itu dituntut oleh Tuhan. Menjadi manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah berarti mernjadi manusia yang berdiri dan bertanggung jawab secara pribadi di hadapan Tuhan Allah (to be a man as created under the image and the likeness of God is to exist with oneself alone before God). Tidak ada hal atau orang lain yang bisa menghalangi. Di hadapan Allah, saya harus mempertanggung jawabkan segala motivasi saya, semua bibit pikiran saya, semua sikap mental saya, semua sikap dan sifat pribadi saya, semua perkataan saya.

Totalitas dan tanggung jawab ini menjadikan Kekristenan seperti apa yang dikatakan Kierkegaard, yaitu bahwa menjadi orang Kristen terlalu sulit, karena Allah bukan menuntut hal-hal yang tampak di luar. Mereka hanya bisa menunjukkan Saudara berdosa setelah mereka menemukan dan membuktikan bahwa Saudara sudah berbuat, mengaku, atau sudah mengekspresikan apa yang Saudara inginkan di dalam hati lewat perbuatan yang merugikan orang lain. Tetapi Kekristenan dan iman Kristen bukan demikian. Kekristenan menuntut keseluruhan Saudara sampai ke dalam hati sanubari yang sedalam-dalamnya, sampai ke dalam motivasi Saudara yang tidak terlihat orang lain. Menjadi orang Kristen, memang tidak mudah.

Di dalam dunia abad dua puluh ini, banyak gereja ingin mendapatkan anggota sebanyak mungkin, sehingga mereka menurunkan mutu Kekristenan menjadi kekristenan yang mudah diterima, mudah dilaksanakan, namun itu bukanlah Kekristenan yang sejati. Turun lebih rendah daripada standar yang telah ditetapkan oleh Tuhan, itulah khatta’t.

Alkitab memakai istilah ini 580 kali di dalam Perjanjian Lama. Istilah khatta’t merupakan suatu istilah yang begitu menyedihkan Tuhan. Karena di dalam istilah ini, Kekristenan dan Alkitab orang Kristen menunjukkan suatu hal yang tidak ada pada agama lain, yaitu Allah telah menetapkan suatu standar bagi Saudara, sehingga Saudara tidak bisa hidup sembarangan. Di dalam agama-agama lain, mereka mempunyai standar mereka sendiri. Mereka mempunyai tujuan mereka sendiri, dan tujuan yang mereka harapkan itu berdasarkan diri mereka yang sudah jatuh ke dalam dosa, yang tidak mereka sadari. Mereka ingin mencapai suatu hidup yang tinggi dan kudus. Namun bagaimana pun tingginya tujuan mereka, itu hanyalah hasil dari otak yang sudah jatuh ke dalam dosa. Sedangkan waktu Allah mengatakan khatta’t, berarti Saudara sudah hidup lebih rendah daripada standar yang sudah ditetapkan oleh Allah sendiri. Itu artinya dosa.

Dosa jangan hanya dimengerti sebagai mencuri, berzinah, berjudi, main pelacur, atau mabuk-mabukan. Semua itu memang perbuatan yang tidak benar, itu dosa. Tapi, hal itu merupakan hal yang superfisial, yang tampak di luar. Tuntutan Alkitab jauh lebih dalam dan lebih lengkap, lebih totalitas daripada itu. Suatu standar telah ditetapkan Allah bagi manusia sebagai syarat atau kriteria tingkah laku dan moralitas manusia. Itulah yang disebut sebagai kebenaran dan keadilan Allah.

2. Avon

Istilah kedua di dalam bahasa Ibrani adalah avon. Ini berarti suatu kesalahan atau suatu hal yang mengakibatkan kita merasa bahwa kita patut dihukum (guilty). Istilah ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Artinya, suatu perasaan di dalam diri kita yang menganggap diri cacat atau perasaan di dalam jiwa yang merasa diri kurang benar, sehingga kita sdellau merasa mau menegur diri. Hal ini bersangkut-paut dengan fungsi hati nurani yang diberikan hanya kepada manusia saja.

Tidak ada binatang yang mempunyai perasaan bersalah, tidak ada binatang yang bisa menegur diri karena merasakan ada sesuatu yang tidak benar yang sudah diperbuatnya. Tetapi manusia tidak demikian. Setalah Saudara berbuat kurang sopan terhadap seseorang, Saudara akan berpikir lagi, “Wah, mengapa tadi saya berbuat begitu ya? Seharusnya saya tidak begitu, tetapi mengapa begitu dan toh sudah begitu, lalu bagaimana, atau akan terus begitu?” Saudara mempunyai perasaan berutang atau perasaan bahwa Saudara patut dihukum. Perasaan sedemikian didasarkan pada pemikiran atas apa yang sudah Saudara kerjakan, lalu hal itu dikaitkan dengan status diri Saudara dalam keadaan patut dihukum. Itu disebut guilty, avon.

3. Pesha

Alkitab memakai istilah ketiga dalam bahasa Ibrani, yaitu pesha. Pesha berarti semacam pelanggaran. Pelanggaran berarti ada suatu batas yang sudah ditetapkan, tetapi Saudara melewatinya atau sudah ada suatu standar, namun bukan saja tidak bisa mencapai, tetapi Saudara juga mau melawan atau melanggar. Maka pengertian ini bersangkut-paut dengan suatu pengetahuan yang jelas, ditambah dengan kemauan yang tidak mau taat. Saya tahu apa itu baik, tetapi saya sengaja melawannya. Saya tahu batas sudah sampai di situ, tetapi saya sengaja mau melewatinya. Tahu batas dan tahu tidak baik, tetapi sengaja melewati, itu disebut pesha.

Jadi di sini kita melihat dosa dinyatakan oleh Alkitab dengan begitu jelas di dalam ketiga aspek yang besar. Pertama, tidak mencapai atau menyeleweng dari standar yang ditetapkan Allah. Kedua, merupakan suatu hal yang salah atau sesuatu yang tidak seharusnya Saudara kerjakan, tetapi Saudara kerjakan. Waktu Saudara sadar, Saudara tahu sudah berlaku tidak benar. Ketiga, adalah suatu pelanggaran yang sengaja dari seseorang. Kalau kita meneliti semua pengalaman kita masing-masing, maka mau tidak mau harus mengakui Firman Tuhan yang diwahyukan Tuhan dalam Kitab Suci itu betul-betul benar.

II. PERJANJIAN BARU

Dalam Alkitab Perjanjian Baru, ada dua istilah dalam bahasa Yunani yang penting sekali.

1. Adikia

Adikia berarti perbuatan yang tidak benar. Ini merupakan perbuatan lahiriah atau dari luar, yang dinilai tidak benar, sama seperti yang dikatakan oleh hukum-hukum dunia tentang orang bersalah. Di pengadilan, ketika semua pemeriksaan sudah selesai, maka hakim akan menjatuhkan vonis bahwa Saudara bersalah. Itulah adikia. Ini berarti Saudara sudah berbuat salah.

Tetapi Perjanjian Baru sama dengan Perjanjian Lama, sama-sama adalah wahyu yang diberikan oleh Allah yang suci, satu sumber, satu Roh Kudus, satu Allah yang memberikan wahyu, baik kepada Perjanjian Lama dengan media bahasa Ibrani maupun kepada orang-orang di Perjanjian Baru dengan media bahasa Yunani. Sumbernya satu, Allah yang satu, standar yang satu.

2. Hamartia

Istilah kedua dalam Perjanjuian Baru adalah hamartia, yang artinya adalah kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan. Jika saya melepaskan satu anak panah menuju satu sasaran yang sudah jelas, yaitu lingkaran tertentu yang harus dicapai, maka ketika anak panah itu jatuh satu meter sebelum sasaran, itu disebut hamartia. Kedua kalinya, saya berusaha untuk melepaskan panah, tetapi kini bukan tidak sampai, tetapi terus melewati jauh dari target yang ditetapkan, itu pun disebut hamartia. Atau ketiga kalinya, saya melepaskan panah, panah itu terbang menuju sasaran, namun menancap 2 cm dari sasaran, berarti di pinggir target itu, itu tetap artinya hamartia.

Jadi, tidak peduli kurang berapa meter, lebih berapa cm, atau meleset hanya beberapa mm, itu semua dianggap sama. Hanya mereka yang panahnya betul-betul kena tepat pada sasaran asli, itu yang dianggap benar. Yang lain semua dianggap hamartia.

Dari kelima istilah, tiga istilah dalam bahasa Ibrani di Perjanjian Lama, dan dua dalam bahasa Yunani, kita melihat suatu gambaran yang jelas, manusia diciptakan bukan untuk kebebasan yang tanpa arah, tetapi manusia diciptakan dengan standar yang sudah ditetapkan!

Tugas seumur hidup yang paling penting bagi Saudara ialah menemukan target yang Tuhan tetapkan bagi Saudara demi kemuliaan Allah. Kalau kita sudah tepat pada target yang Tuhan tetapkan bagi kita, barulah kita menjadi satu manusia yang tidak ada pelanggaran atau tidak dalam keadaan jatuh dari standar asli, baru kita disebut orang yang benar, orang yang sesuai dengan kehendak Allah. Saya harap melalui pembahasan seperti ini, kita mengoreksi konsep-konsep yang tidak benar.

Jika Saudara mengikuti kebaktian puluhan ribu kali atau ratusan kali di gereja setiap minggu, tetapi theologi Saudara tidak dibereskan, kalau iman Saudara tidak dibereskan oleh Firman Alkitab sendiri, Saudara menjadi orang Kristen yang terus terjerumus ke dalam konsep-konsep yang salah, maka bagaimana giat pun tidak berguna, karena Saudara belum pernah menemukan target itu apa, belum pernah menemukan definisi yang benar itu apa. Pengertian-pengertian yang mengoreksi membuat kita mendapatkan suatu integrasi yang betul-betul lengkap dan mengerti Firman Tuhan dengan baik, lalu membuat pelayanan kita menjadi baik.

Dari kata khatta’t, avon, pesha, adikia, hamartia ini, arti istilah dosa dalam seluruh Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru begitu jelas, yaitu bahwa kalau standar yang ditetapkan oleh Tuhan kita lepas atau kita kurangi atau belum kita capai, itu disebut oleh Tuhan sebagai dosa.


Seumur hidup saya harus bertanya, “Tuhan sudahkah saya mencapai standar yang telah Tuhan tetapkan bagi saya?” Kalau belum, saya masih banyak kekurangan yang dianggap dosa oleh Tuhan. Demikian juga dengan Saudara. Namun pada zaman ini, orang bukan saja tidak mau mencapai standar yang lebih tinggi, malahan minta diturunkan supaya cocok dengan pasar sekarang.


Kekristenan yang sedemikian tidak berpengharapan. Kekristenan akan dirusak, akan digerogoti. Pada saat saya berkata demikian, orang mengkritik, “Pendeta ini suka mengkritik, merasa hanya dia yang benar, yang lain tidak benar.” Jika Saudara belum tahu betul-betul apa itu “benar”, Saudara tidak akan pernah sadar bahwa Saudara pasti tidak akan menemukan yang tidak sempurna itu sebagai yang tidak sempurna. Mungkin setelah saya meningal, baru orang mengerti apa yang sudah saya kerrjakan semasa saya hidup, tetapi sudah terlambat.


Satu zaman ini akan digerogoti oleh pengertian-pengertian yang tidak sempurna, tidak tepat, sehingga Kekristenan akan dirusakkan oleh mereka yang disebut pemimpin-pemimpin gereja.


Kapan iman Kristen akan diluruskan kembali? Kapankah kita bertobat dan setia kepada Firman Tuhan, di mana seluruh dunia akan lenyap tetapi Firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya? Hari ini kita boleh melihat orang tidak senang terhadap pembahasan macam ini, tetapi saya berkata, “Suatu hari, gereja yang tidak setia kepada Firman Tuhan harus diadili terlebih dahulu. Dan pada saat itu sudah terlambat. Allah tidak mengadili seberapa banyak pendengar Saudara atau seberapa pandainya Saudara. Tidak! Allah akan bertanya, “Apa yang Saudara ajarkan?”


Saudara yang akan menjadi guru Sekolah Minggu, jangan kira Saudara masuk kelas untuk menipu anak-anak agar mereka duduk diam tidak bermain-main di kelas. Itu bukan guru Sekolah Minggu. Jangan kira Saudara menjadi majelis berarti dapat bergaya dengan memakai dasi di hari Minggu seperti malaikat bersayap dua. Jangan kira setelah Saudara lulus dari sekolah theologi, Saudara dapat berkhotbah. Setiap kalimat yang tidak beres harus Saudara pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Setiap ajaran yang tidak Saudara pertanggung-jawabkan sungguh-sungguh, akan merusak orang lain, dan pada akhirnya gereja akan dirugikan karena iman Kristen akan diubah oleh pengertian yang tidak benar. Saudara harus berdiri untuk dihukum oleh Tuhan. Dengan sikap seperti itulah akhirnya saya dengan gentar melayani Tuhan dan terus-menerus mendidik dan berkata kepada murid-murid saya, “Hati-hati, berkhotbahlah hanya sesuai dengan Firman Tuhan saja, bukan semau sendiri. Jangan mengganti Firman Tuhan dengan ilmu pendidikan! Jangan mengganti Firman Tuhan dengan ilmu jiwa! Jangan mengganti Firman Tuhan dengan cara-cara dunia yang antroposentris! Firman Tuhan adalah Firman Tuhan!”


BAB 2 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.


D O S A (2)


ENAM SIFAT DOSA


Dosa dimengerti melalui istilah-istilah yang dipakai di dalam Alkitab, dengan arti sesungguhnya; dosa adalah suatu relasi diri yang sudah dirusak, melalui status yang sudah digeser. Kata-kata yang dipakai untuk melukiskan hal itu antara lain:


1. Bebal


Pikiran yang bebal adalah dosa. Seorang yang bodoh, seorang yang bebal adalah seorang yang tidak luwes dan tidak mau dikoreksi, terus membangkang, terus mau mengagungkan pikiran sendiri. Orang yang berpikiran sedemikian sedang berbuat dosa. Ini tercatat dalam Amsal 24:6. Pikiran yang bebal, pikiran yang bodoh, pikiran orang yang kaku, yang tidak mau menerima Tuhan, yang tidak mau dicela oleh Tuhan, yang terus mempertahankan kekakuan dan kebodohan diri, itu dianggap dosa.


2. Kecongkakan


Kecongkakan orang yang sedang sukses atau lancar adalah dosa. Barangsiapa sukses, lancar kerja, kaya, mempunyai pencapaian kesuksesan tertentu, lalu pada akhirnya ia tidak lagi memandang orang lain, orang ini sedang berdosa. Keangkuhan melalui keusksesan, itu adalah dosa. Ini tercatat dalam Amsal 21:4.


Hal ini tidak berarti Saudara tidak berhak mempunyai kebanggaan, karena kebanggaan berbeda dari kecongkakan. Pada saat kebanggan Saudara sudah melewati batas, Saudara berdosa, sebelum melewati batas, itu menjadi suatu kebanggaan yang wajar.


Saya bangga karena saya telah rajin bekerja. Saya bangga di dalam kerajinan saya, saya telah mencapai suatu kesuksesan. Hal sedemikian tidak salah, dan justru menjadi dorongan bagi kejiwaan dan identitas Saudara, membuat Saudara mempunyai keyakinan diri (self-confidence).


Kita mempunyai keyakinan karena kita mempunyai pengalaman berdasarkan kerajinan kita. Kita mempunyai keyakinan karena kita mengetahui apa yang kita kerjakan, maka kita menuai. Kita mempunyai keyakinan karena perjuangan kita diberkati oleh Tuhan. Kebanggan semacam itu tidak salah. Tetapi kebanggan yang sudah melewati batas adalah merebut kemuliaan Allah dan menginjak-injak manusia yang lain. Kebanggan sedemikian adalah dosa. Saya harap, khususnya anak muda yang sukses, entah di dalam studi, di dalam pengetahuan, di dalam kekuasaan, di dalam politik, atau pun di dalam kekuatan, agar jangan sombong. Kalau mau sombong, saya kira saya lebih mempunyai modal untuk sombong daripada banyak orang lain. Kalau Saudara mengatakan, “Tentu saja, Pak Tong sudah berumur 50 lebih, pasti Pak Tong sudah mempunyai banyak pengetahuan.” Saya akan menjawab bahwa sebenarnya pada waktu saya berumur 18 tahun, saya sudah tahu lebih banyak daripada orang sebaya saya. Pada waktu saya berumur 20 tahunan, saya sudah berkhotbah kepada banyak orang yang berumur sekitar 60 tahun. Saya mulai berkhotbah pada saat berusia 17 tahun. Pada waktu saya mulai melayani Tuhan, setiap hari saya harus mengajar kira-kira 12 jam, termasuk harus mengoreksi tugas-tugas murid, juga harus persiapan. Jadi, pada usia 17-18 tahun, saya sudah bekerja 85 jam seminggu. Dan honor saya saat itu dua kali lebih banyak daripada pendeta terbesar dari gereja terbesar di Surabaya. Kalau saya mau membanggakan diri, banyak hal yang bisa saya banggakan. Sebelum saya menikah, saya belum pernah menjamah tubuh perempuan. Baik dari segi moral maupun dari segi apa saja, saya dapat membanggakan diri. Tetapi jangan kira segala kebajikan itu adalah karena kita hebat. Itu semua hanyalah anugerah Tuhan. Anugerah berarti sesuatu yang tidak layak kita terima. Oleh karena itu, tidak ada yang bisa disombongkan.


3. Kurang Iman


Segala sesuatu yang mengandung kurang iman, itu berdosa. Ini tercantum dalam Roma 13:24. Baik makan, baik minum, atau melakukan segala sesuatu harus dengan iman. Jikalau Saudara tidak beriman, Saudara berdosa. Mengenai butir ini saya tidak akan memberikan penjelasan terlalu banyak. Segala sesuatu yang dilakukan dengan keraguan, itu berdosa. Kurang iman kepercayaan, penuh keraguan, dan kurang beriman, itu berdosa.


4. Tidak Benar dan Tidak Adil


Sifat ke-empat di dalam Alkitab adalah bahwa segala sesuatu yang tidak adil, dan tidak benar, merupakan dosa. Ini tercantum dalam 1 Yohanes 5:17. Semua yang tidak benar, tidak adil, yang tidak lurus, tidak benar, itu semua dianggap berdosa (unrighteous things are sinful).


5. Tahu yang Baik, tetapi Tidak Menjalankan


Mengetahui hal yang baik tetapi tidak menjalankan, itu berdosa. Kalimat ini berat sekali, karena menuntut suatu kaitan antara pengetahuan dan kelakuan. Anything you know, you should do it; anything you pray, you should pay it; anything you hear, you should practise it. Kalau Saudara sudah mendengar satu khotbah, tetapi Saudara sengaja tidak mau menjalankannya, semakin Saudara mendengar khiotbah, semakin Saudara berbuat dosa. Kalau Saudara sudah mengetahui suatu hal yang baik, tetapi tidak mau menjalankannya, Saudara sudah berdosa. Orang yang tidak menjalankan suatu pengetahuan yang baik yang telah diterimanya, dia sedang berbuat dosa.


Saudara tahu Alkitab mengatakan bahwa Saudara harus memberikan perpuluhan, tapi Saudara tidak mau menjalankannya, maka setiap kali Saudara memegang uang, Saudara sedang berdosa. Saudara tahu hidup harus kudus, tetapi Saudara sengaja pergi melacur, maka Saudara sedang berdosa. Saudara berdosa karena Saudarta mengetahui apa yang baik, tetapi Saudara tidak melaksanakannya. Saudara tidak menjalankan pengetahuan tentang kebaikan, tetapi mengabaikan pelaksanaan kebaikan tersebut, itu disebut dosa. Ini tercatat di dalam Yakobus 4:17.


6. Melanggar atau melampaui Tuntutan Taurat


Terakhir, dalam 1 Yohanes 3:4 disebutkan bahwa segala sesuatu yang melanggar atau melampaui tuntutan Taurat adalah dosa. Apa yang ditentukan oleh hukum Tuhan, apa yang diperintahkan satu per satu, jika Saudara melawan atau melanggarnya, maka pelanggaran-pelanggaran itu adalah dosa. Seperti apa yang sudah dikatakan di atas mengenai satu istilah yang disebut avon. Istilah ini berarti transgression, melewati, melanggar, melewati batas yang ditetapkan oleh Tuhan, itu dosa adanya.


TOTALITAS DOSA


Semua definisi dosa di atas adalah definisi dosa secara terperinci. Tetapi tahukan Saudara definisi dosa secara total? Pengertian ini tidak pernah ada di dalam agama lain. Hanya Alkitab yang memberikan konsep yang secara kualitatif berbeda dengan semua agama. Dosa terbesar adalah dosa menolak Kristus. Inilah yang menjadikan Kekristenan sulit diterima. Hal ini menjadikan kekristenan minoritas di tengah-tengah agama besar.


Saya tidak percaya kita harus menurunkan derajat atau prinsip Alkitab supaya dapat menerima lebih banyak anggota gereja, karena prinsip sedemikian bukanlah prinsip Kristen. Kalau Tuhan Yesus mau memakai cara demikian, sekarang seluruh dunia sudah menjadi Kristren. Caranya mudah, Dia hanya perlu satu kali mengatakan, “Baik, Aku mau menyembahmu” kepada Iblis. Maka seluruh dunia dengan seluruh kemuliaannya akan diberikan kepada Kristus. Tapi Yesus tidak mau. Mengapa Yesus tidak mau? Karena prinsip-prinsip Allah tidak boleh dikompromikan. Inilah sikap yang menjadikan gereja, meskipun minoritas dapat bertahan sampai akhir zaman, setia sampai mati, tidak ada perubahan. Yesus Kristus tidak menundukkan diri satu kali pun kepada Iblis, dan itu mengakibatkan Dia harus naik ke atas kayu salib dan tidak semua orang menerima Dia. Tetapi Dia lebih memilih untuk setia sepenuhnya kepada Allah daripada mendapatkan popularitas secara menyeluruh tetapi tidak menjalankan kehendak Allah.


Kristus adalah Anak Allah, dan barangsiapa menolak Anak Allah, ia sedang berbuat dosa, karena langsung menghina Allah Bapa yang mengutus Dia. Pernahkah Saudara mengusir seseorang yang membawa surat kiriman dari Presiden? Sebelum Saudara mengetahui siapa yang mengirim, Saudara berusaha untuk menolak atau mengusir orang itu; tetapi setelah Saudara mengetahui siapa yang menandatangani surat itu, maka Saudara meminta maaf dan mengubah sikap. Karena apa? Saudara mulanya tidak tahu orang itu diutus oleh siapa. Orang menolak Kristus, karena mereka tidak tahu bahwa Kristus-lah satu-satunya yang diutus oleh Allah untuk menjadi Juruselamat, Penebus, dan Perantara.


Seorang rekan saya pergi ke Bali karena ada suatu tugas penting, dan keesokkan harinya dia harus pulang. Waktu pulang, dia tidak mendapatkan tiket. Lalu dia menyodorkan sepucuk surat yang isinya mengatakan bahwa dia harus berada di Jakarta untuk menghadiri suatu konferensi di DPR, langsung petugas penerbangan memberikan satu tiket kepadanya. Karena apa? Karena di belakang surat itu ada suatu otoritas yang berkuasa. Barangsiapa tidak menerima Kristus, ia berdosa lebih besar daripada semua dosa lain.


Theologi Reformed bukan hanya mengajar kita untuk mengerti dosa secara mendetail, tetapi juga untuk memegang pengertian itu sampai ke akarnya. Akar selalu tidak kelihatan. Kalau melihat suatu bangunan, orang selalu melihat ke atas, tidak melihat ke bawah. Manusia akan melihat betapa tingginya, betapa banyak kamarnya atau betapa mewah bahan yang dipakai. Tetapi theologi Reformed tidak mengajar Saudara melihat berapa banyak gereja, tetapi mengajak Saudara untuk mempunyai dasar yang kuat, mempertanyakan apa yang menjadi fondasi di bawahnya. Bagian yang tidak bisa dilihat jauh lebih penting daripada yang bisa dilihat.


Apa yang ingin dilihat oleh banyak orang Kristen saat ini? Mereka hanya melihat penampilan gereja, apakah perasaannya enak, atau apakah bisa langsung mendapat berkat. Tetapi saya tidak demikian! Mari kita menyelidiki sampai ke akarnya. Kalau kita semakin tinggi ke atas, tetapi akarnya keropos, maka kita bukan semakin dekat dengan sorga, melainkan semakin dekat dengan neraka. Semakin cepat melaju, kalau remnya tidak baik, akan mengakibatkan semakin cepat mati. Semakin berkembang, jika tanpa fondasi, bukan bahagia, tetapi bahaya.


ASPEK-ASPEK DOSA


Pertama, dosa merupakan suatu pergeseran dari status yang seharusnya. Saya mengambil contoh sebuah roda yang bergerak cepat. Ia mempunyai kebebasan, tetapi kebebasan itu hanya terbatas oleh kapasitas kekuatan motornya. Namun, kemungkinan kesulitan yang paling besar pada roda itu terjadi ketika roda itu mengalami pergeseran dari porosnya. Saat sebuah roda berputar, motornya terus mendorong dia, dan gesekan dengan jalan membuat roda tersebut berjalan dan timbul pergerakan di jalan. Tetapi roda itu tidak menjalani perubahan status dengan porosnya sendiri. Namun, menjadi celaka jika roda itu mulai bergeser dari porosnya. Kalau porosnya bergeser, tidak peduli jari-jarinya terbuat dari baja atau apa pun, pasti roda itu akan hancur. Pasti terjadi self-destruction, perusakan diri.


Pergeseran dari status yang mengakibatkan kerusakan relasi ini adalah satu ilustrasi yang penting. Pada waktu manusia pertama diciptakan, dia diletakkan di mana? Tempat yang ditetapkan Tuhan itu sebenarnya bisa tidak digeser oleh manusia karena kebebasannya sendiri. Kebebasannya itu sebenarnya adalah kebebasan untuk taat. Kebebasan untuk menjalankan kehendak Tuhan dengan prenuh kerelaan. Inilah kebebasan yang sesungguhnya. Kebebasan ini bukanlah kebebasan untuk menetapkan status diri yang tidak sesuai dengan rencana Allah yang asli.


Alkitab mengatakan bahwa matahari memiliki kemuliaan matahari, bulan memiliki kemuliaan bulan, bintang-bintang mempunyai kemuliaan masing-masing. Apa maksudnya? Status yang ditetapkan tidak boleh diubah. Dosa janganlah hanya dimengerti sebagai kelakuan-kelakuan. Dosa adalah suatu keadaan ketika manusia mulai ingin menggeser diri dari status aslinya. Kalau Saudara memang ditetapkan untuk berdiri di sini, berdirilah di sini. Pada waktu Saudara menggeser diri dari tempat aslinya, pergeseran itu disebut dosa.


Mari kita melihat dari sudut pandang ini untuk mengerti Kejadian 3. Allah berkata kepada manusia bahwa ia harus menaklukkan segala binatang, yang Allah letakkan di bawah manusia, yang sendiri lebih rendah daripada Allah. Dengan demikian seharusnya binatang mendengar perkataan manusia dan manusia mendengar perkataan Allah. Manusia diciptakan di tengah-tengah Allah dan alam. Tetapi di dalam Kejadian 3 terjadilah pergeseran yang besar sekali, yaitu manusia berusaha untuk taat kepada ular demi makanan, sesuatu yang seharusnya lebih tidak penting daripada Firman Allah. Kristus membalikkan itu dan berkata bahwa manusia hidup bukan bersandarkan pada roti saja tetapi pada setiap firman yang keluar dari mulut Allah. Tetapi sekarang, Hawa lebih suka roti daripada Firman Allah. Waktu melihat roti, ia lupa Firman Allah. Seperti banyak pedagang, ketika sudah melihat banyak keuntungan, langsung lupa prinsip Alkitab. Asal bisa untung, maka berbohong, memaki orang, menipu, menulis cek kosong atau bersumpah palsu, akan dia lakukan, karena dia telah memutar-balikkan pentingnya iman. Dosa jangan dilihat hanya dari kelakuan-kelakuan yang diperbuat. Dosa harus dilihat sebagai suatu pergeseran status dari yang seharusnya berada pada tempat asal di mana Tuhan menempatkannya.


Pada waktu Adam sudah tidak memeliharta status asli yang sudah ditetapkan Tuhan, Tuhan tidak mengatakan, “Adam, apa yang kau perbuat?” Tuhan mengatakan, “Adam, di manakah engkau?” Allah tidak mengatakan, “Apa yang engkau makan?” Jikalau Tuhan mengatakan demikian, berarti Tuhan sama dengan orang biasa, hanya berpikir tentang perbuatan di luar; tetapi Tuhan memberi satu pertanyaan tantangan, “Di manakah engkau?” Ini berarti Adam sudah bergeser. Dosa dimulai dari pergeseran status asli. Prinsip ini harus kita pegang baik-baik. Yang harus berada dalam status asli. Kalau sudah bergeser, maka semua hal yang tidak beres pasti akan terjadi.


Saya adalah seorang hamba Tuhan, kalau saya lupa status saya sebagai hamba Tuhan, dan bergeser dengan melakukan hal yang tidak sesuai dengan status saya sebagai hamba Tuhan, maka saya mulai berdosa. Saudara adalah orang Kristen, pada waktu Saudara bergeser dari status Saudara sebagai orang Kristen, pergeseran itu mengakibatkan Saudara berdosa. Sebelum Saudara berbuat apa-apa, pergeseran itu sendiri adalah pokok dan sumber dari segala macam dosa yang mungkin diperbuat oleh umat manusia. Di manakah Saudara? Allah demikian serius menanggapi pergeseran status ini.


Alkitab mengatakan, ”Malaikat adalah malaikat,” tetapi pada waktu malaikat tidak mau tetap berada di dalam status malaikat, dan mau bergeser, Allah mengatakan, “Engkau berdosa.” Pergeseran status adalah hal yang sangat serius. Pergeseran status merupakan sumber dari segala perbuatan dosa. Pergeseran status ini terjadi di dalam dunia rohani sebelum Adam dicipta, dimulai dari penghulu malaikat yang tidak rela menjadi malaikat. Jika Saudara tidak mau dengan rela berada di posisi Saudara sendiri yang ditetapkan Allah, terjadilah pergeseran status itu. Saudara mulai berbuat dosa. Pada saat pergeseran status malaikat terjadi (Yesaya 14:12), mau menjadi sama tinggi dengan Allah, mau menjadi seperti Allah, ia sudah bergeser, ia jatuh dalam dosa.


Saya melihat banyak orang menganggap diri cukup melayani Tuhan, tetapi tidak mau belajar Firman Tuhan baik-baik, mau cepat-cepat jadi pendeta. Pergeseran itu terlalu cepat. Itulah yang merusak diri dan merusak Kekristenan. Saya kira di hari-hari mendatang, akan ada lebih banyak orang seperti ini. Kalau tidak puas pada satu gereja, orang akan mendirikan gerejanya sendiri. Apa hak Saudara mendirikan gereja? Orang yang tidak mengenal Firman Tuhan dan tidak memiliki doktrin yang beres tidak berhak mendirikan gereja. Jangan kira asal mempunyai uang, bisa mengumpulkan orang, Saudara boleh mendirikan gereja.


Gereja adalah tempat di mana orang-orang mengaku percaya kepada Yesus Kristus dalam doktrin yang benar. Mereka berkumpul untuk berbakti melalui doktrin dan pengajaran itu. Selama doktrin itu tidak pernah diubah dan tetap sesuai Alkitab, tidak ada gereja baru. Selama doktrin itu tidak beres, meskipun mendirikan gereja, itu tetap bukan gereja. Meskipun gereja itu sudah berusia 500 tahun atau 800 tahun, tetap itu bukan gereja. Mengapa Stephen Tong mendirikan gereja? Saya mendirikan gereja bukan berdasarkan sesuatu yang baru, tetapi berdasarkan pengenalan Kristologi dan Firman Tuhan yang dipelihara dari hari pertama Pentakosta sampai hari ini. Berdasarkan doktrin itulah gereja didirikan, bukan karena saya pintar atau karena saya ada uang.


Pergeseranm status dari malaikat yang pertama jatuh adalah karena dia berkata, “Aku tidak mau menjadi malaikat, aku mau menjadi Allah. Mengapa Dia menjadi Allah, sedangkan saya hanya menjadi ciptaan; saya mau menjadi sama seperti Allah Pencipta, saya mau menjadi seperti Dia.” Ini merupakan suatu pergeseran ke atas.


Perhatikanm istilah yang saya pakai di sini, pergeseran ke atas berbeda dengan pergeseran ke bawah. Bolehkah kita menganggap pergeseran ke atas ini sebagai suatu tuntutan rohani yang tinggi? Saya mau menjadi seperti Allah, bukankah itu baik? Bukankah ada lagu “Ku ingin seperti Yesus”? Mengapa iblis yang ingin menjadi seperti Allah dianggap tidak baik? Bedanya di mana? Saya mau menjadi seperti Allah itu baik, tetapi malaikat mau menjadi seperti Allah tidak baik, mengapa?


Saya mau menjadi seperti Allah, tetapi saya bukan Allah, itu benar. Tetapi kalau saya mau menjadi seperti Allah, supaya menjadi Allah, itu tidak benar. Karena Allah adalah Allah, manusia adalah manusia, dan malaikat adalah malaikat. Kalau manusia mau melompat ke atas, atau malaikat mau melompat ke atas, itu namanya pergeseran ke atas. Pergeseran ke atas dan pergeseran ke bawah, dua-duanya disebut semacam kemelaratan rohani. Jadi, yang satu melarat ke atas, yang lainnya melarat ke bawah. Dua-duanya salah. Saudara mungkin bertanya, “Mengapa ada jatuh ke atas?” Jatuh bisa ke atas, tetapi Saudara tidak bisa menerima konsep itu karena sejak kecil Saudara sudah dipengaruhi dan didistorsi oleh teori gaya gravitasi bumi. Konsep ini mengakibatkan Saudara berpikir bahwa jatuh harus selalu ke bawah. Tetapi Alkitrab mengatakan bahwa ada jatuh yang ke atas.


Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa kejatuhan pertama adalah kejatuhan ke atas. Saya mau naik lebih tinggi, saya mau menjadi Allah. Tuntutan mau lebih tinggi itu baik. Tuntutan mau maju itu baik. Kepuasan yang menjadikan diri tidak pernah maju, itu tidak baik. Tetapi kepuasan untuk mencapai yang lebih tinggi yang disebut baik itu, batasnya di mana? Sifat batasan itu ditetapkan oleh siapa dan dengan kriteria apa kita bisa tahu bahwa sifat itu benar?


Di dalam Alkitab, Tuhan mengatakan, “Jatuhlah engkau, engkau berdosa,” hanya karena pergeseran dari status. Pergeseran status dianggap sebagai penyebab dari segala perbuatan dosa, sehingga Alkitab mengatakan bahwa Tuhan membelenggu malaikat-malaikat itu di tempat kegelapan karena mereka tidak memelihara status asli mereka. Mereka dianggap sudah berdosa.


Kedua, pergeseran status mengakibatkan kerusakan relasi. Kembali kepada contoh di atas, relasi itu harus dijaga seimbang menurut taraf dan standar yang ditetapkan oleh Tuhan. Relasi dengan diri sendiri, dengan manusia lain, dengan Tuhan Allah, dengan jiwa-jiwa yang lain, dengan alam semesta. Status dan relasinya harus seimbang dan sesuai dengan apa yang dipimpin dan ditetapkan Tuhan. Tetapi jika relasi ini sudah dirusak, maka seluruh manusia ini akan terdistorsi dan hal itu menjadi dosa.


Dosa jangan hanya dimengerti dalam konteks perbuatan, dosa harus dimengerti dalam konteks relasi universal. Hubungan saya dengan saya seharusnya bagaimana, hubungan saya dengan orang lain seharusnya bagaimana, dan hubungan saya dengan Tuhan seharusnya bagaimana.


Setiap tahap dan setiap periode, penting di dalam pembagian sejarah. Theologi mempunyai kelemahan-kelemahan masing-masing, khususnya pada waktu tidak setia kepada Allah. Setia kepada Allah sedikitnya ada beberapa unsur: (1) harus percaya bahwa Alkitab itu diwahyukan oleh Tuhan yang tidak boleh dikompromikan; (2) harus percaya bahwa Alkitab itu sempurna dan tidak boleh ditambah-tambahi; (3) harus mempelajari Alkitab dengan selengkap-lengkapnya sehingga tidak ada kekurangan yang fatal dalam pemberitaannya. Barangsiapa menganggap Alkitab kurang dan bisa ditambah-tambahi dengan sembarangan sesuai kemauan manusia, orang itu tidak setia kepada Alkitab. Barangsiapa menganggap Alkitab perlu banyak dikoreksi atau perlu disingkirkan sebagian, orang itu tidak mungkin setia kepada Alkitab.


Jika ada aliran atau gereja yang bolak-balik hanya mengkhotbahkan beberapa ayat yang mereka senangi, yang lain tidak mereka sentuh, hati-hatilah terhadap dia. Jika ada satu aliran atau satu pendeta yang dengan sembarangan mencampur-adukkan atau memaksakan teori-teori manusia ke dalam Alkitab, berhati-hatilah terhadap dia. Siapa pun atau aliran mana pun yang menganggap Alkitab bukan Firman Tuhan, hanya tulisan manusia yang ada kemungkinan bersalah, hati-hatilah kepada dia. Ini prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh. Jika Saudara tidak melanggar prinsip-prinsip ini lalu banyak belajar Alkitab dengan setia, teliti, tidak sembarangan menafsirkannya, barulah Saudara bisa membawa gereja kepada keadaan yang sehat dan sempurna.


Kita setia kepada Alkitab. Lalu bagaimana relasi-relasi ini dipelihara dengan baik? Alkitab berkata kepada kita, relasi manusia menempatkan manusia di hadapan Allah, manusia di hadapan sesama manusia, manusia di dalam hubungan dengan dunia roh, dan manusia di dalam hubungan dengan dunia materi. Dan dosa merupakan suatu kerusakan yang terjadi di dalam relasi universal.


Abad ke delapan belas dan ke sembilan belas dipengaruhi oleh orang-orang seperti Lotz, Schleiermacher, Ritschl. Maka sampai akhir abad ke sembilan belas, theologi Liberal tidak lagi mementingkan relasi manusia dengan Allah, tetapi mementingkan relasi manusia dengan manusia. Di situlah letak kelemahan periode theologi Liberal di dalam menafsirkan dosa. Dosa hanya dimengerti sebagai perusak hubungan antar-manusia, dan theologi Liberal berusaha menjadikan manusia sebagai pusat standar universal sehingga mendirikan suatu kemungkinan mempersamakan semua agama. Maka, menurut theologi Liberal, kalau Saudara mau benar-benar tidak hidup di dalam dosa, Saudara harus berdamai dengan semua orang termasuk semua macam agama. Itu berarti suatu kerukunan tanpa perbedaan kualitas apa pun. Saya menolak itu. Kita harus hidup rukun dan damai dengan siapa pun, tetapi kita tidak bisa menganggap semua agama ini sama.


Hanya ada dua macam orang yang menganggap semua agama itu sama, yaitu orang yang berbohong dan orang yang tidak belajar agama. Kalau mempelajari agama dengan sungguh-sungguh, Saudara akan melihat bahwa agama yang satu berbeda dari agama yang lain, maka kerukunan yang bersifat mengkompromikan esensi agama itu bukan kehendak Allah. Tetapi dengan mempelajari dan mempertahankan sifat agama yang kita miliki. Sekaligus dengan kesopanan dan menghormati orang lain sebagai makhluk yang sama-sama dicipta menurut peta dan teladan Allah, maka kita telah mengupayakan kerukunan yang sesuai dengan Alkitab.


Selain Schleiermacher, Ritschl, Hermann, Barth, dan lainnya, kita melihat sebelumnya juga timbul Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781) di Jerman. Lessing menganggap konsep perbandingan agama menjadi suatu dialog antara agama-agama. Ia mengatakan bahwa pada dasarnya semua agama memiliki prinsip yang sama. Tetapi Alkitab mengatakan tidak. Alkitab mengatakan, “Yesus Kristus datang justru mengerjakan hal yang tidak mungkin dikerjakan oleh Adam.” Dosa tidak seharusnya dimengerti hanya sebagai hubungan manusia dengan manusia.


BAB 2 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.


D O S A (3)


Kini kita melihat dosa dalam empat macam relasinya.


EMPAT RELASI UNIVERSAL DOSA


1. Dosa sebagai Kuasa yang Membelenggu


Relasi universal yang pertama adalah relasi antara aku dan diriku. Hubungan ini dirusak oleh dosa karena di dalam dosa aku mendapatkan suatu kekuasaan yang mengikat di mana aku tidak sadar bahwa itu dosa. Maka bagi diri, dosa merupakan suatu kuasa yang membelenggu aku, yang melawan kehendak Allah. Ini adalah relasi pertama yang dirusak. Pada saat sesuatu yang aku kerjakan membelenggu aku, tetapi tidak melawan kehendak Allah, itu bukan dosa.


Yang pertama-tama, dosa dimengerti di sini sebagai sesuatu yang saya sebut sebagai kuasa. Dosa bukan hanya dimengerti sebagai suatu kekuatan atau seuatu kelakuan, melainkan suatu kuasa yang membelenggu dan mengikat kita. Itu disebut dosa. Di dalam Surat Roma, Paulus mengatakan dengan jelas sekali, “Yang kuinginkan tidak bisa kulakukan, yang tidak aku inginkan justru aku lakukan.” Apa artinya? “Aku tidak mempunyai kebebasan.” Karena di dalam diri ini ada sesuatu yang begitu berkuasa sehingga kebebasan diri dipengharuhi oleh kekuatan itu. Itu disebut dosa. Jadi, dosa dimengerti sebagai suatu kuasa yang membelenggu dan menghancurkan kebebasan kita.


Barangsiapa sedang memakai kebebasan untuk berbuat segala sesuatu menganggap bahwa dirinya adalah orang yang bebas, ia salah. Karena begitu kebebasan itu dipakai untuk pertama kali dan hak itu dipakai, langsung hak itu menjadi tuan yang membelenggu Saudara. Misalnya, pada waktu Saudara ingin menjadi seorang perokok, pertama kali Saudara mengatakan, “Saya mau menjadi seorang perokok,” Saudara seolah-olah bebas. Setelah Saudara merokok satu kali, dua kali, tiga kali. Saudara telah menjual kebebasan Saudara kepada kuasa rokok yang sedang membelenggu Saudara. Demikian pula pada waktu Saudara mengatakan, “Saya bebas, saya mau pergi mencari pelacur.” Saudara sedang menggunakan kebebasan Saudara dan kelihatannya netral. Namun begitu Saudara menggunakan kebebasan itu, saat itu juga, Saudara sedang menjual kebebasan Saudara kepada ketidak-bebasan yang sedang membelenggu Saudara. Seperti seorang yang sedang berjalan, lalu berhenti di perempatan. Pada waktu ia memilih ke kanan, ia telah menjual kebebasan ke arah itu, dan tidak bisa lagi membuat keputusan yang lain. Maka, di sini dosa dimengerti sebagai suatu kuasa yang membelenggu setelah Saudara menggunakan kebebasan yang pertama.


2. Dosa sebagai Kelakuan yang Merugikan


Relasi universal ke-dua adalah relasi antara diriku dan orang lain. Di sini dosa dimengerti sebagai suatu kebebasan yang merugikan orang lain, baik sadar ataupun tidak sadar. Selain sebagai kuasa, dosa kini juga harus dimengerti sebagai kelakuan, action, behaviour, conduct, an expressed living style, suatu cara hidup, kelakuan, perbuatan, dan tindakan yang sudah merugikan orang lain. Ini dimengerti sebagai dosa.


Perlu kita perhatikan bahwa baik istilah pertama: kuasa, belenggu, maupun istilah kedua: kelakuan yang merugikan, keduanya merupakan pengertian dari hukum negara.


3. Dosa sebagai Alat Pemersatu dengan Iblis


Relasi universal ke-tiga adalah antara diriku dan Iblis yang tidak kelihatan. Justru karena Iblis tidak kelihatan, itu menunjukkan dia hebat. Kalau Iblis setiap hari membuat dirinya terlihat, dia kurang pandai. Kalau seorang maling berkata, “Berjaga-jagalah, nanti malam jam 2 saya datang,” maka dia maling yang bodoh. Jika seorang tukang copet memasang tulisan besar di bajunya, ”Aku tukang copet, hati-hati denganku,” maka IQ-nya rendah.


Iblis begitu pintar sampai dia mengatakan, “Tidak ada Iblis, maka pasti juga tidak ada Allah.” Maka akhirnya Saudara tidak percaya adanya Iblis, juga tidak percaya adanya Allah. Saudara sudah masuk ke dalam jerat Iblis.


Prof. Kurt Koch dari Stuttgart Univertsity mengatakan, “Orang Jerman segan, malu, tidak mau ke gereja karena mereka merasa modern. Tetapi justru pemimpin-pemimpin Jerman yang tertinggi yang biasanya tidak mau ke gereja, takut dipermalukan oleh orang lain, takut dianggap terlalu ketinggalan, pada waktu menemukan kesulitan-kesulitan paling hebat di dalam menjalankan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, selalu pergi ke rumah dukun-dukun untuk mendapatkan petunjuk dari para dukun.” Ini gejala yang aneh. Manusia yang percaya Tuhan seolah-olah ketinggalan zaman, tetapi jika dalam keadaan krisis pergi mencari dukun justru tidak takut. Demikian juga banyak pendeta yang seolah-olah memimpin orang lain tetapi pada waktu menghadapi kesulitan, mereka tidak bisa mengambil prinsip Alkitab untuk membereskan persoalan. Mereka pergi mencari psikiater-psikiater non-Kristen.


Penipuan-penipuan seperti ini terus-menerus terjadi karena kita tidak percaya bahwa jawaban yang sesungguhnya adalah Firman Tuhan dan bagaimana mendapatkan jawaban melalui pimpinan Roh Kudus dan Firman dan prinsip yang benar. Hubungan antara aku dan Iblis ditiadakan oleh Iblis dengan tipuan “tidak ada Iblis,” sehingga karena Saudara kira Iblis tidak ada, Saudara tidak berjaga-jaga. Pada saat itu dia sedang mengaitkan diri dengan Saudara. Dosa merupakan suatu alat yang mempersatukan manusia dengan Iblis.


Dosa dimengerti sebagai suatu kuasa, dosa juga dimengerti sebagai kelakuan, dan bisa dimengerti sebagai suatu alat yang mempersatukan kita dengan Iblis. Dosa sedang menjadi suatu alat yang mengaitkan Saudara dengan dia, sehingga tanpa Saudara sadari, Saudara sedang bersatu dengan si Jahat itu. Itulah sebabnya, kalau membaca buku-buku yang baik, Saudara tertidur, tetapi kalau membaca buku porno, mata Saudara menjadi besar sekali. Itu sebab kalau Saudara pergi ke gereja tidak ada waktu, tetapi kalau mencari pelacur banyak waktunya. Mengapa? Karena Saudara sedang dipersatukan melalui suatu alat, yang disebut dosa. Dan Saudara tidak melihatnya karena penipuan ini merupakan suatu alat yang mempersatukan dengan oknum yang menyangkal bahwa dia ada, itu dosa.


4. Dosa sebagai Sikap Melawan Allah


Relasi universal ke-empat adalah relasi antara manusia dan Allah. Dosa merupakan sikap melawan Allah. Relasi ini seharusnya mempunyai poros sesuai dengan status asli yang ditetapkan oleh Tuhan, tetapi sekarang sudah dikacau-balaukan. Diputar-balikkan. Yang utama menjadi tidak utama, yang tidak utama menjadi yang utama; yang mutlak menjadi tidak mutlak, yang tidak mutlak menjadi mutlak.


Sekarang manusia sudah berada dalam kekuasaan, kerusakan di dalam seluruh relasi total seperti ini, sehingga manusia berani melawan Tuhan Allah. Terhadap Tuhan Allah manusia begitu keras, tetapi terhadap Iblis begitu lembut. Pada saat diminta percaya kepada Tuhan Yesus atau diajak pergi ke gereja, manusia selalu berdebat dengan begitu keras; ketika diajak mencari pelacur, ia tidak memakai cara yang sama, ia tidak berdebat keras tentang apa pentingnya mencari pelacur, dan sebagainya. Waktu disuruh pergi ke gereja, menjadi filsuf; waktu disuruh mencari pelacur, langsung terima. Saya tidak pernah menghargai orang semacam demikian. Itu disebut sebagai: dengan status tidak adil berusaha melawan Allah yang adil. Di dalam perlawanan ini pun telah membuktikan secara lebih tegas, bahwa dia sedang melayani dosa. Saya tidak mau melayani perdebatan seperti ini, meskipun saya tahu, saya cukup dan saya bisa menjatuhkan segala argumen yang mungkin dia keluarkan, tetapi saya kira Firman dan kebenaran Allah jangan dilempar ke hadapan babi, mutiara jangan diberikan kepada anjing.


Dibandingkan dengan Saudara, mungkin saya lebih banyak bertemu dengan kaum intelektiual. Saya sudah berkhotbah kepada para doktor, profesor, beratus-ratus orang termasuk yang tua-tua, yang senior di negara atheis. Tidak ada pertanyaan yang terlalu sulit yang tidak bisa dijawab oleh Firman Tuhan. Kalimat-kalimat ini tidak berhenti sebagai kalimat klise seperti banyak orang mengatakan, “Jesus is the answer, but I don’t know what the question is.” (Yesus adalah jawaban, tetapi saya tidak tahu apa pertanyaannya). Tidak! I know the question.


Dalam umur 21 sampai umur 41 tahun, dalam waktu 20 tahun itu, saya sudah menjawab begitu banyak pertanyaan, tiap tahun kira-kira 6.000 sampai 10.000 pertanyaan, sebab dalam tahun itu kadang-kadang saya berkhotbah sampai 600 kali. Saya tahu apa yang sedang terjadi. Saya tahu apa yang ditanyakan. Yang Saudara mau tanya, kira-kira sudah bisa saya tangkap. Dalam waktu 2 detik setelah membaca pertanyaan, saya sudah harus menentukan tiga hal. Pertama, motivasinya; kedua, asal pikirannya; ketiga, jawabannya. Selesai membaca, saya langsung menjawab. Bukan karena kehebatan saya, tetapi karena Tuhan begitu mengasihani saya, memberi kesempatan begitu banyak. Jika Saudara mendapatkan kesempatan seperti saya, mungkin Saudara akan jauh lebih terampil daripada saya. Pertanyaan-pertanyaan dari pemuda-pemudi atau kaum intelektual tidak terlalu jauh berbeda. Banyak yang mau melawan, kenapa begini, kenapa begitu. Manusia mengira, waktu ia bertanya, Tuhan langsung jatuh. Tuhan akan berkata, “Silakan bertanya terus. Nanti setelah selesai, Aku akan bertanya satu kali, maka engkau langsung jatuh.” Tuhan tidak mau berdebat.


Mengapa Saudara tidak memakai cara dan metode yang sama untuk melawan Iblis? Kenapa dengan Iblis, Saudara begitu mudah pergi berjudi, pergi melacur, pergi berbuat dosa, pergi menerima segala ajaran yang salah. Saudara begitu mudah melepaskan diri Saudara untuk itu, tetapi untuk terima Firman Tuhan begitu sulit, Saudara tidak mau. Bukan saja tidak mau, bahkan banyak pemimpin-pemimpin gereja pun tidak bisa menerima dengan baik, mereka hanya mau mempertahankan harga diri saja, supaya jangan dikritik.


Inilah empat relasi universal dari dosa yang kita lihat.


DOSA SEBAGAI KEKURANGAN KEMULIAAN ALLAH


Seperti tertera di dalam Roma 3:23, dosa dikatakan sebagai kekurangan kemuliaan Allah. Dosa telah mengurangi kemuliaan Allah. Bagaikan selembar kertas yang utuh dirobek, akan kekurangan keutuhan itu, karena sebagian dari kesempurnaan tadi terobek. Kertas ini asli, tetapi bentuk dan versinya sudah tidak lagi asli. Selain pergeseran dan distorsi dari relasi, sekarang saya berusaha memberikan penjelasan kepada Saudara tentang: sudah tidak selengkap aslinya (no more perfect as original status).


Kertas ini sudah berbeda dari kertas sejenis yang masih belum robek. Pada kertas yang utuh terdapat kesempurnaan, tapi pada kertas yang sudah dirobek ini terdapat ketidak-sempurnaan. Adanya ketidak-sempurnaan, atau adanya kesempurnaan yang kurang sempurna, dan ini disebut ada kekurangan. “Ada kekurangan” berarti “yang kurang” itu sudah ada. Kekurangan yang ada itu sebenarnya adalah bagian yang tidak ada. Ada kekurangan berarti ada bagian yang tidak eksis. Jadi, lebih baik dikatakan bahwa ada “kekurangan” atau “menjadi kurang sempurna” karena sebagian darinya tidak ada. Jika yang ada kurang sebagian, maka itu menjadi tidak sempurna. Dibandingkan dengan yang sempurna, “kekurangan” adalah ”bagian yang tidak ada”.


Dosa jangan dimengerti sebagai suatu substansi yang kekal. Dosa bukan suatu substansi kekekalan yang sudah ada sebelum sejarah dunia ada. Yang ada adalah yang diciptakan oleh Tuhan, yang ada pada diri Yang Menciptakan. Yang ada pada diri dan yang mengadakan dari yang tidak ada menjadi ada, ini adalah hubungan antara ciptaan dan Pencipta melalui tindakan mencipta. Karena Allah adalah Pencipta, Ia mencipta. Pencipta mencipta sehingga ada ciptaan yang dicipta. Di antara ciptaan, tidak ada yang mempunyai pra-eksistensi. Maka, ciptaan (yang diciptakan) tidak pernah mungkin mempunyai realitas kekekalan; sedangkan Allah (yang menciptakan) adalah realitas kekekalan, yang adalah kekekalan pada dirinya sendiri. Dengan demikian, kita melihat bahwa yang ada di dalam kekekalan hanya satu. Siapa? Allah itu sendiri. Lalu Allah dari dirinya sendiri menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada. Ketika Dia menciptakan, ada dua hal yang terlibat, yaitu: (1) kemauan Dia yang menyatakan kehendak-Nya; dan (2) kuasa-Nya untuk menggenapi firman-Nya. Firman Allah adalah hukum, dengan sendirinya perkataan (firman) Allah yang keluar mengandung kuasa, karena tidak ada perkataan Allah yang tidak mengandung kuasa. Karena itu, waktu Allah mengatakan, “Jadilah terang,” maka terang jadi. Allah mengatakan, “jadilah matahari”, maka matahari jadi. Allah mengatakan, “ya” maka yang diciptakan jadilah. Allah mengatakan, “tetap,” maka yang diciptakan itu ditetapkan. Ini karena Dia penentu segala eksistensi yang ada di luar Dia.


Tetapi Dia sendiri tidak ditentukan oleh siapa pun di antara eksistensi Dia. Dengan demikian orang Kristen tidak dualisme, yaitu baik dan jahat sama-sama ada dari kekal sampai kekal. Itu bukan ajaran Kristen. Jika Saudara pergi ke Bali, ke Hinduisme, Saudara melihat tari Barong, Kecak. Saudara pergi ke Zoroasterisme, secara tidak sadar Saudara sedang ditawari semacam ajaran yang berlawanan dengan ajaran Kekristenan. Saudara tidak sadar, mereka sedang menawarkan sesuatu kemungkinan bahwa baik itu ada sejak kekal sampai kekal, jahat itu ada dari kekal sampai kekal. Baik dan jahat terus berperang dan Saudara ada di tengah-tengah, diperebutkan dari sana, ke sini. Tetapi Alkitab mengatakan, “Tidak!” Dosa itu tidak bisa dipersamakan dengan Allah yang baik karena Allah yang baik itu merupakan suatu keberadaan yang kekal sebelum dunia diciptakan (eternal existence even before the foundation of the creation).


Sebelum dunia diciptakan, Allah sudah berada pada diri-Nya sendiri dari kekal sampai kekal, self-dependent, self-eternal, self-existent. Allah hanya bersandar pada diri-Nya sendiri, dan tidak bergantung pada apa pun di luar diri-Nya. Allah mempunyai keberadaan diri yang kekal dan tidak pernah berubah; Allah memiliki keberadaan yang berdiri sendiri dan tidak diadakan oleh orang lain. Tetapi dosa adalah suatu kekurangan dari yang diciptakan. Yang diciptakan ini sekarang sudah cacat atau sudah memiliki suatu kekurangan. Yang disebut kekurangan ini adalah bagian yang baik, namun sekarang sudah tidak ada karena sudah cacat atau rusak. Jadi, dosa harus dimengerti sebagai suatu kekurangan yang tidak dapat dipersamakan dengan yang sempurna dan yang belum cacat.


Pengertian ini memberi kemungkinan bagi Saudara untuk menyadari bahwa kemenangan di dalam Kristus lebih penting daripada kemungkinan dosa mengancam Saudara. Ada orang Kristen lihat ini takut, lihat itu takut, lalu harus pecahkan ini pecahkan itu. Mengapa? Karena mereka belum sadar bahwa dosa tidak mempunyai persamaan dengan kuasa Allah yang menang dalam segala sesuatu.


Jika Saudara tidak berani mendekati pohon angker, tidak berani melewati kuburan, tidak berani melihat kesulitan, itu berarti Saudara belum menemukan kuasa kemenangan Kristus di dalam kematian-Nya yang kemudian dikalahkan oleh-Nya dengan kebangkitan-Nya. Dia lebih besar daripada segala sesuatu. Dosa bukan sesuatu eksistensi yang kekal. Dosa pada akhirnya disingkirkan oleh Kristus melalui kebangkitan-Nya.


Tetapi hal dan butir terakhir ini tidak saya gunakan untuk meniadakan kepentingan dosa yang harus dihakimi. Maka, konsep yang timbul setelah salah mengerti tadi harus dikoreksi di dalam tema berikutnya, yaitu: Penghakiman, yang membuktikan bahwa Allah menang atas dosa dan Dia mengadili dosa, dan Dia akan berkuasa atas segala kekuatan dosa.


BAB 3 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.


PENGHAKIMAN ALLAH (1)


ALLAH SEBAGAI SUMBER SIFAT HUKUM


Allah adalah Allah yang hidup. Allah yang hidup adalah Allah yang suci dan adil. Dengan keadilan dan kesucian itu Dia menuntut pertanggung-jawaban manusia, yang diberi-Nya hak untuk menjadi makhluk yang bermoral.


Manusia, yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah, mempunyai kemiripan dengan esensi yang ada pada diri Allah. Karena Allah itu suci adanya, maka manusia diciptakan sebagai makhluk yang berhati nurani. Karena Allah itu adil adanya, maka manusia diciptakan dengan diberi suatu potensi esensial sebagai manusia yang mempunyai sifat hukum.


Segala sesuatu yang terdapat dalam diri manusia itu berasal dari Allah sebagai Pencipta dan Sumber peta dan teladan kita. Hal-hal itulah yang menjadi potensi hidup kita, sehingga kita disebut sebagai manusia (those things cause man to be called man). Saudara disebut manusia karena mempunyai sifat kemanusiaan, yang berasal dari Allah sebagai Sumber peta dan teladan. Itu sebabnya sifat hukum merupakan salah satu aspek yang paling besar di dalam hidup sebagai manusia.


KEADILAN SEBAGAI NALURI DASAR MANUSIA


Pada waktu masih kecil, bahkan ketika masih belum mengenal dan mengerti kata “hukum”, kita sudah mempunyai suatu sifat hukum yang menuntut ayah kita harus adil. Tidak ada seorang anak pun yang menuntut ayahnya harus kaya atau ibunya harus cantik. Tetapi satu hal yang tidak bisa tidak dituntut secara naluri dasar di dalam hati mereka adalah: mereka minta diperlakukan secara adil.


Suatu ketika saya memperhatikan seorang anak. Saya mengusap-usap kepalanya sambil berbincang-bincang dengannya. Anak itu sopan sekali dan begitu lucu. Setelah anak itu pergi, anak saya datang. Sejak tadi dia memperhatikan kejadian itu dari pinggir. Saya kira dia juga mau dibelai, mungkin karena sudah lama saya tidak membelai dia seperti itu. Dia memandang saya dengan sinar mata yang lain sekali. Tiba-tiba dia memukul saya dengan keras, lalu pergi sambil menangis. Dia tahu dia telah berbuat salah, karena memukul ayahnya. Tetapi ada suatu naluri di dalam hatinya yang mendorong dia memukul ayahnya, karena ayahnya menyayangi anak orang lain lebih daripada dia, dan menurutnya itu tidak adil.


Tuntutan keadilan merupakan salah satu hak asasi manusia. Tuntutan keadilan merupakan salah satu ekspresi naluri manusia. Itu merupakan daya dasar, naluri yang begitu mendasar, begitu fundamental, karena manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Karena Allah adil adanya, maka manusia mempunyai sifat hukum di dalam hatinya.


KEADILAN DAN KEKEKALAN


Sifat hukum bersumber dari Allah dan berkaitan dengan kekekalan. Kalimat ini perlu dijelaskan lebih lanjut. Mengapa? Karena dalam hal ini dunia memberikan fakta kepada kita bahwa banyak hal yang diberlakukan di dalam masyarakat sebenarnya tidak adil. Banyak orang sampai mati belum mendapatkan keadilan. Sampai mati mereka masih mengalami perlakuan yang tidak adil. Itu sebabnya hati nurani kita menuntut harus ada yang adil untuk membereskan segala sesuatu yang tidak adil di dalam dunia ini.


Jika saya hidup di dalam dunia penuh kesengsaraan, penuh dengan ketidakadilan dan hal-hal yang tidak wajar, saya menerima. Jika tidak ada yang membela saya, maka saya hanya bisa menelan air ludah dan menahan penderitaan sampai akhirnya mati. Apakah alam semesta seperti ini? Alkitab adalah literatur agama yang pertama di antara semua literatur agama lainnya, yang menjawabnya dengan membicarakan keadilan dan penghakiman yang kekal. Apakah Allah yang mengadili seluruh dunia tidak akan menghakimi dengan keadilan? (Kejadian 18:25). Teriakan ini adalah teriakan yang penting sekali. God who judges the whole world is a God of justice. Allah yang mengadili seluruh bumi pasti adalah Allah yang adil. Jikalau Allah itu sendiri tidak adil, maka Dia tidak berhak menjadi Allah. Namun tidak mungkin dia tidak menjadi Allah karena memang Dia adalah Allah; dan Alkitab mengatakan bahwa Allah Kristen bukanlah Allah hasil pikiran manusia atau refleksi imajinasi manusia, tetapi Dia adalah Allah yang menciptakan rasio, menciptakan imajinasi, sebagai salah satu potensi di dalam pembentukan sifat manusia. Dia sendirilah Sumber keadilan yang bukan produksi pikiran kita, tetapi Sumber yang telah memproduksi pikiran kita.


Allah itu adil. Ia adil pada diri-Nya sendiri, dan keadilan Allah adalah keadilan yang mutlak. Itu sebab saya katakan keadilan Allah adalah keadilan yang menjadi per se suatu keadilan, suatu kebenaran yang berada pada diri Allah yang menjadi Sumber dari segala sesuatu dan menjadi standar moral, menjadi ukuran untuk penghakiman.


MANUSIA MEMBUTUHKAN KEADILAN


Pada waktu manusia menghadap pengadilan Allah, ia diadili justru karena ia sudah melanggar sifat keadilan yang dituntut oleh Allah, yang berasal dari diri Allah itu sendiri. Allah tidak akan mengadili makhluk yang lain seperti Ia mengadili manusia, karena memang makhluk lain tidak diciptakan menurut peta dan teladan Allah.


Saudara dan saya diciptakan menurut perta dan teladan Allah. Di dalam diri Saudara dan saya terdapat sifat yang mirip sifat ilahi yang disebut peta dan teladan, yaitu mengerti keadilan. Allah akan membenci tindakan kita apabila kita memperlakukan diri kita berbeda dari bagaimana kita memperlakukan orang lain, tindakan ini dibenci oleh Allah.


Kalau seseorang berkata, “Silahkan Saudara beri tahu semua rahasia Saudara.” Kemudian sesudah Saudara selesai membongkar isi hati Saudara, Saudara berkata, “Saya juga ingin tahu rahasia Saudara,” lalu ia bilang, “Tidak bisa,” maka jangan Saudara menjadi kawannya. Orang semacam itu mempunyai standar ganda dan Alkitab mengatakan bahwa orang yang mempunyai timbangan dengan dua macam ukuran dibenci oleh Tuhan Allah.


Allah menuntut keadilan sebagaimana kita, secara naluri paling dasar, juga menuntut keadilan. Saya telah mengatakan bahwa dosa tidak bisa diselesaikan oleh psikologi modern, dosa tidak bisa diselesaikan dengan pendidikan sekuler yang tidak tunduk pada kedaulatan dan kebenaran Tuhan Allah. Mengapa? Karena mereka berusaha melepaskan diri dari persamaan sifat dengan pasiennya sebagai manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa.


Orang-orang seperti Sigmund Freud, yang menganggap diri sebagai dokter untuk seluruh umat manusia, adalah orang yang gila. Sebenarnya, Sigmund Freud hanya menyelidiki orang-orang gila, lalu apa yang diselidikinya itu mau ia terapkan pada orang-orang yang tidak gila. Kalau Saudara mau dianalisis sebagai obyeknya, Saudara menjadikan dirimu sebagai orang yang gila. Itulah sebabnya, cucunya sendiri melawan dia.


Jikalau psikolog-psikolog sendiri tidak menganggap diri memiliki persamaan dengan manusia yang lain secara adil, yaitu bahwa semua manusia adalah orang berdosa di hadapan Allah, lalu bersama-sama secara rela menganalisa diri dan mengabdikan diri kepada Tuhan, tidak mungkin dia menjadi prikolog yang baik.


Satu kali ketika saya berkhotbah di Hong Kong, saya berkata, “Banyak psikolog mengatur orang lain, tetapi keluarga dan dirinya sendiri tidak beres, berantakan!” kemudian datanglah seorang wanita yang cantik sekali, berumur kira-kira 40-an tahun, yang sambil bercucuran air mata berkata, ”Pak Stephen Tong, khotbahmu tadi sangat menyentuh hati saya.” Saya bertanya, “Mengapa?” Dia menjawab, “Memang suamiku seorang psikolog, tetapi relasinya dengan saya kacau luar biasa. Dia suka mengatur orang lain, tetapi tidak bisa mengatur diri sendiri.”


Kita memerlukan keadilan. Keadilan yang adalah pengertian sifat hukum di dalam relasi antara manusia dan Tuhan Allah begitu jelas dan penting, dan Alkitab mengatakan bahwa Tuhan tidak memandang bulu di dalam penghakiman-Nya. Dia akan menghakimi sesuai dengan sifat keadilan-Nya sendiri.


SAAT PENGHAKIMAN


Istilah “penghakiman” banyak muncul di dalam Alkitab dan tidak hanya dikaitkan khusus dengan eskatologi – waktu dunia akan kiamat, Tuhan akan menghakimi seluruh ciptaan-Nya. Itu adalah penghakiman final, penghakiman terakhir yang disebut the last judgment, the final judgment of God, the day of judgment. Istilah hari penghakiman memang terus-menerus muncul di Alkitab dan selalu muncul di dalam perkataan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Yesus Kristus sendiri adalah Anak Allah yang sekaligus sebagai Nabi di atas segala nabi, Imam di atas segala imam, dan Raja di atas segala raja, mengatakan bahwa hari penghakiman terakhir akan segera datang (the day of judgment to come).


Mari kita melihat penghakiman bukan hanya melalui konsep eskatologis saja, tetapi melalui seluruh sejarah di mana Allah adalah Allah yang bertindak selama proses sejarah. Allah adalah Allah yang bertindak terus-menerus di sepanjang sejarah. Jangan sangka kalau Tuhan Yesus datang kedua kali baru ada penghakiman. Jangan kira hanya pada waktu itu baru kita harus bertanggung jawab kepada Tuhan atas segala sesuatu yang kita kerjakan. Jangan lupa Allah adalah Allah yang bertindak di sepanjang proses sejarah, karena sejarah berada di dalam tangan Tuhan. Penghakiman Allah kadang-kadang tiba secara spontan, kadang-kadang ditunggu begitu lama.


Di kota kecil bernama Urina yang berada di daerah pegunungan di Rusia, pernah ada kejadian di mana dua orang dengan pistol di tangan mengelilingi daerah komunis yang berprestasi baik dan mempunyai otonomi tersendiri. Mereka adalah alat komunisme. Mereka melawan Allah dan berkata, “Saya akan membuktikan bahwa Allah tidak ada. Dan saya akan menembak Allah jika Allah itu ada.” Kalimat ini sudah tidak logis sama sekali. Dia berkata, “Saya percaya Allah tidak ada,” lalu “Kalau ada, saya mau menembak Dia.” Kalau Allah tidak ada, tidak perlu dibuktikan. Membuktikan yang tidak ada, bukankah ini perbuatan gila? Banyak kaum intelektual bodoh luar biasa. “Saya mau menembak Allah. Kalau memang Dia ada, biar Dia membunuh saya dalam 3 menit. Kalau tidak, saya membuktikan bahwa Dia memang tidak ada.” Setelah itu, kedua orang itu menembak. Selesai berpidato, semua orang bertepuk tangan. Tidak lama kemudian mereka berlari mengejar kereta api yang mau berangkat ke tempat lain. Begitu naik, salah seorang dari mereka tergelincir. Lalu meluncur ke bawah. Saat itu juga dia tergilas oleh kereta api dan mati.


Kadang-kadang dapat terjadi penghakiman yang sedemikian spontan dari Tuhan, tidak menunggu lebih lama lagi. Tetapi kadang-kadang lama sekali baru datang. Seperti dikatakan oleh Paulus, “Ada orang yang dosanya mengejar dia, ada orang yang dosanya berjalan perlahan-lahan sampai hari penghakiman.” Malsudnya apa? Kadang-kadang Tuhan langsung bertindak, kadang-kadang lambat bertindak.


Di provinsi Shan Dong (Shantung), ada orang yang mempunyai terlalu banyak anak. Di tengah masa kelaparan selama masa peperangan, dia mendapat seorang anak lagi. Dia tahu pasti dia tidak bisa memelihara anak itu. Maka anak bayi itu dibungkus baik-baik, diletakkan di keranjang, lalu diletakkan di jalan yang sepi sekali dengan satu amplop berisi 200 Yuan (mata uang Cina yang lama) dan surat yang isinya: “Barangsiapa berbaik hati mau memelihara bayi yang tidak sanggup lagi saya pelihara, saya beribu-ribu terima kasih kepadamu. Dan ini ada 200 Yuan yang cukup besar untuk menyatakan terima kasih saya.”


Tapi jalan iti kecil sekali dan tidak ada begitu banyak rumah, jarang ada orang lewat. Ada seorang tukang pos bersepeda melewati jalan pintas itu. Dia melihat ada bungkusan yang bagus dengan keranjang yang bagus. Ketika dia turun, dia melihat seorang bayi yang elok sekali, disisinya ada satu amplop berisi 200 Yuan. Jumlah ini sangat besar buat dia. Dia membaca suratnya. Dia menginginkan uangnya tetapi tidak mau bayinya. Lalu dia berpikir, dan timbul pikiran jahat. Dia memasukkan amplop itu ke dalam bajunya, memundurkan sepedanya, kemudian dia menggilas bayi itu dengan sepedanya sampai mati. Dia terus pergi, tanpa ada orang yang mengetahui. Gang itu kecil dan sepi. Tetapi jantungnya berdegup keras, dia tidak bisa lari dari penghakiman (yang nanti akan saya uraikan). Sambil meneruskan membagi surat, dia terus memikirkan bayi itu seakan terdengar, “Kamu membunuh saya, kamu jahat.” Terbayang mukanya yang mungil, matanya terus melihat dia. Dia tidak bisa melupakannya. Sesampainya di rumah dia memegang uang itu, suatu jumlah yang cukup banyak. Tetapi ini juga resiko, kematian bayi itu dapat menyebabkan dia masuk penjara. Dia begitu takut, lalu menutup semua pintu. Pada saat dia sedang menghitung-hitung uangnya, tiba-tiba terdengar ketukan pintu.


“Anak siapa yang mati? Anak kamu ya?”


“Tidak! Bukan saya kok, bukan saya yang menggilas, saya tidak menggilas bayi itu! Bukan, bukan saya, bukan anak saya.”


Dia terus mengulang-ulang kalimat itu. Ia terus membela diri.


Polisi itu membentak, “Lihat! Ini anak siapa?”


Waktu dia melihat ternyata anaknya sendiri mati digilas mobil. Dia menangis, anaknya yang berumur 8 tahun mati di depan pintu rumahnya.


Hukuman kadang-kadang datang mendadak. Lalu si polisi heran dan menanyakan kenapa dia berkata, ”Bukan saya yang menggilas, bukan anak saya.” Apa maksudnya? Dia melihat bahwa dia sudah tidak bisa lagi melarikan diri dari penghakiman Tuhan, dia mengaku dia sudah membunuh. Lalu dia dimasukkan ke dalam penjara. Sesudah beberapa tahun di dalam penjara, dia keluar. Dia sudah tidak bisa mempunyai anak karena sudah cukup tua. Jadi, dia tidak mempunyai anak lagi.


DOSA MENGAKIBATKAN PENGHAKIMAN


Bolehkah manusia bermain-main dengan Tuhan? Psikologi modern berusaha menjelaskan bahwa dosa itu tidak ada. Para filsuf modern, para sosiolog modern, dan para theolog yang tidak lagi setia kepada Alkitab berusaha menyingkirkan dosa dengan mengatakan bahwa dosa itu tidak ada. Bahkan di dalam gereja-gereja yang paling terkenal kita selalu mendengar mereka berkhotbah, “Bertobatlah kamu, tinggalkan dosamu!” Mereka hanya berkhotbah, “Carilah Tuhan, berdoalah kepada Dia, Saudara akan mendapat segala jawaban. Tuhan akan memberikan kekayaan.”


Dunia ini mau menjadi apa? Di luar gereja mereka tidak mengerti apa itu dosa, di dalam gereja mereka tidak mendengar tentang dosa. Apakah dunia ini masih punya pengharapan? Sebagai hamba Tuhan saya berkata kepada Saudara, “Ketika Saudara mendengar khotbah saya, selama saya masih mau sungguh-sungguh dipakai oleh Tuhan, saya akan berkata dengan segala rendah hati, bahwa seumur hidup kita harus berperang melawan dosa. Kita memproklamasikan bahwa manusia adalah orang berdosa. Dan lebih jauh lagi, kita perlu memproklamasikan bahwa Kristus sudah menang atas dosa, dan Dia akan mengampuni dosa manusia!”


Sekarang banyak orang bersaksi atau mengundang orang bersaksi. Mengundang orang yang pintar, yang hebat, tetapi setelah saya teliti selama 10 tahun, kesaksianitu jarang yang berkata, “Aku dulu seorang pezinah, tapi sekarang sudah bertobat,” atau “Aku dulu seorang pejudi, tapi sekarang sudah bertobat.” Kebanyakan malah berkata, “Aku dulu miskin, sekarang kaya. Tuhan sudah buka jalan,” atau “Saya dulu sakit-sakitan, sekarang sudah sembuh.”


Sekarang ini, kesaksian-kesaksian sudah bergeser dari poros yang asli dan tidak lagi menyentuh tema-tema yang paling penting di dalam Alkitab. Dan Alkitab berkata, memang pada akhir zaman, manusia telinganya sudah gatal, tidak lagi suka mendengarkan firman-firman yang asli dan benar menurut Alkitab. Mereka suka mendengarkan suhu-suhu baru atau guru-guru palsu yang tidak mengajarkan kebenaran (bdk. 2 Timotius 4:2)


TUNTUTAN PERTOBATAN


Dosa memerlukan pertobatan dan orang berdosa harus kembali kepada Allah. Ini merupakan tema-tema yang paling penting di dalam Alkitab, “Israel! Gereja! Manusia! Bertobatlah, tinggalkan dosamu! Kembalilah kepada-Ku, dengan tangisan dan seruan!” Inilah ajakan dari Tuhan. Pencipta langit dan bumi, Tuhan Pengasih manusia. Jika penginjilan tidak lagi berkhotbah tentang perlunya pertobatan dari dosa dan pengampunan dosa dari Yesus Kristus, maka saya menegaskan bahwa itu bukan penginjilan! Jika pemberita-pemberita di mimbar tidak lagi berani melawan dosa, tidak berani mengkritik dosa, maka orang-orang semacam itu bukan hamba-hamba Tuhan yang setia.


Setiap kali memimpin seminar penginjilan atau kebangunan rohani, saya tahu bahwa saya sedang berperang. Saya di sini bukan sedang memberitakan sesuatu secara rasional logis, enak didengar, atau untuk menambah pengetahuan saja. Tidak! Saya berdoa supaya setiap orang yang mendengar khotbah saya menerima suatu teguran dari Tuhan dan kemudian mengalami perubahan. Baru setelah itu Saudara bersaksi. Jangan Saudara hanya mencatat khotbah-khotbah saya lalu minggu depan Saudara pergi mengkhotbahkan khotbah itu. Tuhan tidak akan menyertai dengan kuasa, kecuali Saudara bergumul supaya khotbah yang Saudara dengar, terlebih dahulu mengubah hidup Saudara. Kalau tidak, tidak ada gunanya menyampaikan pengetahuan saja. Saudara hampir tidak pernah mendengarkan saya berkhotbah dengan memberikan butir satu, butir dua, butir ketiga, dan seterusnya. Setiap kali memberitakan firman, saya berjuang dengan pergumulan, dengan air mata, dengan keletihan, dengan jiwa berperang, karena itulah panggilan dan beban yang Tuhan berikan kepada saya.


Bertobatlah! Bertobatlah! Orang berdosa kembalilah! Dan untuk mengembalikan Saudara, Kristus harus mati di atas kayu salib. Inilah berita Injil, inilah euangelion. Inilah yang disebut berita yang baik, yang disebut sebagai kabar baik bagi seluruh dunia. Berita yang baik hanya satu, yaitu Yesus mati untuk orang berdosa.


BAB 3 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.


PENGHAKIMAN ALLAH (2)


DOSA DALAM BENTUK NEGATIF DAN POSITIF


Kita telah memikirkan satu hal, yaitu dosa bukan diciptakan oleh Allah, dosa bukan direncanakan oleh Allah, dosa bukan suatu keharusan supaya keselamatan Allah boleh berlaku. Saya sengaja mengulang kata bukan ini tiga kali, supaya Saudara mengerti dosa dari sifat negatif, baru setelah itu kita masuk ke dalam sifat positif. Dosa bukan apa? Dosa bukan ciptaan Allah. Allah adalah Sumber segala sesuatu. Dan Alkitab mengatakan bahwa Dia adalah Sumber segala sesuatu yang baik. Mungkin Saudara berkata, “Kalau segala sesuatu yang baik berasal dari Tuhan, lalu yang jelek dari mana?” Segala sesuatu yang jelek bukan dari Tuhan karena Dia tidak menciptakan kejahatan. Allah juga tidak merencanakan kejahatan. Allah juga tidak perlu memakai keberadaan kejahatan untuk menyatakan Dia baik.


Orang yang mau menikah biasanya memerlukan seorang pendamping mempelai., Bisasanya orang yang pandai suka mencari pendamping yang jelek, supaya ketika difoto, dia terlihat tampan atau cantik. Apakah Allah memerlukan keberadaan dosa untuk menyatakan Dia itu baik? Tidak! Ada tiga konsep yang salah yang harus kita singkirkan dan bersihkan dari pikiran kita, supaya kita mempunyai pengertian yang baik, yaitu: (1) Jika Allah adalah Allah yang merencanakankejahatan, berarti di dalam motivasi Allah sudah ada kejahatan atau ketidak-baikan; (2) Jika Allah yang merencanakan kejahatan, berarti Dia gembongnya kejahatan; (3) Jika Allah harus memperalat kejahatan untuk menyatakan Dia baik, maka kebaikan-Nya perlu ditonjolkan dengan memperalat kejahatan. Ketiga teori ini harus ditolak. Kita tidak menerima teori Allah menciptakan kejahatan, kita tidak menerima teori Allah adalah perencana kejahatan, kita juga tidak menerima teori Allah memperalat kejahatan demi memuliakan diri. Allah bukanlah sumber atau penyebab kejahatan. Kalimat ini harus kita tanamkan dengan teguh dalam pikiran kita masing-masing.


Namun mungkin Saudara tidak setuju dan mempertahankan pernyataan di atas berdasarkan ayat dalam Yesaya 45:7, Allah berkata: “Aku yang menciptakan baik dan jahat” (KJV). Memang ada orang yang berusaha memakai ayat ini untuk berargumen bahwa Allah telah menciptakan kejahatan karena Dia sendiri yang mengatakjan. Tetapi perhatikan istilah “kejahatan” (evil) jangan dipersamakan dengan kejahatan yang dipikirkan sebagai esensi moral yang melawan kebaikan. Terjemahan Indonesia lebih baik daripada terjemahan King James Version. Kalimat itu harusnya dimengerti, “Aku yang memberikan kebaikan, Aku juga yang menurunkan malapetaka.” Atau “Aku yang mengizinkan segala sesuatu yang menjadi sesuatu kebahayaan itu terjadi kepada seseorang. Aku yang menghukum.”


Marilah kita memperhatikan istilah evil dalam beberapa konteks. (1) Kejahatan ontologis (ontological evil); dan (2) Kejahatan moral (moral evil). Kedua hal ini harus dibedakan. Yang disebut ontological evil merupakan suatu kekurangan yang mengakibatkankerusakan dan kejahatan yang terjadi secara ontologis (pada hakikatnya). Konsep ini tidak kita terima dan tidak kita anggap sebagai ajaran yang berasal dari Alkitab. Kita tidak percaya akan adanya pra-eksistensi kejahatan (pre-existence of evil). Jika kita percaya pra-eksistensi kejahatan berarti kita percaya kepada suatu cosmological dualism (dualisme kosmologis). Kalau ada pra-eksistensi kejahatan, berarti sebelum dunia diciptakan, sebelum alam semsta ada, dari kekal sampai kekal sudah ada kejahatan, maka kita secara tidak sadar telah menerima dualisme kosmologis. Dualisme kosmologis berarti jahat dan baik saling melawan satu sama lain, dari kekal sampai kekal berada bersama-sama. Ajaran ini ada di Hinduisme. Ajaran ini ada di dalam pikiran-pikiran orang-orang bukan Kristen. Khususnya, yang paling dekat dengan Kekristenan tetapi berbeda, yang pernah dicampurkan sedikit tetapi sumbernya lain, adalah Manichaeisme yang dipengaruhi oleh Zoroasterisme.


Zoroasterisme merupakan agama Persia sebelum orang Persia (Iran) menjadi Islam, yang mengatakan tentang seorang nabi yang turun dari gunung dan mendapatkan wahyu dari para dewa yang terang supaya dia memberikan pengajaran. Begitu turun, dia disambut dan mengajarkan Zoroasterisme. Namanya adalah Zarathustra atau Zoroaster. Dia mengajarkan bahwa memang ada dua dewa, satu dewa baik dan satu dewa jahat. Dewa baik melawan dewa jahat, dewa jahat melawan dewa baik, dan dua-duanya sama-sama kekal. Tidak ada permulaannya dan tidak ada akhirnya. Saudara tidak mempunyai awal, saya juga tidak mempunyai awal. Saudara kekal, saya juga kekal. Saudara berpra-eksistensi, saya juga berpra-eksistensi.


Dewa yang baik namanya Ahura Mazda. Ahura Mazda adalah dewa kebajikan, dewa terang. Jadi Ashura Mazda itu yang memberikan kebajikan, kebaikan, terang, cahaya, iluminasi kepada semua manusia. Tapi dia punya musuh, sama-sama di dalam kosmologi, sama-sama di dalam alam semesta, yaitu dewa yang bernama Angra Mainyu. Dewa jahat dan dewa baik ini terus-menerus berperang, tidak habis-habisnya sampai selama-lamanya. Lalu manusia di mana? Manusia di tengah-tengah menjadi rebutan keduanya.


Ajaran ini diadopsi oleh Manichaeisme. Dan dikaitkan dengan Kekristenan. Ajaran ini pernah mempengaruhi Augustinus, sebelum dia menjadi seorang theolog besar pada abad ke-empat. Selama sepuluh tahun, Augustinus melibatkan diri di dalam ajaran yang kelihatan cocok dan enak ini. Oleh karena itu, jangan memilih gereja yang cocok dengan Saudara, tetapi pilihlah gereja di mana diri Saudara bisa cocok dengan Tuhan. Celakalah Saudara jika Saudara mencari gereja yang cocok dengan Saudara, yang khotbahnya enak. Kita harus seumur hidup berusaha menggarap diri kita supaya cocok dengan Tuhan, jangan minta Tuhan cocok dengan kita. Kalau Saudara tidak lagi mau mendengarkan pengajaran ini, maka tidak ada pengharapan lagi bagi Saudara.


Mengapa Augustinus bisa cocok selama sepuluh tahun dengan pengajaran ini? Karena pengalamannya cocok dengan ajaran itu, yang mencetuskan apa yang dia alami di dalam hidupnya. Tetapi sepuluh tahun kemudian dia sadar, karena Roh Kudus bekerja di dalam hatinya. Suatu malam dia tidak bisa tidur. Lalu keluar dari kamar tidurnya, melihat langit begitu indah. Dia adalah orang yang sangat pandai. Dan Allah menggunakan cara yang luar biasa untuk menggerakkan dia, mengubah dia. Dia melihat bintang-bintang bertaburan, berkerlap-kerlip, bersinar terang. Kalau memang baik dan jahat terus berperang, bagaimana mungkin ada hal yang teratur seperti ini, pasti ada kekuatan yang baik yang menahan segala sesuatu, sehingga masih bisa bertahan, penopang yang baik yang tidak memperbolehkan kehancuran terjadi. Semua itu membuktikan bahwa yang baik pasti akan menang. Dari pemikiran itu Kekristenan baru mendapatkan pertolongan. Kalau Augustinus tidak diubahkan pada malam itu oleh kuasa Tuhan, orang-orang Kristen dan Kekristenan akan terus terjerumus menjadi manusia yang mencari pikiran yang cocok dengan diri sendiri saja. Di dalam ajaran seperti Zoroasterisme, Hinduisme, dan sebagainya, yang baik dan yang jahat berperang terus, tidak pernah ada jawaban siapa yang menang dan mengapa dia menang. Hanya Alkitab yang mengatakan bahwa dari permulaan hanya ada Allah yang suci, Allah yang hidup, Allah yang adil, Allah yang baik.


Tetapi sekarang timbul satu pertanyaan: Mengapa dosa bisa timbul? Theolog-theolog Reformasi yang paling ketat semua mengakui bahwa ini adalah pertanyaan yang harus menunggu sampai kita bertemu dengan Allah baru bisa diselesaikan. Namun demikian, di dalam prinsip Reformed, saya berkata, “Kita harus sebisa mungkin menggunakanh pikiran yang sudah dikuduskan oleh Tuhan, dipimpin oleh Roh Kudus, dan dicerahkan oleh Firman untuk memikirkan sebanyak mungkin, sampai kita mungkin mengerti sedikit demi sedikit kebenaran yang sulit itu.”


Dosa dari mana? Arnold Toynbee, salah seorang sejarawan yang mempunyai sifat budaya yang kuat sekali, seorang profesor di Inggris yang terkenal di abad kedua puluh, menulis dua belas buku yang begitu tebal, yang diberi judul Study of Our History. Di dalam bukunya ia mengatakan satu hal yang meneruskan satu filsafat agama di dalam tema yang sama. Kalau memang Allah mahakuasa, tetapi di sepanjang sejarah selalu ada kesulitan, maka pasti Dia tidak mahabaik. Jikalau Allah mahabaik, pasti Dia tidak mahakuasa. Tapi pertanyaan ini diteruskan oleh Profesor John Hick yang mengajar di Cambridge and Oxford University: Kalau Allah mahakuasa, mengapa tidak menghapus dosa secara total, bahkan merongrong menusia begitu lama? Itu berarti Diua mahakuasa tetapi tidak terlalu baik. Jika Allah memang hati-Nya baik, mengapa Allah yang begitu baik bisa membiarkan dosa? Apakah karena kuasa-Nya kurang, tidak bisa membasminya? Itu menurut filsafat agama sekuler yang tidak percaya kepada Alkitab.


Lalu bagaimana jawaban orang Kristen? Jangan katakan bagaimana orang Kristen menjawab hal ini, bahkan banyak orang Kristen yang tidak pernah tahu ada pertanyaan seperti ini dilontarkan kepada Kekristenan. Saya rasa banyak pemimpin-pemimpin Kekristenan di Indonesia baru hari ini mendengar tentang hal ini. Ini serangan kaum intelektual dan serangan-serangan filsafat kepada Kekristenan. Jika Allah memang mahakuasa, mengapa masih ada Iblis? Apakah berarti Dia suka kompromi, Dia tidak baik? Atau sebaliknya, jika Allah memang mahabaik, tetapi Iblis masih ada, apakah berarti Dia tidak punya kuasa untuk melenyapkan Iblis?


Bagaimana jawaban Kekristenan? Saya tidak mengatakan bagaimana jawaban Kekristenan sekarang, bagaimana jawaban Kekristenan dari zaman ke zaman, yang diwakili orang-orang yang setia kepada Firman Tuhan, yang memikirkan secara tuntas, baru menjawab segala pertanyaan yang paling sulit. Saya menyerahkan diri bukan hanya menjadi pendeta yang mendapatkan gaji, makanan, senang-senang, lalu seumur hidup membiarkan orang lain yang bekerja. Saya menyerahkan diri dengan mengorbankan segala rencana, untuk menemukan jawaban dari kesulitan-kesulitan terbesar yang mungkin ditemui oleh Kekristenan. Bukan saja kita menjawab, kita bahkan menantang.


Alkitab mengatakan kepada kita bahwa memang Allah adalah Allah yang mahakuasa, juga sekaligus adalah Allah yang mahabaik. Karena dia baik, maka Dia menjadi Sumber segala anugerah bagi setiap orang yang dianugerahi-Nya. Dia mahakuasa, maka akhirnya Dia akan menang total. Tetapi di antara kedua hal ini, jangan kita melihat pada satu hal yang terjepit, yaitu: kesementaraan (temporary). Kesementaraan adalah kesementaraan, tetapi Allah adalah Allah yang kekal. Tetapi apa hubungan antara kekal dan kesementaraan? Dalam kesementaraan, bagaimana kita mengerti kekekalan?


Kesulitan-kesulitan filosofis, kesulitan-kesulitan logis, dan kesulitan-kesulitan epistemologis menuntut manusia menyangkal hal ini. “Sudah, tidak perlu banyak bicara tentang kekekalan, atau kalau sudah mati pergi ke mana. Orang dalam dunia ini pun tidak bisa memikirkanb lagi setelah mati. Omong kosong!” Mengapa banyak intelektual tidak bisa menerima iman Kristen? Karena mereka menganggap orang Kristen melarikan diri. Orang Kristen kalau menemukan kesulitan, selalu melempar jawaban ke sorga. “Sekarang ditindas tidak apa-apa, besok hadiahnya besar; sekarang rumahnya kecil tidak apa-apa, besok satu hektar.” Itulah cara materialisme, cara komunisme, cara atheisme melawan Kekristenan, menganggap orang Kristen sebagai orang-orang yang melarikan diri dari fakta kehidupan, kesulitan sosial, dan tidak mempunyai jawaban. Dengan alasan iman dan pengharapan mereka melarikan diri dari kewajiban menjawab tantangan. Tetapi saya berkata kepada Saudara; “Meskipun memang ada gejala seperti itu, tetapi jangan mengira hal itu tidak mengandung sebagian kebenaran. God is God of eternity, and the final victory and the plan of God must be understood as an eternal plan, not only a phenomena in the temporary (Allah adalah Allah kekekalan, dan rencana dan puncak kemenangan-Nya haruslah dimengerti sebagai rencana yang kekal, bukan hanya fenomena kesementaraan). Kita jangan hanya melihat kesementaraan sebagai ketotalan untuk mengerti sifat ilahi, tetapi kita harus melihat seluruh keberadaan yang ajaib yang ditetapkan oleh Tuhan dalam kekekalan sebagai pengertian yang mutlak. Kesulitan orang Kristen adalah baru melihat sedikit tetapi mencela Tuhan.


Suatu kali seorang diberikan puzzle peta seluruh dunia. Terlihat bahwa hijau itu tanah, yang kuning itu gunung, yang biru itu laut. Mau digabung-gabungkan begitu sulit karena daratan dan lautannya begitu banyak. Bagaimana pun orang itu berusaha, tetap tidak bisa, lalu dia menyerah. Kemudian dia diberi tahu suatu rahasia, yaitu: balikkan semua potongan itu. Waktu dia membaliknya, dibelakangnya ternyata ada gambar Yesus Kristus. Dengan mengikuti gambar Yesus di belakang, mencocokkannya, lalu selesailah gambar itu. Kini dibaliknya lagi seluruh gambar yang sudah jadi, maka peta seluruh dunia itu pun jadi. Ilustrasi ini memberikan ide bahwa kunci mengerti seluruh dunia adalah mengerti melalui Yesus Kristus.


Kalau Saudara mengenal Kristus, segala sesuatu bisa lebih mudah dimengerti; tetapi kalau Saudara tidak mengenal Kristrus, Saudara akan sulit menyatukan kepingan-kepingan pulau itu. Cari Tuhan terlebih dahulu, baru yang lain dapat diselesaikan. Demikian juga di dalam kekekalan, ada rencana Tuhan yang terindah dan sempurna. Tetapi jikalau Saudara mau melihat secara sementara saja, Saudara akan tersandung, akan jatuh, dan akan gagal total.


Ibu saya, yang menikah pada saat umur 17 tahun, ditinggal mati suami ketika berumur 33 tahun dengan 8 anak. Sebenarnya bagi dia timbul berbagai pertanyaan, “Di mana Tuhan Allah? Di mana kehendak-Mu? Apa artinya semua ini? Engkau meninggalkan saya sebagai seorang janda. Engkau mengambil suami saya.” Ibu saya baru percaya Yesus satu tahun, dia bisa saja mencela, mencaci maki, bahkan meninggalkan Tuhan Yesus. Tetapi dia mengatakan, semakin sulit, dia semakin berpegang pada Tuhan. Setelah tua, baru ibu saya tahu bahwa banyak anak-anaknya yang mau dipanggil menjadi pendeta. Mereka perlu dilatih. Ini adalah “sekolah theologi tanpa ayah.” Latihan-latihan ketat bukan dari sekolah theologi, tetapi mulai dari kesulitan-kesulitan yang Tuhan perkenankan untuk menggarap, mendidik, dan mengolah Saudara. Jangan kita mengerti kehendak Tuhan dari sesaat ke kesementaraan, terpenggal-penggal, tetapi mengerti keselamatan dan rencana Tuhan dari kekekalan bukan kesementaraan. Maka semua akan menjadi jelas.


BACA JUGA: Kebesaran / keluasan Allah (His immensity) dan Kehadiran-NYA






Orang yang tidak mengerti bermain catur, setiap langkah mau makan bidak musuh. Silahkan tanya orang seperti Kasparov dan Karpov. Mereka bermain dengan begitu sabar. Itulah Grand Master. Orang seperti mereka menghadapi pertandingan dengan langkah yang sangat hati-hati, satu gerakan menentukan apakah menjadi juara atau tidak. Pertandingan mereka memakan waktu sampai dua minggu atau dua bulan.


Boleh saya katakan kepada Saudara, bahwa seumur hidup saya menetapkan semua hal dengan sangat pelan. Saya sudah merencanakan untuk mendirikan gereja sejak tahun 1979, tetapi akhirnya tertunda 20 tahun baru Gereja Reformed Injili didirikan. Mengapa? Kecuali kehendak Tuhan jelas, saya tidak berani berjalan satu langkah pun. Saya bukan orang yang suka bertindak perlahan-lahan. Saya orang yang senang bertindak cepat. Tetapi di dalam menjalankan kehendak Tuhan, saya berjalan pelan-pelan, dan saya tahu terkadang Tuhan jauh lebih perlahan daripada saya. Jadi, God is all good, and God is poweful. Dia mahakuasa dan maha baik. Tetapi mengapa hal itu tidak kelihatan? Bukan dilihat sekarang, tetapi dalam kekekalan tidak ada langkah yang salah. Demikianlah cara Allah mengerjakan rencana-Nya.


Pengadilan dan penghakiman Allah tidak terlalu cepat tiba justru karena Dia adalah Grand-Grand-Grand Master di atas semua Grand Master. Raja di atas segala raja. Dia yang paling tinggi. Dia punya rencana yang kekal. Allah bukan sumber kejahatan. Allah tidak merencanakan kejahatan. Allah tidak membutuhkan kejahatan untuk menyatakan bahwa Ia baik.


Jika seorang mengatakan, “Puji Tuhan! Yesus mati bagi saya. Oleh karena itu, pertama saya berterima kasih kepada Yesus. Kedua, berterima kasih kepada Yudas, sebab Yudas jasanya besar. Coba, andaikata Yudas tidak mau menjual Yesus tentunya Yesus tidak laku. Kalau Yesus tidak laku, maka tidak jadi mati,. Kalau Yesus tidak jadi mati, maka saya tidak bisa diampuni. Jadi pasti Yudas adalah salesman yang sangat pandai. Kalau Yudas tidak merngobral Yesus, bukankah tidak ada keselamatan? Jadi ia sangat berjasa.” Bagaimana Saudara menjawab kasus seperti itu? Mudah saja.


Jika Tuhan Yesus tidak mau datang ke dunia, Yudas mau menjual apa? Apakah Yudas berjasa? Yudas menjual Yesus, itu memang satu sifat dosa yang untuknya Yesus perlu datang. Kalau orang mengatakan, jikalau Yesus tidak dijual oleh Yudas, maka Yesus tidak bisa menggenapkan keselamatan, jadi Yudas berjasa; itu sama seperti Saudara mengatakan, “Ibu harus berterimakasih kepada saya. Kalau saya tidak makan nasi yang ibu tanak selama 25 tahun ini, rumah sudah bau luar biasa. Ibu menanak nasi, saya cepat-cepat memakannya, kalau tidak, pasti bau. Jadi Ibu harus berterima kasih pada saya, karena saya makan, maka nasi Ibu tidak mau.” Ibu pasti akan berkata, “Aduh, engkau sudah gila rupanya. Ibu tentu tidak perlu masak. Apa gunanya Ibu masak untuk engkau makan, lalu Ibu yang harus berterima kasih kepadamu?” Itu adalah pikiran yang bodoh. Allah tidak perlu memakai kejahatan untuk membuktikan bahwa Dia baik.


BAB 4 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.


SEMBILAN SARANA PENGHAKIMAN ALLAH (1)


Sarana-sarana atau alat yang Tuhan pakai untuk menjalankan penghakiman, yaitu:


(1). PENGHAKIMAN HATI NURANI


Allah menciptakan manusia dengan hati nurani, maka Allah memakai hati nurani untuk menjadi alat penghakiman bagi manusia. Hati nurani memang tidak dapat diandalkan secara mutlak, dan penghakiman hati nurani tidak mutlak benar, karena hati nurani sendiri sudah dicemari oleh kebudayaan, agama, segala macam opini publik, tradisi, dan segala macam kebiasaan, penderitaan, dan dosa diri sendiri. Fungsi hati nurani sudah dirusakkan oleh semua hal itu.


Memang hati nurani memiliki suatu ketegasan, mempunyai tugas untuk menghakimi manusia, namun demikian hati nurani bisa terlalu peka, bisa kurang peka, bisa juga didistorsi (dicemari), dan bisa juga mendapatkan polusi yang menyakitkan. Ketika seorang dari agama lain sedang makan makanan yang lezat, tiba-tiba diberi tahu bahwa makanan tersebut dimasak dengan bahan-bahan yang haram, hati nuraninya akan mempersalahkan dia. Tetapi orang Kristen tidak akan dipengaruhi oleh pemberitahuan sedemikian. Hati nurani ternyata dipengaruhi oleh otoritas agama, kebudayaan, tradisi, opisi, dan kebiasaan-kebiasaan hidup.


Orang yang pertama kali mencari pelacur merasa bukan main takutnya, tetapi yang sudah biasa, merasa bukan main nikmatnya, karena hati nuraninya sudah tertidur. Tetapi, mau tidak mau, setiap manusia akan mengalami hal sedemikian. Pada saat pertama kali melakukan dosa, hati nurani Saudara akan memberikan teguran yang luar biasa keras kepada Saudara. Tetapi celakalah Saudara jika hati nurani Saudara sudah tidak lagi memberikan teguran kepada Saudara.


Setiap kali kita memikirkan penghakiman Tuhan, kita selalu berasosiasi kepada penmghakiman yang terakhir sesudah kita mati. Tetapi jangan kira Allah menghakimi hanya pada penghakiman terakhir, karena sekarang pun Allah sedang menjalankan penghakliman melalui hati nurani yang selalu menegur Saudara. Kalau Saudara sungguh-sungguh takut kepada Allah, Saudara pasti akan mempunyai kepekaan mendengarkan teguran hati nurani.


Namun demikian, saya harus mengoreksi satu kemungkinan kesalahan, yaitu hati nurani kadang-kadang terlalu sensitif. Ada orang-orang yang hati nuraninya terlalu peka, sehingga mereka takut kawin, karena mereka menganggap kalau bersetubuh itu merupakan dosa besar, sehingga ada wanita yang karena dipengaruhi oleh agama-agama yang kurang bertanggung jawab, menganggap tidur dengan suami sendiri merupakan dosa besar. Kepekaan sedemikian adalah kepekaan yang terlalu besar, karena seks memang pemberian Tuhan. Kita memang tidak boleh melakukan itu di luar pernikahan, tetapi kita tidak perlu merasa berdosa jika kita melakukannya di dalam pernikahan. Hati nurani yang terlalu peka akan menyebabkan kita hidup di dalam kesusahan dan penderitaan yang sangat besar, tanpa upah Tuhan.


Kekristenan yang sejati mengajarkan kepada kita, apakah kita berada di dalam area hal-hal yang boleh kita nikmati, dan apakah yang kita lakukan itu merupakan adiksi, sesuatu pelanggaran, atau hamartia, sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang Tuhan tuntut.


(2) PENGHAKIMAN HUKUM TAURAT


Tuhan Allah memberikan penghakiman kepada manusia melalui turunnya Hukum Taurat. Kita telah melihat bahwa hati nurani menghentikan manusia dengan menyumbat mulut manusia yang berusaha untuk melawan Allah. Kita telah melihat bahwa hati nurani berfungsi untuk menundukkan manusia ke bawah hukuman Allah, sehingga manusia harus takluk, tidak ada jalan lain, manusia harus taat kepada Tuhan.


Hukum Taurat juga memberikan pengenalan akan dosa dengan membuka pikiran manusia. Manusia menjadi tahu bahwa ia telah berdosa. Kita sadar bahwa kita orang berdosa, lalu hati nurani bagaikan sinar rontgen yang memberitahukan kepada kita akan kecelakaan yang akan menimpa kita, yaitu kita sedang menuju kematian, sehingga kita harus lari kepada Yesus Kristus, untuk mendapatkan pertolongan melalui salib dan kebangkitan-Nya. Hati nurani menghakimi kita, hukum Taurat menghakimi kita; keduanya ini dipakai Tuhan, menjadi alat-Nya di dalam pelaksanaan penghakiman.


(3) PENGHAKIMAN MASYARAKAT


Allah menghakimi kita melalui masyarakat. Orang-orang yang berbuat dosa terlalu hebat mendapatkan celaan yang besar dari masyarakat. Satu-satunya tempat di dunia, di mana manusia dikubur bukan dengan peti mati, tetapi di dalam tempayan yang besar, adalah di Bagan Siapi-api. Mayat itu ditelungkupkan dan dimasukkan ke dalam tempayan. Lalu tempayan itu dibalikkan. Setiap tahun, pada hari upacara peringatan orang mati, mereka menulis surat dan ditempel di tempayan itu supaya orang mati tersebut bisa membacanya. Kuburan mereka merupakan suatu tempat di mana kita akan melihat begitu banyak gentong (tempayan) tertelungkup. Tetapi ketika keluar dari wilayah kuburan itu, pemandu saya memberi tahu bahwa ada mayat yang hanya diletakkan di tampi yang besar, di mana tulang-tulang tengkorak dan tulang-tulang tubuh dijemur begitu saja di bawah matahari. Ketika saya tanyakan mengapa mereka tidak dikubur seperti yang lainnya, pemandu itu mengatakan bahwa mereka tidak berhak dikuburkan karena pada saat mereka masih hidup, mereka adalah pencuri, perampok, pemabuk, dan sebagainya, sehingga ketika meninggal, dihukum oleh masyarakat dengan tidak dikuburkan, tetapi harus dijemur sedemikian. Ketika saya perhatikan, ada yang tulangnya putih dan ada yang tulangnya coklat. Ketika saya menanyakan mengapa ada tulang yang berwarna coklat, dia memberikan jawaban yang mengejutkan saya, yaitu karena mereka dulunya terlalu banyak mengonsumsi ganja, atau menjadi perokok, pemabuk, sehingga karena keracunan, warna dari ganja itu, menembus sampai ke tulangnya. Terlalu banyak minum alkohol memang membunuh banyak sel di dalam otak, yang tidak mungkin kembali lagi. Satu cangkir alkohol membunuh paling sedikit 2 juta sel otak.

Kita tidak mungkin lari dari hukuman Tuhan, janganlah kita main-main dengan hal itu. Kita bukan anjing, kita bukan binatang. Kita diciptakan menurut peta dan teladan Allah, dan kita diciptakan untuk memuliakan Allah. Maka sampai mati pun tulang kita masih bisa bersaksi, “Aku peminum, pecandu, perokok...”

Mengapa mereka tidak dikuburkan? Karena masyarakat menghakiminya. Kalau seorang ketahuan menjadi pelacur, langsung orang-orang melihatnya secara berbeda. Orang yang berdosa dihina oleh masyarakat. Ini namanya hukuman masyarakat.

Masyarakat mempunyai ukuran untuk menilai orang yang tidak boleh kita abaikan, sekalipun masyarakat itu sendiri mempunyai banyak kelemahan. Orang yang terus menipu, melarikan uang orang lain, dia tidak akan punya muka untuk melarikan diri dari mata orang lain. Mengapa Tuhan membuat wajah kita berbeda? Kalau semua sama akan merepotkan, yang suka menipu dan yang suka menolong orang wajahnya sama. Tuhan sengaja membuat manusia berbeda, sehingga wajah Saudara merupakan suatu ciri, yang membuat kita tidak bisa melarikan diri. Ini membuat manusia bisa dihakimi oleh masyarakat.

Allah adalah Allah yang adil, yang menghakimi manusia berdasarkan hati nurani, hukum Taurat, dan masyarakat, dan kemudian pemerintahan.

(4) PENGHAKIMAN PEMERINTAHAN

Pemerintah didirikan oleh Allah, tidak ada pemerintah yang kuasanya tidak datang dari Allah. Kalimat ini tercantum di dalam Roma 13:1. Semua kuasa politik dan pemerintahan datangnya dari Allah. Banyak pemerintah yang senang dengan ayat ini, karena dengan ayat ini mereka seolah-olah mempunyai wibawa dari Allah, sehingga banyak pemerintah yang paling lalim ingin memakai ayat ini untuk menyerang orang Kristen.

Apa artinya semua kuasa pemerintahan berasal dari Allah? (1) Semua pemerintah ada karena diizinkan oleh Allah. Kalau Allah tidak mengizinkan, kuasa pemerintahan itu harus jatuh; (2) Itu berarti kuasa Allah jauh lebih tinggi daripada kuasa pemerintahan, karena semua pemerintahan diberikan oleh Allah; (3) Semua kuasa pemerintah dari Allah, berarti semua pemerintah harus bertanggung jawab kepada Allah; (4) Semua pemerintah dari Allah, termasuk pemerintah sekarang, maupun pemerintah yang akan datang. Kuasa yang akan datang itu pun juga dari Allah, karena semua pemerintah dari Allah, termasuk yang melakukan revolusi menjatuhkan pemerintah, yang menghancurkan pemerintah yang sekarang, adalah juga kuasa dari Allah.

Iman Kristen bukanlah iman main-main. Alkitab memberikan kepada kirta pengertian jauh melebihi apa yang pernah kita pikirkan atau dengarkan atau yang pernah kita pelajari di sekolah theologi. Allah memberikan kuasa kepada pemerintah, setiap pemerintah menerima kuasa dari Allah. Kuasa yang diberikan paling sedikit mencakup dua bidang besar: (1) Pemerintah berhak menarik pajak dari rakyat, yang disebut sebagai “kuasa pengaturan ekonomi.” [Bidang ekonomi, pelajaran ekonomi, dan strategi ekonomi sebenarnya hanya berbicara tentang dua bidang besar, yaitu produksi dan distribusi. Ekonomi membicarakan bagaimana manusia menggunakan seluruh sumber daya alam dan manusia, serta pengolahan untukmenghasilkanb suatu sistem kebutuhan modal. Dan yang kedua adalah bagaimanba membagi semua kemungkinan sumber itu kepada sebanyak mungkin orang]. Kekristenan berdasarkan wahyu Allah yang mengatur manusia dan menghendaki manusia hidup teratur dalam segala sesuatu. (2) Pemerintah mempunyai kuasa memakai pedang. Itu berarti pemerintah mempunyai sistem pertahanan dan militer. Ini merupakan “kuasa pengaturan militer.”

Sistem ekonomi dan sistem militer merupakan dua kuasa besar yang ada di dalam pemerintahan, yang diberikan oleh Allah kepada pemerintah, supaya pemerintah mengetahui bagaimana membela diri, bagaimana melawan musuh, dan bagaimana mempertahankan negara. Dan untuk menjaga keamanan. Dalam bagian ini Alkitab secara tegas mengatakan, hendaknya pemerintah memberikan pahala kepada mereka yang baik, dan menghukum mereka yang melakukan kejahatan. Di sini kita melihat kuasa penghakiman yang ke-empat. Allah menghakimi manusia melalui pemberian kuasa kepada pemerintah untuk menghakimi manusia.

Dalam hal ini, sama seperti hati nurani yang mungkin dinodai, dicemari, dan didistorsikan oleh dosa, banyak pemerintahan dunia yang juga sudah tidak taat kepada Tuhan. Hendaklah Saudara berdoa supaya pemimpin di dalam pemerintahan Saudara, supaya orang-orang yang berkuasa di negara Saudara, mempunyai perasaan takut kepada Allah dan mempunyai sikap yang sungguh-sungguh di dalam mengadili dan memerintah rakyatnya.

Orang Kristen pada umumnya harus taat kepada pemerintah, dan harus menaati apa yang diperintahkan oleh pemerintah itu, kecuali mandat yangTuhan berikan untuk mengadakan revolusi dalam menggulingkan suatu pemerintahan, tetapi siapa orangnya, kita tidak boleh sembarangan menganggap bahwa diri kitalah orangnya.

Tuhan memberikan kuasa kepada pemerintah. Namun, jika pemerintah itu sudah tidak mau taat kepada Allah, Ia memberikan toleransi sampai pada suatu saat kepenuhan dosa dari suatu pemerintahan sudah memuncak, dan Allah akan memakai cara lain untuk mengubah pemerintahan itu, seperti kerusakan komunisme di Rusia dan Eropa Timur. Pemerintah yang dibangun bertahun-tahun, hanya membutuhkan waktu beberapa bulan dan beberapa minggu saja untuk dihancurkan. Jika Allah sudah marah, pemerintahan yang bagaimana pun kuatnya, yang memiliki bom-bom atom dan bom-bom nuklir seperti Rusia, ketika Tuhan katakan, “Waktumu sudah tiba,” ia tidak akan dapat bertahan.

Jangan kita bermain-main dengan Tuhan. Allah adalah Allah yang memiliki kuasa terakhir. Selama seseorang masih diberikan hak untuk memerintah, ia masih bisa memerintah; tetapi ketika Allah mengatakan, “cukup”, maka ia tidak mungkin bisa berkuasa lebih lama lagi., Jangan Saudara kira, manusia layak ditakuti.

Ketika saya berkhotbah di Hong Kong, saya mengingatkan bahwa orang Hong Kong tidak perlu takut tahun 1997. Mungkin Deng Xiao Ping yang harus lebih takut untuk tahun itu, karena pada tahun itu usianya sudah 93 tahun. Mungkin ia tidak akan sampai ke usia itu.

Pada saat saya berkhotbah di Manila, Filipina, saya menyerukan agar presiden dan seluruh rakyat Filipina sungguh-sungguh bertobat. Pada saat itu panitia ketakutan, karena Ferdinant Marcos saat itu masih berkuasa setelah menjadi presiden selama 20 tahun. Mereka mengkuatirkan kalau dua tahun kemudian saya akan mengalami kesulitan untuk datang lagi ke Filipina. Saya katakan, mungkin dua tahun lagi dia tidak lagi memerintah. Dia boleh 20 tahun memerintah, saat itu saya sudah 30 tahun berkhotbah. Dua tahun kemudian, ketika saya kembali ke Filipina, ia sudah diusir dari Filipina, sedangkan saya masih berkhotbah. Siapa yang lebih berkuasa? Allah atau manusia? Pemerintah-pemerintah kalau tidak takut kepada Allah, dan berbuat dosa terus, pada suatu hari Tuhan akan menyingkirkan pemerintah itu karena Allah lebih besar daripada segala pemerintahan.

Allah memakai hati nurani, memakai hukum Taurat, memakai masyarakat dan memakai pemerintahan, untuk menghakimi manusia; tetapi Saudara harus ingat bahwa Allah sendiri lebih berkuasa dan lebih besar daripada segala sesuatu.

Pada saat Yusuf Roni ditahan dan diadili, banyak pendeta yang dipanggil untuk menjadi saksi. Tetapi kebanyakan pendeta yang dipanggil untuk menjadi saksi begitu ketakutan, sampai paling tidak ada 6 pendeta yang berbohong di pengadilan. Yusuf Roni sampai terheran-heran. Pendeta-pendeta yang mengundang dia berkhotbah di sana, mengapa ketika dipanggil untuk bersaksi, mereka begitu ketakutan? Maka di dalam bukunya Pembelaku Yang Agung, ia berulangkali menulis, “Ya Tuhan, kiranya Tuhan mengampuni pendeta-pendeta sedemikian.” Pendeta yang seharusnya mengabarkan pengampunan kini membutuhkan pengampunan karena sudah tidak bertanggung jawab. Pengadilan-pengadilan belum tentu adil, tetapi Allah pasti adil adanya.

BAB 4 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

SEMBILAN SARANA PENGHAKIMAN ALLAH (2)

(5) PENGHAKIMAN SALIB KRISTUS

Penghakiman Allah yang paling keras, yang paling hebat, yang paling mengerikan yang pernah terjadi atas seseorang adalah penghakiman Allah pada saat Yesus Kristus di paku di kayu salib. Jangan Saudara kira Yesus diadili oleh orang biasa, jangan kira Yesus dipaku di kayu salib karena kuasa dari Herodes atau kuasa Hamas dan Kayafas, juga bukan kuasa dari Pilatus, atau kuasa dari rakyat Israel. Yesus dipaku di kayu salib justru karena penghakiman Allah mengatakan bahwa Yahweh telah menetapkan untuk meremukkan Dia, karena Dia sedang menggantikan Saudara dan saya. Dia sedang menebusa dosa Saudara dan saya.

Yesus diadili dan dihakimi di Golgota karena dosa Saudara dan saya. Inilah penghakiman yang paling berat dan penting. Ayat di dalam Yesaya 53:5, “karena bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh,” janganlah hanya dimengerti sebagai kesembuhan penyakit badan. Penyakit badan tidak terlalu penting, penyakit rohani Saudara jauh lebih penting, dan penyakit status rohani Saudara di hadapan Allah, itulah yang terpenting. Seperti seruan Yeremia, “Kembalilah hai anak-anak yang murtad! Aku akan menyembuhkan engkau dari (penyakit) murtadmu.” (Yeremia 3:22). Penyakit jasmani tidak terlalu penting, karena setiap orang suatu hari pasti harus mati. Mengapa Saudara datang kepada Yesus hanya mencari kesembuhan badan saja? Pendeta yang selalu meneriakkan, “Datanglah ke sini, saya akan memberikan kesembuhan,” akan menarik banyak orang datang. Tetapi jika tubuh Saudara saja yang disembuhkan, namun jiwa dan iman Saudara yang sakit tidak pernah disembuhkan, apa gunanya Saudara menjadi Kristen? “Bilur-Nya menyembuhkan aku,” bukan hanya untuk kesembuhan badan, sekalipun saya percaya hal itu dan Tuhan akan selalu melakukan hal itu. Namun yang lebih penting daripada itu adalah jiwa Saudara yang sudah murtad, yang sudah jauh dari Tuhan, itu perlu juga disembuhkan oleh bilur-bilur Yesus Kristus.

“Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya.” (Yesaya 53:3-4)

Kristus mati dan dikutuk karena dosa kita. Inilah hukuman yang Allah Bapa timpakan kepada Yesus yang menggantikan kita.

(6) PENGHAKIMAN PEMBERITAAN INJIL YANG DIDAMPINGI ROH KUDUS

Kristus yang mati dan bangkit ini menjadi satu-satunya kabar baik yang diberitakan kepada manusia. Saat Injil diberitakan, firman Tuhan dikabarkan, pada saat itu juga dijalankanlah penghakiman pemberitaan Injil.

Orang-orang yang memaku Yesus di kayu salib merasa tidak bersalah saat mereka melakukannya pada Yesus karena berpikir mereka hanya menjalankan tugas saja. Setelah selesai bisa pulang. OrangYahudi juga merasa bahwa Yesus terlalu kurang ajar, terlalu mengganggu, sehingga setelah Yesus mati mereka tidak terganggu lagi. Mereka merasa sudah selesai, tapi sebenarnya mereka tidak pernah bisa menyelesaikan persoalan mereka, karena mereka membenci Yesus Kristus. Yesus Kristus disalibkan, dibunuh, tetapi pada hari yang ketiga, Ia bangkit kembali. Setelah itu Roh Kudus bekerja di tengah-tengah orang yang pernah memaku Dia. Roh Kudus bekerja mulai dari Yerusalem. Roh Kudus dicurahkan sebagai penggenapan janji Allah akan pengiriman Roh Kudus, dan berita Injil disampaikan. Hari itu ada 3.000 orang yang tertusuk hatinya karena Roh Kudus sedang menjalankan penghakiman.

Di dalam Yohanes 16:1-11, Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa jika Ia tidak pergi Roh Kudus tidak akan datang, dan kalau Roh Kudus turun, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, keadilan dan penghakiman.

Roh Kudus akan bekerja pada saat orang dengan jujur memberitakan Injil Kristus. Siapa saja, pendeta-pendeta, pemberita Injil, jika Saudara sungguh-sungguh, dengan hati yang jujur dan tulus memberitakanInjil, tidak mungkin Roh Kudus tidak bekerja. Pemuda-pemudi jangan takut bersaksi bagiTuhan, jangan takut menjadi hamba Tuhan. Tidak peduli apakah Saudara kurang fasih berbicara, tidak peduli apakah tersendat-sendat kalau berbicara, apakah terlalu pandai atau kurang pandai, asal Saudara berani berdiri dan bersaksi sungguh-sungguh meninggikan Kristus yang tersalib, tidak mungkin Roh Kudus tidak menyertai Saudara, karena Roh Kudus datang untuk memuliakan Kristus. Tetapi jika Saudara memberirtakan diri sendiri, Roh Kudus akan meninggalkan Saudara. Jika Kristus yang diberitakan, Roh Kudus akan menyertai dan memeteraikan orang tersebut.

Ada seseorang mengatakan kepada saya bahwa selama ini ia begitu takut bersaksi, tetapi sungguh ia tidak sangka ketika ia bersaksi, banyak orang menangis. Siapa bilang Saudara tidak bisa bersaksi? Siapa bilang Saudara tidak bisa melayani Tuhan? Siapa bilang Saudara tidak bisa dipakai oleh Roh Kudus? Itu semua karena Saudara belum pernah mencobanya, kurang memberanikan diri. Saya harap setelah ini Saudara rela berlutut dan berdoa, “Tuhan, aku mau melayani Engkau, berikan kekuatan kepadaku, aku mau memuliakan nama-Mu.” Mulai hari ini juga Saudara akan dipakai oleh Tuhan.

Pada saat Roh Kudus menjalankan penghakiman, ada sesuatu yang mengherankan sekali terjadi. Manusia yang dulu menganggap diri sendiri benar, dan menganggap Yesus salah, sehingga perlu dipaku, dan manusia berhak menghakimi Dia, kini diputar-balikkan. Manusia kini menjadi sadar bahwa Kristuslah yang benar, kita sendiri yang berdosa. Bukan Kristus yang harus diadili, tetapi Kristuslah yang seharusnya menghakimi kita. Lalu manusia itu rebah di hadapan Tuhan dengan segala kerendahan hati dan tangisan yang menyatakan pertobatan yang sejati. Iman langsung timbul di dalam hatinya.

Roh Kudus menjadikan Saudara rendah hati, menjadikan Saudara sadar akan dosa Saudara. Kalau bukan Roh Kudus yang menghakimi seseorang, tidak mungkin manusia mau menyadari diosanya. Kalau seorang pendeta menyatakan dan terus-menerus menuding Saudara berdosa, Saudara akan jengkel kepadanya, tetapi jika pendeta itu berkhotbah, “Kamu berdosa!” lalu Roh Kudus bekerja di dalam hati Saudara, maka Saudara menjadi sadar bahwa memang Saudara berdosa.

Pada saat John Sung berkhotbah di Manila dengan begitu keras, banyak orang Tionghoa yang terlalu mementingkan sopan santun yang penuh kepura-puraan, menganggap dia sebagai pendeta gila, sehingga dilaporkan ke konsulat. Maka konsul itu datang untuk mendengarkan “orang gila” itu. Tetapi Roh Kudus terus bekerja. Setelah khotbah, John Sung berteriak, “Yang suka berzinah, cepat bertobat dan maju ke depan!” Satu persatu orang maju ke depan. Juga ketika ia berteriak, “Siapa yang memiliki wanita lain selain istrinya sendiri, cepat bertobat dan maju!” Konsul itu heran luar biasa, mereka mau mengakui kebusukan diri mereka sendiri di hadapan umum. Ia sendiri adalah lulusan Fakultas Hukum Universitas Peking, di mana pada saat itu Mao Tze Dong masih menjadi penjaga perpustakaan. Setahu dia, orang yang berdosa sulit disuruh mengaku. Orang seperti itu harus dipukul, disiksa dan sebagainya baru bisa mengaku. Mengapa di sini orang dengan begitu mudah mau mengaku? Ia melihat beratus orang menangis dan maju, berdoa minta pengampunan dosa. Akhirnya konsul ini pun maju juga. Kejadian seperti ini bukanlah kuasa hukum. Polisi hanya bisa memakai pukulan supaya Saudara mengaku dosa. Manusia memakai uang, memakai kuasa militer, memakai pengacara untuk menakut-nakuti Saudara supaya Saudara mengaku dosa. Tetapi Roh Kudus tidak demikian. Roh Kudus memberikan suatu visi bahwa cinta Tuhan begitu besar, bahwa Kristus mati bagi Saudara di atas kayu salib, maka tidak ada jalan lain bagi Saudara kecuali merendahkan diri dan mengaku dosa.

Penghakiman Roh Kudus adalah memakai kematian Kristus. Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, Allah sudah membuka atau sudah memindahkan dan menggantikan penghakiman yang seharusnya ditimpakan ke atas Saudara, sekarang ditimpakan ke atas salib, ke atas Anak-Nya sendiri. Penghakiman Roh Kudus menciptakan pengharapan baru di dalam hati Saudara, melepaskan Saudara dari kekerasan hati Saudara dari kedegilan hati Saudara, dan dari pemberontakan terhadap Allah, untuk kembali kepada Allah dengan segala kerendahan hati dan mengaku dosa di hadapan Allah.

(7) PENGHAKIMAN GEREJA

Penghakiman juga dilakukan Roh Kudus melalui gereja Tuhan. Gereja adalah salah satu wadah yang Tuhan pakai untuk menjalankan penghakiman ilahi. Gereja mempunyai hak, gereja harus menjalankan keadilan Allah, sehingga anggota-anggota gereja harus menundukkan diri kepada seluruh peraturan yang sesuai dengan kehendak Allah.

Yang berzinah, jika ia seorang penatua atau majelis, tegurlah dia dan berhentikan dia dari menerima Perjamuan Suci. Penghakiman gereja harus sesuai dengan firman Tuhan. Tetapi saat ini hal yang demikian tidak terjadi. Gereja-gereja sendiri kini berkompromi dengan dosa, Majelis dan anggota bersama-sama pergi mencari pelacur sehingga keduanya saling mendiamkan.

Suatu kali saya naik kapal terbang dari Surabaya ke Jakarta. Saat itu cukup banyak tempat kosong, dan saya melihat ada seorang yang lari dari depan, lalu duduk di sebelah saya. Ia seharusnya duduk di kelas eksekutif, sedangkan saya duduk di kelas ekonomi. Ia rela meninggalkan kelas eksekutif untuk mencari orang yang ia kenal. Ia menemui saya dan duduk di sebelah saya. Lalu ia bertanya, bolehkah ia menjadi majelis, padahal ia sudah sering berzinah. Ia menduga saya akan mengatakan bahwa hal itu tidak apa-apa, cinta Tuhan besar, dan ia akan diampuni. Tetapi saya secara tegas mengatakan bahwa dia harus bertobat. Gereja adalah tempat yang dipakai Tuhan untuk menghakimi.

Tetapi saya bukan bermaksud menyatakan ini agar gereja menjadi sombong dan setiap hari menghakimi orang lain. Gereja adalah juga tempat yang Tuhan pakai untuk mengampuni dan untuk memberitakan Injil. Yang tidak mau meninggalkan dosa, dosanya akan tetap padanya; yang mau mengaku dosa, dosanya akan diampuni; yang dinyatakan terikat, akan tetap terikat di sorga; yang yang dilepaskan akan terlepas di sorga (Matius 16:19). Semua ini dinyatakan oleh Alkitab. Biarlah gereja, pemimpin gereja, pendeta, majelis, semua yang melibatkan diri dengan tangan duniawi untuk mengerjakan pekerjaan sorgawi itu dengan kesucian hati, dengan kemurnian tangan, dan dengan pikiran yang mengabdi kepada Tuhan, dan dengan jiwa yang menyerahkan diri kepada Tuhan, melaksanakan tugas sebagai gereja seturut yang tercatat di dalam Alkitab. Itulah yang seharusnya.

(8) PENGHAKIMAN TAKHTA KRISTUS

Apa artinya ini? Pada saat Kristus kembali untuk kedua kalinya, Ia akan mengadili semua orang Kristen. Pengadilan ini tidak bersangkut-paut dengan status dosa Saudara. Kita telah membahas bahwa Paulus menggunakan dua macam istilah untuk melukiskan dosa, yaitu dosa dalam bentuk tunggal, dan dosa dalam bentuk jamak. Pada saat ia mengatakan, “Saya ada di bawah dosa,” maka ditulis dalam bentuk tunggal; tetapi ketika ia mengatakan, “Saya melakukan banyak kesalahan,” ditulis dalam bentuk jamak. Secara status dosa, kita tidak lagi dihukum, karena sebagai orang berdosa, status kita ini sudah diganti oleh Kristus di atas kayu salib. Kita adalah orang berdosa yang statusnya sudah diwakili oleh Kristus di Golgota. Jadi, pada saat Kristus datang kembali, Ia tidak akan menghakimi kita karena status dosa kita dan menuntut kita binasa, karena kita yang sudah sungguh-sungguh lahir baru, yang sungguh-sungguh bertobat, dan yang sudah dimeteraikan oleh Roh Kudus, tidak lagi diadili karena status dosa.

Tetapi orang Kristen tetap harus diadilki oleh pengadilan untuk segala pelayanan kita, kesetiaan kita, dan ibadah kita, murni atau tidak, di hadapan Tuhan. Ini yang disebut sebagai penghakiman atas keluarga Allah di hadapan takhta Kristus (the judgment of the household of God before His throne). Di dalam pengadilan ini, Allah menghakimi anak-anak-Nya, pendeta-pendeta, majelis-majelis, dan setiap orang Kristen. Jangan mengira sebagai orang Kristen Saudara berhak berbuat sembarangan karena Saudara adalah “anak emas” Tuhan. Alkitab berkata, “Engkau menganggap dirimu lebih baik daripada yang lain? Engkau mengira begitu dimanja dan akan menerima perlakuan istimewa? Engkau mengira bahwa engkau akan bisa menghindarkan diri? Ketahuilah bahwa penghakiman Allah akan dimulai dari rumah Allah sendiri.” Penghakiman Allah akan dimulai dari rumah-Nya sendiri, mulai dari anak-anak-Nya sendiri, mulai dari Saudara dan saya yang berdiri di hadapan Allah.

Siapakah yang bisa berdiri? Siapakah yang bisa bertahan? Baik pendeta, majelis, maupun penginjil-penginjil besar yang dijunjung di hadapan manusia tidak mendapat pengecualian di hadapan Allah. Kalau di dunia ada banyak orang yang menghormati Saudara, jangan berharap nanti di sorga melaikat-malaikat atau Roh Kudus akan datang untuk menghormati Saudara, karena hukuman Allah justru dimulai dari keluarga Allah sendiri.

Jangan mengira kalau orang dunia yang berdosa pasti akan masuk neraka, maka orang Kristen boleh sembarangan. Tidak ada keistimewaan, tidak ada hak khusus. Baiklah kita sebagai orang Kristen hidup lebih berhati-hati dan waspada. Pelayanan kita harus lebih diperhatikan.

Kalau kita melayani Tuhan dengan hati nurani yang suci, dengan kemurnian untuk mempermuliakan Tuhan, maka dengan sendirinya kuasa itu akan ditambahkan terus kepada kita. Bukan dalam hal kuantitas, tetapi dalam hal kuasa untuk memurnikan, kuasa untuk membangkitkan iman, kuasa untuk memberikan kekuatan, kuasa untuk tahan uji, kuasa untuk melawan segala penganiayaan dan kesulitan, dan kuasa untukmempertahankan diri setia sampai kedatangan Tuhan.

(9) PENGHAKIMAN PENGADILAN TAKHTA PUTIH

Pada hari terakhir, di hadapan Takhta Putih dari Kristus, semua orang jahat akan bangkit, semua orang baik juga akan bangkit, dan akan dihakimi oleh Tuhan di hadapan Pengadilan Terakhir (Final Judgment). Orang baik maupun orang jahat semuanya akan dibangkitkan dan semua harus menghadap kepada Tuhan, dan Alkitab mengatakan bahwa Allah akan mengadili semua orang atas semua yang telah mereka perbuat (Roma 2:6).

Allah menyelamatkan seseorang bukan karena apa yang dia perbuat, tetapi Allah menyelamatkan seseorang karena apa yang Kristus perbuat baginya. Tetapi Allah akan mengadili seseorang berdasarkan apa yang dia perbuat. Kedua hal ini harus dibedakan secara tegas. Pada saat Saudara diadili, Saudara diadili berdasarkan kelakuan kejahatan, segala pikiran dan perbuatan Saudara yang tidak senonoh, yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Tuhan akan datang kembali dan penghakiman pasti akan dilaksanakan, tidak ada satu pun dosa yang bisa diloloskan dari penghakiman Allah.

Sudahkah Saudara bertobat, dan beriman kepada Kristus? Sudahkah Saudara membuka hati Saudara dan menerima Tuhan yang mati dan bangkit bagi Saudara? Sudahkah Saudara merendahkan hati dan mengatakan, “Di sini saya dan saat ini saya datang kepada-Mu?”

BAB 5 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

KEPASTIAN PENGHAKIMAN (1)

“Dengan tidak memandang lagi zaman kebodohan, maka sekarang Allah memberitakan kepada manusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat. Karena Ia telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati." (Kisah Para Rasul 17:30-31)

Atau dengan terjemahan lain:

“Pada zaman Allah mengganggap manusia masih bodoh, Ia melalaikan untuk sementara, tetapi sekarang Allah memerintahkan setiap manusia di mana saja, bahwa mereka harus bertobat. Sebab Allah telah menetapkan suatu hari untuk mengadili seluruh dunia dengan keadilan Allah sendiri, melalui satu Orang yang ditetapkan oleh Allah sendiri, yaitu Dia yang sudah bangkit dari kematian. Dengan cara ini Allah membuktikan bahwa Dia adalah Hakim yang agung itu.”

Dari manakah dosa berasal? Dosa adalah penyalah-gunaan kebebasan. Sin is the result which emerge from the misuse of the heaven freedom. Manusia mempunyai kebebasan yang diberikan oleh Tuhan. Pada waktu kebebasan digunakan secara salah, maka timbullah dosa.

Di sini frasa “timbullah dosa” saya tekankan untuk menjelaskan tentang teori pemunculan (emergence theory), bukan teori penciptaan (creation theory). Dosa tidak diciptakan, dosa tidak direncanakan, tetapi dosa itu muncul. Dosa muncul karena terjadinya penyalahgunaan kebebasan.

Lalu Saudara mengatakan, mengapa bisa salah? Karena bebas. Bebas berarti mungkin mempunyai arah lebih dari satu. Saya bisa ke kanan, tetapi saya juga bisa ke kiri. Saya boleh ke depan, saya juga boleh ke belakang. Waktu saya mempunyai kemungkinan lebih dari satu, itu disebut bebas. Kalau saya mempunyai kemungkinan hanya satu, itu namanya paksaan, bukan kebebasan. Allah memberikan kebebasan sebagai potensi. Potensi ini menjadi fondasi moral, kebebasan menjadi potensi moral. Jika tidak ada kebebasan, moral sama sekali tidak ada nilainya. Moral adalah moral, moral disebut moral, moral bernilai moral, justru karena moral berdasarkan kebebasan yang ada sebagai potensi.

Presiden Amerika itu mulia karena mereka dipilih oleh rakyatnya. Meskipun pilihan demokrasi tidak tentu membuktikan kebenaran, tetapi sedikitnya rakyat sudah dihormati oleh sistem politik yang demikian. Tetapi di antara semua presiden Amerika, yang paling tidak mulia adalah Gerald Ford, karena dia menjadi presiden bukan berdasarkan hasil pemilihan. Kenapa Ford bisa menjadi presiden tanpa melalui pemilihan? Karena cuma satu calonnya. Kenapa ia yang dipilih? Karena tidak ada yang lain. Ford tidak ada lawannya. Waktu itu Nixon harus turun dan ia sebagai wakil presiden otomatis naik. Tetapi pada waktu dia harus berhadapan dengan Jimmy Carter, dia langsung kalah. Karena pada waktu rakyat berkesempatan memilih, dia sudah ditinggalkan.

Tuhan Allah tidak demikian. Dia tidak mau orang yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah ini tidak punya pilihan. Maka Tuhan memberikan kemungkinan manusia boleh memilih, oleh sebab itu Tuhan memperbolehkan Iblis untuk sementara masih ada, supaya orang yang percaya kepada Allah tidak mengatakan, “Apa boleh buat, ya pasti saya pilih Engkau, karena selain Engkau tidak ada pilihan yang lain.” Pada saat ada Iblis, Saudara tetap memilih Allah, barulah itu menunjukkan bahwa iman Saudara bermoral tinggi; barulah menunjukkan bahwa pilihan Saudara berdasarkan pengertian kebenaran.

PROBLEM KEBEBASAN

Sekarang kita masuk ke dalam hal yang lebih penting lagi. Mengapa kebebasan bisa salah? Apakah memang kemungkinan salah itu diberikan oleh Tuhan? Tidak. Kemungkinan bebas yang diberikan Allah. Kemungkinan salah itu merupakan suatu yang setara, otomatis berada di dalam kebebasan dan pilihan itu sendiri.

Ada sebuahg mesin tik. Mesin tik tidak ada salahnya. Mesin tik dibuat dengan baik, tetapi dari mesin tik ini, mungkin diketik satu buku yang bermutu, mungkin juga diketik satu buku yang banyak salahnya, bahkan mungkin dari mesin tik ini dihasilkan buku-buku porno yang merusak pemuda-pemudi. Jadi, mesin tik sendiri tidak ada salahnya, ia sendiri netral. Mesin tik ini pada dirinya sendiri adalah suatu kebaikan netral (neutral goodness). Saya memakai istilah ini karena mungkin Saudara tidak melihat semua di buku theologi mana pun: kebaikan yang bersifat netral.

Kebaikan yang bersifat netral jikalau dipergunakan oleh kebebasan yang tidak mau dikendalikan oleh kebenaran, bisa menjadi suatu kemungkinan berbuat salah. Kesalahan itu timbul karena manusia tidak menaklukkan diri kepada kebenaran. Dan yang tidak menaklukkan diri pada kebenaran adalah orang-orang yang mempunyai kebebasan. Kebebasan itu diberikan oleh Allah dan Allah pemberi kebebasan adalah Sang Kebenaran itu senderi. Lalu, kebenaran itu diberikan supaya kita dapat kembali kepada Allah sehingga bersatu dengan Kebenaran, maka kesalahan itu tidak perlu ada.

Pada waktu manusia memakai kebebasannya untuk segera menggabungkan diri kepada dunia kebaikan, dia tidak perlu menghasilkan kesalahan. Tetapi pada waktu manusia tidak mau bersatu dengan kebenaran, dia mempunyai self-decision, self-will, self-direction, dan self-solution (kehendak sendiri, keputusan sendiri, dan arah sendiri), maka akhirnya ia akan mendatangkan kesalahan, dosa menjadi ada.

Dosa bukan ada secara pra-eksistensi, dosa adalah sesuatu yang baru muncul kemudian. Dosa ada karena “timbul” dari suatu tindakan. Jadi di sini saya minta Saudara perhatikjan: Allah adalah kosmologi itu sendiri. Allah adalah kebaikan itu sendiri. Lalu pada waktu Allah mencipta manusia menurut peta dan teladan-Nya, maka manusia juga mempunyai “diri”. Di dalam bidang filsafat, istilah “diri” (self) bukan dipakai untuk sendiri atau diri, tetapi dipakai untuk melukiskan zat asasi yang disebut jiwa (soul). You want to understand yourself, it means you want to understand your own soul and your own essence of your spirit. Itulah “diri” (self). Istilah self ini, “diri saya,” berarti pribadi. Saya mempunyai pribadi sebagaimana Allah mempunyai Pribadi, maka Allah mempunyai self dan saya yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah juga mempunyai self. Dan si aku yang berpribadi ini harus menyangkal self demi kembali kepada Self-nya Allah. Itulah arti sesungguhnya dari “rohani”.

Rohani bukan suatu keadaan “sedang rohani”. Rohani bukan penampilan memakai jubah, toga, karena di belakang toga seringkali banyak dosa. Rohani jangan dibuat-buat. Rohani adalah the true of your which submits you before God (dirimu yang sesungguhnya ditaklukkan kepada diri Allah). Itulah rohani yang sesungguhynya. Keikhlasan, ketulusan yang tanpa topeng, itulah rohani. Tidak ada gunanya jika Saudara berusia 18 tahun, lalu memakai pakaian usia 80 tahun agar kelihatan rohani. Rohani itu be your true self (jadilah dirimu yang sesungguhnya).

True self denies yourself and unites yourself with God’s self (diri yang sejati menyangkal diri sendiri dan menyatukan diri dengan Diri Allah). Maka Yesus mengatakan, sangkallah diri lalu ikutlah Aku. Itulah penyangkalan, itulah rohani, itulah iman, itulah ketaatan, dan itulah penyerahan diri.

Apakah penyerahan diri atau dedikasi itu? Itu berarti saya menyerahkan diri, menyangkal diri, dan menggabungkan diri saya dengan diri Kristus. Pada waktu self ini mengatakan, “I am myself (saya punya diri saya sendiri)” dan saya tidak mau bergabung dengan Dirinya Allah – biarpun Dia Allah, saya diciptakan menurut peta dan teladan Allah – itulah dosa.

Si “diri” yang tidak mau taat kepada Diri Allah mengakibatkan kemungkinan kita bersalah, karena dia mempunyai neutral goodness yang tidak dikontrol oleh Absolute Goodness. Hanya Allah yang merupakan kebaikan yang mutlak. Ketika Kebaikan Mutlak mengontrol seluruh kebaikan ciptaan yang netral, maka Saudara berada di dalam keadaan yang baik dan aman. Ketika kebaikan netral Saudara tidak dikontrol oleh Kebaikan Mutlak atau Pencipta, Saudara berada di dalam bahaya. Oleh sebab itu Yesus mengatakan, “Barangsiapa mau mengikut Aku, ia harus menyangkal diri, memikul salib, baru bisa mengikut Aku.” Itulah orang Kristen sejati. Tetapi banyak orang Kristen yang menginginkan, “Tuhan berikan kepadaku kekayaan, aku minta mobil VW hijau, bernomor ini, jadilah kehendakku.” Biarlah kehendak Tuhan yang jadi, bukan kehendakku!

Jadi, diri sayalah yang harus dimasukkan ke dalam Dirinya Allah, bukan Dirinya Allah yang harus dicocokkan supaya sama dengan keadaan saya. Dengan demikian kita mulai membabat dosa dari akarnya.

PENANGGUNG JAWAB DOSA

Setelah berdosa, manusia harus menuntut siapa yang bertanggung jawab. Apakah Tuhan yang harus bertanggung jawab karena Ia yang menciptakan manusia? Seperti ada orang yang atas hasutan setan mengatakan, “Tidak perlu kita takut kepada ayah dan ibu kita, dan tidak perlu menganggap orangtua berjasa besar, Engkau dilahirkan karena ayah dan ibumu mau bersenang-senang,” sehingga mengakibatkan Saudara tidak menghormati ayah ibumu. Demikian orang mengatakan, ”Kita dipermainkan oleh Tuhan Allah. Dia menciptakan kita lalu membiarkanb kita berdosa, lalu Dia menurunkan Yesus, pura-pura menderita di atas kayu salib, karena Dia Allah, tentunya tidak bisa menderita.” Kalimat itu merupakan kalimat hasutan Iblis. Tuhan Yesus harus menjadi manusia, karena apa? Karena tanpa menjadi manusia, ia tidak mungkin disalib. Ia menjadi manusia berpartisipasi di dalam daging dan darah, sehingga Ia bisa ditusuk, bisa sakit, bisa sedih, bisa lapar, bisa haus, bisa merasa tersendiri. Ia adalah Allah sejati dan manusia sejati. Inilah suatu ibadah yang paling dalam: Allah menjadi daging. Firman menjadi manusia. Ini adalah rahasia iman yang besar menurut perkataan Paulus.

Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas dosa? Diri sendiri! Banyak orang Kristen sekarang diajar berdoa, ”Tuhan, aku berdosa karena si Iblis itu,” atau “Tuhan, aku bersalah karena digoda oleh Iblis.” Jadi manusia tidak mau mengaku, semua tidak ada yang salah, tidak ada yang berdosa, yang salah dan berdosa adalah Iblis.

Apakah Alkitab mengatakan, “Akui dosa-dosamu sendiri ditambah akui dosa-dosa Iblis?” Tidak ada! Alkitab mengatakan, “Jika kita mengakui dosa-dosa kita sendiri, maka Allah adalah setia dan adil” (1 Yohanes 1:9). Diri menjadi sumber, menjadi penanggung jawab dosa. Meskipun ada godaan, tidak berarti kita tidak perliu bertanggung jawab.

1) Penghakiman pada Malaikat

Penghakiman jangan dilihat hanya dari segi eskatologis sebab di sepanjang Alkitab, penghakiman sudah ada sebelum dunia diciptakan. Sebelum dunia diciptakan, sudah ada penghakiman. Penghakiman yang dilakukan sebelum dunia diciptakan pertama-tama ditujukan kepada dunia roh, yaitu malaikat-malaikat yang melawan Tuhan (fallen angels, Lucifwer and other angels of the fallen angels). Penghulu dari malaikat-malaikat yang jatuh dalam dosa, pertama-tama dilemparkan dan dicampakkan oleh Tuhan, itulah penghakiman yang pertama terjadi.

Mengapa Iblis mau jadi seperti Allah, bukannya mau kemuliaan seperti Allah? Mengapa Iblis mau merebut kuasa Allah, sehingga ia bisa menerima sembah sujud? Perhatikan, ini adalah suatu godaan yang besar. Kita tidak suka diperintah, tetapi kita semua suka memerintah. Kita tidak suka dicaci maki, tetapi kita senang dipuja-puji. Dan kita juga menyukai keadaan yang paling mutlak, yaitu kita paling senang kalau menggantikan Allah, sehingga disembah sujud. Itu berarti kita sedang menyerupai Iblis. Malaikat jatuh menjadi Iblis karena dia ingin disembah.

Mengapa hak untuk disembah ini hanya ada pada Allah? Mengapa hanya Allah yang boleh disembah, sedangkan saya tidak boleh? Saya juga mau disembah sujud; saya juga mau merebut kekuasaan untuk disembah. Mengejar hak menerima sembah sujud adalah suatu ambisi yang liar, yang paling dibenci Allah.

Saya minta pemuda-pemudi memperhatikan, agar tidak usah gila hormat. Seumur hidup saya berusaha gila mutu, tetapi tidak gila hormat. Akhirnya orang mau menghormati saya, bukan karena saya paksa, bukan karena saya minta atau saya perintah atau saya takut-takuti. Tidak. Saya menghormati tukang becak sama seperti saya menghormati orang kaya. Saya tidak akan bersikap baik kepada orang-orang kaya, lalu berubah sikap terhadap orang miskin. Manusia sama-sama diciptakan oleh Allah. Orang mau menghormati Saudara karena Saudara memang patut dihormati. Tetapi kalau Saudara hanya mau dihormati, memaksa orang orang menghormati, Saudara sedang memikul salib yang tidak ada pahalanya. Saudara sedang memikul salib yang tidak ada pahalanya. Ini adalah rahasia: Respect is willingly given to you not forcefully compelled by you (Hormat diberikan secara rela kepada Saudara, dan bukannya dituntut secara paksa).

Pada waktu Iblis mau dihormati, mau menjadi seperti Allah, langsung Allah mencampakkan dia, karena dia tidak lagi cukup syarat untuk menjadi malaikat dan pemimpin, lalu dia diturunkan. Inilah penghakiman terhadap Iblis. Lalu Iblis ditaruh di mana? Dia dibelenggu dalam kegelapan. Mungkin Saudara bertanya, “Mengapa dia bisa sedemikian bebas mengganggu begitu banyak orang?” Dia mengganggu orang karena orang itu masuk ke dalam wilayah kegelapan, bukan karena dia keluar dari kegelapan lalu bisa mengganggu orang yang ada di tengah-tengah keadaan netral. Ini suatu relativisme.


Menurut Alkitab dan Theologi Reformed, tidak ada seorang pun yang sekarang ini netral. Setelah kejatuhan Adam, semua orang telah kehilangan kenetralannya dan semua sudah ada di dalam satu status seperti yang disebut Augustinus: non posse non peccare (tidak dapat tidak berdosa). Semua orang adalah orang berdosa. Setiap orang kini kehilangan suatu kemungkinan untuk tidak berbuat dosa. Saudara tidak mempunyai kekuatan, Saudara tidak mempunyai cara untuk menghindarkan diri dari berbuat dosa. Setiap orang dilahirkan di dalam dosa dan setiap orang sudah tidak punya kemungkinan untuk tidak berbuat dosa. Inilah status setelah Adam jatuh ke dalam dosa.

Mungkin Saudara bertanya, apa status manusia sebelum Adam jatuh ke dalam dosa? Statusnya adalah posse peccare (dapat berdosa). Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, setelah dia digoda dan taat kepada Iblis, lalu seluruh umat manusia dimasukkan ke dalam wilayah kegelapan. Ini yang disebut tidak ada kemungkinan untuk tidak berbuat dosa, dan ini disebut dosa asal (original sin). Yang disebut dosa asal adalah dosa yang mau tidak mau kita sudah terima secara representatif. Kita berdosa dan kita semua diciptakan di bawah aliran hidup Adam.

OrangJepang adalah orang yang tidak mau mengalah, tidak mau menyerah. Ketika berperang, jika dia sudah terkepung dan harus mati, maka ia bunuh diri. Ia merasa matinya mulia, karena bukan dibunuh. Itu berarti ia belum pernah kalah. Saya rasa satu-satunya negara Asia yang bertulang cukup kuat adalah Jepang.

Orang Asia lainnya kalau melihat orang Amerika semua jadi buta. Saya sangat benci sikap sedemikian. Di Hongkong, suatu kali saya melihat petugas imigrasi yang ketika bertemu orang kulit putih begitu sopan dan penuh senyum, tetapi begitu keras terhadap sesama orang Cina. Saya berkata kepadanya, “Saudara seperti budak orang kulit putih. Saya harap Saudara sadar bahwa Saudara adalah orang Asia, jangan bersikap seperti budak.”

Jepang dengan berani menghantam kapal Amerika. Itu suatu keberanian besar, meskipun saya tidak setuju. Tetapi sedikitnya dia punya tulang. Saya rasa orang Asia tidak perlu kalah dari orang Barat. Kita sebagai orang Indonesia perlu bertulang, walau sudah pernah 350 tahun dijajah oleh orang Belanda. Jangan sampai kita memerlukan 350 tahun lagi untuk bisa bertulang.

Pada waktu saya masih kecil, semua kebangunan rohani yang besar harus dilakukan orang Amerika. Saya melawan prinsip itu. Kini, saya mempunyai kebaktian yang lebih besar daripada kebaktian yang dilakukan orang Amerika. Orang Asia juga bisa melakukannya. Kita memiliki uang, kita memiliki massa, dan kita juga memiliki karunia, mengapa kita harus bergantung pada orang lain. Saya tidak mau membeda-bedakan orang. Saya minta kita semua tahu bahwa kita dicipta oleh Tuhan dan kita harus mempunyai kebanggaan sendiri.

Pada waktu Kristus menyelamatkan kita, baru kita memasuki tempat ketiga, yaitu status posse non peccare (dapat tidak berdosa). Setelah Kristus menyelamatkan kita, baru kita mempunyai kemungkinan untuk tidak berbuat dosa, karena Roh Kudus menolong kita kalau kita betul-betul taat kepada Dia. Kita mempunyai kemungkinan mencapai kemenangan. Namun itu tidak berarti orang Kristen tidak bisa kalah terhadap dosa, tidak berarti orang Kristen tidak mungkin jatuh dalam dosa. Tetapi saya menegaskan bahwa ada kemungkinan menang terhadap dosa. Roh yang berada di dalam kita lebih besar daripada roh yang berada di dalam dunia, dan Roh yang berada di dalam kita – melalui ketaatan kita kepada Tuhan – memberikan kekuatan dan kesucian kepada kita. Kita harus percaya itu. Tetapi status ini masih belum mutlak, karena kita harus melalui suatu keselamatan yang sedang diproses. Jika proses itu sudah berhasil sampai sempurna, kita menuju kepada non posse peccare (tidak dapat berdosa). Bilamana? Ketika kita masuk sorga. Ini adalah empat tahap status di dalam kerangka theologi Reformed. Jika Saudara mendapatkan konsep ini, ingatlah bahwa ke-empat status ini diambil dari theologi Reformed, dari Augustinus, Martin Lurther, John Calvin, dan gereja-gereja Reformed yang ketat.

Jika Saudara berkata, “Oh sekarang semua bebas,” maka kebebasan sebelum Adam jatuh berbeda dengan kebebasan sesudah Adam jatuh, dan berbeda juga dengan kebebasan setelah ditebus oleh Kristus, dan juga berbeda dengan kebebasan nanti di sorga. Semua sastrawan, filsuf, semua agamawan, semua orang yang menjadi pujangga, dengan pikiran yang sudah jatuh ke dalam dosa, tidak mungkin pernah mengerti hal ini, kecuali ia kembali kepada Firman Tuhan dan pencerahan Roh Kudus yang memimpin gereja dari zaman ke zaman kepada theologi yang benar.

BAB 5 : DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN.

KEPASTIAN PENGHAKIMAN (2)

2. Penghakiman pada Manusia

Penghakiman yang kedua adalah untuk manusia. Setelah malaikat dihakimi, kini penghakiman datang kepada manusia. Sesudah malaikat dihakimi, manusia baru diciptakan. Lalu kita bertanya, “Mengapa Allah menciptakan manusia?” Allah menciptakan manusia untuk menjadi saksi Allah di tengah-tengah Allah dan Iblis. Kalimat ini jikalau Saudara jelas, dan mengerti, mengakibatkan Saudara tidak berani lagi sembarangan hidup sebagai manusia. Saudara adalah makhluk yang menentukan, karena Saudara dicipta di tengah-tengah Allah dan Iblis. Saudara sekarang harus menjadi saksi.

Augustinus memiliki suatu pemikiran theologi yang luar biasa. Ia mengatakan, “Sebanyak jumlah malaikat yang jatuh, sebanyak itulah jumlah yang akan diisi oleh manusia yang dipilih menurut kehendak Allah untuk mengisi kekosongan itu kembali.” Jadi, menurut Augustinus, jumlah kaum pilihan sama banyaknya dengan malaikat yang jatuh. Jika ada beribu-ribu juta malaikat yang jatuh, maka beribu-ribu juta manusia juga akan diselamatkan, karena Alkitab tidak pernah mengatakan, setiap orang di dunia akan diselamatkan. Alkitab juga tidak mengatakan, nanti neraka akan kosong dan sorga akan penuh. Alkitab mengatakan bahwa ada kaum pilihan, ada orang yang diselamatkan, yaitu mereka yang mendengar Injil dan menjawab “ya” kepada Tuhan. Setelah berkata “ya” mereka baru sadar, bahwa mereka tidak bisa mengatakan “ya” kalau bukan Roh Kudus yang menggerakkan. Itulah kaum pilihan.

a) Penghakiman di Eden

Manusia pertama-tama dihakimi oleh Tuhan di taman Eden. Heran sekali, waktu Allah melaksanakan penghakiman di taman Eden, Dia memakai media malaikat. Perhatikan ini, semuanya kait-mengkait secara luar biasa. Malaikat jatuh, dihakimi oleh Tuhan. Malaikat yang tidak jatuh dipakai untuk menghaklimi manusia. Jadi di sini relasi malaikat-manusia saling terkait di seluruh Alkitab. Malaikat yang tidak jatuh dipakai oleh Tuhan untuk menjaga taman Eden, dengan suatu pedang yang berputar terus, berarti tidak habis-habisnya keadilan Allah sedang berproses untuk terus-menerus menjalankan sifat ilahi untuk menentang dosa. Tetapi, pedang yang terus beerputar, yang di tangan Kerubim itu, membuat tidak ada lagi kemungkinan bagi manusia untuk masuk ke taman Eden lagi, berarti perceraian sudah terjadi. Where sin is, there is separation. Where sin is, there is isolation. Where sin is, there is alienation. Istilah ketiga yang saya pakai selain separation dan isolation adalah alienation, suatu istilah yang paling banyak dipakai oleh orang-orang komunis, baik oleh Lenin, Stalin, maupun Mao Tze Dong sampai Deng Xiao Ping. Mereka suka memakai istilah alienation, yaitu pengasingan yang membuat Saudara tersendiri.

Tetapi sebenarnya, pengertian itu sudah dimulai dari konsep Alkitab. Manusia yang sudah berbuat dosa dipisahkan oleh Tuhan, diisolasikan dan dipisahkan sehingga tidak ada kontak lagi, maka manusia menunggu penghakiman selanjutnya.

b. Penghakiman Hati Nurani

Penghakiman kedua adalah pekerjaan hati nurani Saudara. Istilah “hati nurani” di dalam bahasa Latin adalah conscientia. Dan istilah ini tidak ada di dalam bahasa Ibrani, sehingga tidak pernah muncul satu kali pun tentang hati nurani di dalam Perjanjian Lama. Tetapi bukan karena istilah ini tidak muncul berarti tidak ada, karena di dalam Perjanjian Lama gejala-gejala hati nurani muncul begitu jelas, misalnya setelah Adam berdosa, dia merasa takut. Perasaan takut adalah refleksi adanya sesuatu yang sedang bekerja abnormal. Seharusnya hati itu harmonis dengan kelakuan dan pikiran. Sekarang hati itu menjadi lawan dan perasaannya sudah berubah menjadi takut. Mengapa? Ia tidak lagi pada kondisi normal, ia sedang melawan, sedang berkonflik, sedang menggeser diri, menjadikan manusia takut. Misalnya, pada waktu Daud memotong ujung pakaian Saul, hatinya merasa tidak enak. Ini membuktikan bahwa hati nurani bekerja di dalam Perjanjian Lama, sekalipun istilahnya tidak muncul. Dengan pencerahan dan wahyu progresif (yang semakin berkembang), kita melihat istilah ini muncul dalam Perjanjian Baru. Hati nurani diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Arab; nur rani, nur artinya cahaya, nurani berarti cahaya yang mendasar dalam hati seseorang.

Menurut Alkitab Perjanjian Lama, dalam Amsal, Roh Manusia merupakan pelita Tuhan (Amsal 20:27). Berarti di dalam diri kita ada pelita. Pelita itu adalah pelita yang bercahaya, seperti lampu tempel yang sedang bercahaya. Pelita ini dalam bahasa Arab adalah nur, bahasa Indonesia nurani, dan pelita ini menurut orang Tionghoa yang mengikuti filsafat Mencius, merupakan suatu perasaan halus dalam hati yang membedakan baik dan jahat, yang memberikan penegrtian untuk bersimpati kepada orang lain. Ketika melihat orang miskin, kita tergerak; kalau orang sakit keras, kita ingin membantu; kalau melihat orang jahat, kita jengkel. Kita bisa jengkel, bisa senang, bisa kasihan, itu pekerjaan hati nurani. Perasaan ini dimengerti oleh orang Timur jauh lebih kuat daripada orang Barat. Orang Timur kalau melihat orang menangis ingin ikut menangis, kalau orang Barat melihat Saudara menangis akan dipotret. Mereka terlalu rasional. Orang Timur kalau pergi ke gereja suka menangis, orang Barat kalau pergi ke gereja suka membanggakan diri. Mana yang lebih memiliki Roh Kudsus? Roh Kudus bukan roh perasaan. Roh Kudus bukan roh rasio; Roh Kudus adalah Roh Kebenaran.

Hati nurani, di dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru adalah suneidesis, dan dalam bahasa Latin adalah conscientia, artinya company of knowing, artinya bersama dengan saya mengetahui sesuatu. Ketika Saudara pergi ke suatu tempat, Saudara melihat ada sebuah arloji Rolex platinum, yang sudah Saudara inginkan sejak lama, lalu Saudara melihat kiri kanan, depan belakang, tidak ada pendeta atau majelis, puji Tuhan ada Rolex, puji Tuhan tidak ada orang tahu. Lalu Saudara berkata, “Tuhan terima kasih kesempatan yang baik sudah tiba. Anugerah-Mu begitu besar, mengirim Rolex tanpa mengirim mata, aku bersyukur kepada-Mu.” Lalu Saudara bawa pulang. Saudara memang mengatakan, “Tidak ada orang,” tetapi dalam hati ada yang berkata, “Siapa bilang tidak ada yang tahu, saya juga tahu.” Saya itu siapa? Saya itu hati nurani (co-knower).

Itulah susahnya menjadi manusia, di mana-mana ada mata-mata yang ikut mengintai. Itu representatif dari Tuhan, tetapi mata-mata itu “kurang baik” karena bisa disuap dan ditekan. Jadi, ada orang-orang yang hati nuraninya sudah tidak lagi berfungsi. [Bagian ini sudah dijelaskan di dal;am Bab 4 “Sembilan Sarana Penghakiman Allah” di butir “Penghakiman Hati Nurani.”]

PENGHAKIMAN ALLAH ATAS DOSA MANUSIA

Allah yang benar dan adil adalah Allah yang mengadili dunia yang telah berdosa dan melanggar keadilan dan kebenaran Allah. Dunia ini pasti diadili oleh Tuhan, dunia ini pasti akan menerima penghakiman dari Tuhan, tidak peduli manusia setuju atau tidak setuju. Orang yang berkata, “Saya tidak percaya kepada Allah,” suatu hari harus berdiri di hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan segala hal, termasuk kalimat yang ia ucapkan. Alkitab dengan jelas menyatakan penghakiman Allah, yang akan dimulai dari rumah-Nya sendiri.

Kedua ayat di atas menunjukkan kepada kita bahwa Allah telah terus-menerus memberikan toleransi kepada kita, manusia yang berdosa ini, untuk bertobat. Tetapi kita selalu berkata bahwa segala sesuatu beres; sekalipun telah berbuat dosa, semuanya tetap lancar; sekalipun berbuat dosa begitu besar, Allah tidak bisa apa-apa. Inilah kebodohan manusia yang menilai kelancaran diri untuk menentukan Allah marah atau tidak. Saya rasa, ajaran yang salah seperti ini sedang melanda seluruh Indonesia.

Ada orang yang menganggap jika seorang mati kecelakaan, berarti ia dikutuk Tuhan; dan jika dilimpahi segala kekayaan, kemurahan, dianggap sebagai bukti Tuhan memberkati. Ajaran sedemikian kelihatannya benar, tetapi salah, karena Anak Allah sendiri hidup paling menderita di dunia, bukan karena dosa, tetapi karena rencana Allah untuk meremukkan Dia (Yesaya 53). Ayub menderita karena ujian Allah menunjukkan bahwa ia adalah orang yang mengikut Tuhan dengan hati yang murni. Stefanus dirajam dengan batu justru untuk membuktikan kepada orang lain bahwa ia begitu setia sampai mati (Kisah Para Rasul 8).

Alkitab mengajarkan sebaliknya, orang yang hidup lancar dan memiliki kekayaan mungkin bukan karena berkat Allah. Ada orang yang menjadi kaya karena dosanya begitu besar. Ia telah menyimpang dari segala jalan yang benar, sehingga untuk sementara ia mendapatkan banyak berkat kekayaan, tetapi bukan dari Allah, melainkan dari Iblis. Itu sebabnya, yang miskin jangan iri hati kepada yang kaya, dan yang sakit jangan cemburu kepada mereka yang sehat. Pada waktu pemazmur menanyakan, “Mengapa ada orang yang begitu jahat hidupnya begitu lancar, begitu berkembang dan maju?” Tuhan memberikan wahyu kepada orang-orang demikian, sehingga mereka tahu bahwa orang yang kelihatannya begitu lancar, sebenarnya sedang menuju suatu jalan licin yang akan menjatuhkan mereka sendiri (Mazmur 73). Kekayaan dan kelancaran tidak membuktikan bahwa orang tersebut diberkati Tuhan. Banyak kekayaan yang berasal dari Iblis. Tuhan Yesus sudah memberikan contoh kepada kita, bahwa Ia menolak segala kedudukan dan kekayaan dari Iblis, dan rela naik ke kayu salib (Matius 4:11). Barangsiapa menganggap semua penderitaan adalah wakil atau simbol kutuk Allah, ia belum mengerti Alkitab dan ia tidak berhak berdiri untuk mengajar orang lain. Paulus mengatakan ada hukuman yang datang seketika, tetapi ada juga hukuman yang mengejar sampai hari pengadilan terakhir.

Seperti juga ilustrasi dua orang disebuah kota kecil Urina di Uni Sovyet pada zaman kejayaaan komunisme sekitar 80 tahun yang lalu, yang mempropagandakan tidak ada Allah dengan jalan menembakkan pistolnya ke atas, seolah menembak Allah sambil menghina Allah. Tidak ada dosa yang tidak dihakimi Allah, tidak ada dosa yang lolos dari keadilan Allah. Mungkin Allah menghukum dengan segera, tetapi mungkin juga Allah membiarkan sampai pada penghakiman terakhir.

Dengan segenap hati saya menegaskan, yangan bermain-main dengan Allah. Allah tidak mau dipermainkan. Celakalah Saudara yang melakukan segala sesuatu dengan kebebasan Saudara yang tidak terkendalikan. Celakalah Saudara yang berani mempermainkan anugerah Tuhan dengan mempermainkan yang benar dengan yang tidak benar. Tidak ada satu kelakuan dosa atau pikiran yang jahat yang tidak dihakimi Allah. Jika Saudara mau menjadi seorang yang takut dan hormat kepada Allah, berhati-hatilah dengan semua benih kejahatan dari Iblis yang ditanam di dalam hati, pikiran,dan tindakan Saudara. Allah tidak pernah memberikan tempat bagi dosa. Oleh sebab dosa manusia, Anak Allah harus mati di kayu salib; karena dosa manusia, Yesus Kristus harus dikutuk dan berteriak, “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Awal Oktober 1992 di Korea, ada pendeta yang ditangkap karena ia berkhotbah bahwa Tuhan Yesus akan datang tanggal 28 Oktober 1992, sehingga banyak orang memberikan persembahan, dan uang sekitar US $8.000.000 itu dimasukkan ke dalam rekening pribadinya di bank. Saya sangat tidak setuju dengan gereja yang seluruh perpuluhan dari anggotanya diberikan kepada pendeta. Itu ajaran sesat, ajaran yang tidak benar. Di dalam Alkitab, khususnya Perjanjian Lama, dikatakan bahwa seluruh perpuluhan dari 12 suku Israel; diberikan kepada satu suku, yaitu suku Lewi. Ini berarti 12 suku berbanding 1 suku, maka kira-kira perpuluhan dari 12 orang untuk 1 orang. Tetapi jika kita satu gereja dengan 5.000 anggota memberikan perpuluhan untuk 1 orang, itu hal yang tidak beres. Hal sedemikian merupakan pencarian nafkah yang lebih tamak daripada Yudas. Pemimpin-pemimpin gereja seperti demikian harus bertobat! Jangan kira Saudara sedang menjalankan perintah Alkitab. Jangan kira dengan demikian Saudara boleh menjadi cukong-cukong yang mencuri uang Tuhan. Perpuluhan adalah untuk seluruh keluarga Tuhan, bukan untuk kepentingan pribadi. Pendeta tidak boleh memakai uang Tuhan di dalam rekening bank sendiri untuk mendirikan yayasan, lalu semua keuangan dan inventaris gereja diatas-namakan pribadi sendiri. Itu semua penipuan dan pencurian. Di Indonesia sudah terlalu banyak pencuri yang berjubah pendeta. Mereka pasti tidak akan dilepaskan dari penghakiman Allah.

Hukuman Allah didasarkan pada keadilan ilahi. Kesucian ilahi, keadilan ilahi, harus dilaksanakan di atas bumi. Di dalam Yesaya 42:1,4, Tuhan Allah berkata tentang Mesias (Kristus): “Lihatlah. Itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan....supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa....sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.” Dia tidak akan kecewa, tidak akan putus asa, dan terus-menerus menegakkan kebenaran di atas bumi ini.

Sebagai penutup, kita akan melihat adanya lingkup penghakiman yang terjadi.

Pertama-tama, adalah penghakiman untuk orang Kristen sendiri. Jangan Saudara kira orang Kristen tidak akan dihakimi. Orang Kristen memang tidak dihakimi karena status dosa mereka. Hal ini sudah dibereskan pada waktu Roh Kudus memberikan penghakiman, yaitu pada wajktu mereka mendengar Injil. Tetapi Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa penghakiman Allah akan dimulai dari keluarga Allah sendiri. Itu sebabnya, Saudara sebagai anak-anak Allah tidak bisa luput dari penghakiman Allah. Pasti ada penghakiman bagi kita, meskipun penghakiman itu bukan mengenai dosa dan kebinasaan, tetapi mengenai bagaimana kesetiaan, hidup kesaksian dan pelayanan kita. Penghakiman bagi kita adalah penghakiman atas segala sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan di dalam penatalayanan. The Judgment will start from the family of God hiomself, from the household of God, dimulai dari keluarga Allah, dimulai dari rumah Tuhan sendiri. Berarti anak-anak Kristen, orang-orang yang sudah diselamatkan harus bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikaruniakan oleh Tuhan baik waktu, uang, bakat, talenta, maupun pikiran, segala sesuatu yang ada pada Saudara. Dengan nama lain, inilah penghakiman di atas takhta Kristus.

Setelah penghakiman atas rumah Tuhan, barulah dilaksanakan penghakiman terakhir yaitu penghakiman di atas Takhta Putih. Pengadilan ini adalah penghakiman untuk seluruh manusia di dunia, untuk segala bangsa, segala raja, segala jendral, segala pembesar. Pada waktu mereka melihat Anak Allah murka, mereka akan berteriak, “Biarlah batu menimpa kepalaku, gunung jatuh ke atasku, tindaslah aku, karena aku tidak tahan melihat Anak Allah itu marah dan aku akan dihakimi!”

Pada waktu hari itu tiba, tidak ada satu orang pun bisa meloloskan diri dari Tuhan. Biarpun sebelumnya Saudara mengaku sebagai seorang atheis, saat itu Saudara harus mengaku Allah ada, tetapi sudah terlambat. Dua ratus tahun yang lalu, seorang politikus di Inggris bernama Thomas Scott mengatakan satu kalimat sebelum kematiannya, “I have never believed in heaven and hell before, but now I believe both, yet it is too late.” (Aku belum pernah percaya sorga dan neraka sebelumnya, sekarang aku percaya keduanya, namun sudah terlambat), lalu ia menutup matanya.

PENUTUP: DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN

Penghakiman akan tiba, penghakiman sedang berjalan dan penghakiman didasarkan pada empat prinsip ini: (1) berdasarkan kedaulatan Allah yang adil; (2) berdasarkan segala kelakuanmu, termasuk yang tidak diketahui oleh orang lain, tetapi Tuhan tahu; (3) berdasarkan Injil yang sudah diberitakan dan responmu; dan terakhir (4) berdasarkan rahasia-rahasia Allah yang melampaui marifat (hikmat) manusia. Yesus akan segera datang kembali, dan penghakiman terakhir itu akan dijalankan. Mengapa kita mengabarkan Injil? Karena takut akan Allah, maka kita harus memberitahu orang lain adanya pengharapan di dalam Kristus.

Sudahkah Saudara siap sedia berjumpa dengan Allah? Sudahkah Saudara mempersiapkan diri melalui bahan-bahan seperti ini? Atau hanya sekadar supaya tahu lebih banyak untuk isi otak Saudara saja?

DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN

Amin.

Dr Stephen Tong
Source : https://teologiareformed.blogspot.com/2018/06/dosa-keadilan-dan-penghakiman.html#

Tags