Latest News

Showing posts with label Setan. Show all posts
Showing posts with label Setan. Show all posts

Tuesday, January 29, 2019

ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN


PENDAHULUAN: ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .(st)

“Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.” (Roma 8:14,16)

Pada zaman ini, begitu banyak orang yang mengatakan dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi tidak pernah mengerti artinya memikul salib bagi Tuhan. Rekan saya, Pdt. Stephen Chiu, memberikan satu kesaksian yang indah tentang seorang pendeta yang karena jelas akan pimpinan Roh Kudus, pergi ke pulau Hainan dan memberitakan Injil di sana. Tetapi pemerintah Komunis sangat tidak menyenanginya dan menganiaya dia. Pada saat demikian, ia tidak berhenti melayani, sekalipun banyak orang Kristen yang ketakutan sehingga akhirnya mengalah dan dengan genderang berjalan di jalanan sambil berseru, “Binasalah Kekristenan...jayalah Komunisme, Yesus tidak ada...” Pendeta ini tetap melihat Alkitab tidak pernah memperbolehkan orang Kristen berbuat demikian, maka ia tetap menolak. Akibatnya ia dipenjarakan selama 15 tahun. Ketika ia dipenjarakan, Ia tidak menggerutu kepada Tuhan, mengapa ketika menjalankan kehendak Tuhan ia mengalami hal sedemikian. Ia tetap giat melayani di dalam penjara, sehingga banyak orang yang mengenal Tuhan di dalam penjara itu. Sekeluar dari penjara ia semakin giat melayani Tuhan. Inilah orang yang betul-betul mengerti pimpinan Roh Kudus.

Ketika orang Kristen menjalanklan kehendak Tuhan, di mana pun ia ditempatkan, ada orang di ditu. Di penjara ada orang, di padang belantara pun ada orang. Di mana pun kita berada, kita dapat melayani orang.

Tema ini merupakan tema yang unik dan merupakan lanjutan dari tema-tema sebelumnya. Tetapi dari tema ini, kita akan memberikan perhatian yang lebih kepada hal yang kedua, yaitu “suara hati nurani”.

Siapakah orang Kristen? Orang Kristen adalah satu-satunya golongan manusia yang diberi Roh Kudus, untuk mendampingi dan berdiam diri di dalam dirinya selama-lamanya. Maka kemudian Roh Kudus dan roh kita akan bersaksi bersama-sama bahwa kita adalah anak-anak Allah. Betapa indahnya!

Lalu, bagaimana kita membedakan orang yang di dalamnya ada Roh Kudus dengan yang tidak? Mungkinkah orang yang tidak memiliki Roh Kudus menjadi lebih suci dibanding dengan orang yang memiliki Roh Kudus? Seharusnya tentu tidak. Mungkinkah orang yang tidak memiliki Roh Kudus lebih bijaksana dari orang yang memiliki Roh Kudus? Seharusnya tidak. Tetapi justru kita melihat gejala yang aneh, di mana pendeta-pendeta yang seringkali berkhotbah tentang Roh Kudus, justru hidupnya tidak kudus, keuangannya tidak beres, kehidupan seksualnya tidak keruan dan penuh dengan skandal. Berarti ada sesuatu yang salah. Kita melihat ada banyak yang perlu dikoreksi dan dibereskan. Bagaimanakah kita dapat mempertanggung-jawabkan hal-hal seperti itu?

Orang yang bukan Kristen adalah orang yang tidak didampingi oleh Roh Kudus, dan kadang-kadang diganggu oleh roh Setan. Orang Kristen mungkin rohnya diganggu oleh roh Setan, tetapi Roh Kudus akan mendampingi dan memberi kekuatan kepadanya. Maka orang Kristen seharusnya memiliki kesukaan yang penuh dengan kesadaran bahwa Roh Kudus diberikan dan dimeteraikan di dalam hati mereka. Roh ini akan bersaksi bersama dengan roh kita bahwa kita adalah anak-anak Allah, sehingga memberikan kekuatan untuk melawan godaan, kutukan dan tuduhan roh Setan.

Manusia adalah satu-satunya golongan manusia yang diberi Roh Kudus, di mana Roh Kudus berdiam di dalam manusia yang juga memiliki roh. Roh manusia ini memiliki fungsi, yaitu moralitas, sehingga di sini hati nurani merupakan suara dari roh, bukan roh Allah, tetapi suara dari roh yang dicipta oleh Allah. Ini sebabnya, kita perlu menyelesaikan beberapa pengertian yang penting mengenai hati nurani ini.

Untuk itu, kita harus memikirkan, apakah faedah, keuntungan dan apakah saya dapat dianggap sebagai orang yang memiliki Roh Kudus? Di dalam Alkitab ada dua orang, yaitu (1) Yusuf; dan (2) Daniel. Mereka berdua dipenuhi oleh Roh dari Tuhan Allah. Dan oranmg kafir melihat mereka berbeda dari orang lain secara umum. Perbedaannya adalah: (a) mereka memiliki bijhaksana yang luar biasa, juga (b) mereka bekerja dengan sangat setia, teliti, dan (c) kehidupan mereka sangat beres dan suci. Ketiga ciri ini menjadikan orang luar langsung dapat menilai bahwa ada Roh Allah di dalam dia. Demikian pula orang-orang menilai Daniel. Kalau ia pergi ke kantor, maka pekerjaannya, kesetiaannya, ketelitiannya sangat akurat dan teratur. Hal ini membuat orang hormat padanya. Juga cara dia mengerti sesuatu dan menjawab sesuatu. Jawabannya selalu penuh kebijaksanaan. Maka tentulah hal itu dari Tuhan. Ditambah lagi, kehidupannya suci dan tidak berkompromi.

Ketikla isteri Potifar kesepian, dan melihat ada “manager” suaminya yang muda dan ganteng, maka ia mulai merayu Yusuf. Berhati-hatilah para isteri, ketika ditinggal pergi oleh suami janganlah melirik kiri kanan. Demikian juga para pegawai, jangan mau dirayu oleh isteri boss, tetapi usirlah dia seperti mengusir setan! Tidak peduli setelah itu Saudara akan dipecat atau dikucilkan.

Ketika Yusuf dirayu, ia tidak melihat itu sebagai “kesempatan emas” untuk berkolusi dengan istri boss, atau mendapatkan kemungkinan promosi jabatan; tetapi sebagai seorang yang dipenuhi oleh Roh Kudus, ia mengatakan: “Bolehkah saya berbuat dosa yang besar ini dan berbuat salah di hadapan Tuhanku?”

Catatan ini merupakan catatan Alkitab yang memiliki standard moral yang paling tinggi di dalam Perjanjian Lama, sebelum Taurat diberikan. Siapakah Yusuf? Di zaman Yusuf belum ada Hukum Taurat, belum pernah ia mengikuti kebaktian setiap minggu, dan ia tidak memiliki kesempatan seperti Saudara, di mana Saudara dapat senantiasa mendengar khotbah dan diajar dengan firman Tuhan. Ia hanya mengetahui takut kepada Allah. Sebelum ada Taurat, sebelum ada aturan-aturan Taurat, sudah ada seorang anak muda yang mengerti bahwa berdosa bukanlah kepada pimpinan atau kepada suami yang isterinya menyeleweng itu, bukan juga berdosa kepada diri sendiri atau keluarga, tetapi berdosa kepada Allah. Konsep ini begitu jelas dalam diri Yusuf. Dengan tegas ia mengatakan: “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kejadian 39:9).

Ketika Saudara menendang orang, lalu minta maaf kepada dia, sebenarnya Saudara sedang bersalah bukan hanya kepada dia, tetapi kepada Allah, karena orang itu dicipta oleh Allah dan adalah milik Allah. Dan Yusuf juga jelas bahwa tidur dengan perempuan yang bukan isterinya secara sah adalah kejahatan yang besar! Sekarang ini, berapa banyak orang yang sudah pergi mencari pelacur masih berani menjadi majelis; berapa banyak orang yang sambil berzinah berani berkhotbah, bahkan menjadi pendeta. Itu berarti, apa yang mereka katakan sebagai “Roh Kudus” adalah kata yang sia-sia. Di mana sungguh-sungguh ada Roh Kudus, di situ terdapat kekudusan, karena Roh Kudus adalah Roh bijaksana, Roh yang memberikan tanggung jawab, dan Roh yang memberikan kesucian dan mendorong kita untuk hidup kudus.

Ada orang yang mengatakan Stephen Tong tidak mempunyai Roh Kudus karena tidak dapat berglosolalia, tidak dapat membuat orang terjatuh atau tertawa, atau karena doanya tidak gemetar. Itu semua teori buatan manusia. Sekarang sudah waktunya teori-teori demikian harus kita buang, karena doktrin-doktrin semacam itu tidak berdasarkan Alkitab.

Gejala seeprti ini dimulai sekitar 30 tahun yang lalu. Mereka mengatakan bahwa gereja jangan terlalu mengajarkan doktrin, tetapi tidak ada pengalaman. Tetapi justru karena doktrinnya tidak beres, semua pengalaman itu harus dibuang. Kita harus kembali kepada doktrin yang benar.

Yusuf dan Daniel adalah orang-orang yang dipenuhi oleh Roh Allah. Hal itu menyebabkan mereka berul-betul bertanggung jawab. Apa yang dikatakan dilaksanakan. Mereka tidak sembarangan berkata lalu pelaksanaannya kacau luar biasa. Berani berjanji lalu tidak menepati. Orang yang memiliki Roh Kudus tidak demikian. Orang yang memiliki Roh Kudus adalah orang yang hidupnya bertanggung jawab dan hidup kudus, karena Roh Kudus adalah Roh yang memberikan ketertiban dan Roh yang tidak mau di mana ia berada di situ tercemar dengan kenajisan. Itulah alasan tema ini sangat penting.

BAB 1 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

MANUSIA DAN HATI NURANI (1)

“Roh Manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya.” (Amsal 20:27)

Banyak orang ingin mengetahui hal-hal apakah yang ingin dibahas di dalam tema ini. Tema ini herndak membicarakan bagaimana kita dapat membedakan suara dari Tuhan, suara diri sendiri, atau suara Setan. Sebenarnya intinya adalah ketika manusia dicipta dengan hati nurani, bagaimana seharusnya ia hidup di dalam dunia ini, sehingga ia dapat memiliki pegangan dan arah yang menuju kepada kekekalan dengan bertanggung jawab.

Roh Kudus, suara hati nurani dan Setan menyangkut tiga nama yang memiliki oknum yang betul-betul hidup. Roh Kudus adalah Oknum Ke-tiga dari Allah Tritunggal. Roh Kudus adalah Roh yang hidup dan yang menghidupkan. Roh Kudus adalah Roh pemberi hidup dan pemberi hidup kembali. Hidup yang pertama berasal dari Roh Kudus dan hidup baru pun berasal dari Roh Kudus. Roh Kudus adalah Roh yang kekal. Maka Ia diletakkan di posisi yang pertama dalam tema ini. Kita tidak boleh dan memang tidak mungkin menyetarakan Roh Kudus dengan hati nurani dan Setan. Di sini Roh Kudus mempunyai peranan yang penting dan yang paling penting, karena Dia adalah satu-satunya yang ber-Oknum dengan sifat ilahi. Oknum ini adalah Pencipta dan tidak dicipta. Hati nurani dan Setan adalah ciptaan.

Hati nurani berada di dalam pribadi manusia, dan Setan juga adalah satu pribadi. Memang hati nurani bukan satu-satunya yang berada di dalam pribadi manusia. Pribadi manusia memiliki banyak aspek yang lain, namun hati nurani merupakan salah satu aspek yang berada di dalam diri manusia. Hati nurani bukan Allah dan tidak bersifat ilahi. Jika Roh Kudus adalah Pribadi, maka hati nurani berada di dalam pribadi. Hati nurani berada di dalam jiwa yang kekal, tetapi ia tidak bersifat dari kekal sampai kekal. Ia berawal ketika dicipta dan tidak pernah berhenti bereksistensi sampai pada kekekalan.

Setan juga adalah pribadi yang dicipta. Ia adalah roh yang jatuh, yang gagal dan roh yang tidak taat kepada Tuhan. Maka terjadilah pencampakan yang dilakukan Allah terhadap Setan. Setan dibuang dari tempat kemuliaan yang terhormat, kepada status kehinaan dan penghukuman yang selama-lamanya tidak pernah dipulihkan oleh Tuhan. Jelas bahwa Setan tidak memiliki sifat ilahi, ia adalah ciptaan. Setan tidak serupa dengan Allah sebagai Pencipta, ia adalah ciptaan. Tetapi Allah bukan dari semula mencipta Setan sebagai Setan. Pada mulanya ia adalah makhluk rohani yang memiliki kekekalan mulai dari saat penciptaannya. Ia bersifat roh, maka tidak mempunyai titik henti atau titik akhir dari keberadaan Setan. Ia dicipta sebagai penghulu malaikat, tetapi yang kemudian tidak taat, sehingga statusnya diturunkan oleh Tuhan. Keadaan ini sangat berbeda dari keadaan manusia, yang pada awalnya dicipta oleh Tuhan, sehingga pada saat kita jatuh, berbeda dari kejatuhan Setan.

Kejatuhan malaikat adalah kejatuhan tanpa adanya penggoda. Kejatuhan manusia ada penggodanya. Perbedaan ini merupakan perbedaan yang sangat besar. Di dalam pribadi kita sebagai pribadi yang dicipta sebagai peta dan teladan Allah, kita berkaitan dengan dunia rohani. Maka, pertama, itu memungkinkan adanya suara Tuhan yang kita ketahui, karena Allah telah mewahyukan firman-Nya di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kedua, kita juga mungkin mendengar suarta dari hati nurani kita sendiri, yang membentuk suatu dialog antara diri dengan diri. Ketiga, kita juga mungkin mendengar suara Iblis yang melawan Tuhan, yang menjadi penggoda manusia. Di satu aspek ia menentang Allah dan di aspek yang lain ia mau menjatuhkan manusia.

I. KEUNIKAN MANUSIA

Mengapa kita disebut manusia? Manusia disebut manusia, karena manusia berbeda dari segala makhluk yang lain. Tetapi dalam hal apakah manusia berbeda dari makhluk yang lain? Dari kemampuan mata, kita mungkin kalah dari anjing; dari kekuatan fisik, mungkin kita kalah dari gorila atau gajah. Kemampuan telinga kita kalah dari kucing atau tikus; penciuman kita kalah dibandingkan ikan Salmon.

[Dengan penciuman yang sangat tajam, ikan Salmon mampu membedakan komposisi air laut yang hanya seperjuta persen bedanya. Hal itu yang menyebabkan ia dapat kembali dengan tepat ke danau atau kolam di mana dulu ia dilahirkan. Di tengah lautan Pasifik yang luas, ia dapat menemukan jalan kembali melalui sungai yang tepat di danau di tengah daratan di mana ia dulu dilahirkan.]

Di tengah-tengah zaman Post-modernisme sekarang ini, kehebatan binatang seperti di atas banyak ditonjolkan. Seperti kemampuan anjing yang dapat pulang kembali ke rumah setelah berpisah beratus mil jauhnya, atau pun gejala-gejala binatang lainnya, untuk menghilangkan perbedaan unik antara manusia dengan binatang. Dengan cara itu teori-teori manusia tidak lagi terlihat hebat, karena binatang-binatang pun memiliki pikiran, analisis intelek dan bahasa yang tidak kita ketahui. Dengan demikian, iman Kekristenan akan digeser dari akarnya satu-persatu tanpa disadari. Banyak orang yang tidak mengerti tipuan ini, hanya melihatnya sebagai sesuatu yang lucu; padahal sebenarnya perbedaan antara manusia dan binatang sudah dilunturkan. Kalau perbedaan-perbedaan itu sudah lepas, manusia tidak lagi perlu beriman kepada Tuhan, karena semua sama.

Tetapi manusia berbeda dari binatang! Meskipun secara fisiologis atau semua reaksi-reaksi fisiologikalnya mirip, binatang tetap berbeda dari manusia. Memang kalau binatang dapat sakit perut seperti manusia sakit perut, dan binatang ketika sakit dapat diberi obat manusia (dengan dosis berbeda tentunya) dan menjadi sembuh. Tetapi binatang adalah binatang dan manusia adalah manusia. Manusia bukan binatang, dan binatang bukanlah manusia. Apa yang membedakannya?

Perbedaannya adalah adanya satu unsur yang berada di dalam diri manusia. Unsur ini memiliki banyak aspek, di mana tidak satu pun dari aspek-aspek tersebut yang terdapat di dalam binatang. Keunikan manusia ini harus dipelihara, karena jika kita tidak memelihara keunikan ini, kita sendiri yang menurunkan derajat diri kita seperti binatang, atau menaikkan binatang setara dengan kita, dan pada akhirnya kita telah menolak prinsip Alkitab tentang kehormatan dabn kemuliaan manusia.

Mazmur 8 menegaskan, bahwa Allah telah menciptakan manusia dan memahkotai manusia itu dengan kemuliaan dan hormat. Manusia diberi kemuliaan dan hormat. Mengapa manusia diberi kemuliaan dan hormat? Apakah kemuliaan dan hormat itu? Sebenarnya semua ini menunjuk kepada apa yang dicantumkan di dalam Kejadian 1:26-27: “Manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah.”

Manusia mirip Allah, karena di dalam diri manusia ada unsur yang menjadikan kita mirip dengan Tuhan, sehingga di dalam kemiripan itu terjadilah aspek-aspek yang tidak terdapat pada binatang. Kita memang dicipta seperti Tuhan, namun seringkali dalam hidup kita sehari-hari kita tidak seperti Tuhan, tetapi seperti hantu. Kita seringkali membuat orang lain takut, hidup kita tidak menjadi berkat bagi orang lain. Seringkali kita mengutuk orang lain dan membuat dunia lebih kacau, lebih immoral dan lebih najis, dan lebih jauh dari Tuhan. Kalau hidup kita tidak seperti Tuhan, kita tidak mencapai target yang ditentukan oleh Tuhan.

Inilah dosa (hamartia – bahasa Yunani), yang berarti tidak mencapai sasaran. Ketika manusia tidak mencapai sasaran seperti yang Tuhan tetapkan, maka Tuhan menyebut dia sebagai orang berdosa. Kita berdosa, berarti kita tidak mencapai sasaran, tidak mencapai tujuan yang ditetapkan oleh Tuhan. Jadi, bagaimana seharusnya manusia hidup?

Manusia harus hidup bukan menurut standar yang ditentukan oleh ayah. Terkadang ayah atau ibu terlalu rendah standarnya. Karena Tuihan Allah lebih tinggi dan lebih mengerti standar manusia dibandingkan dengan ayah atau ibu, maka kita harus menemukan bagaimana kita harus hidup seturut kehendak Tuhan. Kita harus hidup sesuai dengan sasaran yang ditetapkan oleh Tuhan Allah bagi kita.

Peta dan teladan itu membuat kita mirip dengan Tuhan, tetapi kita tidak mungkin mirip dengan Tuhan secara jasmaniah, karena Allah tidak bertubuh jasmani. Alkitab mengajar kita bahwa Allah adalah Roh.

Kemiripan kita dengan Pencipta kita harus dimengerti dari unsur rohaniah. Maka kita secara rohani harus menurut peta dan teladan Allah. Kita harus secara spiritual seperti Allah. Maka, jika manusia tidak memiliki unsur rohani, tidak mungkin manusia dapat mirip Allah yang adalah Roh. Itu sebabnya, manusia dicipta sebagai makhluk yang bersifat rohaniah, yang berbeda dari makhluk-makhluk lainnnya.

Ada orang yang mengatakan, bahwa bukankah manusia memiliki jiwa, dan jiwa itu bersifat rohani? Benar! Lalu binatang-binatang juga memiliki jiwa dan jiwa mereka juga bersifat rohani. Betul. Tetapi jiwa mereka tidak memiliki unsur peta dan teladan Allah, sehingga jiwa mereka tidak mungkin mirip dengan Tuhan Allah. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki kemungkinan mirip dengan Tuhan Allah. Jika kita dapat menemukan kunci pengertian ini, kita akan menjadi menusia yang indah, tetapi jika tidak menemukannya, kita dapat menjadi lebih celaka dari binatang.

Seorang sastrawan yang bertemu dengan saya di Amerika Serikat baru-baru ini, mengatakan bahwa jikalau manusia tidak mencapai apa yang harus ia capai, kemudian dihina orang dengan perkataan, “Ih, jahat sekali orang itu, hidup seperti binatang.” Kalimat itu dianggap tidak adil. Lalu saya bertanya kepada dia, mengapa ia menganggap itu tidak adil. Dia memberi penjelasan yang sangat mengejutkan saya. Ia mengatakan: “Janganlah menghina binatang. Binatang tidak buas seperti yang kita pikirkan. Kalau seseorang membantai orang, ia melakukan itu karena membalas dendam dengan alasan yang tidak memadai. Demikian juga sama halnya dengan orang yang suka menyedot uang orang lain tidak habis-habisnya untuk memperkaya diri sendiri. Itu kurang ajar sekali. Binatang tidak demikian. Binatang yang makan kenyang, tidak akan mengganggu lagi dan tidak serakah. Ia hanya mau mengisi sifat jasmaniahnya saja, tidak lebih dari itu. Maka kalau memaki orang dengan mengatakan buasnya seperti binatang, kalimat itu bersifat tidak adil terhadap binatang. Karena binatang tidak sebuas itu.”

Ketika manusia kehiulangan sifat kemanusiaannya (manship), ia bukan seperti binatang, tetapi non-manuisia. Pada saat manusia menjadi bukan manusia, ia mungkin akan jauh lebih jahat dari binatang, karena bagaimana pun galaknya, binatang tidak memiliki pikiran yang lebih pandai dari manusia. Maka ketika kepiting menggigit, ia tidak memiliki strategi untuk mengorganisir satu serangan, dengan berbagai tipuan yang licik, strategi-strategi yang jahat.

Yang menjadikan manusia memiliki sifat kemanusiaan itu adalah aspek-aspek yang sangat banyak sebagai ekstensi dari unsur rohaniah, yang merupakan peta dan teladan Allah tersebut. Di dalamnya terdapat aspek-aspek seperti kekekalan, kebebasan, rasio, moral, kesadaran eksistensi diri, sifat relatif antara diri dengan diri, dll. Semua ini merupakan tema-tema yang sangat besar. Karena Allah adalah Tuhan, maka manusia juga diberi sifat kebebasan, bagaikan “tuhan kecil” di tengah-tengah ciptaan di dunia ini. Maka manusia memainkan peranan kealahan terhadap binatang dan alam semesta ini.

Kita akan menjadi “allah” bagi anjing atau kucing kita. Kalau kita tidak ada, binatang itu menjadi “ateis”. Dengan kehadiran kita, ia menjadi ”teis”. Tetapi ia tidak dapat membedakan teis yang mana, karena ia tidak dapat melihat Allah yang rohani, yang tidak kelihatan. Ia hanya dapat melihat Allah yang kelihatan, yaitu diri kita. Maka kita menjadi penolong, juruselamat, pemberi hidup, pemelihara, ataupun pembunuh mati bagi anjing-anjing kita. Jadi bagi anjing kita, kita adalah allahnya. Tetapi celaka sekali kalau kalimat “aku tuhan” tidak dikatakan kepada anjing kita, tetapi dikatakan kepada Allah yang asli. Ini tindakan yang sangat kurang ajar. Tuhan yang asli mengatakan bahwa di luar Tuhan tidak ada Tuhan yang lain, dan ini menjadi hukum yang pertama dari Hukum Taurat. Hukum Pertama ini tidak mengizinkan kita membalikkan sifat yang mirip Tuhan ini menjadikan diri kita Tuhan. Mirip berarti bukan. Kalau sama bukan mirip. Manusia bukan Tuhan, hanya memiliki kemiripan dengan Tuhan.

Kita memiliki kekekalan, karena Allah kekal; kita memiliki rasio karena Allah adalah kebenaran itu sendiri, dan kita memiliki moralitas karena Allah adalah kesucian itu sendiri; kita memiliki sifat hukum karena Allah adalah kebenaran-keadilan (righteousness) itu sendiri. Kita juga memiliki sifat relatif diri terhadap diri yang eksistensial, sehingga diri dapat menilai diri, diri dapat menghakimi diri, dan diri dapat mengkritik diri. Sifat seperti ini hanya ada pada manusia, tidak terdapat pada kucing. Bagaimana pun dilatih, tidak mungkin kucing akan memandang cermin, lalu menyisir rambutnya atau mengatur ulang agar kelihatan lebih “pas” menurutnya, karena dia tidak memiliki sifat eksistensi relatif diri terhadap diri ini. Sifat eksistensi relatif hanya dimiliki oleh manusia.

Ketika seorang melihat cermin, sebenarnya ia tidak jujur. Ia bukan ingin melihat cermin, tetapi ingin melihat bayangan dirinya yang dipantulkan oleh cermin itu. Yang benar-benar mau melihat cermin hanyalah penjual cermin, karena ia ingin menjual cermin. Pada saat seseorang melihat cermin, tanpa sadar ia sedang berkaitan dengan satu teologi yang penting, yaitu sifat eksistensi relatif diri terhadap diri yang hanya dimiliki oleh manusia. Sifat ini merupakan dasar dimungkinkannya self-dialog.

Bab 1 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

MANUSIA DAN HATI NURANI (2)

“Roh Manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya.” (Amsal 20:27)

II. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK TERTINGGI

Kini kita masuk ke dalam butir yang penting, yang ingin dibicarakan di sini, yaitu hati nurani. Ketika Tuhan menciptakan manusia, Ia membubuhkan sesuatu yang lebih dari semua binatang. Secara ruang, mungkin manusia lebih kecil dibandingkan dengan binatang-binatang yang besar. Tetapi kita dapat berpikir secara vertikal, yaitu dapat berpikir tentang Allah. Manusia memiliki relasi vertikal yang tidak dapat dipersamakan dengan binatang. Binatang hanya hidup mengandalkan dunia jasmaniah, dunia bawah saja. Manusia tidak demikian. Manusia dapat menengadah, dapat memuji, berharap, bersyukur, dan beriman kepada Tuhan. Semua ini merupakan aspek rasio. Sifat hukum yang didasarkan pada kemungkinan bahwa kita mirip dengan Allah.

Jadi, binatang mirip manusia di dalam hubungan sifat materi dan sifat alamiahnya. Manusia mirip Allah di dalam sifat rohani dan relasi spiritualnya. Di sini binatang mirip manusia, misalnya jika ada obat yang baru, dicoba dulu pada binatang. Ini memang dimungkinkan. Tetapi celakanya, orang-orang biologi bukan cuma melihat miripnya, tetapi kemudian menganggap ada relasi sumbernya. Maka mereka mulai memikirkan teori evolusi. Karena mirip, mereka menganggap binatang sebagai kakek atau nenek moyang mereka. Bukan saja demikian, ada yang kemnudian melihat bahwa mereka bukan hanya mirip, tetapi dianggap sebagai dewa mereka. Di sini kita melihat bagaimana kita melihat nilai hidup kita, eksistensi kita dan memperbandingkannya dengan semua makhluk hidup atau binatang lainnya. Pikiran ini sangat mempengaruhi kebudayaan dan kebangsaan, filsafat, kedokteran, mentalitas, dan cara hidup kita di dunia ini.

Ada agama yang membuat binatang justru menjadi ilah mereka. Ketika Yehovah di seru-seru dan Musa sebagai hamba-Nya tidak turun-turun dari gunung, maka orang Israel mulai mau mencari Allah yang lain. Allah Yehovah itu tidak mereka lihat, dan sekarang Musa dipanggil ke atas gunung, lalu hilang juga. Maka kemudian mereka membuat ilah yang dapat dipegang terus dan mereka turut menanam saham di dalamnya. Maka mereka membuat suatu lembu dari emas. Menurut pikiran mereka, jikalau sudah mendapatkan lembu emas, inilah ilah yang dapat mereka lihat. Maka mereka mulai menyembah lembu itu. Bukankah ini gila? Bukankah manusia dapat berbuat kesalahan yang begitu besar? Manusia menghadap kepada binatang lalu menyembah binatang itu bagaikan berhadapan dengan Allah. Di lain pihak, ada manusia yang merusak dan menganiaya binatang sewenang-wenang, inipun tidak boleh dilakukan manusia. Allah memang menciptakan binatang untuk manusia. Kita boleh memakannya, tetapi kita tidak berhak mnenyiksa binatang, itu tidak benar. Manusia mempersamakan binatang dengan manusia, juga tidak benar. Memperdewakan binatang juga tidak benar.

Maka kita perlu mengerti perbedaan manusia dengan binatang. Perbedaan ini harus dapat dimengerti melalui teologi. Setelah kita mengerti dan menemukan sesungguhnya pengertian ini, barulah kita merngerti bagaimana seharusnya kita menguasai binatang, memperlakukan diri lebih dari binatang, dan pada akhirnya bersembah sujud kepada Tuhan. Alkitab mengajarkan diperbolehkannya mempergunakan binatang sebagai korban untuk dipersembahkan kepada Allah.

Ketika Oknum Allah yang Kedua berinkarnasi ke dalam dunia, Ia memisalkan diri sebagai Domba untuk menggantikan binatang-binatang lainnya yang sebenarnya tidak mungkin mampu untuk membereskan dosa manusia.

III. PERBEDAAN HAKIKI MANUSIA DAN BINATANG

A). Konsep Barat : Rasio

2300 tahun yang lalu, orang Barat mulai memiukirkan batasan, faktor pembeda dan perbedaan kualitatif antara manusia dengan berbagai binatang. Di antara mereka, seorang yang bernama Aristoteles, menemukan bahwa manusia dan binatang sangat berbeda, karena manusia mempunyai daya pikir yang tidakmungkin terdapat pada binatang. Maka perbedaan binatang dan manuysia adalah rasio. Karena manusia memiliki rasio, maka manusia dapat berspekulasi, dapat berimajinasi, dapat melakukan deduksi atau induksi, dapat berhitung secara matematik, dapat memiliki kemampuan prediksi, silogisme dan berlogika untuk menemukan dalil-dalil dan prinsip-prinsip.

Oleh karena itu, jika kita menemukan buku-buku filsafat Barat kuno, judulnya tidak lepas dari dua temna besar, yaitu Prinsip (On Principles of) dan Alam (On Nature). Mereka tidak mau dipuaskan oleh hal-hal fenomena atau gejala-gejala saja, tetapi merekja berusaha untuk mengetahui sifat esensi dasar atau prinsipnya. Maka esensi dasar ini akhirnya dipersamakan dengan alam (nature). Dari penelitian alam, mereka akhirnya melihat sesuatu yang terus-menerus tidak berubah, sehingga pada akhirnya mereka mengatakan bahwa hal itu “memang demikian”. Dan pengertian ”memenag demikian” itu dipersamakan dengan hal yang alamiah. Ini yang disebut sebagai esensi dasar. Hal-hal ini tidak dapat diubah lagi. Apa yang menyebabkan singa itu sebagai singa atau manusia itu sebagai manusia. Dan hal ini tidak mungkin dapat diubah, karena ditanam langsung oleh Tuhan sebagai Pencipta sehingga kita dicipta memang demikian. Menurut Aristoteles, sifat pembeda ini bagi manusia adalah rasio. Manusia adalah makhluk rasional.

Seorang pujangga Cina yang karena bertentangan dengan rezim komunis, lari ke Amerika Serikat. Ia memiliki pikiran yang tajam sekali. Ketika mengikuti Institut Reformed di Washington DC yang saya dirikan, ia mengajukan pertanyaan yang sulit: “Menurut evolusi, monyet yang paling pandai dengan manusia yang paling bodoh bedanya sedikit sekali, mungkin lebih pandai monyet. Mungkinkah dalam hal ini kita masih memegang teori kreasi dan menolak teori evolusi?” Semua orang terkejut dan semua mata mengarah ke saya. Saya tenang-tenang saja. Saya menjawab: “Pertanyaan tersebut sangat baik. Memang benar, antara manusia yang bodoh, idiot dengan manusia yang sangat pandai berbeda sangat jauh. Monyet yang pandai kelihatan seperti IQ-nya lebih tinggi dari manusia yang idiot. Tetapi jangan lupa, orang yang paling bodoh, kalau melahirkan anak, munghkin anaknya pandai, tetapi monyet yang bagaimana pun pandai kalau melahirkan anak, anak-cucunya tidak akan pernah lulus SD.” Dia tertawa besar dan dia bertanya mengapa saya dapat menjawab demikian cepat. Saya katakan bahwa di dalam Alkitab terdapat banyak jawaban prinsip-prinmsip yang tidak dapat tergoncangkan. Ia sangat menyetujuinya.

Bagaimana pun manusia tetap adalah manusia, Mungkin ia mengalami kerusakan atau cacat, tetapi anak-anaknya tetap adalah anak manusia, yang memiliki sifat dasar manusia. Prinsip manusia sebagai makhluk rasional ini sangat mempengaruhi kebudayaan Barat, sehingga sampai saat ini filsafat Barat sangat memperkembangkan pikiran yang mengutamakan rasio. Semua “logi-logi” menjadi hal yang penting setelah zaman Aristoteles. Pengembangan biologi, fisiologi, psikologi, dan logi-logi lainnya yang paling pesat terjadi di Barat.

Di Timur, logi-logi ini tidak terlalu diperkembangkan. Maka, kalau marah jangan dilawan, karena ia akan mengatakan, “Pokoknya...” Orang Timur makin tua makin “pokoknya”. Ini merupakan otoritarianisme. Tidak ada dan tidak perlu logika-logikaan. Maka tidak heran, hal ini terus-menerus menurun. Kalau obat-obatan Barat hasil penelitian, maka obat-obatan Timur hasil tradisi keturunan. “Pokoknya, kalau tidak pakai obat ini, kakekmu sudah mati lebih cepat. Sekarang engkau tinggal pakai, tidak perlu diselidiki lagi.” Maka akhirnya kita merasa di Timur ada kekurangan sesuatu. Itu alasan, mengapa orang yang ingin belajar tidak dikirim ke Nepal, tetapi dikirim ke Perancis, Jerman, Amerika Serikat. Hal ini karena negara-negara Barat mengembangkan rasio, sehingga logika dan perkembangan logi-logi menjadi titik pusat dari seluruh kegiatan kebudayaan mereka.

B. Konsep Timur : Hati Nurani

Tetapi heran sekali, pada saat yang kira-kira bersamaan, di Timur ada seorang Cina kuno yang bernama Mencius. Mencius hidup dua generasi di bawah Konfusius. Cucu Konfusius pernah menjadi guru dari Mencius, Ia bukan menemukan rasio, tetapi hati nurani (conscience). Menurut Mencius, yang membedakan manusia dengan binatang adalah hati nurani. Maka di dalam bukunya, Mencius menekankan kata “ren” yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau Indonesia. Kata ini kalau mau dipaksakan, diartikan sebagai “manusia”, tetapi manusia dengan sifat kemanusiaan yang memiliki kelemah-lembutan, cinta kasih, pengertian, memiliki sifat simpati kepada orang lain dan perlakuan yang sopan. Gabungan semua pengertian inilah yang dimaksud dengan kata “ren”. Jadi, kalau mau menjadi manusia, seseorang harus bersifat demikian. Kalau tidak mencapai sifat demikian, ia belum menjadi manusia. Maka Mencius menekankan bahwa empat perasaan, yaitu: dapat merasa terharu dan berbelas kasihan, malu ketika berbuat salah, membedakan yang baik dan jahat, dan merasa tertarik pada hal-hal yang sangat indah, hanya dimiliki oleh manusia, yang membedakannya dari semua binatang.

Seseorang baru dianggap manusia jika ia memenuhi satu standar, yang menentukan bagaimana manusia seharusnya. Standar itu bagaikan kunci pas, sehingga sopan-santun, kelemah-lembutan, cinta kasih, pengertian saling menghormati dll, semua harus berada di situ. Hal ini terus-menerus dibicarakan di dalam filsafat Tiongkok, tetapi tidak pernah mendapatkan jawaban yang tuntas, kecuali kembali kepada Alkitab.

Menurut Mencius, hati nurani memiliki beberapa perasaan dan fungsi yang unik, antara lain: dapat terharu, dapat membedakan baik dan jahat, dapat menyesal, dapat membedakan benar dan salah, malu karena salah. Semua sifat ini tidak ada pada binatang. Tetapi perasaan apakah ini? Ini adalah perasaaan dari hati yang sedalam-dalamnya.

Terkadang seseorang membaca buku, lalu menangis karena terharu, padahal cerita yang ditulis di buku itu tidak pernah ada, hanya merupakan imajinasai pengarang saja. Tetapi ketika membaca, hati kita tersentuh, lalu timbul perasaan simpati, merasa kasihan dan ikut menangis. Perasaan-perasaan itu secara keseluruhan merupakan perasaan hati nurani. Dari sini kita melihat bahwa sama sepertiu seluruh kebudayaan Barat dipengaruhi oleh penemuan rasio oleh Aristoteles, maka kebudayaan di Timur dipengaruhi oleh penemuan hati nurani oleh Mencius. Hal ini merupakan perbedaan besar antara Timur dan Barat.

Tetapi Barat hanya menemukan sesuatu yang ada pada manusia dan Timur juga hanya menemukan sesuatu yang ada pada manusia. Bukan Aristoteles yang membuat rasio, atau Mencious yang mebuat hati nurani. Semua itu sudah ada di dalam diri manusia. Mereka hanya menemukan saja. Bahkan bukan hanya dua itu saja. Masih ada banyak sifat lain yang belum mereka temukan, seperti sifat kekekalan, sifat kesadaran perasaan tanggung jawab kepada Allah dan harus beriman. Hal-hal seperti ini belum ditemukan baik oleh Aristoteles maupun Mencius. Maka dibandingkan dengan Alkitab, pikiran Aristoteles maupun Mencius masih terlalu dangkal. Yang betul-betul lengkap dan sempurna adalah Kitab Suci, wahyu Allah di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Maka perasaan malu kalau berbuat jahat, merasa perlu untuk berbuat baik dan menjauhi yang salah, merasa terharu dan dapat menolong orang lain, merasa perlu untuk menolong kalau ada orang dalam kebutuhan atau kesusahan, memperbaharui seluruh kebudayaan Timur.

Orang di Timur selalu merasa sungkan atau segan. Sungkan karena sekampung, sungkan karena masih famili jauh. Perasaan ini dari mana? Orang Barat tidak terlalu banyak sungkan dengan orang lain. Yang dipentingkan adalah rasio dan pemikiran, tidak terlalu peduli yang lain. Orang Timur lebih banyak terkait dengan perasaan hati.

Kadang-kadang suara hati nurani sangat mempengaruhi tindakan kita di kemudian hari. Kalau hati kita bicara sesuatu, hal itu dapat mempengaruhi cara hidup di waktu-waktu berikutnya. Terkadang, hati kita mengatakan, “Jangan berbuat begitu, di seluruh keluargamu tidak ada yang berbuat seperti itu; engkau kan orang Kristen, tidak boleh berbuat begitu.” Lalu kita jawab, “Ya sudah, saya tidak melakukannya.” Pernahkah Saudara berbicara pada diri Saudara sendiri, seperti di atas? Hal ini seringkali kita alami, karena di dalam diri manusia ada satu perasaan self-existensial-relativity (relativitas eksistensi diri), yang belum pernah diketahui oleh Aristoteles maupun Mencius.

Ketika kita sedang berdialog dengan diri kita, tiba-tiba kita merasakan ada suara lain yang memperkuat salah satu argumentasi dialog tersebut. Suara ini dapat berasal dari Roh yang baik, atau roh yang jahat. Maka orang Kristen perlu mampu membedakan, mana suara yang netral, maka suara yang dibantu oleh Roh Kudus, dan yang mana suara dari Setan.

IV. MENGENALI HATI NURANI

Dari hal ini, terlihat betapa penting dan seriusnya hati nurani. Itu sebabnya pribadi manusia memiliki perasaan tanggung jawab yang sangat berat. Tidak ada seorang pun yang dapat menghindarkan diri dari teguran hati nurani, yang terkadang tidak dapat dipadamkan oleh kebiasaan kita berbuat dosa.

Namun, sebagaimana pentingnya hati nurani tetap tidak pernah mutlak, karena ia tetap sebuah ciptaan. Hati nurani bukan pribadi. Bukan berarti saya adalah satu pribadi dan hati nurani saya adalah pribadi yang lain. Tetapi ini merupakan dua aspek dari satu eksistensi yang bersifat relatif di dalam satu pribadi. Maka di sini terdapat satu pribadi dengan dua fungsi.

Ketika seseorang atau satu makhluk diberi kebebasan, maka ada wakil suara Tuhan yang menjadi co-knower (yang bersama-sama mengetahui) dengan pelaku dosa di dalam kebebasan tersebut. Hati nurani merupakan wakil suara Tuhan yang menyelidiki, bersaksi dan berbicara, memberi perintah dan peringatan serta menghakimi orang yang berbuat dosa.

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa kita akan berdiri di hadapan Tuhan. Dan Tuhan akan menghakimi kita atas semua perbuatan yang telah kita lakukan (band. 2 Korintus 5:10). Dan perbuatan itu dinilai berdasarkan satu fungsi, yang mirip seperti fungsi Taurat, memberitahu hal yang baik dan jahat, yaitu hati nurani.

V. KETIDAK-NETRALAN HATI NURANI

Dalam hal seperti ini, jangan beranggapan bahwa hati nurani kita berada di posisi netral. Tidak! Kira-kira 1500 tahun yang lalu, ada seorang teolog Kristen yang bernama Agustinus, yang menemukan bahwa suara hati nurani manusia sudah tidak mungkin bersifat netral lagi. Kebebasan dan fungsi hati nurani pada saat pertama dicipta oleh Tuhan masih memiliki sifat netralnya. Sebenarnya di dalam pemberian kebebasan dan fungsi ini, Tuhan menetapkan suatu waktu yang nantinya akan memantapkan dan menyempurnakan fungsinya. Selama waktu itu, Tuhan mengatakan : “Jangan makan buah pohon pengetahuan baik dan jahat itu, (karena waktunya belum tiba) dan pada hari engkau memakannya engkau akan mati.” Berarti fungsi hati nurani yang diciptakan dan fungsi rohani orang itu menjadi rusak dan tidak berfungsi lagi.

Ada orang yang beranggapan bahwa Tuhan tidak mau manusia mengetahui baik dan jahat, melarang manusia memakan buah yang membedakan baik dan jahat. Bagi saya, bukan Alah tidak mau manusia mengetahui baik dan jahat, karena jika demikian tidak mungkin di dalam seluruh Kitab Suci Allah memberitahukan apa itu baik dan apa itu jahat. Tafsiran bahwa Allah tidak mau kita mengetahui seperti yang Allah ketahui, sehingga Allah tidak memperbolehkan manusia mengetahui baik dan jahat, merupakan interpretasi terhadap motivasi Allah yang sudah dipengaruhi oleh suara Setan. Mengapa demikian? Karena setan berkata kepada Hawa untuk memetik dan memakan buah yang kelihatan begitu indah dan kalau Hawa makan, matanya akan menjadi celik. Hawa menjawab bahwa ia tidak boleh makan. Suara hati nurani yang dipengharuhi oleh suara Roh Kudus itu dibelokkan oleh suara Setan. Setan mengatakan, mungkin salah dengar. Setan senantiasa berusaha untuk membelokkan hati nurani yang sedang dipengaruhi oleh suara Roh Kudus. Ia selalu meragukan dan berusaha menyelewengkan hati nurani yang dipengaruhi oleh Roh Kudus.

Penafsiran Alkitab sangat penting, karena sejak hari pertama kegagalan manusia disebabkan karena penafsiran yang bengkok. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa jika seseorang berdoa harus bergemetar baru dipenuhi Roh Kudus, tetapi sekarang ada ajaran-ajaran yang mengatakan bahwa kalau seseorang berdoa tidak gemetar, tidak memiliki Roh Kudus. Alkitab tidak mengajarkan bahwa orang yang dipenuhi Roh Kudus akan jatuh terlentang, tetapi sekarang kalau orang tidak jatuh katanya tidak memiliki Roh Kudus. Alkitab tidak mengajarkan bahwa kita harus penuh dengan cinta kasih sehingga dosa dapat dikompromikan, tetapi sekarang kalau kita berani marah kepada orang berdosa dianggap tidak memiliki Roh Kudus. Semua ini merupakan penafsiran Alkitab yang semaunya sendiri.

Pada saat seperti itu Setan berkata kepada Hawa, “Mungkin Allah salah berbicara, sehingga engkau tidak boleh makan buah itu. Mungkin engkau kurang jelas mendengarnya. Allah pasti tidak begitu jahat, dan pasti Ia memperbolehkan engkau makan. Mana mungkin Allah tahu baik dan jahat, lalu engkau tidak boleh tahu? Mungkin kalau engkau tahu seperti Ia tahu, engkau nanti sama hebatnya seperti Dia, jadi Ia iri hati.” Sekarang tafsiran kebenaran itu dibengkokkan sedikit demi sedikit, sehingga akhirnya Hawa berpikir, ”Allah itu jahat. Ia sendiri tahu baik dan jahat, tetapi saya tidak boleh tahu. Kalau begitu, Dia iri kepada saya. Maka saya justru harus memakan buah itu.” Setelah salah interpretasi, menjadikan orang mulai tidak taat kepada firman.

Sekarang ini juga terdapat dua macam gereja. Ada gereja yang berusaha untuk memberikan interpretasi Alkitab yang secocok mungkin agar iman jemaat dijaga sebaik mungkin. Tetapi ada gereja lain yang demi ingin memperkembangkanb keuntungan diri sendiri menggunakan tafsiran yang semau sendiri, tetapi kita tidak mengetahuinya, karena kita sendiri jarang mempelajari Alkitab secara teliti. Akibatnya, waktu ditipu kita tidak menyadarinya,. Mungkin Saudara heran dan bertanya, “Apakah betul pendeta saya menipu saya?” Saya katakan, mungkin pendeta Saudara tidak sengaja menipu Saudara, tetapi ia sudah tertipu oleh pendeta lain. Mengapa demikian? Karena ia belajar di dalam arus tertentu yang sejak awalnya tidak mempelajari Alkitab baik-baik.

Akibatnya, orang beranggapan kalau dapat membuat orang jatuh itu barulah saya memiliki kuasa Roh Kudus, kalau tidak demikian, saya tidak memiliki kuasa Roh Kudus. Mereka begitu yakin kepada prinsip yang salah, sehingga sekalipun salah mereka terus menjalankan prinsip tersebut. Lalu Saudara ikut terpengaruh oleh pikiran seperti itu. Saya minta Saudara kembali kepada Alkitab.

Tuhan berkata: “Janganlah makan, ketika engkau makan, engkau mati.” Penafsiran yang salah mengatakan: “Ah, tidak mati, ketika engkau makan, engkau tidak mati, tetapi matamu akan celik, menjadi besar.” Ketika Hawa sudah mendengar teori-teori yang terdengar sedap di telinga, ia tidak lagi menguji apakah itu sesuai dengan firman Tuhan atau tidak. Maka ia mulai mengikuti apa yang dikatakan Setan.

Ada seorang anak yang berusia 15 tahun yang merasa iri karena ayah ibunya sudah boleh mengetahui hubungan seks, tetapi ia belum boleh. Maka seorang temannya mulai membujuk dia. Temannya mengatakan kepadanya untuk tidak menunggu, sekarang juga boleh, lalu ia mengajaknya menonton blue-film (film porno). Tetapi anak itu menjawab, bahwa ia tidak diperbolehkan oleh ibunya untukmelihat film seperti itu. Lalu temannya mengatakan, ”Bukankah ibumu sendiri melakukan hal seperti itu, ia cuma tidak mau kamu seperti dia, mengetahui hal yang nikmat.” Maka anak ini mulai merasa dipermainkan oleh ibunya, dan menyetujui apa yang temannya katakan. Du sinilah kejatuhan seseorang, yaitu tidak mengetahui dua hal: (1) standar Allah, dan (2) waktu Allah. Bukan berarti Hawa tidak boleh mengetahui hal baik dan jahat, tetapi ada waktunya dan ada standarnya.

Demikian juga ayah dan ibu bukannya tidak mau anaknya mengenal seks, tetapi harus menunggu supaya betul-betul dewasa tubuh dan jiwanya, lalu masuk ke dalam pengertian yang sejati tentang seks. Maka setelah menikah hal itu dapat dinikmati dengan baik. Anak itu mengomel dan mengatakan, “Mengapa ibu melarang saya untuk pacaran?” Ibunya bertanya, “Usiamu baru berapa?” Ia menjawab, ”Sudah 15 tahun.” Waktunya belum tiba, standarnya juga belum beres, maka tidak boleh mengetahui dulu.

Demikian pula dengan Adam ketika mendengar suara Setan, hati nurani yang netral diusahakan untuk menjadi tidak netral. Allah ingin agar di dalam kenetralan, hati nurani tetap memiliki kepercayaan kepada Allah dan perlu Roh Kudus. Tetrapi Allah tidak mau memaksa, sehingga orang tersebut langsung menjadi orang yang tidak mungkin jatuh lagi. Allah tidak pernah memaksa, Allah memberikan kebebasan kepada Adam (tidak berarti sekarang ini manusia memiliki kebebasan seperti yang dialami oleh Adam sebelum jatuh ke dalam dosa). Adam permulaannya tidak dipaksa. Allah memberikan firman di taman Eden. Setan juga memberikan perkataan yang bengkok di taman Eden. Maka manusia diciptakan di tengah antara suara Allah dan suara Setan. Di sini kedudukan manusia berada di dalam keadaan yang sangat krusial (genting), karena jikalau salah melangkah, manusia itu akan jatuh.

Mengapa majelis berzinah, mengapa pendeta melakukan skandal, mengapa banyak orang yang sudah lama begitu cinta Tuhan, pada akhirnya berantakan tidak keruan? Hal ini disebabkan sampai pada tahap tertentu keadaan krusial ini telah membawanya kepada satu kelonggaran yang tidak mau lagi dicampuri oleh Tuhan. Saya tidak netral seperti yang Allah kehendaki, tetapi saya mau netral seperti yang saya kehendaki. ”Netral seperti yang saya kehendaki” itu berarti sudah tidak netral. Netral seperti yang Tuhan kehendaki, itulah netral yang sejati, karena Dia yang menciptakan kita dan menciptakan sifat netral tersebut.

Setelah seorang dibiaskan oleh suara Setan, maka ia mulai membenci ayah dan ibunya, Allah, perintah, firman, dan merasakan bahwa anjuran teman untuk berdosa lebih nikmat, maka ia menurutinya. Demikian juga Hawa. Ia mulai makan buah itu. Dan setelah makan, ia mulai sadar, matanya menjadi celik, dan sepertinya tidak mati. Bukankah kalau begitu firman itu tidak terlalu benar, terkadang kurang baik? Jadi untuk apa ikut dengan firman atau seminar yang penting? Bukankah mereka yang tidak pernah ikut dengan firman dapat lebih bebas berjudi, bebas bertindak apa saja, tidak ada yang menegur, dapat menjadi lebih cepat kaya? Betapa bodohnya mengikuti firman Tuhan. Maka sekarang suara Setan sudah menang. Yang Tuhan katakan telah engkau lawan.

Tetapi Tuhan memiliki penafsiran yang berbeda, yang dikatakan “hari engkau memakannya, engkau mati” adalah kematian rohani, bukan kematian tubuh, karena manusia dicipta dengan sifat kerohanian. Setan selalu dengan sengaja mengabaikan sifat kerohanian ini, dan hanya mementingkan kepentingan jasmani. Kalau jasmaninya untung besar, rohaninya rugi, tetap dianggap untung. Kalau rohani untung, jasmani rugi, dianggap rugi. Tidak demikian!

Kekayaan orang kaya setelah mati hanya dapat bertahan satu generasi saja, setelah itu tidak ada lagi sisanya. Ada orang yang tidak kaya, tetapi meninggalkan karya yang dapat menjadi berkat beratus generasi. Aesop atau Beethoven adalah orang-orang yang sudah lama meninggal, tetapi karya mereka terus dicetak dan dibaca dan dimainkan orang. Karya-karya Beethoven masih terus dipagelarkan setelah 150 tahun lebih kematiannya. Aesop telah membuat orang selama 2000 tahun terus-menerus memperbanyak karyanya dan membuat masyarakat membacanya. Siapakah yang lebih kaya? Banyak orang berpikiran bahwa kaya itu dihitung dari berapa banyak uangnya di bank. Tidak! Kekayaan adalah sesuatu yang melimpah di dalam hidup kita, sehingga ketika kita meninggal pun kekayaan itu masih terus mengalir menjadi berkat bagi banyak orang. Itulah kaya sejati. Karena manusia tidak memiliki penglihatan yang jauh dan tidak memiliki pemandangan spiritual, maka kita telah ditipu oleh Setan. Kita mati-matian mengejar kekayaan, mati-matian berusaha mau cepat kaya, sampai pada akhirnya ketika jiwa kita terhilang pun kita tidaks adar, moral kita berantakan pun tidak kita sxadari, nama kita, reputasi dan kesetiaan kita rusak, juga tidak kita sadari. Hak kita untuk mencari Tuhan telah kita buang habis-habisan. Kita telah menjadi binatang ekonomi. Buas, hanya mau mencari sesuatu untuk diri, tidak peduli bagimana menjadi berkat untuk masyarakat. Celaka luar biasa!

Bab 1 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

MANUSIA DAN HATI NURANI (3)

“Roh Manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya.” (Amsal 20:27)

VI. HATI NURANI YANG BERSUARA

perlu mengingat bahwa hati nurani ini, sekalipun tidak netral, tetapi masih dapat bersuara. Hati nurani memiliki aspek yang sedemikian besar. Maka pertama-tama kita perlu mengerti darimanakah datangnya hati nurani terserbut.

A. Hati Nurani dalam Pandangan Umum

Sir Herbert Spencer (1820-1903), ia dan rekannya, Sir Thomas Henry Huxley (1825-1895), merupakan tokoh evolusi yang mempopulerkan seluruh teori evolusi dari Charles Darwin ke dunia berbahasa Inggris di seluruh muka bumi. Mereka mengatakan, bahwa tidak mungkin dapat menjelaskan darimana datangnya hati nurani ini.

Kedua orang di atas adalah orang-orang yang paling mewakili dari golongan evolusionisme. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengetahui dari mana datangnya hati nurani. Mereka lebih suka menyebut diri sebagai agnostisis (gnosti = berarti tahu, maka a gnosti = tidak tahu). Maka filsafat Agnostisisme berarti pemahaman bahwa manusia tidak mungkin mengetahui realitas dasar secara tuntas. Mereka mengatakan bahwa kita tidak mengetahui hal-hal tentang Allah, tentang jiwa, kerohanian dan kekekalan. Mereka mengatakan lebih baik kita dengan jujur mengatakan tidak tahu daripada mengatakan tahu padahal kita tidak mengetahui apa-apa. Pemahaman ini adalah pemahaman Agnostisisme. Sesepuhnya adalah Sir Herbert Spencer dan Sir Thomas Henry Huxley di atas.

Mereka mengakui bahwa proses evolusi, dan monosel menjadi binatang yang makin kompleks sampai menjadi manusia, adalah suatu proses yang sangat panjang, meliputi jutaan tahun lamanya. Tetapi dengan proses ini tidak mungkin mendadak muncul dua hal, yaitu: (1) rasio, dan (2) hati nurani. Jadi orang-orang evolusionis tidak dapat memberikan jawaban dari mana asal mula hati nurani. Jangan kita menduga bahwa evolusi telah mengambil banyak hal. Mereka justru tidakmengetahui hal yang paling penting. Mereka melepaskan salah satu pertanyaan yang paling penting di dalam sejarah ini, karena mereka tidak mengetahui jawabannya. Mereka tidak mengetahui mengapa manusia sejak kecil sudah memiliki hati nurani, tetapi binatang yang paling canggih tetap tidak memiliki hati nurani.

Ketikla seorang anak kecil berbuat salah, ia dapat merasakannya dan merasa malu atau takut, karena mengerti ia telah berbuat kesalahan. Tetapi tidak ada kucing yang langsung mengerti kalau ia berbuat salah. Pada suatu kali, anak saya, ketika masih sangat kecil memecahkan gelas. Ketika saya pulang ia begitu diam, padahal biasanya ia menyambut saya dengan girang. Ia berdiri dekat meja dan terus menunduk. Saya panggil dia untuk mendekat, tetapi ia enggan. Ketika saya panggil sekali lagi dan saya tanyakan apakah ia sudah berbuat salah, ia langsung menangis. Saya tahu hati nurani anak ini masih sangat segar. Kalau kita berbuat salah, bukan saja tidak mau mengaku, mungkin kita akan mencari pengacara untuk melawan musuh kita. Anak kecil dapat langsung sadar, ada perasaan malu dan segan. Inilah keindahan manusia. Kalau manusia tidak memiliki perasaan ini lagi, ia tidak beda seperti kucing. Kalau kucing memecahkan gelas, ia segera lari, karena dia menganggap ada orang yang mau mengancam dia. Itulah kucing.

Kalau suatu kebudayaan sudah kehilangan budaya malu, maka kebudayaan itu betul-betul memalukan. Yang tidak mengerti lebih memalukan lagi. Kalau di tengah masyarakjat kita masih ada rasa malu, rasa sungkan, itu berarti masyarakat mulia. Masyarakat yang sudah tidak ada rasa malu, berarti masyarakat itu betul-betul sudah penuh dengan hal yang memalukan. Ini suatu paradoks. Kalau seseorang berbuat salah, lalu mengaku dan marasa malu, itu berarti hati nuraninya masih baik.

Sigmund Freud (1856-1939). Freud, pendiri mazhab Psiko-Analisis, adalah psikolog dari lingkaran Vienna. Ia seorang yang ateis dan sangat melawan Kekristenan. Freud memiliki teori bahwa hati nurani muncul akibat pendidikan, dari a posteriori atau dari pengaruh lingkungan. Dari semua pengaruh itu barulah secara perlahan-lahan muncul hati nurani tersebut. Ketika ayah ibu mengajarkan bahwa orang memiliki hati nurani, atau pendeta mengajarkan bahwa manusia memiliki hati nurani, maka manusia jadi memiliki hati nurani. Pikiran Freud ini telah mempengaruhi seluruh kebudayaan abad XX.

Freud dengan teorinya, yang keseluruhan konsepnya dipengaruhi oleh Modernisme dari Rene Descartes (1596-1650), berusaha menganalisis segala sesuatu. Descartes yang berasal dari Paris, sekitar 300 tahun yang lalu, telah menimbulkan suatu Modernitas di tengah-tengah Modernisme. Di dalamnya manusia hanya mau menerima alam bawah dan menolak alam atas, percaya materi dan menolak rohani, percaya kekinian dan menolak kekekalan, menerima hal-hal yang kelihatan dan menolak hal-hal yang tidak kelihatan, dan menerima relativitas sambil menolak hal-hal yang mutlak. Maka dengan sendirinya mereka menganggap Alkitab itu omong kosong belaka. Mereka beranggapan bahwa karena manusia tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan yang sulit di tengah kehidupan, maka manusia membuat satu dewa untuk melarikan diri dari tuntutan menjawab berbagai gejala dan fenomena alam.

Karena Auguste Comte (1798-1867), yang mewarnai seluruh Modernitas, dan didukung oleh Rasionalisme dari Descartes dan Spinoza (1632-1677), juga oleh Leibniz (1646-1716), dll., maka seluruh kebudayaan Barat selama 300 tahun terakhir ini telah terjerumus kepada ketidak-percayaan akan hal-hal rohani, hal-hal kekekalan, hal-hal supranatuiral dan tidak percaya hal-hal ketuhanan. Mereka sudah sangat terpengaruh olweh filsafat Yunani Kuno, yaitu filsafat Materialisme, dimulai oleh Demokritos. Sistem pikiran ini sedemikian diterima oleh Karl Marx (1818-1883).

Seluruh filsafat Barat, pada akhirnya sampai pada satu kesimpulan: Kalau kita adalah orang modern, maka kita harus membuang iman, membuang hal-hal spiritual, hal-hal yang tidak kelihatan, dan marilah kita menyelidiki dan membicarakannya dengan teori-teori psikologi, bukan dengan teori spoiritual. Mereka beranggapan bahwa seseorang terus berdoa karena merasa kurang aman; seseorang terus percaya kepada Allah karena ia tidak memiliki kekuatan rasa aman untuk hidup tanpa Allah. Dengan teori-teorinya, Freud berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai interpretatos seluruh dunia, bahkan Allah pun diletakkan di bawah penafsirannya. Ia bukan hanya salah di dalam menafsir Alkitab, bahkan ia mau menentukan dari sudat mana ia menafsir Allah. Maka dengan sendirinya ia menolak hati nurani berasal dari Allah.

Ludwig Feuerbach (1804-1872), Karl Marx (1818-1883), Ludwig Wittgennstein (1889-1961), dan A.J.Ayer (1910-1989). Para ilmuwan dari Lingkaran Vienna dan Positivisme Logika, sampai pada Sigmund Freud mengikuti pola Modernitas ini. Sampai pada akhirnya muncul Post-Modernisme yang menghancurkan semua dalil yang dipastikan oleh kaum Moderrnisme ini. Kini kita masuk ke zaman Post-Modernisme dengan paradigma yang baru dan prasuposisi yang berbeda. Maka mereka tampil sama sekali berbeda, dan dengan tugas utama mendobrak dan mencabut seluruh akar Modernisme.

Freud mengatakan bahwa tidak ada hati nurani. Yang disebut sebagai hati nurani sebenarnya adalah suatu akibat dari tradisi, pendidikan atau lingkungan yang disodorkan kepada seseorang, oleh suatu masyarakat yang percaya secara a priori adanya hati nurani. Pandangan ini tidak tepat, karena jika seorang manusia dari sejak lahir diasingkan di hutan, maka apabila ia tidak mati, ia tidak mendapatkan pengaruh manusia sedikitpun. Setelah sepuluh tahun, ketika ia dibawa kembali ke peradaban m,anusia, maka dengan segera hati nuraninya akan berfungsi. Tetapi hal ini tidak mungkin terjadi pada kera. Sekalipun dididik sedemikian hebat dan terus-menerus diletakkan di tengah lingkungan manusia, kera tidak akan memiliki perasaan hati nurani. Oleh karena itu, jelas bahwa hati nurani bukan merupakan hasil dan proses pendidikan atau pengaruh lingkungan.

Immanuel Kant (1724-1804). Ia seorang filsuf Jerman yang sangat luar biasa dari Königberg. Seumur hidup ia tidak pernah belajar ke luar negeri. Seumur hidup ia juga tidak pernah pesiar keluar dari kotanya sendiri. Paling jauh ia pergi sejauh 30 km dari rumahnya. Tetapi ia mempelajari rasio murni, rasio praktisi, dan rasio penghakiman, yang menghasilkan buku-buku seperti The Critique of Pure Reason (1781), The Critique of Practical Reason (1788), dan The Critique of Judgment (1790). Buku-bukunya mempengaruhi seluruh dunia sampai hari ini. Ketika ia mati, di batu nisannya dituliskan, “Hanya ada dua hal yang semakin menakutkan di sepanjang hidupku, yaitu: (a) langit yang berbintang terus berkelap-kelip, dan (b) hati nurani yang terus bersuara di dadaku, yang terus mengeluarkan perintah kepadaku.”

Yang ia maksudkan adalah bahwa percuma seseorang berusaha membuktikan adanya Allah, semua itu tidak cukup. Tetapi paling sedikit kita mengetahui bahwa di dalam diri, ada satu suara yang terus berbisik menjaga kita agar jangan berbuat jahat. Bagi Kant, dengan bahasa filsafat, ia menyebut suara itu sebagai categorical imperative. Itu berarti: perintah yang paling agung, yang ditanam di dalam setiap hati manusia yang memberitahu kita bagaimana kita harus hidup. Maka mau tidak mau kita akan terus mendengar sesuatu yang berbicara dari dalam hati kita. Maka Kant mengatakan bahwa di luar ada bintang yang terus berkelip dan di dalam ada hati nurani yang bersuara; kedua hal itu yang membuktikan bahwa Allah ada, dan ia gentar karenanya.

Saya tidak bermaksud untuk menunjukkan pembuktian Allah melalui filsafat, karena kita membuktikan Allah tidak berdasarkan filsafat, tetapi berdasarkan wahyu. Itu sebabnya, saya hanya ingin menunjukkan bagaimana orang-orang yang melihat dan menyoroti hati nurani. Mereka hanya dapat meraba-raba. Allah telah memberikan hati nurani. Manusia tidak dapat menyangkal atau menolaknya.

B. Hati Nurani dalam Pandangan Alkitab

Setelah kita melihat pikiran beberapa orang, kini kita perlu kembali kepada Alkitab. Alkitab menegaskan bahwa ada hati nurani. Allah sendiri yang telah menciptakan hati nurani.

Hati Nurani adalah “wakil dari wakil”.

Manusia dicipta oleh Allah untuk menjadi wakil Tuhan Allah untuk menguasai seluruh alam semesta. Manusia dicipta untuk mewakili Tuhan menghadapi alam semesta ini. Kini manusia menguasai alam.

Manusia diperintahkan oleh Allah untuk menguasai, mengelola, membudi-dayakan, memperbaiki dan memlihara alam yang sedemikian indah, yang diciptakan bagi manusia. Meskipun alam diciptakan bagi manusia, alam tetap tidak dicipta untuk dirusak oleh manusia. Konsep ini sangat penting. Kita dicipta untuk menguasai alam fisika ini, tetapi tidak dicipta untuk menghancurkan alam yang indah ini. Manusia dicipta untuk mengawasi, memelihara, memperkembangkan dan membudi-dayakan alam. Dari sinilah kemudian dikembangkan mandat budaya orang Kristen. Dari sini kemudian menjadi kebudayaan. Manusia menjadi makhluk yang berbudaya karena memang manusia dicipta sebagai makhluk yang boleh membudi-dayakan alam semesta.

Tetapi pada akhirnya, ketika manusia mau mencari untung sebanyak-banyaknya, laut mulai dicemarkan. Manusia mulai merusak telaga, mencemari sungai, tidak peduli semua ikan mati, yang penting kaya. Hal ini menunjukkan bahwwa manusia sudah rusak. Sebelum merusak dunia yang diperintahkan untuk dikelola, maka manusia telah terlebih dahulu merusak dirinya sendiri. Ini prinsip. Orang yang sudah tidak beres, pasti berani mengerjakan segala sesuatu. Asal dia mendapatkan keuntungan. Ia tidak peduli apakah ia akan merusak, menganiaya atau mempersulit orang lain. Ia berani melakukan apa saja, Manusia seperti ini adalah manusia-manusia yang telah kehilangan suatu keseimbangan di dalam jiwanya. Apakah keseimbangan itu? Saya menyebut keseimbangan ini sebagai “wakil dari wakil”. Manusia adalah wakil Allah untuk alam semesta, lalu hati nurani merupakan wakil Allah untuk menguasai manusia yang menjadi wakil. Inilah kunci tentang hati nurani.

Manusia menjadi penguasa alam, manusia menjadi wakil Allah terhadap alam. Memang manusia boleh mempergunakannya. Silahkan mengelola alam semesta ini untuk menjadikan manusia lebih berfaedah, masyarakat lebih majiu dan secara keseluruhan manusia menjadi lebih baik. Manusia sanggup menemukan berbagai instrumen, mesin, menggali minyak dan dapat memberikan kemudahan bagi manusia. Silahkan menebang pohon, lalu membuat suatu auditorium yang akustiknya sangat baik. Tetapi jangan lupa, kalau menebang pohon semua pohon sampai habis, tanpa menanam yang baru, di kemudian hari, timbul banjir dan dampak lingkungan yang buruk. Manusia merasa senang karena dapat menjadi wakil Tuhan dan dapat menguasai alam. Lalu manusia mulai berpikir, “Nah, kalau begini saya dapat berbuat semau saya.” Tuhan tidak memperkenankan hal itu. Manusia memang menguasai alam, tetapi manusia dikuasai Tuhan. Maka kini Tuhan meletakkan sesuatu di dalam diri manusia yang tidak kelihatan. Itu adalah hati nurani.

Manusia dicipta, ketika selesai dicipta menurut peta dan teladan Allah, maka Allah menghembuskan nafas hidup kepadanya. Hembusan itu merupakan meterai bahwa selalu ada yang mengontrol kita. Kemana pun kita pergi, hati nurani terus mengikuti kita. Sekalipun kita tidak mau, dia selalu ikut, karena ia diutus oleh Tuhan untuk terus mengikuti dan mendampingi kita sampai mati. Ia akan berfungsi secara luar biasa di dalam diri kita.

Seorang ayah meminta seorang guru, untuk menjaga anaknya yang sedang belajar, agar tidak tidur. Maka guru itu menemani anaknya belajar. Ketika mulai mengantuk, guru itu kembali membangunkan anak itu, sehingga anak itu dapat kembali belajar untuk ujian esok harinya. Setiap kali mengantuk, guru itu membangunkan. Sampai akhirnya guru ini sendiri mengantuk dan tertidur. Maka ketika ayah itu kembali, ia melihat keduanya sudah tertidur pulas, dan keadaan sudah terlambat, karena waktu ujian telah tiba. Seringkali, keadaan menjadi terlambat. Itu disebabkan karena gagal berfungsi wakil yang seharusnya. Maka, ketika manusia harus menjadi wakil Allah di dunia ini, Allah menaruh wakil-Nya bagi wakil itu di dalam hatinya.

Di sebuah seminar, saya mendapatkan satu pertanyaan: “Ada seorang pendeta yang terus-menerus berzinah dengan perempuan lain, tidak setia dengan isterinya. Akhirnya, kami memberanikan diri untuk datang kepadanya dan menganjurkan agar dia berhenti dari perbuatannya itu. Tetapi dia tidak mau mendengar bahkan memakai ayat Alkitab untuk membela diri. Ia berkata bahwa kecuali dosa menghujat Roh Kudus tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni.” Saya marah luar biasa, dan saya anjurkan agar majelis menarik dia turun dari mimbar dan tidak memperkenankan dia untuk berkhotbah lagi karena orang itu sudah mempermalukan nama Tuhan. Ketika saya membaca pertanyaan itu, saya segera sadar bahwa itu bukan pendeta, tetapi pendusta. Ketika ia membaca Kitab Suci, ia bukan mau belajar hidup suci, tetapi mencari alasan untuk dapat berbuat dosa terus. Kalau pendeta boleh berzinah, maka semua orang Kristen boleh berzinah dan tidak perlu bertobat, karena semua dosa dapat diampuni. Pendeta apakah seperti itu? Tetapi banyak pendeta yang berani berbuat demikian di abad XX ini.

Orang Kristen harus hidup suci, harus kembali kepada kebenaran, harus taat kepada Tuhan. Kalau iman kita tidak benar, kita akan dipakai oleh Setan. Kalau moral kita rusak, kita akan menjadi batu sandungan bagi banyak orang. Jika hidup kita tidak beres, kita akan menjadi saksi bagi Setan. Tuhan memberikan hati nurani bagi kita, dan hati nurani itu begitu penting, karena sedikit saja meleset, segera akan dipakai Setan.

Tuhan meminta kita menyerahkan hati kita kepada Tuhan. Hati kita adalah pelita Allah yang akan menyinarkan cahaya untuk menyelidiki seluruh lubuk hati kita, seluruh pikiran kita, dan tindakan kita.

Bab 2 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN

FUNGSI DAN TUGAS HATI NURANI (1)

“Bagi orang suci, semuanya suci, tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman, satu pun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.” (Titus 1:15)

Manusia tidak dicipta sebagai robot, ia juga tidak dicipta seperti binatang yang tidak memiliki kebebasan moral. Oleh karenaitu, kebebasan yang diberikan kepada manusia menjadi fondasi yang paling penting untuk mendasari kemungkinan kita bermoralitas. Seluruh tindak-tanduk yang diberikan oleh manusia, dikerjakan berdasarkan pertimbangan yang ada di dalam hatinya, sehingga ketika ia memutuskan untuk melakukannya, ia harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan Allah. Disinilah manusia mendapatkan kebahagiaan yang diberikan oleh Tuhan Allah. Tetapi di dalam kebahagiaan ini terkandung kebahayaan. Semua tindak-tanduk yang kita ambil berdasarkan kebebasan yang kita miliki, harus diperhadapkan di hadapan Tuhan untuk diadili pada waktu penghakiman yang terakhir.

Hidup sebagai manusia adalah hidup yang tidak boleh dipermainkan. Hidup sebagai manusia adalah hidup di tengah-tengah Allah dan Setan. Hidup sebagai manusia adalah hidup di tengah-tengah sorga dan neraka. Hidup sebagai manusia adalah hidup di tengah baik dan jahat. Ditengah hidup sedemikian, kita harus mengambil keputusan, di mana setiap keputusan itu akan diperhitungkan oleh Tuhan sebagai suatu tanggung jawab yang tidak dapat kita hindari. Itu alasan, kita hidup sebagai manusia di dalam dunia ini sangat serius.

Masnusia yang dipengaruhi oleh rasionalisme merasa bahwa rasio adalah segala-galanya bagi manusia. Ketika mereka berusaha dengan kekuatan sendiri, akhirnya mereka menghadapi jalan buntu. Mereka baru tahu bahwa rasio bukan jawaban terakhir. Rasio sendiri menemukan kesulitan-kesulitan di dalam menginterpretasi segala fakta alam. Ajaran ini kemudian digugurkan oleh Post-Modernisme.

Pendulum sejarah terus bergerak. Di zaman Post-Modern, manusia tidak lagi percaya rasio sebagai syarat mutlak untuk menemukan kebenaran seperti dulu. Tetapi kemudian mereka bergerak ke arah kecenderungan yang lain, yaitu New Age Movement, yang beranggapan penyelidikan ke dunia rohani sangat penting. Maka manusia sekarang berbeda dari yang dulu. Kalau dulu begitu percaya kepada apa yang yang keluar dari rasio, maka sekarang manusia sama sekali tidak rasional. Tidak heran jika gereja-gereja yang tidak berkhotbah dengan benar dapat menarik berpuluh orang, asal jiwa mereka merasa nikmat. Maka suasana emosionil dan perasaan kenikmatan yang tanpa arah yang jelas kemudian ditutupi dengan nama yang indah, yaitu pekerjaan Roh Kudus. Benarkah demikian?

Amsal 20:27 mengatakan, “Roh manusia adalah pelita Allah untuk menyelidiki seluruh lubuk hati manusia.” Di dalam bagian ini tidak disebutkan istilah hati nurani, karena di dalam bahasa Ibrani, yang dipakai Tuhan untuk menulis Perjanjian Lama, belum pernah muncul satu kalipun istilah hati nurani. Namun demikian, itu tidak berarti tidak ada istilah lain yang menggantikannya atau kata lain yang artinya identik dengan pengertian hati nurani dalam Perjanjian Baru.

Di dalam Perjanjian Lama kita dapat melihat bukti-bukti ini dari sejak Adam jatuh ke dalam dosa. Kita juga melihat Daud memotong punca jubah Saul, dan setelah jauh, Daud memberitahu Saul bahwa kalau mau, ia dapat membunuh dia, maka Saul baru sadar bahwa Daud terlalu baik kepadanya dan dia terlalu jahat kepada Daud. Ia sedih dan merasa berdosa. Inilah fungsi hati nurani. Dengan demikian, terlihat bahwa Perjanjian Lama penuh dengan catatan-catatan tentang fungsi hati nurani, sekalipun istilah tersebut tidak ada di dalam bahasa Ibrani.

Di dalam Perjanjian Lama, istilah tersebut memang tidak ada, tetapi di dalam Perjanjian Baru, yang memakai bahasa Yunani, istilah ini muncul lebih dari dua puluh kali. Di dalam surat Korintus saja, muncul berulang kali. Tuhan memang tidak langsung mengeluarkan istilah ini sejak Perjanjian Lama, karena pewahyuan ini memang bersifat progresif ( berkembang maju dan makin lama makin jelas), sehingga baru menonjol dan menuntut perhatian khusus di Perjanjian Baru.

Konsep pewahyuan progresif sangat penting di dalam Alkitab. Dengan pewahyuan seperti ini, maka sesuatu hal diungkapkan secara bertahap, makin lama makin jelas dan makin spesifik, sehingga manusia dapat mengerti secara tepat. Misalnya, konsep “anak domba” yang ada di Perjanjian Lama sebagai korban penebusan baru menjadi jelas setelah Yohanes Pembaptis menunjuk Yesus sebagai Anak Domba Alah. Berarti, orang di dalam Perjanjian Lama tidak terlalu mengerti apa yang sebenarnya disebut “domba Allah”. Mereka selalu berpikir bahwa itu adalah binatang domba sungguh-sungguh. Tetapi ketika Yohanes Pembaptis menunjuk Yesus sebagai Domba Allah, di situ terjadi suatu penerobosan. Itu berarti wahyu Tuhan mulai membawa manusia mengerti kepada yang konkrit, tidak lagi melihat bayang-bayangnya, melainkan langsung melihat Oknum yang sudah hadir, yaitu Yesus Kristus sendiri. Yesus itulah Domba Allah yang tidak bercacat. Istilah “tidak bercacat” berarti suci mutlak, tanpa berkelemahan, diibaratkan dengan domba yang berusia 1 tahun, yang tidak berpenyakit dan tidak bercacat, baru dapat dipersembahkan di atas mezbah.

Ketika kita melihat Lima Kitab Musa (Pentateukh), maka kita akan melihat bahwa seorang yang memberikan persembahan kepada Tuhan Allah dituntut harus memilih dari domba-domba itu, yang berusia 1 tahun, tidak berpenyakit dan tidak bercacat, baikdari lahir maupun sesudah lahir. Domba yang ”sempurna” inilah nyang boleh dipersembahkan. Semua ini hanya merupakan lambang bagi Kristus, yang ketika dipaku di kayu salib, Ia sebagai Domba yang tidak bercacat cela.

Bukan saja demikian, domba yang dipersembahkan harus berumur 1 tahun, bukan 3 tahun. Karena usia itu merupakan masa dari seluruh hidup domba yang paling sehat dan paling kuat, mirip seperti orang pada usia 30-an tahun. Pada usia itu orang tersebut sudah menyesuaikan diri dengan segala lingkungan di dalam fisik dan mentalnya, sehingga tubuhnya sudah mencapai puncaknya. Sama seperti domba berusia 1 tahun, Yesus kerika berusia 33 tahun merupakan puncak kondisi-Nya dan tidak bercacat cela. Maka kita melihat, konsep ini pada permulaannya tidak terlalu menonjol dan tidak terlalu jelas. Sekalipun sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa, konsep ini sudah terlihat secara samar, yaitu Allah menyediakan kulit binatang untuk menutupi tubuh Adam yang malu sebagai akibat dosa. Dosa mengakibatkan ada binatang yang harus mati untuk diambil kulitnya sebagai baju bagi Adam. Di sini Allah telah mempersiapkan konsep pengganti. Dari sana, konsep pengganti ini semakin lama semakin jelas. Binatangnya harus apa, kondisinya bagaimana, dan seterusnya. Dan pada akhirnya terbuka siapakah yang merupakan “konkrit” dari lambang tersebut. Hal itu memuncak ketika Yohanes Pembaptis menunjuk Domba ini kepada Yesus Krisstus.

Doktrin manusia pun juga demikian. Manusia mnemiliki hati. Hati itu apa? Apakah hati itu pikiran? Apakah pikiran itu perasaan? Sepertinya pikiran bukan perasaan dan perasaan bukan pikiran. Terkadang orang yang emosinya kuat, rasionya lemah; atau yang rasionya kuat, emosinya lemah. Jika di dalam hati ada sesuatu, apakah itu berarti perasaan atau pikiran? Pada awalnya penjelasan tentang hal ini sepertinya tidak terlalu jelas.

Maka ketilka kita memakai istilah-istilah, untuk melambangkan sesuatu (misalnya: orang itu hatinya baik), selalu kita merasakan bahwa istilah itu kurang cukup untuk mengutarakan apa yang ingin dilambangkan oleh istilah tersebut. [Tentang hal ini, filsafat abad XX, khususnya dari linguistic analysis dan logical poristivism , banyak sekali berkecimpung untuk membahas permasalahan ini]. Tetapi istilah di dalam bahasa Ibrani yang dipakai Tuhan untuk mewahyukan Kitab Suci Perjanjian Lama tidak memiliki istilah ini, tetapi pengertian hati nurani dan istilah-istilah yang mirip dengan pengertian hati nurani muncul, seperti hati, pikiran dan roh. Istilah-istilah ini merupakan istilah-istilah pengganti bagi pengertian hati nurani.

I) FUNGSI HATI NURANI

Fungsi hati nurani jelas dicatat di dalam Kitab Suci sejak pertama kali manusia berbuat dosa.

Sesudah Adam dan Hawa memetik dan makan buah yang dilarang, mereka menjadi orang yang kehilangan keseimbangan dan keharmonisan eksistensi relatif dirinya sendiri. Bukan saja demikian, mereka juga langsung memiliki kesadaran bahwa relasinya dengan Tuhan Allah sudah terancam dan sudah rusak. Maka gejala yang pertama-tama timbul setelah itu adalah: (1) perasaan takut, dan (2) menyadari dinginnya lingkungan di mana dia berada. Kedua hal ini melukiskan fungsi hati nurani yang tidak pernah muncul dan tidak pernah tercatat dalam Alkitab sebagai reaksi dari binatang. Tidak ada manusia yang tidak memiliki perasaan takut kepada Tuhan atau takut akan hukuman Allah karena perbuatan yang telah dilakukannya, yang sudah tidak mungkin dimundurkan kembali lagi waktu yang sudah lewat. Maka ketika Allah memanggil Adam, Adam ketakutan. Di sini jelas sekali dicatat fungsi dari hati nurani.

Dari hal di atas, kita dapat melihat bahwa hati nurani memiliki 2 (dua) aspek, yaitu :

(1) Aspek yang bersangkut-paut dengan apa yang telah dilakukan oleh orangh yang memiliki hati nurani tersebut;

(2) Langsung mendatangkan akibat atau efek yang bersangkut-paut dengan Tuhan Allah, Pencipta dirinya.

Apa yang telah saya lakukan harus saya pertanggungjawabkan. Ini hal pertama. Kepada siapa saya harus bertanggung jawab, merupakan hal yang kedua. Allah adalah Pencipta dan sekaligus menjadi Hakim yang akan menghakimi kita. Maka terlihat jelas kedua aspek itu.

Pertama, seseorang berbuat sesuatu yang melawan hati nuraninya sendiri, maka ia akan segera menjadi musuh dari dirinya sendiri. Kedua, ketika seseorang sudah melakukan hal yang salah, hati nurani kita sudah tidak lagi harmonis dengan diri kita, maka secara daya dasar (secara insting) kita tahu bahwa kita harus berhadapan dengan dengan Tuhan Allah. Itu sebab, ia berusaha melarikan diri dan menyembunyikan diri. Ia berusaha menolak dan merasa takut ketika mendengar suara Tuhan. Ia mendengar dengan satu respon: ketakutan. Catatan ini merupakan catatan pertama tentang bekerjanya fungsi hati nurani di dalam diri Adam yang dicipta menurut peta dan teladan Allah.

Untuk mengerti fungsi hati nurani seperti itu, seseorang tidak perlu lulus sarjana, atau S2 atau S3. Seorang yang berpendidikan SLTA atau bahkan SD akan mengerti apa yang dibahas di atas. Fungsi hati nurani adalah teguran dan pengoreksian yang membuat kita tidak dapat lari atau menghindarinya. Kita harus menghadapi apa yang sudah kita lakukan dan kita harus menghadap Pencipta kita atas apa yang sudah kita lakukan.

A) Teguran Hati Nurani dan Kebudayaan

Teguran hati nurani telah menyebabkan terjadinya suatu pelarian di dalam kebudayaan. Bagaikan burung onta yang ketika dikejar, akan menggali tanah lalu membenamkan kepalanya di sana. Ia mengira pada saat itu dia sudah aman dan tidak terlihat lagi oleh pengejarnya. Padahal ketika matanya yang kecil dibenamkan di dalam tanah, pantatnya yang seratus kali lebih besar masih terlihat jelas. Manusia yang telah berbuat dosa, lalu berusaha untuk menghindarkan diri dari tuntutan Tuhan Allah, sama tingkahnya seperti burung onta yang menipu diri sendiri. Itu s ebab muncul Ateisme. Ateisme muncul sebagai usaha untuk melarikan diri dari teguran hati nurani. “Jikalau tidak ada Allah, maka saya lebih bebas. Jikalau tidak ada Allah, saya tidak perlu bertanggung jawab; dan jikalau tidak ada Allah, saya dapat berbuat jahat, tidak perlu memperhitungkan resiko harus berhadapan dengan takhta yang maha adil yang akan menghakimi saya.”

Dari sudut teologi Kristen, Ateisme bukanlah suatu motivasi yang jujur. Orang Ateis adalah orang yang berusaha melarikan diri dari perbuatan dosa yang sudah menjadi fakta yang membawa pelakunya berhadapan dengan pengadilan Tuhan Allah.

Tetapi keadaan ini tidak mungkin, karena Allah mencipta manusia untuk menjadi wakil Allah bagi dunia alam. Di dalam dunia alam yang bersifat fisik ini Tuhan telah menciptakan manusia dengan sifat supra-alamiah di dalam dirinya, untuk mampu menjadi wakil Allah menghadapi alam ini. Dengan demikian, manusia berada di tengah-tengah antara Allah dan alam. Di atas kita ada Allah dan di bawah kita ada alam. Ketika kita dicipta sebagai “Allah” terhadap alam, maka terhadap alam kita menjadi “Allah yang kelihatan”, terhadap diri sendiri kita menjadi juru kunci yang harus berespon kepada Tuhan.

Ketika manusia dicipta sebagai wakil Allah untuk menguasai alam, manusia ditempatkan di tengah-tengah dunia :

1. Dunia materi. Kita berada di tengah dunia materi, sehingga kita memiliki hubungan dengan dunia yang kelihatan ini;

2. Dunia rohani. Kita memiliki hubungan dengan Allah, malaikat dan setan.

3. Dunia manusia. Dengan ini kita memiliki hubungan antar manusia.

Maka kita menghadap Allah, kita juga menghadap diri, menghadap Setan dan menghadap Roh Kudus. Inilah kerumitan dan kekomplexan eksistensi kehidupan manusia.

Kita bertanya: “Siapakah saya? Di manakah saya?” Jawabannya adalah kita dicipta di antara Allah dan alam, di antara suara Allah dan suara Setan, di antara dunia materi dan dunia rohani. Kita diciptakan di antara manusia dengan manusia, bahkan di antara diri dengan diri. Keseluruhannya terkumpul di dalam satu oknum yang bernama: manusia.

Dengan pengertian di atas, maka jelaslah sebagai manusia kita mempunyai tugas, relasi dan tanggung jawab yang berat. Ketika kita mewakili Tuhan terhadap dunia alam ini, jika kita bertindak salah, maka akan beresiko berat. Oleh karena itu, Tuhan Allah meletakkan wakil suara-Nya yang diletakkan di dalam diri manusia. Suara itu disebut sebagai “Roh manusia adalah pelita Allah yang menyelidiki seluruh lubuk hati manusia.”

Jika manusia hidup hanya mencari uang dan kekayaan, tanpa mempedulikan perbuatannya, tingkah laku dan moralitasnya, maka manusia itu akan lebih jahat dari binatang. Tetapi apabila manusia di dalam segala aktivitas hidupnya, memiliki keseimbangan kepada Allah dan mempunyai penolakan terhadap Setan, sehingga ada keharmonisan dengan sesama dan memiliki kekuatan penguasaan terhadap materi, dia akan berdiri tegak di tengah alam semesta sebagai wakil Allah yang benar. Tetapi bagaimanakah kita mampu menjadi wakil Allah yang benar? Jawabannya ialah apabila suara hati nurani, yaitu suara yang mewakili Tuhan untuk menyelidiki Alkitab, masih bersih dan kita masih mau taat dan bersandar kepada Allah yang tidak kekurangan apa-apa dan mutlak. Itu sebabnya, manusia sangat memerlukan Roh Kudus.

Bagaimana jika doktrin Roih Kudus sudah dirusakkan atau diganti dengan ajaran yang tidak beres, seperti yang sudah terjadi di banyak gereja saat ini? Lebih lagi, banyak orang Kristen yang tidak sadar, karena yang belajar tidak mengerti kesalahannya, dan yang mengajar kurang belajar dengan baik, sehingga seluruh Kekristenan menjadi lumpuh, karena mereka menganti Roh Kudus dengan roh-roh yang bukan dari Allah. Hal seperti ini membahayakan seluruh gereja Tuhan.

B. Fungsi Hati Nurani yang Sejati

Hati nurani bukan merupakan produk latihan atau produk lingkungan. Hati nurani juga bukan hasil dari a posteriori atau timbul setelah manusia berelasi dengan orang lain, seperti ajaran Sigmund Freud. Hati nurania adalah daya dasar yang sudah Tuhan tanamkan di dalam diri manusia yang langsung berasal dari Tuhan Allah sendiri.

Mengapa Tuhan memberi hati nurani kepada manusia? Mengapa manusia dicipta sebagai makhluk yang berhati nurani? Ini disebabkan karena kita adalah makhluk yang memiliki peta dan teladan Allah. Salah satu aspek dari peta dan teladan Allah adalah mampu bermoral. Jika sifat moral boleh dijadikan fokus dan pusat dari tingkah laku kita, maka semua perbuatan dan tingkah laku kita tidak akan kita lakukan dengan sembarangan. Oleh sebab itu, wakil dari suara Tuhan di dalam diri kita memiliki peranan yang sangat penting.

Istilah hati nurani dalam bahasa Arab disebut: nur, yang artinya cahaya atau pencerahan. Hati nurani berarti hati yang bercahaya. Ketika hati kita bercahaya, kita dapat melihat. Jika kita masuk ke dalam gudang yang gelap untuk mencari sesuatu, paling s edikit harus membawa lampu senter, sehingga adanya terang lampu itu membuat kita dapat melihat dengan jelas. Inilah nur. Pengertian ini sangat indah. Di dalam bahasa Indonesia, istilah hati nurani mempunyai daya ekspresi, yaitu: (1) hati nurani, yang dipengaruhi oleh bahasa Arab, dan (2) hati kecil, yang mengungkapkan bahwa di dalam hati kita ada suara yang kecil. Suara kecil ini terus membisikkan sesuatu kepada pikiran kita.

Di dalam bahasa Tionghoa, hati nurani mempunyai pengertian hati yang baik, atau liong sim (the good heart). Pada hahehatnya ini adalah sifat yang baik. Ketika kita mau berbuat jahat, ia tidak setuju; dan ketika kita tetap berbuat jahat, ia akan sedih. Di dalam hati kita terdapat suatu perasaan yang halus sekali. Perasan itu selalu melawan kejahatan yang mau kita perbuat. Dan ia selalu memberikan pujian dan semangat ketika kita berbuat baik. Setelah kita berbuat baik, kita akan tidur lebih nyenyak. Kalau kita berbuat jahat, kita menjadi ketakutan dan sulit tidur.

Seseorang yang bernama Fan Wen Chen Khung di zaman Tiongkok kuno, menulis di dalam karya sastranya, “Setiap malam sebelum tidur, aku tutup mata dan mulai membuka mata hatiku. Aku mulai menilai dan melihat apa yang aku perbuat sepanjang siang tadi. Jikalau aku melihat dan menelusuri semua yang aku perbuat baik adanya, maka hatiku akan menyetujui dan malam itu aku dapat tidur nyenyak luiar biasa. Tetapi bagaimana, jika aku menilai apa yang aku perbuat sepanjang hari ini dan kedapatan sesuatu teguran adanya hal-hal yang tidak benar? Maka akibatnya aku tidak mempunyai sejahtera dan malam itu aku sukar tidur.”

Jika seseorang setelah membunuh orang masih dapat tidur nyenyak, maka ia sungguh-sungguh seorang jenius, jenius di dalam berbuat jahat. Berarti hati nuraninya sudah tidak normal, sebagaimana seharusnya, seperti ketika Tuhan ciptakan. Saya rasa, dalam hal seperti ini kita sedikit banyak sudah menyadarinya, tetapi mungkin belum mensistematikkan. Kita mungkin belum mengerti asal-usul dan akibat-akibatnya. Akibatnya kita hidup pusing dan bingung bagaimana hidup di dalam dunia lalu kita mengikuti orang lain.

Hati nurani, sebelum dan sesuadah mengalami distorsi dosa mengalami perbedaan yang sangat besar. Kita perlu mengetahui keadaan hati nurani yang seharusnya, yang masih murni, ketika diciptakan oleh Tuhan.

Hati nurani di dalam semua kebudayaan-kebudayaan besar yang mempunyai pengertian kesadaran yang sangat berbeda. Dalam bahasa Arab, hati itu disebut nur (cahaya), dan di Tiongkok dikenal sebagai baik. Tetapi masalahnya, bagaimana kalau hati itu sudah tidak bercahaya dan tidak baik lagi karena standarnya sudah cemar dan kotor? Maka kita akan jatuh ke dalam kelakuan-kelakuan yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat memberikan pertanggung-jawaban di hadapan Allah.

C. Etimologi Hati Nurani

Itu sebab, kiita harus kembali kepada istilah bahasa Yunani yang dipakai di dalam Alkitab. Istilah yang dipakai adalah ‘suneidesis’. Istilah ini muncul berulang kali di dalam Perjanjian Baru, khususnya di surat Korintus dan surat Ibrani. Arti ini sama dengan istilah bahasa Latin: conscientia. Istilah ini terdiri dari gabungan dua kata: sun + desis atau con + scientia. Istilah ini kemudian di dalam bahasa Inggris menjadi conscience, yaitu con + science. Ketika di dalam Perjanjian Baru, Paulus memakai istilah suneidesis untuk melukiskan hati nurani, maka Bapa-Bapa Gereja langsung menerjemahkan ke dalam bahasa Latin tepat dengan gabungan kata yang sama artinya, yaitu conscientia. Istilah Inggris science berarti pengetahuan. Istilah ini menjadi istilah yang tidak asing, bahkan menjadi istilah penting bagi ilmuwan abad XX. Istilah ini sebenarnya dimengerti terlalu sederhana. Istilah science sebenarnya berasal dari kata Latin scio. Kata scio, cogito dan credo merupakan kata-kata yang penting, dan dianggap sebagai tiga tahapan utama dalam suatu kebudayaan.

Scio adalah apa yang kita tahu, kemudian cogito adalah apa yang kita pikirkan, dan credo adalah apa yang kita percaya. Jika kita membaca credo penting dalam Kekristenan, seperti Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Athanasius, Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel atau Pengakuan Iman Calcedon, seluruhnya dimulai dengan kata yang sama, yaitu : credo (Aku percaya....). Credo adalah wilayah yang paling tinggi dan paling dalam. Apa yang mungkin kita mengerti secara pikiran, merupakan posisi tengah saja. Apa yang mungkin kita mengerti secara penyelidikan, merupakan aspek di bidang sains. Maka sains memiliki posisi paling rendah, karena ketika menyelidiki materi, manusia mengetahui (scio). Sains terjadi setelah orang menyelidiki dan akhirnya mengetahui sesuatu.

Maka ilmuwan janganlah sombong. Ilmuwan hanyalah manusia yang mengetahui sesuatu yang ditemukan di hadapan Tuhan Allah tentang apa yang Dia ciptakan. Jadi seorang ilmuwan tidak kurang dan tidak lebih hanya dapat mengetahui. Ia tidak pernah membuat kebenaran. Ilmuwan tidak pernah menciptakan alam semesta. Dia hanya menggali dan mempelajari, sehingga mengetahui sesuatu melalui penemuannya itu. Yang ditemukan tidak lain adalah hidden truth (Kebenaran yang tersembunyi) dari Tuhan Allah yang diletakkan di dalam ciptaan. Maka, jika penemu-penemu, ketika menemukan sesuatu menjadi sedemikian sombong, ia sudah tidak beres pikirannya. Sama seperti ketika teman kita lapar, lalu mengatakan, bahwa kita menemukan makanan di meja makan. Lalu mengatakan bahwa teman itu harus berterima kasih kepada kita karena sudah menemukan makanan itu. Maka ibu kita akan mengatakan bahwa makanan itu dia yang beli dan dia yang masak, kita hanya menemukannya di atas meja makan, sehingga kita tidak boleh sombong.

Demikian juga ketika Allah menciptakan alam semesta ini. Allah telah menyimpan rahasia ciptaan itu di dalam alam semesta, maka manusia menggalinya, mencari dan menemukannya. Ketika menemukan itu,maka manusia mengatakan scio (aku tahu). Kalau setelah menemukan seseorang kemudian menganggap diri seperti Allah, itu menunjukkan dia sudah gila. Di dalam pikiran Post-Modernisme ada hal yang harus kita setujui, yaitu ia berani melawan Modernisme karena Modernisme mengakibatkan manusia yang berkecimpung di dalam ilmu pengetahuan terapan (applied science) memainkan peran seperti Allah, padahal ia adalah Allah yang palsu. Orang-orang ini memainkan peran seperti seperti Allah dan mempermainkan orang-orang yang lainnya.

Setelah menyelidiki, maka kita mulai dapat mengerti berbagai hal (cogito). Ketika kita mulai memikirkan sesuatu yang lebih dalam dari sekedar penemuan alam, maka kita memasuki filsafat yang lebih tinggi lagi di dalam bidang ilmu. Di sini kita memasuki wilayah cogito.

Yang tidak mungkin kita pikirkan seluruhnya, masuk ke dalam bidang yang ketiga, yang lebih tinggi, yaitu credo.

Kembali dalam permasalahan kita, maka kata scio merupakan akar dari apa yang dimengerti sebagai ilmu pengetahuan di dunia Barat. Di dalam filsafat seperti itu, kata ini hanya dibatasi dalam pengertian: saya tahu.

Tetapi hati nurani memakai istilah ini ditambah dengan istilah lain, yaitu con = bersama-sama. Maka conscientia bukanlah hati yang bersinar, atau hati yang baik, tetapi berarti: bersama-sama mengetahui (co-knower). Hati nurani, yang dalam bahasa Yunani adalah suneidesis, berarti: yang mengetahui bersama dengan saya. Itu sebabnya, jika ada orang berani berkata: “Saya sudah berbuat dosa, tetapi puji Tuhan tidak ada yang tahu,” maka dia sudah setengah gila. Orang yang mau berbuat salah, pasti matanya akan berkeliling melihat ke sana sini. Orang yang mau menyontek, pasti akan melihat gurunya, untuk memastikan apakah guru itu sedang melihat dia atau tidak. Saya sudah 41 tahun menjadi guru, maka saya mengetahui hal seperti itu. Ketika seseorang terus melihat guru, sebenarnya ia bukan ingin memelihara relasi dengan guru, tetapi sedang berusaha mencari peluang untuk melepaskan diri dari pengawasan guru. Kalau guru lengah, ia menyontek dan mengatakan bahwa tidak ada yang mengetahui. Kalimat “tidak ada yang tahu” sebenarnya adalah kalimat penipuan diri. Pada saat berbuat sesuatu, paling sedikit ada 4 pihak yang mengetahuinya, yaitu:

(1) Diri sendiri mengetahui. Bukankah diri sendiri juga orang?

(2) Setan, yang menyuruh kita untuk berbuat dosa, pasti juga mengetahuinya, Maka tidak mungkin tidak ada yang mengetahui di luar kita;

(3) Allah, di dalam persemayaman hadirat-Nya, juga mengetahui apa yang sedang kita kerjakan;

(4) Allah mengutus satu kuasa di dalam hati Saudara, yang menjadi wakil Allah, yaitu ”dia” yang juga mengetahui bersama-sama dengan kita, itulah hati nurani.

Maka tidak benar kalau seseorang mengatakan “tidak ada yang tahu”. Ada seorang guru, yang ketika memberikan ujian, muridnya begitu berani menyontek karena mereka tidak terlalu menghiraukan dia. Biasanya setelah memberikan soal, ia langsung membuka surat kabar besar-besar dan membaca. Tetapi heran sekali, setelah akhir tahun. Ia memberikan hukuman kepada semua yang menyontek. Murid-muridnya heran sekali, mengapa ia mengetahuinya. Ternyata surat kabar itu ada lobangnya. Ia bukan membaca surat kabar, tetapi melihat siapa yang menyontek. Murid-muridnya terkejut. Mereka pikir gurunya bodoh, ternyata mereka lebih bodoh. Dari sebuah lubang kecil, guru itu dapat melihat tiga puluh kepala di kelasnya. Maka, ketika seorang menganggap diri sedemikian pandai, bahkan begitu pandai untuk dapat mengelabuhi Tuhan Allah, maka Tuhan Allah mengatakan bahwa orang itu sedang menabung deposito dosa. Ketika itu, ada “satu” yang akan memberikan kesaksian untuk membenarkan hal itu. Dia adalah hati nurani.

D. Hati Nurani danm Sifat Eksistensi Relatif

Karena hati nurani co-knower, maka timbul kesan bahwa hati nurani itu bagaikan oknum lain yang indekos di dalam diri kita. Kita sendiri adalah satu oknum, lalu di dalam diri ada oknum lain. Apakah benar demikian?

Alkitab tidak pernah mengungkapkan bahwa hati nurani itu beroknum. “Mewakili Tuhan” tidak harus beroknum. Alkitab juga mewakili Tuhan, tetapi Alkitab tidak beroknum. Hukum Taurat juga mewakili Tuhan, tetapi Hukum Taurat juga tidak beroknum. Yang beroknum, dia beroknum; yang tidak beroknum, jangan dijadikan oknum. Hati nurani adalah bagian dari oknum manusia. Manusia tidak memiliki dua oknum.

Saudara adalah oknum, satu pribadi, yang didalamnya memiliki suatu eksistensi relatif. Eksistensi yang bersifat relatif ini menyebabkan Saudara sendiri dapat menghadap kepada diri sendiri sebagai subyek dan obyek sekaligus. Satu-satu makhluk yang dapat menghadap diri, menilai diri, dan menghakimi diri adalah manusia. Itu sebabnya, di dalam diri dapat berdialog dengan diri sendiri. Inilah sifat eksistensi relatif yang tidak ada pada makhluk lain, yang menyebabkan manusia menjadi satu-satunya makhluk yang mungkin mengadakan dialog dengan diri sendiri. Dengan demikian, diri sendiri dapat mendorong diri sendiri, membakar semangat sendiri, dan dapat membunuh diri sendiri. Orang membunuh diri karena salah self-dialog ini. Demikian juga orang seperti Hitler yang sedemikian berambisi juga akibat salah self-dialog.

Di dalam eksistensi relatif ini, Setan selalu berusaha memberikan racun, sehingga mengakibatkan dua hal: (a) penilaian diri terlalu rendah, sehingga memngakibatkan sifat minder (rendah diri) akibat dari sifat inferiority complex; Dan (b) menilai diri terlalu tinggi sehingga mengakibatkan superiority complex. Orang yang menilai diri terlalu tinggi akan menjadikan dirinya orang yang terlalu berambisi, sehingga perlahan-lahan akan membunuh diri. Tetapi barangsiapa menilai diri terlalu rendah, akan mengubur semua bakat yang Tuhan berikan kepadanya, lalu menjadikannya sebagai seorang yang tidak berguna.

Keyakinan (confidence) sangat dibutuhkan manusia. Tetapi keyakinan ini harus didasarkan pada peng-evaluasi-an diri yang wajar (band.Roma 12:3), yaitu sesuai dengan iman yang diberikan kepada kita. Kita harus melihat diri kita di posisi yang tepat, tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak terlalu rendah. Sifat eksistensi relatif ini merupakan suatu hak istimewa, tetapi sekaligus merupakan bahaya atau krisis yang mungkin dipikul di dalam penilaian diri kita sebagai umat manusia.

Bab 2 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

FUNGSI DAN TUGAS HATI NURANI (2)

“Bagi orang suci, semuanya suci, tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman, satu pun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.” (Titus 1:15)

II). TAHAPAN FUNGSI HATI NURANI

Seperti telah dibicarakan di atas, bahwa sifat peta dan teladan Allah di dalam diri manusia memiliki banyak sekali aspek di dalamnya. Salah satu aspek tersebut adalah aspek moral. Hati nurani tidak banyak berbicara di dalam aspek-aspek yang lain, tetapi hati nurani secara khusus banyak turut campur dalam aspek moral ini.

A. Memberi Pencerahan

Berdasarkan hal di atas, tugas hati nurani yang pertama adalah memberikan pencerahan kepada kita. Ia memberikan cahaya, yang menjadi penyataan bagi kita, sehingga kita dapat melihat sesuatu dengan nyata. Jikalau di malam yang sangat gelap, sama sekali tidak ada terang, maka orang hitam terlihat hitam, orang putih juga terlihat hitam. Semuanya hitam. Sampai ada cahaya masuk ke dalam ruangan itu, barulah kita dapat membedakan mana yang berkulit hitam dan yang berkulit putih. Tidak mungkin kita dapat membedakan putih dan hitam jika tidak ada cahaya. Ketika cahaya bersinar, semua menjadi nyata. Berarti cahaya merupakan alat untuk menyatakan sesuatu. Konsep ini disebutkan oleh Alkitab: “Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi tampak, sebab semua yang tampak adalah terang.” (Efesus 5:13).

Demikian juga Tuhan Yesus mengatakan bahwa “Kamu adalah terang dunia.” (Matius 5:14). Itu berarti keberadaan orang Kristen harus menjadikan seluruh dunia menjadi nyata akan apa yang benar dan apa yang salah. Inilah fungsi pertama hati nurani, maka hati nurani juga boleh disebut sebagai “mata rohani” seseorang. Alkitab menegaskan bahwa jika “matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.” (Matius 6:22-23). Di sini kita melihat fungsi pencerahan dari hati nurani, memberikan cahaya dari dalam.

B. Membantu Mengadakan Pembedaan

Sesudah ia memberikan pencerahan, maka ia juga menolong kita untuk dapat mnelakukan pembedaan. Manusia perlu ditolong untuk dapat membedakan. Kemampuan membedakan putih dan hitam. Benar dan salah, dicantumkan dalam pengajaran Alkitab, ”Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi Hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.” (Roma 2:15). Meskipun mereka tidak memiliki Taurat, hati mereka berfungsi seperti Taurat, yaitu untuk membedakan hal yang baik dan yang jahat.

Allah tidak meletakkan hati nurani di dalam makhluk yang lain, kecuali manusia. Dengan fungsi hati nurani ini, manusia diberikan kemampuan untuk membedakan apa yang baik dan jahat, apa yang benar dan yang salah; atau apa yang harus kita lakukan dan yang tidak boleh kita lakukan.

Orang yang dapat membedakan adalah orang yang berbijaksana. Jikalau kita tidak mampu membedakan sesuatu dari yang lainnya, yang baik dan yang jahat, gelap dan terang, yang seharusnya dan yang tidak seharusnya, maka kita akan menjadi manusia yang sembrono, melakukan segala sesuatu dengan tidak bertanggung jawab. Tetapi apabila kita sudah dapat membedakan dengan sungguh-sungguh apa yang baik dan apa yang tidak baik, maka kita mulai menjadi seorang yang berbijaksana dengan kemampuan pembedaan yang bijaksana. Itu sebab kemampuan membedakan ini sangat penting.

Setan seringkali tidak menginginkan ketajaman pembedaan ini, bahkan ia berusaha untuk merusak ketajaman pembedaan yang ada di dalam diri kita ini. Itu alasan penting sekali bagi kita untuk seumur hidup memelihara hati kita agar tetap mampu membedakan mana yang baik atau jahat, mana yang benar atau salah, mana yang seharusnya atau yang tidak boleh. Sedikit pun hal ini tidak boleh dikompromikan, karena pembedaan ini merupakan awal dari keputusan yang akan kita ambil. Kalau pembedaan ini sudah rusak, maka pengambilan keputusan pasti tidak beres.

C. Memberi Kekuatan Pertimbangan

Fungsi hati nurani yang ke-tiga adalah memberikan pertimbangan. Ini menyangkut persetujuan atau merasa keberatan terhadap sesuatu hal. Istilah “keberatan hati nurani” berulangkali muncul di dalam 2 Korintus 10. Mengenai pertimbangan ini, Alkitab mencatat dalam 2 Korintus 4:2, “Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.” [Di dalam terjemahan yang lain dicantumkan: “berada di dalam pertimbangan hati nurani orang lain.”] Di sini kita mendapati, bahwa apabila hati nurani telah melakukan pertimbangan dan hasilnya keberatan, maka itu berarti tidak diperbolehkan. Hal ini juga akan menolong bagaimana kita mengambil suatu keputusan. Pertimbangan hati nurani mempengaruhi pengembalian keputusan seseorang.

Setelah dicerahkan, ditolong untuk membedakan dan diberi kemampuan pertimbangan, maka manusia diberi kebebasan. Setelah diberi tahu, manusia dapat tetap menyatakan bahwa tidak peduli dengan semua itu dan tetap mau berbuat semaunya seperti yang ia kehendaki.

Orang yang melacur tahu kalau pelacuran itu tidak baik. Darimana ia mengetahuinya? Apakah dari ibunya atau dari buku, ataukah hati nuraninya? Mana mungkin jika satu orang dicintai 5 orang, lalu pada saat yang sama ia dapat mencintai mereka secara merata setiap orang 20%. Memang kita dapat mencintai anak-anak kita dengan merata, sekalipun itu bukan berarti memperlakukan semua pribadi sama. Anak laki-laki saya perlakukan lebih keras, karena kelak ia harus menopang seluruh keluarga. Dan anak yang ekstrovert diperlakukan sedikit berbeda dari anak yang introvert. Tetapi kita dapat memberikan cinta kepada anak, atau saudara atau orangtua secara merata. Namun hal ini tidak mungkin di dalam pernikahan, cinta antara suami isteri. Tidak mungkin seseorang dapat mencintai lima pacar sekaligus secara sama rata, karena ada satu konsentrasi yang menuntut cinta itu diarahkan hanya kepada satu orang. Kalau lebih dari satu, berarti tidak beres. Dalil ini adalah dalil yang tidak dapat dilawan atau diubah karena dalil ini telah ditetapkan oleh Tuhan. Itu sebabnya, kita selalu mengaitkan cinta dengan dua hal, yaitu arah dan kekekalan, sehingga muncul kalimat: “Aku hanya cinta kepadamu untuk selama-lamanya.” Kalau orang itu mengatakan: “Aku cinta rame-rame semuanya” pasti sang gadis itu tidak mau pacaran sama dia. Maka di sini, secara daya dasar, tidak perlu sekolah tinggi dulu atau belajar psikologi dulu, seseorang dengan sendirinya akan masuk ke dalam dalil yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Maka “satu” dan “kekekalan” ketika digabungkan dengan “cinta” akan menghasilkan sesuatu yang sangat luar biasa, yang tidak pernah dapat di lawan oleh manusia dengan kebudayaan seperti apa pun juga.

Maka akibatnya jika masyarakat memperbolehkan anggotanya menikah dengan lebih dari satu orang, pasti akan timbul dampak negatif yang tidak beres, karena cintanya tidak mungkin murni lagi. Demikianlah juga fungsi hati nurani.

Hati nurani telah memberikan tiga fungsi dan kini ia memberikan kebebasan kepada manusia itu sendiri. Dalam hal kebebasan ini, manusia dapat jatuh ke dalam dua jenis keputusan:

(1) Saya sudah mengetahui itu jahat, saya sudah mengetahui hal itu tidak boleh dilakukan, setelah saya pertimbangkan, karena memberikan keuntungan, sekalipun jahat akan saya lakukan.

(2) Mulai memikirkan untuk tidak melakukan, karena resiko terlalu besar. Saya adalah manusia yang memiliki watak, kewajiban dan moral, yang harus bertanggung jawab kepada Tuhan Allah. Maka saya tidak mau melakukan hal yang tidak benar.

D. Memperingati

Setelah kebebasan diberikan, maka hati nurani akan melaksanakan tugasnya yang ke-empat. Ketika seseorang sudah tahu hal yang salah atau jahat,. Dan ia tetap melakukannya, maka sekarang hati nurani memberikan tugas yang paling penting, yaitu: peringatan.

Hati nurani akan menegaskan untuk tidak melakukan hal itu. Kita tidak boleh melakukannya, dan hati nurani menuntut kita untuk berhenti saat itu. Di sini hati nurani bekerja dengan berat sekali. Dia berusaha keras untuk menjaga dan menghalangi. Itu sebabnya, hati nurani memiliki tugas berat sebelum dan sesudah berdosa. Sebelum berdosa, ia akan berusaha menarik kita agar jangan pergi, karena di situ ada jurang, Ketika kita menetapkan sesuatu dalam pikiran kita, sebelum kita melakukannya, akan ada peringatan dari hati nurani kita. Hati nurani selalu memberikan peringatan yang keras sekali. Di sini kita akan menyadari kesetiaan suara yang dikirim oleh Tuhan betapa baik dan betapa indahnya hal itu. Kita adalah manusia yang berdaging dan dapat jatuh. Yang kita perlukan adalah perasaan takut kepada Tuihan dan kepekaan kepada suara hati nurani yang tidak kotor, yang bersih dan murni.

Ketika hati nurtani memberikan peringatan, peringatan itu jangan dilanggar. Hati nurani sedemikian setia, merupakan suara yang mewakili Tuhan, yang memberikan kepada kita petunjuk-petunjuk dan peringatan-peringatan yang sangat berharga. Tidak pernah ada orang yang melanggar hukum moral yang tidak mendapat teguran sebelumnya dari hati nuraninya. Setiap orang, jika ia melanggar sesuatu, lebih dari sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan, sekalipun tidak ada Taurat, hati nurani kita sendiri akan menjadi hukum Taurat bagi kita (Roma 2:14-15). Meskipun mereka tidak memiliki Taurat dan tidak diadili oleh hukum Taurat, tetapi mereka memiliki hati nurani yang merupakan Taurat di dalam hati mereka. Hati nurani ini diberikan Tuhan di dalam hati mereka untuk membedakan hal yang baik dan jahat, yang pada akhirnya akan bersaksi kepada Tuhan akan apa yang mereka perbuat.

Meskipun hati nurani kita sudah rusak, sudah lemah, atau sudah dibengkokkan, bagaimanapun juga hati nurani akan mengatakan sesuatu kepada kita khususnya ketika pertama kali kita berkecimpung ke dalam dosa pada waktu dulu. Ketika pertama kali kita pergi mencari pelacur, atau pertama kali menyontek, atau pertama kali menipu orang lain, hati kita akan berdetak keras sekali. Itu terjadi karena hati nurani kita mengetahui bahwa kita akan melanggar. Pada saat itu peringatan hati nurani itu bertindak keras sekali.

Setelah ia memberikan peringatan keras, hati nurani tidak pernah mengambil alih atau memaksa kemauan kita. Maka keputuisan kita itulah yang akan berubah menjadi tingkah laku. Pada saat itu hati nurani disingkirkan, dan kita memaksakan tindakan kita. Dan keputusan pikiran, kemudian ditransformasikan menjadi suatu tindakan.

E. Tidur Sementara

Pada saat transformasi keputusan menjadi tindakan ini, menurut seorang teolog Norwegia, Dr.Hallesby, fungsi atau tugas hati nurani saat itu adalah tidur sementara,. Hati nurani akan menyerah dan tidur sementara, saeolah-olah memberikan kebebasan kepada manusia itu. Itu sebab, ketika seorang berbuat dosa, seringkali ia merasa lega dan tidak ada gangguan, terasa enak sekali. Ia merasa seperti raja. Ia seperti orang yang naik rollercoaster, bebas berputar-putar, tetapi tidak dapat lepas dari relnya. Pada saat ia merasa bebas, ia tidak dapat berhenti di tengah. Ia harus mengikuti terus sampai seluruh acara itu selesai. Di sini kita melihat prinsip dosa. Kebanyakan orang berbuat dosa pada awalnya ia yang aktif, setelah itu ia pasif. Pada saat ia berbuat dosa, ia menyangka sedang aktif,padahal ia aktif di dalam kepasifan yang ia tidak sadari. Saat itu ia sedang menjual hak kebebasan dirinya. Ia tidak sadar kalau ia sedang menghancurkan kebebasan yang ia miliki. Ia sangka, ia bebas menjual kebebasan. Pada saat ia menjual kebebasan, memang pasti bebas, karena setelah kebebasan itu dijual, maka ia langsung kehilangan kebebasannya. Setelah itu ia memasuki kebebasan yang palsu.

Ketika seorang sedang bebas menjual kebebasannya, ia merasa tidak terganggu oleh hati nuraninya. Maka ia merasa ia betul-betul bebas. Ia berperan seperti Allah, berbuat semaunya sendiri. Hanya Allah yang memiliki kebebasan mutlak, karena hanya Allah yang dengan kerelaan-Nya telah menundukkan dan menyelaraskan kebebasan mutlak-Nya dengan seluruh sifat dasar-Nya yang suci, adil dan baik. Jadi Allah sendiri yang telah menyerahkan kebebasan mutlak-Nya sendiri untuk diikat oleh kesucian, keadilan dan kebajikan-Nya sendiri, sehingga kebebasan-Nya tidak keluar dari jalur. Tetapi kebebasan manusia belum kembali dan belum dipersatukan dengan kebebasan Allah. Akibatnya, manusia masuk ke dalam kebebasan yang aktif tetapi pasif. Kebebasan yang kelihatan seperti bebas, padahal tidak. Ini menjadi suatu kenikmatan yang tidak lagi memiliki jalan keluar bagi penyesalannya yang tidak pernah selesai. Di dalam kenikmatan yang beberapa menit di mana sepertinya kita bebas, setelah itu ada catatan yang akan terus menuduh dan mencatat kita seumur hidup kita, bahkan terus menuntut sampai di depan pengadilan A;lalh.

Di dalam Kejadian, ada satu kalimat yang keluar dari mulut Abraham, yang sangat saya kagumi, yaitu: “Masakah Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?” (Kejadian 18:25). Allah yang menghakimi seluruh muka bumi ini, tentu harus menghakimi dengan keadilan. Konsep penghakiman dan keadilan ini telah dikaitkan dan disatukan pertama kali keluar dari mulut seorang yang beriman, yang disebut sebagai bapa orang beriman. Maka di sini, keadilan menjadi prinsip penting dan wakil suara Tuhan merupakan wakil keadilan.

Pada saat kita berbuat dosa, wakil itu diam. Bukan berarti hati nurani mati, tetapi ia hanya tidur. Setelah kita berbuat dosa, maka ia langsung bangun kembali.

F. Menyelidiki Hati

Setelah kita berdoa, Hallesby mengatakan, ia langsung meloncat ke atas panggung penghakimannya. Tetapi bagi saya, hati nurani langsung mengadakan penyelidikan terhadap diri kita, tepat seperti yang dikatakan oleh Amsal 20:27. Hati nurani itu bagaikan roh yang merupakan pelita Allah, yang meneliti seluruh lubuk hati manusia. Kini, sinar cahaya untuk memberikan percerahan itu, dipakainya untuk menyelidiki lubuk hati manusia. Harap diperhatikan, ia tidak akan sembarangan melakukan tuduhan tanpa alasan, karena ia adalah penyelidik yang diletakkan Tuhan di dalam hati kita masing-masing. Kita tidak mungkin menyembunyikan dosa kita di mana pun juga. Hati nurani itu begitu rajin menyelidik.

Seringkali setelah berbuat dosa, kita baru menyatakan bahwa seharusnya kita tidak melakukannya. Dan itu berarti sudah terlambat, karena kita sudah pernah melawan fungsi atau tugas ke-empat yang dikerjakan oleh hati nurani. Setelah kita melawan, menolak dan melakukan apa yang kita mau, untuk sementaraia memberikan kebebasan kepada kita. Tetapi itu adalah kebebasan yang palsu. Setelah itu ia melakukan penyelidikan dan penyelidikan itu dilakukan dengan begitu teliti dan tuntas.

G. Menegur dan Menghakimi

Setelah menyelidiki secara tuntas, kemudian hati nurani menjalankan fungsinya yang ke-tujuh, yaitu menegur dan menghakimi. Ia mulai menegaskan bahwa kita telah berbuat dosa dan menjadi orang berdosa. Ketika hati nurani menjalankan peneguran dan penghakiman, ia sama sekali tidak kompromi. Tidak peduli kita orang kaya atau miskin, raja atau pengemis. Semua tindakan berdosa mendapatkan peneguran dan penghakiman dari hati nurani dengan sangat adil dan tidak memandang bulu. Itu alasan, ada orang yang pikir kalau dia berkhotbah menyenangkan orang kaya, ia akan disukai oleh orang kaya. Tidak! Justru ia akan dibenci, karena di dalam diri orang kaya, hati nuraninya tetap akan mengatakan apa yang benar dan tidak benar. Orang seperti itu akan dihina orang, Itu sebab, Paulus berkata di 2 Korintus 4:2, bahwa ia tidak berbuat sembarangan dan tidak menipu untuk dipertimbangkan oleh hati nurani setiap orang lain. Kita mengetahui bahwa orang dengan sendirinya akan peka sekali mengerti apakah seseorang sungguh-sungguh hamba Tuhan atau bukan, apakah seseorang sungguh-sungguh melakukan firman Tuhan atau tidak, atau apakah seseorang betul-betul menegur menurut firman Tuhan atau tidak. Di dalam hati mereka ada satu penilaian yang sangat peka. Penilaian ini dikerjakan oleh hati nurani.

H. Menjadi Saksi Dunia

Setelah itu, hati nurani akan menanti datangnya hari kiamat. Pada saat itu, ia akan menjadi saksi dosa kita di hadapan Tuhan Allah. Ia adalah wakil suara Tuhan, maka ia harus setia kepada Tuhan. Ketika kita melawan dia, menolak dan mengabaikan dia, ia tetap sabar menunggu. Pada suatu hari, di hari penghakiman Allah itu, ia akan berdiri dan menjadi saksi atas segala sesuatu yang telah kita lakukan. Maka tidak ada seorang pun yang dapat melarikan diri lagi. Inilah pekerjaan hati nurani.

Bab 3 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

POLUSI HATI NURANI

Setelah kita melihat fungsi hati nurani yang sedemikian penting dan sedemikian sempurna, maka kita mulai bertanya:

“Bukankah kalau demikian hati nurani saya sudah cukup, kita tidak memerlukan Roh Kudus lagi?”

“Bukankah dengan demikian, setiap orang yang di dalam hatinya sudah ada wakil suara Tuhan, pasti akan sama?”

Jawabannya justru terbalik. Kita sudah memiliki hati nurani dan kita telah diberi suara yang mewakili Tuhan, tetapi mengapa suara hati nuraniku dengan suara hati nuranimu masih berbeda? Mengapa standar yang saya buat dengan yang Anda buat tidak sama? Mengapa semua yang saya lakukan dengan sejahtera, bagi orang lain tidak sejahtera? Apakah yang membedakan semua ini?

Di dalam Bab 4 nanti, kita akan membicarakan keindahan hati nurani orang yang telah ditebus oleh Tuhan Yesus. Namun, sebelum itu, kita harus membicarakan terlebih dahulu apa yang terjadi di dalam kejatuhan dosa. Inilah konsep Teologi Reformed. Mungkin ada orang yang kurang setuju dengan Teologi Reformed, tetapi kita harus mengakui khotbah-khotbah yang penting keluar dari teolog-teolog dan pengkhotbah-pengkhotbah Reformed, yang akan membawa manusia kembali kepada kebenaran firman Tuhan yang sungguh. Teologi Reformed bukan hanya untuk Gereja Reformed saja, tetapi Teologi Reformed telah menjadi pelita dan mercu suar yang membawa Gereja kembali kepada Alkitab.

Saat ini kita harus menegaskan bahwa mereka yang memiliki doktrin dan iman yang benar yang harus mendirikan gereja. Jangan biarkan orang-orang yang tidak belajar Firman dengan baik, yang imannya rusak mendirikan gereja. Itu adalah strategi Setan. Biarlah lebih banyak lagi orang yang berdoktrin benar dan beriman benar mendirikan gereja sebanyak-banyaknya. Kekristenan tidak boleh dijual kepada orang-orang yang tidak mengerti Firman dan yang begitu berani sembarangan berkhotbah, lalu mendirikan gereja. Dengan doktrin yang benar mendirikan gereja, menunjukkan suatu usaha agar Kekristenan dijaga berada di dalam iman yang benar. Itu alasan saya menganjurkan Saudara baik-baik mempelajari Teologi Reformed dan mendirikan gereja.

Setelah hati nurani bekerja, maka Teologi Reformed selalu melihat dari tahapan: (1) keadaan aslinya pada saat diciptakan; (2) keadaan setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa; (3) keadaan setelah Tuhan Yesus melakukan pemulihan terhadap orang yang ditebus-Nya; dan (4) keadaan sempurna di dalam kekekalan kelak. Maka setiap hal harus dilihat dalam empat aspek ini, karena masing-masing keadaan sifatnya sangat berbeda. Manusia asli ketika diciptakan di taman Eden sifatnya bagaimana, lalu setelah jatuh ke dalam dosa menjadi bagaimana, kemudian ketika ditebus oleh Tuhan Yesus menjadi seperti apa dan setelah itu, pada saat kekekalan nanti ia disempurnakan menjadi seperti apa. Ke-empat tahapan ini harus selalu menjadi struktur pikiran orang Kristen. Penelaahan yang ketat ini dipelopori oleh Teologi Reformed.

Maka kini kita melihat keadaan dan fungsi hati nurani yang asli pada saat penciptaan. Tetapi ketika kita jatuh ke dalam dosa, semua fungsi itu terkena noda dan tercemar, sehingga terjadi polusi hati nurani. Semua fungsi ini masih ada, tetapi tidak mungkin semurni aslinya. Bagaikan setiap orang hatinya bekerja, ginjalnya juga bekerja, demikian juga paru-paru, jantung dan lainnya. Tetapi ketika ia terkena penyakit, maka organ itu masih tetap bekerja, hanya tidak sempurna seperti sebelumnya. Demikian juga fungsi hati nurani masih memberikan pencerahan, tetapi pencerahannya sudah tidak secerah seharusnya, ia masih dapat membedakan, tetapi tidak setajam sebelumnya. Ia juga masih memberikan peringatan, tetapi peringatannya lemah. Ketika ia bangun untuk memberikan penghakiman, penghakiman itu kurang berani. Hati nurani itu sudah dinodai dan dipolusikan. Inilah yang di dalam Teologi Reformed disebut sebagai Total Depravity (Kerusakan Total).

Prinsip “Kerusakan Total” ini bukan berarti tidak berfungsi sama sekali dan tidak berguna lagi, tetapi semua penggunaannya sudah terkena polusi. Bagaikan baju putih yang terkena luntur sehingga menjadi coklat muda. Ketika diusahakan dicuci berulangkali, tetapi tidak mungkin putih seperti sedia kala. Maka kalau disebut baju putih, memang baju putih, tetapi ia sudah tidak putih lagi, karena seluruhnya sudah bersemu coklat. Mungkin lebih tepat disebut puklat (putih-coklat). Bagian mana yang terkena warna coklat? Seluruhnya. Tetapi apakah dengan demikian disebut sebagai baju coklat? Tidak, karena memang masih berwarna putih. Baju itu sudah tidak murni putih lagi, karena setiap tempat telah terpolusi.

Hati nurani tidak lagi murni, karena setiap fungsi dari hati nurani yang asli telah dinodai dan terpolusi. Itu sebabnya kita melihat kecelakaan terjadi, sehingga semua pekerjaan hati nurani tidak lagi sungguh-sungguh mencapai apa yang Tuhan inginkan. Yang Tuhan inginkan adalah target, dan tidak mencapai target berarti dosa. Maka hati nurani pun telah menjadi hati nurani yang telah bersifat dosa. Itulah polusi. Kalau polusi sudah terjadi, tidak lagi mungkin terang.

Pada suatu hari, saya dengan dua pendeta mengendarai mobil dari Surabaya ke Jakarta untuk mempersiapkan suatu kongres hamba Tuhan se Indonesia. Ternyata di daerah Jatibarang, jalanannya rusak berat, sehingga butuh waktu 2 jam untuk melewatinya, dan jalanan itu begitu berlumpur sehingga seluruh mobil saya menjadi kotor luar biasa. Lewat dari Jatibarang, saya berusaha untuk mempercepat jalannya mobil saya, tetapi cahaya lampu saya menjadi redup, padahal masih berjarak sekitar 100 km untuk tiba di Jakarta. Saya kuatir aki mobil saya sudah lemah, sehingga takut mobilnya mogok., Tetapi aneh, klaksonnya masih kuat. Saya pernah membaca makalah bahwa memberikan cahata memerlukan daya listrik yang lebih besar ketimbang suara. Wah, saya pikir itu alasan mengapa lampu mobil saya lebih redup ketimbang suara klakson. Sama seperti lebih mudah khotbah bersuara di mimbar daripada bercahaya dengan kesaksian hidup kita. Setelah kami bertiga turun, kami baru tahu bahwa seluruh kaca lampu depan mobil itu tertutup tanah liat. Maka sekarang lampu saya terkena polusi. Lampu irtu masih bercahaya, tetapi sudah tidak dapat sejelas semula.

Bagaimana membereskannya? Tidak lain kita harus membereskan polusi yang mencemari hati nurani itu. Tetapi sebelum membersihkan, kita harus tahu terlebih dahulu polusi apa yang mencemari. Kalau polusi itu dari tanah liat, dapat dibersihkan dengan air, tetapi kalau polusinya dari cat, maka perlu tinner untuk membersihkannya. Baru setelah itu kita tahu siapa yang dapat menyingkirkan polusi hati nurani kita.

Kini kita harus melihat jenis polusi apakah yang telah mencemari hati nurani kita. Paling sedikit empat polusi yang besar di dalam hati nurani kita.

I. Polusi Kebudayaan

Hati nurani dipolusi oleh kebudayaan. Sesuatu yang dianggap baik di daerah Batak, mungkin tidak diterima terlalu baik di Manado, karena adanya perbedaan kebudayaan. Sesuatu yang dilarang di Jawa, mungkin di Toraja dianggap baik sekali. Hal ini terjadi karena perbedaan kebudayaan.

Setiap kebudayaan menghasilkan suatu norma, yang mengakibatkan hati nurani dipengaruhi oleh norma-norma yang ditumpuk oleh kebudayaan itu. Akibatnya, tidak mungkin lagi hati nurani itu bersifat netral.

Di Cina ada tujuh sebab diperbolehkan menceraikan isteri, yang salah satunya adalah karena tidak mempunyai anak. Kalau Saudara menikah dengan seorang isteri, setelah ditunggu tiga sampai lima tahun tidak mendapat anak, maka itu dapat menjadi alasan yang baik untuk menceraikan dia, karena dianggap kecelakaan besar. Konsep ini dipengaruhi oleh perkataan Mencius, yang menemukan hati nurani di dalam filsafatnya, seperti telah kita bahas di dalam bab pertama.

Mencius mengatakan, “Tahukah bahwa tidak hormat terhadap orang tua ada tiga, dan yang terbesar adalah tidak memberikan keturunan untuk menyambung hidup marga.” Karena itu dianggap membunuh seluruh marga dan tidak menghargai usaha nenek moyang untuk memelihara kelestarian marga. Tetapi mengapa, Mencius langsung menuduh bahwa itu disebabkan karena mendapatklan isteri yang mandul, sehingga ia perlu diceraikan. Kebudayaan Tionghoa mengakibatkan satu dampak hingga saat ini, yaitu merasa untung kalau melahirkan anak pria dan merasa rugi kalau melahirkan anak wanita. Karena pria memelihara marga. Akibatnya pria dan wanita dibedakan secara drastis sekali. Saat ini di Cina hanya diperbolehkan punya satu anak, lebih dari itu akan dihukum atau mendapatkan sanksi. Akibatnya, begitu mendapatkan anak wanita, mereka membunuhnya. Sehingga terjadi begitu banyak pembunuhan oleh orang tua sendiri terhadap bayi wanitanya, karena mereka tidak mau satu-satunya anak yang mereka miliki adalah wanita. Kalau semua orang melakukan seperti itu, maka dalam dua generasi tidak ada lagi wanita yang dapat diperisteri. Apakah yang menyebabkan hati nurani seorang begitu senang memiliki anak pria, dan tidak senang memiliki anak wanita? Ini dipengaruhi kebudayaan.

Ketika isteri pertama tidak memberi anak, diceraikan. Kemudian isteri kedua juga demikian, isteri ketiga, keempat. Sampai ketujuh juga demikian, ternyata yang mandul bukan isterinya, tetapi suaminya. Tetapi anehnya masyarakat tidak menerima kalau isteri yang boleh menceraikan suaminya yang mandul dan menikah dengan suami kedua. Mereka hanya menerima kalau isteri yang boleh diceraikan dan suami yang menikah dengan isteri yang lain. Di dalam masyarakat bagaimana pun juga ada pengaruh yang mencemari dan merusak fungsi hati nurani. Maka pengaruh yang mencemari dan mempolusikan fungsi hati nurani pertama-tama datang dari tradisi dan kebudayaan.

Di Tiongkok, masyarakat tidak dapat menerima kalau seorang wanita memiliki dua suami, tetapi kalau suami punya dua isteri, ia masih dapat senyum-senyum memperkenalkan kedua isterinya. Kalau isteri memperkenalkan dua suami, akan dicaci maki oleh seluruh kota. Maka, keadaan, sifat, serta hak wanita habis-habisan dirampas di Tiongkok.

Di India, pernah ada tradisi bahwa kalau suami mati, isterinya juga harus ikut mati dengan suaminya. Itu disebut upacara mengubur diri untuk mendampingi suami yang mati. Akibatnya semua janda disuruh ikut mati dengan suaminya. Itu baru dianggap setia. Tetapi anehnya, tidak demikian bagi pria. Kalau isterinya mati, dia menikah lagi. Ini namanya polusi hati nurani. Hati manusia menjadi rusak karena ada pengaruh polusi kebudayaan. Masih banyak sekali contoh kebudayaan lain yang menjadi polusi terhadap hati nurani, sehingga merusak manusia.

II. Polusi Agama

Ada agama yang memperbolahkean suami punya isteri lebih dari satu, tetapi kalau isteri tidak boleh punya suami lebih dari satu. Sehingga agama juga memberikan polusi bagi hati nurani. Sehingga kalau ada suami yang mempunyai isteri lebih dari satu, ia tidak merasa apa-apa, karena diizinkan oleh agamanya. Tetapi anehnya wanita tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Hati nuraninya tidak mengizinkannya melakukan hal itu, karena tidak mendapatkan dukungan dari agamanya. Di sini agama merupakan faktor yang mempolusikan.

Bagi penganut agama tertentu, hati nuraninya tidak memper-bolehkannya memakan babi, tetapi berbeda dengan agama lain yang justru hati nuraninya tidak memperbolehkannya memakan daging sapi. Oleh sebab itu, bagaimana pun juga agama turut mengambil bagian di dalam mempolusikan hati nurani. Semua agama memberikan peranan untuk mempengaruhi suara hati nurani. Jadi, jika seseorang mengatakan bahwa hati nurani itu masih setia dan masih murni, tepat seperti ketika dicipta oleh Tuhan, saya pasti akan menolaknya. Karena seseorang sudah dipengaruhi oleh agama, dipengaruhi oleh tradisi, sejarah dan kebudayaan, maka hati nurani sudah tidak murni lagi seperti semula.

Bagi agama-agama tertentu, seseorang merasa perlu dan terikat untuk disunat, tetapi bagi agama lain akan merasa aneh mengapa ciptaan Tuhan perlu dibuang sebagian. Bagi sebagian orang, hati nuraninya akan terikat oleh peraturan-peraturan agamanya, sedangkan bagi sebagian orang lain tidak. Maka agama turut berperan untuk mempolusi dan mempengaruhi hati nurani. Tidak seorang pun dapat menghindarinya.

III. Polusi Masyarakat

Pengaruh ke-tiga yang mempolusikan hati nurani adalah pengaruh masyarakat atau opini umum. Ketika masyarakat mayoritas menyetujui suatu pikiran tertentu, maka orang yang minoritas selalu tertekan hati nuraninya.

Kekristenan di sepanjang sejarah selalu menjadi kelompok minoritas. Dan di saat menjadi minoritas, Kekristenan mendapatklan tekanan yang justru mengakibatkan kesehatan bagi iman Kristen itu sendiri. Ketika tidak ada lagi angin keras, pohon itu menjadi lemah. Pohonnya dapat tinggi, tetapi akarnya dangkal, maka makin tumbuh makin tidak kuat, karena terlalu manja. Tetapi pohon-pohon yang tumbuh di daerah yang berangin kencang, makin kencang, akarnya semakin dalam dan semakin kuat. Maka, pohon itu berakar dalam karena teruji oleh angin yang besar. Demikian pula, ketika Kekristenan menjadi mayoritas, Kekristenan selalu menjadi mundur, sangat tertidur dan sangat krisis keadaannya. Justru ketika Kekristenan diinjak, dilawan, didiskriminalisasikan, di situ iman dan kekuatan kita bersandar kepada Tuhan semakin kuat.

Namun demikian, kita terkadang takut dengan suara mayoritas. Kita takut kalau ada suara mayoritas yang mau melawan Kekristenan. Akibatnya, ketika orang menanyakan iman kita, kita malu atau tidak berani mengakuinya, kareena hati nurani kita sudah dipengaruhi oleh suara mayoritas. Itu sebabnya, biarlah kita berhati-hati. Terkadang kita ikut-ikutan orang lain. Kalau semua orang pakai rambut pendek, kita merasa malu kalau kita gondrong. Atau kita terkadang mengikuti mode tertentu, karena mode itu diterima dan menjadi opini umum. Ketika kita ditanya, mengapa rambut kita modelnya seperti itu, atau baju kita seperti itu, maka kita menjawab: “Karena semua orang juga begitu.” Inilah opini umum. Karena semua begitu, maka saya juga harus begitu.

Dulu yang memakai parfum atau anting-anting hanya kaum wanita, maka saya heran sekali kalau ada kaum pria yang memakai parfum atau anting-anting. Tetapi ketika sudah semakin banyak kaum pria yang memakainya, maka hal itu sudah menjadi lumrah dan hati nurani kita sudah dipengaruhi oleh opini masal.

IV. Polusi Kebiasaan

Hati nurani manusia juga dipolusi oleh kebiasaan pribadi di dalam perbuatan dosa. Ketika seseorang berbuat dosa berulang kali, lama kelamaan ia menjadi orang yang biasa berbuat dosa. Akhirnya ia tidak lagi peka terhadap dosa.

Ketika sesuatu hal yang kita ketahui salah, tetapi dilakukan lebih dari lima kali, maka kita mulai membangun benteng untuk membenarkan dosa yang Saudara lakukan. Pada sat itu hati nurani telah dipolusikan oleh kebiasan-kebiasaan yang menumpuk.

Seorang kepala suku di Afrika, ketika mendengar ada orang yang datang memberitakan Injil, yaitu bahwa barangsiapa percaya kepada Yesus dan akan diselamatkan, maka ia pun mau diselamatkan. Ia minta dibaptis. Missionari itu mengatakan tidak dapat, karena ia memiliki isteri sebanyak delapan belas orang. Ia pun bertanya, kalau delapan belas tidak boleh, harus berapa yang boleh? Maka missionari itu mengatakan cuma satu saja. Lalu ia pulang. Beberapa bulan kemudian ia datang lagi dan kembali minta dibaptis. Ia mengatakan bahwa sekarang ia hanya memiliki seorang isteri. Missionari itu heran, tetapi kepala suku itu mengatakan bahwa ia jujur dan hati nuraninya memastikan hal itu. Lalu misionari itu menanyakan di mana tujuh belas isteri lainnya. Ia mengatakan sudah dibunuh olehnya semua. Hati nuraninya sama sekali tidak merasa bersalah, karena ia sudah seringkali membunuh orang sebagai kepala suku. Tetapi hati nuraninya masih peka untuk mengatakan hal yang jujur. Karena ia sudah terbiasa berbuat dosa, maka hati nuraninya sudah tidak lagi menegur dia sebagaimana seharusnya.

Ketika kita berbuat dosa berulangkali, maka perbuatan dosa itu akan menumpuk dan akan mempolusikan hati nurani kita sendiri. Ketika kita mendengar khotbah yang penting pun, kita tidak akan menyadarinya sebagai teguran dari Tuhan, sehingga kita tidak lagi mementingkan firman Tuhan dan hanya mempedulikan penampilan atau hal-hal lain yang sekunder saja. Setelah mendengar khotbah lalu kembali lagi berbuat dosa, hal demikian dikarenakan kita sudah berkecimpung di dalam suatu kebiasaan dosa yang merusak dan menempel di hati nurani kita. Bagaikan tanah liat yang menempel di lampu mobil, sehingga lampu itu tidak dapat bercahaya sekalipun lampu itu menyala. Demikian pula hati nurani tidak dapat bercahaya murni, karena sudah terjadi polusi di dalamnya.

Inilah keadaan kita. Keadaan hidupkita yang sesungguhnya di hadapan Tuhan Allah. Sekarang, siapakah yang dapat menolong dan membereskan kita? Mau tidak mau kita telah berada di bawah ikatan agama, kebudayaan, ras, tradisi, filsafat, lingkungan, opini masyarakat dan kebiasaan pemupukan dosa kita masing-masing. Hati nurani setiap manusia telah dikotori dan dinajiskan.

Puji Tuhan, Alkitab menjanjikan sesuatu yang sangat penting. Alkitab mengatakan, “Betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.” (Ibrani 9:14). Kuasa penyucian darah Kristus merupakan satu-satunya kuasa yang dapat menyucikan polusi hati nurani kita.

Hati nurani yang bersih, hati nurabi yang suci, yang tidak tercemar, adalah hati nurani yang dipulihkan. Di bab berikut, kita akan melihat bagaimana Tuhan membersihkan hati nurani kita dan melepaskan kita dari ikatan Setan, sehingga kita dapat hidup di hadapan Tuhan dengan hati nurani yang telah dipulihkan oleh Tuhan.

Bab 4 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

PEMULIHAN HATI NURANI (1)

I. KEADAAN HATI NURANI

Di awal bab ini, kita akan mempelajari beberapa bagian ayat Alkitab yang berbicara tentang keadaan hati nurani.

A. Hati Nurani yang Bersih

Pertama, kita akan melihat ayat-ayat yang berbicara tentang hati nurani yang bersih.

1 Timotius 1:6, “ Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.”

1 Timotius 1:19, “Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka.”

B. Hati Nurani yang Sudah Rusak

Titus 1:16, “Bagi orang suci semuanya suci, tetapi bagi orang najis dan bagi orang yang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.”

Ibrani 10:22, “Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dan hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni.”

C. Hati Nurani yang Lemah

1 Korintus 8:7, “Tetapi bukan semua orang yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang yang karena masih terikat pada berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan oleh karena hati nurani mereka lemah, hati nurani mereka itu dinodai olehnya.”

Di zaman Paulus, ketika seseorang di dalam peperangan terkena panah beracun, maka cepat-cepat harus ditolong dengan cara menyentuhkan besi yang membara ke tempat luka tersebut. Ketika daging itu terkena besi yang membara itu, maka akan berbau daging terbakar dan sangat sakit, sehingga orang tersebut berteriak luar biasa, atau bahkan pingsan. Tetapi dengan itu, ia terselamatkan dari kebinasaan. Setelah beberapa saat kemudian, ketika mulai sembuh, maka bagian daging yang bekas terkena sentuhan besi panas tadi tidak lagi memiliki syaraf. Maka daerah tersebut menjadi tidak dapat merasakan apa-apa. Paulus mengatakan bahwa ada sejenis orang yang hati nuraninya sudah sedemikian rusak seperti daging yang sudah tersentuh api itu, tidak mempunyai perasaan lagi.

Hati nurani yang dicipta oleh Allah dengan sedemikian murni, telah mengalami berbagai polusi sejak manusia jatuh ke dalam dosa. Akibat dari berbagai pengaruh dari polusi ini, setiap orang menganggap diri sendiri benar dan orang lain salah. Oleh sebab itu, di dalam Amsal dikatakan bahwa ada jalan di mana setiap orang menganggap itu jalan yang benar, tetapi jalan itu sebenarnya membawa manusia kepada kebinasaan (band. Amsal 12:15a, 14:12). Maka perlu satu kemungkinan bagi manusia untuk dapat kembali ke jalan yang benar. Untuk itu Tuhan Allah mengirimkan Tuhan Yesus Kristus menjadi Juruselamat, agar manusia dapat dibawa kembali ke jalan satu-satunya yang benar, dan hidup yang membawa jalan kebenaran kepada kita. Yesus berkata: “Akulah Jalan dan kebenaran dan Hidup.” (band. Yohanes 14:6)

Dibawah ini kita akan melihat bagaimana suara Setan dan suara Roh Kudus saling mempengaruhi hati nurani manusia, dan setelah itu bagaimana kita mendapatkan normalisasi hati nurani oleh Roh Kudus.

II. PENGARUH SUARA SETAN

Di dalam seluruh Alkitab, istilah “Setan” hanya muncul empat kali di seluruh Perjanjian Lama. Saya melihat banyak orang Kristen yang tidak sadar bahwa istilah ini muncul sedemikian sedikit. Tetapi itu bukan berarti karena sedikit disebutkan, maka berarti setan tidak bekerja secara meluas di dunia ini. Misalnya, di dalam Perjanjian Baru, kita baru jelas bahwa yang menggoda Hawa untuk memakan buah terlarang itu adalah Setan, yang menyatakan diri dalam bentuk ular. Sehingga di sini kita melihat bahwa Setan menyisipkan diri ke dalam suatu dialog, di mana sebelumnya suara Allah telah diberikan kepada manusia. Setan telah turut bersuara, membuat bingung dan mengganggu pikiran manusia. Allah tidak memaksa orang dengan cara menaklukkan manusia untuk takluk kepada Dia, karena tidak pernah disebutkan “kerasukan Roh Kudus” di seluruh Alkitab. Sebaliknya, “kerasukan Setan” berulang kali disebutkan oleh Alkitab. Dengan demikian kita dapat membedakan antara pekerjaan Tuhan Allah dengan pekerjaan Setan.

Setan tidak selalu muncul dengan istilah dan Oknum pribadi secara nyata, tetapi ia menyusupkan diri dan memperalat yang lain. Maka, kerap kali kita melihat Setan bertopeng bukan Setan, sehingga manusia dapat tertipu oleh esensi suara Setan. Itu sebabnya, kita perlu sangat berhati-hati, perlu kepekaan dan perlu kemenangan berdasarklan kecermatan kemampuan membedakan antara suara Setan atau bukan. Barangsiapa yang kurang peka untuk membedakan suara Setan atau bukan, ia akan banyak dirugikan di dalam kehidupan kerohaniannya. Orang yang tidak peka membedakan suara Setan, selalu terkait dan tergoda untuk senantiasa mencuri keuntungan diri sendiri, dan pada akhirnya akan menjual diri. Setan tidak pernah berdagang rugi. Ia adalah satu-satunya yang tidak pernah rugi di dalam perdagangan. Sepertinya ia berani menanggung kerugian dan melakukan pengorbanan sedemikian besar, tetapi pada akhirnya ia mendapat keuntungan yang luar biasa besarnya.

Setan berani bertindak, seperti “menyangkal diri” sehingga akhirnya seluruh diri orang lain ditelan olehnya. Suara Setan selalu begitu manis dan kalau mungkin ia berusaha untuk mengimitasikan suara Tuhan. Itu sebabnya, Tuhan Yesus pun berkata, “...sekiranya mungkin mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga.” (Matius 24:24). Ia akan menampilkan diri seperti malaikat terang, sehingga banyak orang akan terkecoh, bahwa dibelakang itu adalah Setan. Itu sebab, Alkitab mengatakan bahwa barangsiapa mengatakan sanggup berdiri tegak, hendaklah ia berhati-hati. Jikalau Setan memakai cara Setan yang menakutkan, pasti Saudara akan ketakutan. Setan yang demikian adalah Setan yang bodoh, karena cara itu membuat manusia selalu lari dari Setan dan tidak mau diganggu. Tetapi justru Setan adalah Setan, karena ia begitu licik. Begitu pandai sampai ia memalsukan orang-orang yang baik, corak yang baik, nabi yang baik, rasul-rasul bahkan memalsukan Kristus. Ia bertopeng seperti orang-orang suci. Alkitab mengatakan adanya nabi palsu, rasul palsu, guru palsu dan ada Kristus palsu.

Jika pekerjaan Kristus, murid-murid, nabi yang benar dan setiap pengikut Kristus sejati, bercirikan kejujuran, maka pekerjaan Setan dan pengikutnya justru bercirikan ketidak-jujuran. Itu sebabnya, kita sebenarnya dapat dengan mudah mengujinya, yaitu apa yang sesuai dengan Kitab Suci berarti benar. Tetapi untuk menguji suara Setan, tidak mudah, karena ia juga memakai cara yang sepertinya sesuai dengan Kitab Suci. Dengan demikian, kita seringkali bingung untuk membedakan suara Roh Kudus atau suara Setan. Untuk ini, beberapa hal seperti: penafsiran Alkitab yang tepat atau tidak, motivasi yang benar atau tidak, metodologi yang tepat atau tidak, prinsip-prinsip penafsiran yang kekat atau longgar, akan mengambil peranan yang sangat penting.

Setan mengimitasi pekerjaan Roh Kudus. Ia juga mengimitasi semua karuinia-karunia Roh Kudus, sehingga mengacaukan gereja. Tetapi bagaimanapun juga ada beberapa esensi yang tidak mungkin ditiru oleh Setan. Karunia-karunia yang paling mudah ditiru oleh Setan adalah karunia-karunia berkenaan dengan bahasa. Karunia-karunia bahasa, karena ada bahasa lidah (glosolalia) yang begitu sulit dibedakan benar atau tidaknya, maka Setan langsung memakai suatu bahasa yang tidak kita mengerti. Lalu kita merasa hadirnya suatu kuasa supra-natural, sehingga kita langsung menaatinya. Maka segera kita akan tertipu dan ditawan olehnya. Itu sebabnya, tentang karunia, Alkitab dengan teliti memberikan urutan yang sangat stabil.

Karunia pertama dan ke-dua, disebut sebagai perkataan bijaksana, sehingga kedua hal itu memberikan kemungkinan diuji oleh firman yang tercatat di dalam Kitab Suci. Dua karuinia yang terakhir mencatat karunia berbahasa lidah dan menafsirkan bahasa lidah. Dengan demikian di antara ke-sembilan karunia yang dicatat di dalam 1 Korintus 12 dapat kita lihat, bahwa dua karunia yang pertama dan dua karunia yang terakhir bersangkut paut dengan bahasa. Tetapi, kita melihat bahwa yang dapat dimengerti diletakkan di depan, dan yang sulit dimengerti diletakkan di belakang. Ini disebabkan karena kedua karunia yang terakhir itu: (a) paling tidak penting, dan (b) paling sulit dibedakan. Maka yang paling tidak penting, paling sulit dibedakan, dan dapat ditiru oleh Setan dan roh-roh yang lain, diletakkan di paling terakhir. Yang paling penting, yaitu tentang kalimat-kalimat bijaksana dan kalimnat-kalimat pengetahuan diletakkan di depan.

[Mengenai hal ini bisa dibaca dalam buku “Baptisan dan Karunia Roh Kudus” Pdt. DR. Stephen Tong.]

Tetapi heran sekali, di akhir abas XX ini, timbul suatu gerakan yang disebut sebagai Vineyard Movement, dan kemudian lebih menyeleweng lagi menjadi gerakan Toronto Blessing. Gerakan Vineyard, yang dipelopori dan diprakarsai oleh John Wimber, telah memberikan penjelasan tentang dua kalimat yang didepan dengan suatu teori yang sangat tidak bertanggungjawab. Menurut dia, perkataan hikmat dan perkataan pengetahuan adalah perkataan-perkataan yang bersifat supra-natural. Misalnya, seorang pendeta di tengah khotbah tiba-tiba mengatakan: “Hai kamu yang berbaju merah, kemarin kamu berzinah.” Kalimat-kalimat seperti ini dianggap sebagai kalimat bijaksana. Dan kalimat seperti “Hai engkau yang di sana, engkau sudah mendapat penyakit rematik selama 15 tahun”, dianggap kalimat pengetahuan. Karena penafsiran kedua kalimat ini sedemikian teledor, akibatnya menjadi kekacauan bagi orang Kristen untuk membedakan mana suara dari Tuhan dan mana yang bukan.

Kita harus kembali mengatakan, bahwa ketika seseorang dapat memberitakan firman dengan limpah dan dalam, dengan kalimat-kalimat yang menjadikan orang lain mengerti dan dapat beriman, itu merupakan kalimat-kalimat bahasa yang berbijaksana dan berpengetahuan. Dengan demikian, kedua karunia kalimat yang pertama ini dapat diuji dengan satu standar, yaitu Alkitab. Tetapi dua karunia yang terakhir sulit diuji dengan kalimat-kalimat yang tercantum di dalam Alkitab.

Itu sebabnya jangan kita menyangka semua yang bersifat supra-natural pasti dari Tuhan. Jangan mengira semua yang hebat pasti dari Roh Kudus. Ada anggapan bahwa pendeta-pendeta yang dapat melakukan hal-hal yang hebat, berkuasaa supra-natural besar, dianggap pasti kuasa Roh Kudus-nya yang besar. Mereka beranggapan kalau ada orang ditumpangi tangan langsung jatuh, pasti dari Roh Kudus. Terlalu cepat dan terlalu teledor bila kita berani mengambil kesimpulan seperti itu, karena di seluruh Kitab Suci belum pernah diajarkan kepada kita bahwa orang yang kepenuhan Roh Kudus jatuh telentang atau tidak sadar diri. Hal-hal seperti itu tidak Kristen dan tidak Alkitabiah. Itu adalah gejala timbul di zaman akhir ini, yang melawan Alkitab, tetapi memakai nama Roh Kudus. Kita harus lebih berhati-hati mengidentifikasikan pekerjaan Roh Kudus atau bukan. Kita tidak boleh mengambil keputusan yang terlalu ceroboh tanpa membandingkannya dengan ajaran Alkitab secara cermat.

Apa gunanya Allah memberikan Alkitab sedemikian lengkap, dengan isi sedemikian banyak dan melimpah, dengan kalimat-kalimat yang sedemikian kaya? Bukankah agar kita mempelajarinya, menggalinya, mengerti prinsip-prinsip total yang terkandung di dalamnya, prinsip-prinsip umum dari seluruh Kitab Suci yang diwahyukan kepada para nabi di Perjanjian Lama dan para rasul di Perjanjian Baru, agar kita dapat memperoleh kunci induk untruk menguji dan mengetahui sesuatu dengan tepat. Roh Kudus yang mewahyukan kepada Yohanes di dalam 1 Yohanes 4:1, agar kita tidak mempercayai segala roh, tetapi harus mengujinya, apakah roh itu dari Allah atau bukan. Karena roh dari dunia ini sudah muncul dan berkelana di seluruh dunia. Sekarang roh itu sedang menipu seluruh dunia.

Maka Tuhan Yesus berkata, kalau ada orang mengatakan di sini Mesias atau di sana Mesias, kita tidak boleh percaya, karena semua itu tipuan Setan. Inilah peringatan langsung dari Tuhan Yesus, Anak Tunggal Bapa sendiri. Roh Kudus yang mewahyukan Alkitab juga memberikan peringatan kepada kita akan adanya roh palsu. Dengan demikian, Oknum Kedua dan Oknum Ketiga Allah Tritunggal telah menyatakan kepada kita adanya nabi palsu, rasul palsu, ada guru palsu, ada mujizat palsu, ada hamba-hamba Tuhan palsu, ada orang-orang yang tidak dapat mewakili Tuhan, tetapi berani memakai kata yang yang paling indah: “Ini pekerjaan Roh Kudus.”

Pada akhir zaman. Karena begitu sulitnya mendapatkan buah, sulitnya mempertobatkan orang menjadi orang Kristen, lalu melihat ada “gereja” yang kelihatannya sedemikian cepat bertambah, begitu cepat berkembang menjadi besar, maka ia mulai goncang imannya. Sesudah itu mereka masuk ke dalam satu takhayul, yaitu tanpa memakai cara seperti mereka itu, gereja tidak dapat bertumbuh. Kalau gereja tidak bertumbuh, maka orang akan memandang dia sebagai hamba Tuhan yang tidak berkuasa, maka ia merasa harus memakai jalan itu. Perlahan-lahan mereka membuka pintu dan menerima pengkhoptbah-pengkhotbah yang tidak bertanggung jawab, yang memiliki tafsiran Alkitab serta cara penyampaian firman menyeleweng. Akibat secara keseluruhan adalah gereja tidak lagi peka akan mana yang benar dan mana yang salah.

Di atas kedua karunia terakhir ada satu karunia yang mendahului, yaitu karunia membedakan roh. Di dalam gereja-gereja Pantekosta dan Kharismatik, seringkali ditekankan begitu banyak pada karunia berbahasa lidah dan menafsirkan bahasa lidah, tetapi pada saat yang sama kurang sekali mendidik dengan baik bagaimana caranya dapat membedakan roh yang benar dan roh yang jahat, karena mereka lebih senang main percaya saja bahwa itu adalah Roh Kudus. Ketakhayulan sedemiian menyebabkan kelonggaran bagi suara Setan untuk mengimitasi suara Roh Kudus untuk menipu gereja.

Saat ini terlalu sedikit orang yang membaca Alkitab sampai tuntas. Sedikit sekali orang Kristen yang sudah membaca dari Kejadian sampai Wahyu berulang kali, bahkan sedikit orang yang membaca satu kali seluruh Alkitab. Inilah keadaan zaman kita. Orang-orang ini begitu mudah percaya kepada perkataan pendeta-pendeta yang tidak bertanggung jawab, dan menganggap benar apa yang mereka katakan, karena memang tidak tahu. Kalau kita tidak pernah membaca Alkitab dengan baik dan cermat, lalu mudah saja percaya bahwa sesuatu kuasa adalah kuasa Roh Kudus, maka kita pasti mudah tetipu. Tetapi apabila kita belajar Alkitab sengan sungguh-sungguh, teratur dan terus berusaha memperbandingkan segala sesuatunya. Maka pasti kita tidak menjadi orang Kristen ikut-ikutan.

Saya tidak minta Saudara ikut saya. Silahkan belajar Kitab Suci dengan cermat. Setelah itu, silahkan periksa lagi apa yang saya ajarkan. Kalau memang tepat sesuai dengan apa yang Alkjitab katakan, baru Saudara terima. Jangan juga mengikuti segala macam pendeta karena di dalam pendeta sendiri seringkali terjadi bias, ada satu penyelewengan yang tidak pernah dikoreksi dengan baik. Apalagi di Indonesia ini terlalu mudah menjadi pendeta. Begitu banyak pendeta yang belum belajar banyak, baru beberapa bulan saja sudah ditahbiskan menjadi pendeta. Akibatnya, menjadi pendeta instan. Setelah saya membaca Alkitab berpuluh kali, dan setelah mengajar di sekolah Alkitab selama lebih dari 18 tahun, baru saya mau ditahbiskan menjadi pendeta. Saat itu saya sudah berkhotbah lebih dari 18 ribu kali, karena jabatan pendeta adalah jabatan yang sedemikian agung, begitu hormat dan begitu serius.

Kita harus bertanggungjaweab, kita harus mampu membedakan mana suara Tuhan atau bukan. Jika tidak, Setan segera akan menipu dan mengatakan, “Hei, saya akan membuat gerejamu penuh dengan anggota, asal engkau tafsir Kitab Suci seperti cara saya.” Bukankah orang tidak mengetahui tafsiran saya salah atau tidak. Yang terpenting gereja penuh, gedungnya kelihatan megah, kolektenya banyak, maka saya pasti dianggap sukses. Untuk itu tidak perlu belajar banyak, jemaat pun tidak perlu belajar Alkitab banyak-banyak semua buku Kristen dianggap bukan dari Roh Kudus. Kalau Roh Kudus datang, maka tidak perlu membaca buku. Akibatnya, gereja itu membabi buta mengikuti semua gejala supra-natural.

Saat seperti itu, orang Kristen sudah tidak kritis lagi, tidak menguji lagi. Lebih celaka lagi, yang katanya, Roh Kudus dapat bekerja lebih dari catatan Kitab Suci. Asumsi bahwa Roh Kudus Maha Kuasa, dan pasti dapat mengerjakan segala hal, termasuk yang tidak diajarkan oleh Kitab Suci. Maka, hal-hal yang tidak diajarkan oleh Kitab Suci dapat saja dilakukan oleh Roh Kudus. Mereka beranggapan, dahulu memang Tuhan tidak menuliskan, tetapi di zaman sekarang ini Tuhan mengerjakan hal-hal yang lebih besar dari yang dicatat oleh Kitab Suci. Dulu orang tersungkur ke depan, menyembah; tetapi sekarang jatuh telentang, pingsan semua. Sepertinya ajaran ini benar, tetapi tidak!

Mengapa? Karena Alkitab mengajarkan bahwa semua hal tentang ibadah dan kerohanian telah selesai dan genap ditulis di dalam Kitab Suci. Perjuangan Kristen yang sejati begitu dahsyat dan begitu dalam. Kita berulang kali mendengar orang mengatakan: “Tuhan berkata kepada saya...” Kita harus berhati-hati dengan orang demikian, karena tanpa sadar orang itu sedang memberikan kesan kepada kita bahwa dia langsung menerima wahyu dari Tuhan. Jika dia menerima wahyu langsung dari Tuhan Allah, dan Saudara harus mendengar dia baru dapat mengerti firman Tuhan berarti dia berada di kelas yang tinggi dan Saudara berada di kelas yang rendah.

Satu kali saya diundang untuk mengajar di sebuah sekolah misi. Ketika saya bertanya akan rekan-rekan yang akan menjadi rekan dosen bersama saya berasal dari pendidikan mana saja, maka rektor itu berkata, bahwa rekan-rekan dosen yang lain tidak perlu belajar di sekolah tinggi, karena mereka langsung belajar dari Tuhan. Maka saya katakan bahwa saya tidak berani mengajar di sekolah seperti itu, karena saya perlu belajar banyak, membaca begitu banyak buku, berdoa sungguh-sungguh untuk minta Tuhan pimpin apa yang saya pelajari dan ajarkan. Ketika mereka terus mendesak, saya tolak mereka juga dengan keras, dan saya katakan bahwa lebih baik mereka memberi tahu saja rahasia belajar mereka kepada murid-muridnya itu, supaya muirid-murid itu juga mendapat “langsung dari Tuhan”.

Saya merasa hal ini tidak beres. Mereka menciptakan standar ganda. Para dosen boleh “langsung dari Tuhan” tetapi mereka menuntut murid-murid untuk belajar dari mereka. Cara seperti ini adalah cara yang tidak beres, karena tidak mementingkan apa yang dikatakan Paulus kepada Timotius: “Timotius, apa yang kuajarkan kepadamu, peliharakan itu, lalu ajarkan kepada orang-orang yang cakap mengajar agar dibagikan kepada orang-orang lain yang mau belajar.” (band. 2 Timotius 2:2). Bukankah dalam hal ini Paulus menerima langsung dari Tuhan? Benar, tetapi kita berbeda. Paulus adalah orang yang disuruh oleh Tuhan untuk menulis Kitab Suci, sedangkan kita tidak. Paulus dan semua rasul yang disuruh Tuhan dan diwahyukan oleh Tuhan untuk menuliskan Kitab Suci harus langsung menerima inspirasi dari Roh Kudus. Setelah Kitab Suci selesai sempurna diwahyukan, tidak ada lagi orang yang menerima wahyu langsung seperti rasul menerima dari Tuhan. Sesudah itu, semua yang dituliskan di dalam Kitab Suci itu diajarkan kepada murid-murid. Paulus kepada Timotius, Yohanes kepada Ireneaus dan Polikarpus, terus turun temurun. Kita melihat ada tradisi pendidikan teologi, tradisi pengajaran firman yang sesuai dengan semangat yang sama.

Paulus berkata, “Jika ada orang yang mengajarkan kepadamu Injil yang berbeda dari yang aku ajarkan, meskipun dia malaikat, terkutuklah dia.” (band. Galatia 1:8). Apakah Paulus tidak memiliki Roh Kudus? Bukankah seharusnya jangan begitu, yang benar dan yang tidak benar sama saja; kita perlu penuh cinta kasih, jangan menegur dengan keras seperti itu. Tidak demikian! Memang Paulus harus mengatakan itu. Paulus adalah orang yang sangat dipengaruhi Roh Kudus. Tetapi dia harus mengatakan demikian, karena Tuhan tidak pernah berkompromi dengan ajaran yang sesat, karena Tuhan itu kebenaran adanya. Jikalau pada zaman ini tidak ada orang yang mau mengerti kalimat di atas, kalau pada saat sekarang ini kita tidak menangisi keteledoran “pemimpin-pemimpin gereja” yang berkompromi dengan ajaran yang tidak benar, gereja di Indoensia tidak berpengharapan lagi.

Roh Kudus yang mewahyukan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak mungkin mewahyukan wahyu yang baru lagi kepada orang-orang tertentu yang melawan apa yang telah Ia sendiri wahyukan. Roh Kudus akan membawa gereja masuk ke dalam kebenaran, bukan membawa gereja ke luar dari kebenaran.

Bagaimana kita membedakan suara Roh Kudus dan suara Setan? Seringkali suara Setan yang mengganggu gereja tidak kita pedulikan, tetapi suara yang mengganggu keamanan kita selalu memprihatinkan kita. Ini suatu ketidakadilan. Kita jangan terlalu menghiraukan untung rugi pribadi kita, tetapi kita harus lebih mengutamakan gangguan Setan terhadap Kerajaan Tuhan, gereja Tuhnan, seluruh jemaat dan kaum pilihan. Itulah yang seharusnya menjadi keprihatinan utama kita.

Kalau saya sakit atau sehat, untung atau rugi, itu adalah persoalan kecil. Tetapi jika Kerajaan Tuhan dirusak, umat pilihan diselewengkan, itu adalah persoalan besar. Kalau Kekristenan dinodai, itu adalah persoalan besar. Saya selalu menangis di dalam hati apabila ada ajaran gereja yang kurang bertanggung jawab, apabila ada pengajaran doktrin yang salah. Keadaan pribadi saya sendiri adalah persoalan kecil. Kita harus memperhatikan Setan dengan segala dayanya merusak pekerjaan Tuhan.

Bab 4 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

PEMULIHAN HATI NURANI (2)

A. TUGAS SETAN

Istilah Setan dan Tugas Setan ada tiga:

1. Penentang Allah

Setan disebut Setan artinya Penentang Allah, pelawan Allah (The Offender of God). Setan disebut Setan karena selalu merintangi pekerjaan Tuhan. Setan selalu menghambat pekerjaan Tuhan dan selalu menentang pekerjaan Tuhan.

2. Penggoda Manusia

Tugas Setan yang ke-dua adalah mencobai dan menggoda manusia. Suara yang membuat kita terasa terbuai dan begitu melayang-layang, tertarik untuk berbuat jahat, lalu mendorong kita untuk berbuat dosa, pasti itu adalah suara Setan, tidak peduli yang merayu adalah perempuan yang paling cantik, atau bahkan isteri sendiri. Itu berarti Setan sedang memakai orang yang paling dekat dengan kita untuk mengubah niat kita agar kita tidak setia kepada Tuhan, dan tidak menyukai kebaikan. Dengan demikian kita menerjunkan diri ke dalam kejahatan. Kalau Setan menyatakan sifat keganasan kesetanannya, pasti kita akan lari. Tetapi justru Setan sedemikian pandai. Ia memakai cara-cara yang lain untuk menjatuhkan manusia.

3. Penuduh Kaum Pilihan

Setan memiliki tugas yang ke-tiga, yaitu terus-menerus menuduh orang pilihan agar kembali terjerat oleh dosa-dosa masa lalu yang telah ditebus oleh Tuhan. Ketika seorang percaya dan orang kudus jatuh ke dalam dosa, maka ia harus bertobat dan mengakui dosanya di hadapan Allah, meminta ampun kepada Tuhan. Pada saat demikian, Allah akan mengampuni dosa tersebut dan tidak mengingatnya lagi.

Tetapi justru Setan pada saat itu berusaha untuk terus-menerus mengungkit kembali dosa-dosa masa lalu orang percaya, sehingga orang tersebut terganggu dan tidak dapat melayani Tuhan dengan baik. Orang-orang seperti ini akan terus-menerus terganggu hati nuraninya. Inilah tugas Setan yang ke-tiga.

Di dalam kitab Kejadian kita dapat melihat dengan jelas, bagaimana Setan merusak seluruh ordo alam semesta. Kelicikan dan kepandaiannya begitu menakutkan. Manusia dicipta di antara Allah dan alam. Di bawah manusia ada binatang, di bawah binatang ada tumbuh-tumbuhan, dan barulah di bawah tumbuh-tumbuhan ada materi. Di atas manusia ada malaikat, dan di atas malaikat ada Allah Tritunggal. Manusia dicipta di antara Allah dan alam, di antara dunia rohani dan dunia materi. Manusia dicipta laki-laki dan perempuan yang sama-sama memiliki peta dan teladan Allah.

Setan pada mulanya adalah penghulu malaikat, tetapi yang dicampakkan turun karena melawan Allah, maka sebenarnya ia adalah makhluk di angkasa, tetapi memiliki kedudukan yang telah diturunkan oleh Tuhan, menjadi makhluk yang sedang menunggu hukuman yang kekal. Inilah terjadinya perubahan status yang pertama, yaitu kejatuhan dari penghulu malaikat. Penghulu malaikat, sambil melayani Tuhan ternyata memiliki ambisi sendiri; sambil melayani Tuhan sambil ingin merebut kemuliaan Tuhan; sambil melayani Tuhan, berusaha untuk merampas kedudukan seperti Allah. Dalam keadaan demikian, maka Allah yang melihati motivasinya, menggulingkan dia.

Allah adalah satu-satunya Otoritas tertinggi, yang berhak menjadi “Diktator yang Baik”. Semua diktator adalah manusia yang memutlakkan diri, tetapi Allah adalah Kemutlakan yang Mutlak dan Kemutlakan yang Baik, yang memang seharusnya memiliki kuasa tertinggi. Allah sendirilah yang memiliki kuasa tertinggi, sehingga hanya Dia-lah yang memiliki hak untuk menduduki kuasa tertinggi itu. Dia adalah satu-satunya yang benar. Ia adalah Kuasa itu sendiri. Kebenaran itu sendiri. Kebajikan itu sendiri. Kekudusan itu sendiri dan Keadilan itu sendiri.

Maka ketika malaikat itu dijatuhkan, secara kuasa Setan tetap adalah malaikat yang memiliki kekuasaan yang besar sekali, tetapi secara status perubahan, ia tidak lagi menjadi penghulu malaikat, tetapi menjadi Setan. Oleh karena itu, ia akan terus menjalankan tiga tugas di atas, yaitu melawan Allah, menggoda manusia, dan menuduh orang suci terus-menerus.

B. GEJALA SUARA SETAN

Tiga tugas itulah yang memotivasi pekerjaan Setan, sehingga kita dapat dengan segera melihat bagaimana suara Setan. Suara Setan dapat dilihat dari beberapa gejala.

1) Mengacaukan Kebenaran

Jikalau sesuatu hal terlihat berusaha untuk mengacaukaN kebenaran, maka di belakang gagasan itu pasti suara Setan yang bekerja untuk mencapai tujuan yang tidak benar. Suara Setan adalah suara yang mengacaukan pengertian akan kebenaran. Inilah yang selalu dikerjakan oleh Setan. Setan berusaha mengacaukan status, mengacaukan emosi, mengacaukan rencana, mengacaukan ordo-ordo yang ditetapkan oleh Tuhan di dalam alam semesta.

Itu sebabnya, Alkitab memberikan satu prinsip penting, yaitu bahwa Allah tidak menyebabkan kekacauan, tetapi membangkitkan damai sejahtera (band.1 Korintus 14:13). Kalimat Alkitab ini pun dapat disalah-tafsirkan. Ada orang yang mengatakjan: “Saya sudah damai sejahtera di dalam pengajaran saya, sekarang dikacaukan oleh Stephen Tong. Maka, karena dikacaukan oleh Stephen Tong, maka Stephen Tong adalah suara Setan.” Perhatikan gejala seperti ini. Ada orang-orang yang demikian terbiasa di dalam ajaran yang salah, maka ia dapat merasa sangat tenang dan damai sejahtera di dalam ajaran itu. Tetapi ketika ada yang memberitakan kebenaran, ia menjadi goncang, lalu ia meneguhkan dan membela diri dan menganggap orang-orang yang menyatakan kebenaran itu sebagai suara Setan. Saya sebut hal itu sebagai orang yang tidur di dalam kesalahan tanpa mau dibangunkan oleh kebajikan.

Mengenai hal di atas, Tuhan Yesus mengatakan “Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai ke atas bumi. Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang! Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.” (Matius 10:34-36). Ketika kita membaca ayat seperti itu, mungkin kita heran, lalu berasumsi Yesus pasti tidak memiliki Roh Kudus. Mana mungkin Yesus memisahkan anggota keluarga? Untuk itu kita perlu mengerti arti yang sesunggguhnya. Kalau kita mengerti ayat ini dengan tepat, pasti kita akan sangat terkesan.

Jika sebelum Saudara bertobat, ayah, ibu dan Saudara beragama lain, maka antara ayah dan ibu dan Saudara akan terjadi “perdamaian” yaitu perdamaian di dalam konsep agama tersebut. Saat itu seluruhnya terlihat damai. Tetapi Yesuis mengatakan bahwa Ia datang tidak membawa damai dan itu terjadi ketika Saudara bertobat dan mulai menjadi Kristen. Setelahitu tidak ada lagi perdamaian di dalam keluarga tersebut. Saudara mulai diserang oleh seluruh keluarga. Maka Tuhan Yesus mengatakan, “Jangan kamu sangka Aku datang untuk membawa damai.” Pada saat seperti itu, ayah mungkin bermusuhan dengan ibu, anak dengan orangtua, menantu dengan mertua, dan seterusnya. Saudara mulai heran dan bertanya-tanya, bukankah Yesus datang membawa damai sejahtera? Memang, tetapi yang tertjadi, ketika “peperangan” seperti itu terjadi, orang Kristen tetap mengasihi, tidak membalas dendam, tetapi mereka terus dimusuhi. Di sini orang Kristen terus memberikan damai. Ketika satu-persatu orang mulai terkesan, bertobat dan mulai menjadi Kristen, maka di tengah mereka ini mulai terjadi perdamaian. Perdamaian ini adalah perdamaian di tengah orang Kristen, yaitu perdamaian versi Yesus Kristus.

Maka pengacauan untuk mengeluarkan kita dari kesalahan adalah hal yang sangat penting. Ketenangan di tengah-tengah kesalahan adalah hal yang sangat merugikan.

Dalam hal inilah, banyak gereja tidak merasa ada kekacauan, karena mereka menikmati ketenangan di tengah kesalahnan. Maka, kalau mendengar seminar atau membaca buku seperti ini, mereka merasa celaka, karena nanti gereja dapat kacau. Maka tidak heran, banyak orang yang merasa lebih baik tenang di dalam kesalahan ketimbang terjadi kekacauan oleh karena kebenaran.

Saya memang mengacaukan kita semua untuk mengeluarkjan kita dari kesalahan. Maka dalam hal inilah kekacauan sangat diperlukan. Semua yang mengikjuti kuliah yang saya ajarkan mengetahui bahwa pada semester pertama banyak yang menjadi kacau. Tetapi setelah mereka lulus, mereka sadar bahwa mereka telah mengalami pembentukan struktur pemikiran yang luar biasa kuatnya dan tidak mudah dikacaukan, karena telah kembali kepada kebenaran.

Sekarang, karena kekacauan yang mengeluarkan kita dari kesalahan itu sangatlah dibutuhkan, maka jangan mempersamakan kekacauan dari Roh Kudus dengan kekacauan dari Setan. Kekacauan dari Setan menyebabkan kita semakin kacau dan semakin tidak jelas melihat di manakah kebenaran itu berada, karena takut diperbandingkan satu dengan yang lainnya. Tetapi kekacauan yang dibawa oleh Roh Kudus akan membuat kita sadar, insyaf, lebih tajam dan lebih peka membedakan, dan pada akhirnya membawa kita kembali kepada kebenaran.

2. Meragukan Firman Allah

Suara Setan dapat diketahui dengan melihat dampak meragukan firman Allah. Rene Descartes, seorang filsuf Perancis, mengatakan bahwa keraguan memiliki dua penyebab. Sebelumnya, orang tidak terlalu mengerti akan “keraguan”. Setelah Descartes, keraguan mulai dimengerti dengan lebih teliti. Keraguan ada yang dimotivasikan oleh keinginan untuk percaya, tetapi mengalami kesulitan, sehingga mengakibatkan keraguan. Sebagian lagi keraguan timbul karena memang mau meragukan.

Keraguan yang timbul dari iman adalah keraguan yang normal dan harus ada. Keraguan yang timbul karena tidak mau beriman adalah keabnormalan rohani. Dalam menjawab setiap pertanyaan, saya selalu melihat dari dua aspek, yaitu keraguan karena ingin mengetahui kebenaran, dan keraguan karena mau menguji atau memang tidak mau percaya. Berbahagialah orang yang ragu dan bertanya kerena memang betul-betul mau tahu kebenaran, dan celakalah orang yang ragu karena memang mau menolak kebenaran.

Setan memberikan keraguan, sehingga kita semakin lama semakin tidak percaya kepada firman Tuhan. Keraguan demikian pasti adalah keraguan dari Setan. Dalam keraguan yang dikerjakan oleh Setan ini, terdapat dua proses yang ia genapi: (1) memutlakkan yang salah, dan (2) merelatifkan yang benar. Hal ini dapat segera jelas terlihat di Kejadian 3. Ketika Allah berkata: “Jangan makan, pada hari engkau makan, engkau pasti mati.” Maka Setan merelatifkan dengan mengatakan bahwa belum tentu akan mati. Sesuatu yang Allah pastikan, kini tidak dikonfirmasikan, malahan diragukan. Bahkan ketika Adam makan dan kelihatan tidak mati, itu seolah menjadi konfirmasi hal yang salah. Akibatnya, manusia meragukan suara Allah dan memutlakkan suara Setan.

Pada saat kita membalikkan kemutlakan menjadi kerelatifan, akibatnya perkataan yang benar dianggap belum tentu benar, dan perkataan yang salah dianggap benar, maka keraguan ini telah mencapai maksud jahatnya untuk menjatuhkan firman Tuhan.

Barangsiapa merangsang kita dan mengajar kita untuk terus meragukan firman Tuhan di dalam Kitab Suci itu adalah suara Setan. Tetapi jika suara itu membuat kita semakin teguh dan semakin kokoh bersandar kepada firman Tuhan, itulah suara Roh Kudus. Tetapi dalam mengerti istilah “firman Tuhan” kita harus hati-hati. Mengerti dan berpegang teguh kepada “firman Tuhan” bukan berarti mencomot dan memilah-milah ayat, lalu hanya memegang beberapa ayat saja tanpa memelihara keharmonisan seluruh Kitab Suci, sehingga kehilangan sinkronisasi dengan seluruh ayat di dalam doktrin tertentu. Misalnya, ada ayat yang mengatakan: “Barangsiapa berseru nama Tuhan pasti diselamatkan”. Maka orang langsung berseru-seru: “Tuhan....Tuhan!” dan menganggap diri sudah diselamatkan asal banyakmenyebut nama Tuhan. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ayat itu hanya satu aspek dari ayat kontra yang lain, yang berbunyi: “Tidak semua orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, kecuali mereka yang sungguh-sungguh menjalankan kehendak Bapa.” (Matius 7:21). Berpegang pada satu ayat tanpa mempedulikan ayat keseimbangan lainnya, adalah suatu ketimpangan dan bukan beriman. Itu suatu ekstrem. Pengajaran Kitab Suci harus dimengerti sebagai satu keseimbangan keseluruhan. Prinsip Alkitrab adalah prinsip totalitas.

Orang Armenian mengajarkan bahwa barangsiapa datang kepada Kristus akan diselamatkan, lalu mereka sepanjang hidup berkhotbah mati-matian agar banyak orang diselamatkan. Sikap ini mengandung kesalahan, karena sinkronisasi terhadap aspek negatifnya tidak pernah dikerjakan. Mereka tidak mempedulikan kalimat sebelumnya yaitu: “Kecuali Bapa yang menarik mereka datang kepada-Ku, maka mereka tidak datang kepada-Ku.” Ini adalah doktrin pilihan. Maka di sini kita melihat hanya doktrin Reformed yang menggabungkan kedua aspek yang kelihatannya seperti konflik ini, tetapi sebenarnya kedua aspek ini bersifat paradoks. Kita melihat begitu banyak teologi yang tidak berani menghadapi kesulitan-kesulitan ayat seperti ini, yang secara fenomenal tampak seperti berkonflik. Teologi Reformed tidak mau menipu dan tidak mau melarikan diri dari fakta. Teologi Reformed berusaha mengumpulkan semua data, semua kesulitan ini, lalu menyinkronisasi-kan dan menemukan keteguhan kepercayaan yang tidak timpang, tetapi sangat stabil karena berimbang. Hal seperti ini berbeda dari suara Setan.

Setan dapat memakai ayat, bersikap seolah-olah begitu Alkitabiah, tetapi tanpa keseimbangan dan sinkronisasi. Misalnya, dia memakai ayat untuk mencobai Tuhan Yesus di padang gurun. Di dalam catatan Matius 4:3. ia mengatakan: “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.” Perkataan “jika” menunjukkan ia meragukan Yesus sebagai Anak Allah. Ia mulai merelatifkan yang mutlak dan memutlakkan yang salah. Seolah-olah, kalau Yesus benar Anak Allah, mengapa harus lapar, bukankah dapat menjadikan batu-batu ini roti? Tetapi justru Yesus belum pernah disepanjang hidup-Nya melakukan mujizat untuk kepentingan atau keuntungan pribadi-Nya. Yesus juga belum pernah memakai kedudukan-Nya sebagai Anak Allah untuk mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri. Inilah keunikan Yesus Kristus yang berbeda total dari semua nabi palsu. Ia hanya menjhalankan kehendak Allah.

Pada saat Setan mencobai seperti itu, Yesus menjawab dengan Alkitab. Alkitab mengatakan: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Ulangan 8:3). Maka pada percobaan kedua, Iblis juga berkata: “Silahkan loncat dari sini, karena Alkitab berkata: “Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu.” Maka sekarang Iblis pun ber”Alkitabiah”. Maka sekarang kita sadar bahwa bukan hanya Tuhan yang memakai Alkitab, karena Setan pun pakai Alkitab. Itu alasannya mengapa kita perlu berhati-hati dengan orang yang mengajak kita membaca Alkitab. Terkadang suara Setan juga memakai cara seperti itu. Mungkin kita akan menjadi bingung dan merasa sulit menjadi orang Kristen. Memang demikian. Yesus berkata: “Pikul salib dan mengikut Aku.” Bukan mau enak-enak saja masuk sorga.

Maka ketika Tuhan Yesus memakai Perjanjian Lama, Setan juga. Ketika Yesus memakai perkataan Musa (Ulangan 8:3), Setan juga (Mazmur 91:11-12). Tetapi bedanya, ketika Setan memakai Alkitab, selalu meninggalkan sinkronisasi seluruh Alkitab. Di dalam Mazmur dikatakan bahwa malaikat akan menjaga di sepanjang jalanmu, tetapi Setan mengatakan agar Tuhan Yesus meloncat dari atas sotoh rumah. Sangat berbeda. Kalau kita berjalan dengan baik, Tuhan melindungi; tetapi kalau meloncat dari atap rumah, silahkan tanggung resiko sendiri. Sekarang begitu banyak orang yang memakai Alkitab berkhotbah sekehendak hatinya. Ayat-ayat yang penting dibuang atau diubah sedikit sehingga menjadi doktrin yang ekstrem. Setiap mempelajari firman haruslah setia, harus menyeluruh dan utuh, harus adil dan benar, harus sinkron. Saya paling takut pada orang yang begitu berani mencomot ayat Alkitab, berkhotbah, lalu menganggap diri benar.

3. Mencela Tuhan

Suara Setan mengakibatkan kita selalu tidak puas kepada Allah, lalu mengakibatkan kita mengutuk Allah atau bersungut-sungut kepada Allah. Bila suatu desakan muncul di dalam hati kita untuk mencela Tuhan, itu pasti dorongan dari suara Setan.

Setan akan memalsukan puji-pujian, tetapi tidak bersasaran dan tidak bermotivasi. Memalsukan puji-pujian, tetapi tidak mengerti Obyek yang dipuji. Ketiga hal ini menjadi cara-cara Setan untuk memalsukan puji-pujian. Sekarang ini begitu banyak gereja katanya memuji-muji Tuhan, tetapi pada hakekatnya, mereka memuji “suasana pujian” itu. Mereka merasakan kenikmatan di situ, dan ketika mereka sakit, mereka mengatakan itu pasti dari Setan, bukan dari Allah, dan saat seperti itu, kalau mereka tidak sembuh, mereka mulai mencela Tuhan.

Harus diperhatikan bahwa puji-pujian bukan hanya di dalam lagu atau kebaktian saja. Yang disebut pujian dan penyembahan atau ibadah adalah seluruh kehidupan kita, termasuk ketika kita diizinkan oleh Tuhan untuk masuk ke dalam penderitaan, mengalami sakit penyakit, atau mengalami perjalanan hidup yang sulit, tidak makmur dan tidak sehat. Saat itulah kita harus senantiasa memuji dan menyembah Tuhan. Itulah pujian yang sungguh.

Ketika Ayub kehilangan kesepuluh anaknya, hari itu ia memuji Tuhan. Itulah hidup pujian, bukan hanya di dalam konser atau nyanyian saja. Pujian itu harus merembes merata di seluruh kehidupan kita, sehingga hidup kita penuh dengan syukur kepada Tuhan. Banyak orang Kristen yang mudah memuji Tuhan di saat lancar dan sukses, tetapi ketika sakit, mulai meragukan Tuhan, menyalahkan Tuhan dan mengutuk Tuhan.

Ketika kita dalam kesulitan, kegagalan, penderitaan, Setan selalu membisikkan bahwa Tuhan sudah melupakan kita. Dan ketika kita lancar dan sukses, Setan akan membisikkan agar melupakan Tuhan saja, tidak perlu terlalu ingat Tuhan. Kedua bisikan ini adalah bisikan Setan, sehingga kita tidak mempermuliakan Tuhan dan tidak bersandar kepada Tuhan. Dengan demikian kita akan merusak rencana Allah bagi diri kita. Keadaan demikian terjadi ketika kita tidak tahu bilamana kita harus memuji dan bilamana kita harus berdoa. Di dalam penderitaan, seharusnya kita berdoa kepada Allah dan berjanji dalam hati untuk mau terus mempermuliakan Tuhan. Di dalam kesuksesan dan kemakmuran, kita harus bersyukur kepada Allah. Sebaliknya, ketika kita sukses, Setan mengajarkan kita untuk mengakui kehebatan kita dan ketika susah Setan mengajar untuk meyakini bahwa Tuhan sudah membuang kita.

4. Merayu untuk Berbuat Dosa

Suara Setan juga dapat diketahui dengan suatu rayuan yang membawa kita kepada keberanian untuk berbuat dosa. Rayuan sejenis demikian pasti dari Setan. Ketika kita semakin berani berbuat dosa, dan semakin berani melanggar semua hukum moral yang ditetapkan oleh Kitab Suci, maka semua rayuan dan bisikan itu pasti dari Setan, karena Roh Kudus tidak mungkin berbisik kepada kita bahwa tidak ada masalah jika kita berzinah. Tidak pernah Roh Kudus memberikan kalimat-kalimat yang bersifat sedemikian lemah dan kompromistis. Suara-suara yang mengatakan tidak apa-apa berbuat dosa, silahkan berzinah atau silahkan mencari isteri kedua, adalah suara dari Setan. Suara yang membuat kita tidak setia pada isteri, suara yang menyatakan seolah-olah kita sedang bersosial, kasihan dengan wanita lain, lalu semua ”ditiduri”, itu pasti suara Setan. Setiap kali ada suara yang membujuk kita untuk berani melanggar, lalu menggunakan istilah dan alasan yang bagus untuk membenarkan tindakan dosa, maka itu pastilah suara Setan.

5. Menuduh Dosa Masa Lalu

Maka sesudah Setan merayu kita berbuat dosa, maka kini suara itu berubah menjadi suara yang menuduh kita. Maka kita dibuat sulit, terlebih lagi bila kita adalah seorang Kristen. Dalam aspek ini, orang Kristen akan mengalami keadaan yang lebih sulit dibandingkan dengan orang lain, karena orang belum Kristen kalau selesai berbuat dosa, Setan mungkin menghibur dia atau tinggal diam saja.

Sebelum Hawa berbuat dosa, ia terus berusaha bersama-sama Hawa dan terus membujuk dan mengajak untuk makan buah itu. Tetapi setelah berbuat dosa, maka Setan itu cepat-cepat pergi. Ia merasa tugasnya sudah selesai. Sesudah Setan selesai merayu kita berbuat dosa, maka ia akan pergi meninggalkan kita seorang diri. Begitu banyak orang yang pada saat menyuruh kita berbuat dosa, ia begitu intim, begitu manis dan begitu mendukung. Tetapi setelah kita berbuat dosa, ia kabur.

Bagi kaum wanita, pria yang merayu untuk tidur dengannya, kebanyakan setelah mendapatkan dan setelah wanita itu kehilangan keperawanannya, ia akan segera membuang wanita tersebut, karena ia berpikir bahwa yang mudah didapat pasti murah, dan yang murah boleh dibuang untuk diganti dengan yang lain. Maka yang sulit didapat ia akan pertahankan lebih baik. Bodoh sekali kalau kita mau dirayu dan setelah itu dibuang. Mungkin kita berpikir jikalau kita memberikan tubuh dan menikmati cinta dengan seseorang, maka orang itu akan lebih mencintai kita untuk selama-lamanya. Omong kosong! Barangsiapa yang terlalu mudah mendapatkan tubuh seorang wanita dia pasti akan menghina perempuan itu. Silahkan pelajari sejarah dan lihat catatan Alkitab. Maka tinggal kita yang akan terus menangis karena telah jatuh ke dalam dosa, dan mengalami noda yang tak dapat dibersihkan.

Jangan kita menyangka Setan bodoh, ia sangat pandai. Setelah kita berbuat dosa, maka ia mulai menuduh kita. Tidak ada lagi pengampunan. Ia mulai mengikuti kita dengan perkataan: “Sekarang engkau sudah berdosa, sudah menghujat Roh Kudus dan tidak mungkin diampuni lagi.” Ini juga fungsi ke-tiga dari Setan.

Setelah orang Kristen berbuat dosa, maka Setan akan membuka topengnya dan ia bertindak menghakimi. Di sinilah perbedaan penting antara suara Setan dan suara hati nurani.

Suara hati nurani memberikan peringatan keras sebelum kita berbuat dosa; setelah kita berbuat dosa maka ia akan menghakimi dengan sedih. Berbeda dengan suara Setan, sebelum berbuat dosa ia akan merayu dengan janji-janji palsu, dengan senyuman dan perkataan yang manis; tetapi setelah kita berbuat dosa, ia bukannya sedih, ia akan menggugat kita di hadapan Tuhan Allah. Maka akan ada tuduhan, bahwa orang Kristen masih dapat menipu, berzinah, masih dapat tidur dengan orang lain, masih dapat mengambil uang orang lain. Ia akan menuduh anak-anak Tuhan di hadapan Tuhan. Hal ini dapat kita lihat dari bagaimana Setan menuduh Ayub di hadapan Tuhan. Setan menuduh Ayub setia kepada Tuhan, karena Ayub mendapatkan segala kesuksesan dan kelancaran. Maka Setan menuduh bahwa kalau Ayub mengalami kesengsaraan dan semua kebahagiaan yang ada dicabut, pasti Ayub akan menyangkal Tuhan. Maka Tuhan Allah membiarkan Setan mengganggu Ayub, hanya tidak boleh menyentuh nyawanya. Setan merasa senang sekali, dn ia membuat segala kesulitan yang dianggap paling dapat mengecewakan dan menyulitkan di dalam pengalaman hidup manusia. Maka semua anaknya mati, isterinya mengolok-olok dia, kekayaannya ludes, dan ia diberi penyakit yang sangat menyulitkan. Saat itu iman Ayub sangat digoncangkan. Sesudah itu Setan masih berusaha menjatuhkan imannya. Setan mau memakai mulut Ayub untuk mencela Allah. Inilah cara Setan bekerja. Tetapi Ayub tidak mau!

Suara Roh Kudus dan suara hati nurani sangat berbeda dengan suara Setan. Suara Setan begitu manis sebelum berdosa, tetapi menjadi begitu kejam dan ganas setelah kita jatuh ke dalam dosa. Ia akan menjadi penuduh di hadapan Tuhan.

6. Berusaha Mengeraskan Hati Seseorang

Suara Setan dapat diketahui ketika suara itu mendorong kita untuk berani terus-menerus melakukan kejahatan. Di sini suara itu berusaha untuk mengeraskan hati kita. Setiap kali datang teguran agar jangan berbuat dosa, maka di dalam hati muncul satu suara untuk mempertahankan diri dan menolak semua teguran itu. Kemudian kita menjadi tidak peduli dengan semua teguran, menganggap bahwa itu semua hanyalah gangguan bagi kita, dan kita merasa apa yang kita lakukan itu sangat menyenangkan, dan pada akhirnya kita mengkonfirmasikan untuk terus melakukannya. Semua bisikan yang mengajar kita mengeraskan hati demikian pasti datang dari suara Setan.

Di dalam Alkitab kita melihat berulangkali Tuhan memberikan kesempatan kepada raja Firaun untuk bertobat, tetapi dia terus-menerus mengeraskan hati, sehingga pada akhirnya Allah mengeraskan hatinya juga. Ada satu kalimat dalam Alkitab yang mengejutkan dari Tuhan Yesus. Ia berkata kepada Yudas sambil sama-sama mencelupkan tangan ke dalam pinggan: “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” Kalimat ini adalah peringatan. Yudas bukannya sadar akan peringatan itu, tetapi ia justru menerima makanan yang Yesus berikan. Itu berarti ia sudah mengeraskan hati untuk melakukannya. Alkitab mencatat, ketika ia makan makanan itu, Setan langsung masuk ke dalam hatinya (Lihat Yohanes 13:21-30).

Jangan kita lupa, ketika terjadi konflik di dalam diri kita, di mana suara Tuhan dan suara Setan silih berganti berbicara dalam hati kita, hati nurani harus memilih. Maka ketika kita memutuskan untuk mengikuti suara Setan, ia langsung akan menguasai kita dan menjadi raja dalam hidup kita. Pada saat itu, kita sudah tidak memiliki lagi kesempatan untuk kembali kepada kebebasan yang semula kita miliki. Keadaan seperti ini sangatlah berbahaya. Biarlah pembahasan-pembahasan seperti ini membukakan kepada kita suatu rahasia untuk bagaimana berperang melawan setan.

7. Mengajar untuk Tidak Mengakui Dosa

Suara Setan membuat kita tidak mau mengakui dosa. Setelah kita berbuat dosa, Setan akan mengajarkan kepada kita bahwa berbuat dosa itu lumrah, tidak ada apa-apa, banyak orang yang juga melakukan bukan hanya kita seorang diri saja.

Ketika kita sedang susah, Setan memberikan perasaan kesepian kepada kita, tetapi ketika berbuat dosa, Setan memberikan perasaan masal kepada kita, Kita seolah-olah disadarkan bahwa kita tidak seorang diri. Inilah ilmu psikologi dari Setan. Ketika kita susah, Setan mengajar jkita sebagai orang yang paling susah di seluruh dunia. Lalu Setan mengajarkan, daripada terlalu susah, lebih baik bunuh diri saja. Tetapi ketika kita sedang berbuat dosa, Setan selalu membisikkan bahwa kita tidak seorang diri. Yang berbuat dosa seperti kita banyak, sehingga kita termasuk mayoritas. Lalu, kita mulai mencari tahu, dan akhirnya banyak informasi diberikan, ada pendeta yang homoseks, ada majelis yang lesbian, dan dapat berteriak: “Puji Tuhan, saya tidak kesepian, banyak memiliki teman!”

Di dalam seminar, saya mendapat pertanyaan yang membuat saya sedemikian marah: “Ketika pendeta kami ketahuan berzinah, maka saya dengan beberapa rekan majelis datang ke rumah pendeta itu untuk menegur dan meminta agar ia bertobat. Tetapi pendeta itu justru membuka Alkitab dan mengatakan bahwa hanya dosa menghujat Roh Kudus saja yang tidak dapat diampuni, semua dosa lain dapat diampuni, jadi tidak apa-apa berzinah.” Ketika saya menjawab, hati saya tidak tahan, dan pada akhirnya saya dengan keras mengatakan: “Demi nama Tuhan, saya perintahkan agar Saudara dan rekan-rekan Kristen lainnya menarik dia, turun dari mimbar, dan tidak memperkenankan dia berkhotbah di mimbar lagi. Karena kita harus menyucikan Bait Allah. Menjaga kesucian mimbar.” Kalau pendeta boleh memakai ayat-ayat untuk membenarkan dosanya, maka tidak ada lagi orang yang perlu mengatakan: saya perlu hidup suci. Kalau pemimpin-pemimpin sendiri boleh menyeleweng sedemikian, lalu mencari dukungan Kitab Suci untuk membela diri dan berbuat dosa, Kekristenan akan menjadi apa? Kiranya Tuhan mengampuni dosa kita.

Suara Setan secara keseluruhan mengakibatkan hidup kita akan semakin mirip dengan dia, yang najis, tidak suci, jauh dari dari Tuhan, menghina firman dan mencewla, menghina, mengejek Kristus di kayu salib, serta menghindarkan diri dari kekudusan Roh sambil dengan berani memakai nama Roh Kudus.

Bab 4 : ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

PEMULIHAN HATI NURANI (3)

III. PENGARUH SUARA ROH KUDUS

Sifat suara Roh Kudus seluruhnya berlawanan dengan sifat utama suara Setan.

Ketika kita berada di dalam prinsip ketaatan kepada firman Tuhan, Roh Kudus justru bersifat menenangkan, bukannya mengacaukan.

Roh Kudus akan memutlakkan yang mutlak dan merelatifkan yang relatif. Yang tidak penting jangan dibesar-besarkan bagai sesuatu yang penting, dan yang penting jangan dijadikan tidak penting. Yang utama jangan disekunderkan, dan yang sekunder jangan diutamakan. Yang harus diuji dengan firman Tuhan hendaklah diuji dengan firman Tuhan, Jangan menerima Teologi dari zaman ke zaman yang tidak tahan uji untuk tetap setia kepada Tuhan. Teologi yang terus setia kepada Tuhan dari zaman ke zaman harus kita terima, meskipun sulit mendengarnya, sulit pempelajarinya dan sulit menjalankannya. Kita harus tetap menaatinya, karena Roh Kudus menegakkan firman, memelihara dan taat kepada Dia.

Roh Kuduis memberikan kekuatan kepada kita untuk hidup taat dan bersyukur, meskipun kita hidup di dalam penderitaan. Ketika kita menderita, sakit atau menderita kerugian, kita harus senantiasa bersyukur kepada Tuhan. Menyadari bahwa semuanya itu diperkenankan oleh Tuhan untuk mendidik kita, sehingga pada hari yang akan datang dapat lebih setia dan lebih bersungguh-sungguh.

Roh Kudus ingin senantiasa memberikan nasihat untuk senantiasa hidup suci, meninggalkan dosa dan takut akan Tuhan, tidak berkompromi dengan Setan. Suara Roh Kudus bukan seperti yang seringkali sekarang ini dikatakan sebagai nubuat-nubuat, “besok akan hujan”, dstnya. Itu adalah hal-hal yang tidak penting. Suara Roh Kudus yang sejati akan jauh membicarakan hal yang lebih penting, yaitu membawa pada kehidupan yang suci dan dekat kepada Allah. Dan semua yang disebut sebagai suara Roh Kudus harus sesuai dan harmonis dengan prinsip-prinsip yang ada di seluruh Kitab Suci. Tidak ada konflik dengan firman. Jangan membedakan dan memisahkan Roh Kudus dari firman. Roh Kudus adalah Roh Kebenaran dari firman. Roh Kudus adalah Roh Kebenaran, dan Kitab Suci adalah kebenaran yang diwahyukan oleh Roh Kudus. Karena Roh Kudus adalah Roh Kebenaran, maka Roh Kudus yang mewahyukan kebenaran, mencerahkan orang akan kebenaran, dan memimpin gereja kembali dan masuk ke dalam pengertian dan kenikmatan kebenaran. Roh Kudus dan kebenaran tidak boleh dipisahkan.

Ketika kita sudah jatuh ke dalam dosa, tidak taat kepada-Nya, Ia akan memberikan teguran yang sangat keras, tetapi berbeda dengan Setan yang menghancurkan pengharapan bagi kita. Orang berdosa yang sangat menyesali dosanya sampai bunuh diri adalah orang yang sudah ditipu oleh suara Setan. Tetapi orang yang berdosa, yang ditegur keras oleh Roh Kudus, tidak pernah dihancurkan pengharapannya. Teguran Roh Kudus akan membawa kita kepada pertobatan dan kembali berdamai dengan Allah. Roh Kudus tidak akan menganjurkan orang bunuh diri atau mengatakan bahwa kita sudah dibuang dan tidak berharga lagi. Ketika Roh Kudus menegur, Ia selalu memberikan pengharapan bahwa Kristus sudah mati untuk kita dan mengajak kita kembali kepada Tuhan. Itu alasan, saya rasa Ananias dan Safira bukanlah orang yang sungguh-sungguh sudah diselamatkan, sehingga ia begitu berani menipu Allah, sehingga ia harus mati di hadapan hukuman Allah. Di hadapan Petrus yang dipenuhi Roh Kudus, maka Ananias dan Safira yang sudah berani menipu Allah, maka Tuhan menghukum mereka. Mereka jatuh dan mati.

Beda antara Yudas dan Petrus. Yudas tidak diberi kesempatan untuk mengingat kembali perkataan Tuhan Yesus untuk bertobat, sedangkan Petrus diberi kesempatan mengingat kembali apa yangTuhan Yesus katakan. Yesus berkata bahwa sekalipun Iblis berusaha untuk menampi dia, Dia sudah mendoakan Petrus agar tidak kehilangan iman. Suara demikian ini merupakan ciri khas suara Roh Kudus.

Baca Juga: 5 Pinsip Tentang Pertumbuhan Iman Yang Sehat: Matius 7:22-23

Barangsiapa sudah terjerumus ke dalam dosa, merasa kecewa dan putus asa, dalam nama Tuhan Yesus saya tegaskan bahwa Tuhan Yesus telah mati bagi dosamu! Itu bukan suatu penghiburan untuk kita boleh terus berbuat dosa, tetapi merupakan penghiburan bagi kita untuk bertobat dan kembali kepada hidup yang suci. Dan Roh Kudus juga akan mengatakan kepada kita agar mulai hari ini jangan berbuat dosa lagi dan lebih baik taat kepada Tuhan.

Roh Kudus juga menerangi diri kita untuk senantiasa melihat kelemahan diri kita, sehingga kita tidak lagi berani bersandar kepada diri sendiri, tetapi bersandar kepada Tuhan.

Orang yang terus-menerus sukses di sepanjang hidupnya, yang tidak memiliki dosa atau kesalahan yang besar, terkadang mendadak diperkenankan oleh Tuhan jatuh ke dalam satu kesalahan besar, sehingga membuat kita lebih berhati-hati. Mungkin melalui pendeta atau isteri atau kawan-kawan, kita dibalikkan dan mengalami kegagalan. Dan pada saat itu ada satu suara yang penting mengatakan: “Harap sekarang engkau sadar bahwa engkau tidak dapat bersandar pada dirimu sendiri lagi. Mulai hari ini jangan lagi bersandar pada dirimu, sandarlah pada Tuhan.” Orang yang senantiasa mengingat akan peringatan itu, mengingat akan kegagalan saat itu, dan kemudian seumur hidup bersandar kepada Tuhan, berbahagialah ia. Seluruh sisa hidupnya akan dipelihara lebih baik oleh Tuhan. Puji Tuhan!

Siapakah kita? Kita adalah orang-orang yang lemah, yang dapat berdosa, yang senantiasa dapat jatuh ke dalam kegagalan-kegagalan yang tak terduga, sehingga kita yang pernah berjanji seperti Petrus, bahwa sampai dipenjara pun kita tidak akan meninggalkan Kristus. Yesus tidak mendebat, lihat saja, setelah menyadari kelemahan, keterbatasanmu, dan setelah engkau sungguh-sungguh sadar siapakah engkau, - maka kita harus kembali kepada pimpinan Roh Kudus, berseru dan memohon pada Tuhan Yesus untuk menjaga dan membimbing kita.

IV. PEMBAHARUAN HATI NURANI

Pada akhirnya kita melihat bahwa hati nurani yang rusak itu dibersihkan dengan tiga kekuatan.

A. Firman Allah

Seluruh Kitab Suci mengatakan pembersihan hati nurani hanya dilakukan oleh tiga kekuatan saja, tidak lebih dan tidak kurang. Firman Tuhan merupakan faktor yang pertama untuk membersihkan kita dari dosa. Hal ini jelas dicatat di beberapa bagian penting, seperti:

Mazmur 119:9. Alkitab akan menghindarkan kita dari berbuat dosa, atau perbuatan dosa akan menghindarkan kita untuk membaca Alkitab. Orang yang memelihara firman, maka firman itu akan tersimpan di dalam hatinya dan pada saat-saat tertentu akan muncul untuk memberikan kekuatan melawan perbuatan dosa. Heran sekali, jika kita seringkali menghafalkan ayat-ayat firman Tuhan yang penting, maka pada saat kita digoda oleh Setan, langsung muncul satu kalimat dari ayat Alkitab untuk memberi kekuatan kepada kita untuk melawan Setan.

1 Petrus 1:22. Kita telah menyucikan diri karena taat kepada kebenaran. Di dalam ayat ini ditegaskan lebih jauh lagi, yaitu bukan sekedar mendengar atau mencoba firman, tetapi taat. Setelah mendengar, mengerti, apakah kita menaati dan tunduk kepada firman. Tanpa taat kepada firman, tidak mungkin hidup menjadi suci. Firman akan menjadikan kita suci dari kelakuan yang jahat.

Yohanes 17:17. Ayat ini merupakan perkataan Yesus yang merupakan doa-Nya kepada Bapa bagi gereja-Nya. Kebenaran bukan berada di tempat atau buku-buku lain dari tokj\oh-tokoh besar dunia. Kebenaran hanya ada di dalam Alkitab.

B. Darah Kristus

Seseorang dapat dibersihkan hati nuraninya hanya dengan darah Yesus Kristus. Prinsip ini dapat dilihat dari beberapa bagian ayat, seperti :

1 Yohanes 1:7. Dalam Ibrani 9:4, dikatakan bahwa darah domba atau darah lembu pasti tidak dapat menebus dosa manusia. Maka di dalam ayat ini ditegaskan bahwa hanya dengan darah Yesus dosa kita diampuni dan dibersihkan.

Jikalau kita ada di dalam terang, sebagaimana Tuhan berada di dalam terang, maka kita akan bersekutu dengan Tuhan dan dengan yang lain. Jika ada dua lampu yang sangat terang saling berhadapan, maka semua titik di antara ke dua lampu tersebut menjadi titik temu dari kedua terang yang berasal dari kedua lampu tetrsebut. Kita sulit membedakan mana yang terangnya kanan dan mana yang terangnya kiri. Tidak ada batas pemisah sampai di mana terang kanan bersinar, lalu sampai di mana merupakan bagian dari terang yang kiri. Ketika terang bertemu dengan terang, di sana terdapat keharmonisan persekutuan yang tidak ada batasnya lagi. Itulah persekutuan. Maka, untuk mengerti persekutuan, cara yang terbaik adalah mengerti bertemunya terang dengan terang. Orang yang hatinya terang mudah bertemu dan bersekutu dengan orang yang juga berhati terang. Tetapi orang yang berhati terang, ketika bertemu dengan orang yang hatinya berliku-liku, sulit bertemu. Sekalipun bersama-sama, sulit untuk bersekutu. Ketika bertemu akan terasa kaku. Tetapi jika orang terang bertemu terang, maka seperti tidak ada batasannya lagi. Inilah persekutuan. Ayat ini merupakan ayat yang sangat indah untuk menggambarkan suatu persekutuan di dalam terang.

Suami sulit bersekutu dengan isterinya sendiri atau anak sulit bersekutu dengan orang tuanya sendiri, seringkali disebabkan karena ada hal-hal yang tidak terang di sana. Ada sesuatu yang tersimpan sehingga terjadi hambatan-hambatan di dalam tiap diri masing-masing. Alangkah indahnya jika di dalam gereja, semua orang hidup di dalam terang.

Saya adalah seorang yang suka berterus terang. Apa yang saya katakan adalah hal yang memang tulus dari dalam hati saya. Lebih baik orang membenci saya ketimbang saya harus menyimpan sesuatu dan akhirnya tidak memberitakan kebenaran kepada orang lain. Seseorang boleh memiliki rahasia, tetapi apa yang dikatakan haruslah terang. Orang tidak boleh putar-putar dan berliku-liku.

Orang yang hidup di dalam terang akan mudah bersekutu, karena Tuhan juga hidup di dalam terang. Mudah bersekutu, karena orang yang hidup di dalam terang tidak pernah takut ditegur, dan bersedia untuk terus diterangi, sehingga ia terus bersekutu dengan Tuhan. Ketika kita bersekutu dengan Tuhan, sifatnya vertikal; dan ketika kita bersekutu dengan manusia, sifatnya horizontal. Keduanya membentuk tanda salib. Maka kasih Kristus adalah kasih salib, persekutuan Kristen adalah persekutuan salib. Dan etika Kristen adalah etika salib. Tanda salib itu lebih hebat dari tanda Mercedes Benz. Tanda Mercedes Benz dapat dianggap sebagai salah satu tanda yang paling indah di dunia. Bentuk lingkaran dengan tiga kaki memberikan wibawa keutuhan dan kestabilan. Tetapi tanda salib adalah tanda yang paling agung, karena tanda salib adalah tanda paling kokoh, paling tegak, paling sederhana, dan paling hikmat.

Jika kita hidup di dalam terang (bukan di dalam gelap), maka darah Yesus akan menyucikan kita dari segala dosa. Di dalam bahasa Yunani, kalimat ini menggunakan struktur present continuous tense, yaitu bentuk yang terus-menerus. Darah Yesus terus-menerus, otomatis, dengan sendirinya, menyucikan dan membasuh dosa kita. Maka tugas kita hanyalah hidup di dalam terang, maka kita akan terus-menerus, otomatis. Dan dengan sendirinya dibersihkan oleh darah Yesus Kristus. Itulah present continuous tense.



BACA JUGA: BAPTIS DAN KESELAMATAN: Markus 16:16




Di dalam tubuh kita ada satu bagian yang selalu membersihkan diri secara terus- menerus. Itulah mata kita. Mata kita terus-menerus, otomatis, dengan sendirinya membersihkan diri. Kelopak mata kita otomatis membersihkan dengan airmata. Jika tangan kotor, maka perlu ke wastafel untuk mencuci tangan. Mata sudah otomatis mempunyai mekanisme untuk membersihkan diri. Inilah pengertian present continuous tense, pengertiannya tepat sama seperti ayat ini. Beginilah cara darah Tuhan Yesus membersihkan dosa kita. Betapa besar bahagia dan anugerah yang kita terima.

Tetapi, ketika mata membersihkan dirinya sendiri, ia memakai “minyak yang paling halus di dalam sejarah”, yang telah Tuhan ciptakan untuk lensa yang sedemikian berharga. Tidak pernah ada produksi minyak yang dapat memberikan pelumasan yang lebih halus daripada airmata, sehingga airmata membuat lensa menjadi sangat bersih. Kalau mata dibersihkan pakai air yang paling bersih sekalipun, tetap akan lecet. Tetapi seumur hidup mata kita selalu dibersihkan. Bayangkan jika sekali mencuci lensa kamera dibutuhkan biaya Rp.20.000,- maka ketika mencuci mata, kita tidak perlu biaya. Betapa besar hutang kita kepada Tuhan!

Ibrani 9:14. Siapakah yang dapat beribadah kepada Tuhan? Siapakah yang dapat bersembah sujud kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh? Hanya mereka yang hati nuraninya telah dibersihkan oleh darah Yesus Kristus. Puji Tuhan.

C. Gerakan Roh Kudus

Roh Kudus adalah aspek ke-tiga yang membersihkan hati nurani kita. Tidak lebih dari itu.

1 Petrus 1:2. Siapakah orang yang dibersihkan atau dikuduskan oleh Roh? Dia adalah orang Kristen, orang yang sudah dipilih oleh Allah, yang pada saat tertentu digerakkan oleh Roh Kudus, sehingga mereka dibersihkan secara status dan menerima percikan darah Yesus untuk membersihkan seluruh dosa mereka. Roh Kudus menguduskan kita.

Kisah Para Rasul 15:8-9. Allah menurunkan Roh Kudus bagi kita, dan juga bagi mereka, lalu menyucikan seluruh hati kita bersama-sama. Roh Kudus membersihkan kita dan mereka. Kita dalam hal ini adalah orang Yahudi, dan mereka adalah orang bukan Yahudi. Maka Allah bukan hanya Allah orang Yahudi, tetapi juga Allah untuk orang bukan Yahudi. Allah bukan hanya menerima orang Yahudi dan membersihkan hati orang Yahudi saja, tetapi Allah juga menerima dan menyucikan orang bukan Yahudi.

Pada saat itu, Petrus menyadari bahwa Allah juga bekerja di tengah orang bukan Yahudi, dan mereka juga dibersihkan oleh Roh Kudus. Kalau kita melihat, maka hanya Allah Tritunggal yang dapat membersihkan dosa seseorang. Tidak seorang manusia pun yang dapat membersihkan hati nurani seseorang. Seorang pemimpin negara yang hebat, guru, profesor, ataupun orang-orang yang hebat lainnya tidak mungkin dapat membersihkan hati kita. Demikian pula, kelakuan agama tidak mungkin dapat membersihkan hati kita. Hanya Allah Tritunggal di atas yang dapat membersihkannya.

Lalu, dapatkah kita berdoa supaya menjadi suci? Tidak! Tidak ada satu ayat firman yang mengatakan bahwa “doamu membersihkan engkau”. Yang ada adalah “imanmu menolong engkau”. Tetapi ini pun harus dimengerti sebagai ”melalui imanmu engkau diselamatkan” bukan “oleh imanmu engkau diselamatkan”. Doktrin ini ditegakkan kembali oleh Martin Luther di tahun 1517, pada hari Reformasi, sehingga menjadi doktrin Reformasi yang paling penting : ”Dibenarkan melalui iman”. Kita juga dikuduskan melalui iman, oleh darah Yesus, oleh Firman, dan oleh Roh Kudus.

PENUTUP: ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

Ketika kita sudah dibersihkan oleh firman, dengan darah dan Roh Kudus, maka sekarang melalui firman kita dapat mengetahui bagaimana tipu daya Setan dan cara Roh Kudus bekerja.

Jangan pernah kita berharap dapat hidup sebagai orang Kristen yang bebas dari gangguan suara Setan.

Melalui darah Kristus, kita selalu diingatkan akan pengorbanan Kristus dan menjadikan kita tidak mau lagi menyusahkan Kristus.

Melalui gerakan Roh Kudus, kita mendapatkan pencerahan yang baru, dan itu membuat kita tidak lagi mau menyedihkan hati-Nya, sehingga menjadikan diri kita orang Kristen yang sungguh-sungguh dan setia melayani Tuhan.

Ketika Setan sudah mengetahui bahwa ia telah dibuka topengnya dan kita telah mengetahui segala tipuannya, maka ia sekarang akan mengetuk pintu lagi untuk mengganggu dan melawan kita. Untuk itu, lebihbaik kita tidak membuka pintu dan tidak melawan dia seorang diri. Lebih baik kita berkata kepada Tuhan: "Tuhan, sekarang Setan mengetuk mau mengganggu saya. Lebih baik bukan saya yang menghadapinya. Saya mohon Tuhan yang menghadapi dia.”

Setan tidak pernah takut pada manusia yang bersandar kepada dirinya sendiri, karena diri manusia betapapun kuatnya hanya berpengalaman beberapa puluh tahun. Setan sudah berpengalaman beribu tahun, dan sudah menipu berjuta-juta manusia. Itu sebabnya, orang Kristen yang sombong, yang tidak bersandarkan kepada Tuhan, tidak bersandar kepada Roh Kudus, hanya bersandar pada diri sendiri pasti jatuh. Tidak peduli berapa hebatnya iman kita, tidak peduli berapa banyak pengetahuan firman yang kita kuasai, dan tidak peduli berapa banyak pelajaran teologi yang pernah kita pelajari. Jika kita taat kepada Tuhan, bagaimana pun Tuhan tidak akan melepaskan kita. Ia akan memelihara kita.

Kiranya Tuhan memberkati kita dan menjadikan kita makin taat kepada-Nya.

ROH KUDUS, SUARA HATI NURANI, DAN SETAN .

Amin.

Pdt DR Stephen Tong
Source :  https://teologiareformed.blogspot.com/2018/06/roh-kudus-suara-hati-nurani-dan-setan.html#

Tags